BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi sumber daya menusia. Salah satu fungsi utama pendidikan adalah mengembangkan dan memberdayakan potensi peserta didik secara utuh dan optimal dengan strategi yang sistema tis dan terarah. Untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah telah menetapkan UndangUndang Sistem Pendidikan. Undang Undang Sistem Pendidikan (2003: 38) menjelaskan bahwa setiap pembaruan sistem pendidikan nasional diorientasikan untuk memperbarui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Diantara visi pendidikan nasional tersebutdi adalah (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia, (2) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar, serta (3) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian ya ng bermoral. Jika mencermati visi pendidikan tersebut, semuanya mengarah pada mutu pendidikan yang akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Mutu pendidikan ternyata dipengaruhi oleh banyak komponen. Menurut Syamsuddin (2005: 66), ada tiga komponen utama yang saling berkaitan dan memiliki kedudukan strategis dalam kegiatan belajar-mengajar. Ketiga komponen tersebut adalah kurikulum, guru, dan pembelajar (siswa). Ketiga komponen itu, gurulah yang menduduki posisi sentral sebab peranannya sanga t menentukan. Dalam pembelajaran, seorang guru harus mampu 1
menerjemahkan nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum secara optimal. Walaupun sistem pembelajaran sekarang sudah tidak theacher center lagi, seorang guru harus tetap memegang peranan yang penting dalam membimbing siswa. Bahkan, menurut UndangUndang Guru pasal 1 ayat 1 (2006: 3) guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama, yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Berdasarkan hal itu, seorang guru harus mempunyai pengetahuan yang memadai baik di bidang akademik maupun pedagogik. Seorang guru dituntut memiliki wawasan yang berhubungan dengan mata pelajaran yang diajar kannya dan wawasan yang berhubungan dengan kependidikan untuk menyampaikan isi pengajaran kepada siswa. Kedua wawasan tersebut merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Seorang
guru
harus
selalu
meningkatkan
kemampuan
profesionalnya,
pengetahuan, sikap, dan keterampilannya secara terus -menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk paradigma pendidikan yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Menurut Permendiknas Nomor 15 tahun 2007, seorang guru harus memenuhi empat standar kompetensi, di antaranya: (1) Kompetensi Pedagogik (2) Kompetensi kepribadian (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi profesional. Keempat kompetensi tersebut bertujuan agar guru bermutu menjadikan pembelajaran bermutu juga, yang akhirnya meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Untuk mencapai empat kompetensi tersebut, sekolah harus melaksanakan pembinaan terhadap guru melalui berbagai upaya, sehingga memiliki profesionalisme.
2
Pengembangan profesionalitas guru berarti peningkatan kompetensi-kompetensi tersebut secara berkelanjutan sejalan dengan pelaksanaan tugas seharihari guru. Hal ini berarti bahwa, peningkatan kompetensi guru akan berlangsung secara terintegrasi dalam pelaksanaan tugas-tugas profesionalnya sebagai guru. Pengembangan atas komponenkomponen kompetensi bukanlah proses yang terpisah-pisah akan tetapi akan berlangsung dalam proses menjalankan tugasnya sebagai guru. Bertolak dari kenyataan inilah maka pengembangan profesionalisme tidak hanya terbatas dan bertumpu pada guru, tetapi juga pada sistem pendidikan. Ada komponenkomponen yang harus bergerak secara dinamis, sehingga mampu memacu kemajuan pendidikan. Persaingan dalam era komunikasi ini, dunia pendidikan kita dituntut untuk setara dengan negara -negara lain. Untuk mengantisipasi hal tersebut , Indonesia harus menyelenggarakan pendidikan yang mampu memberikan kontribusi signifikan untuk menghasilkan individu dan masyarakat yang mampu bersaing di era kesejagadan ini. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia selama ini tampak bersifat klasikal, yaitu pendidikan yang berorientasi pada kuantitas dalam rangka melayani sebanyakbanyaknya jumlah siswa, sehingga kebutuhan individual siswa tidak terakomodasi secara menyeluruh. Oleh sebab itu dibutuhkan pembaharuan sistem pendidikan yang mampu mewadahi dan mengembangkan potensi siswa secara optima l. Perkembangan peserta didik sangat identik dengan peran pendidik dalam proses pembelajaran karena guru yang memahami konsep pendidikan tentang apa yang dipelajari siswa dan bagaimana proses pembelajaran terjadi (Smith 1990 dalam Suparno dan Kamdi, 2008: 8)
3
Optimalisasi potensi siswa harus dibarengi dengan pembaharuan sistem pendidikan. Pembaharuan sistem pendidikan nasional sebenarnya dilakukan untuk memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sejalan dengan itu, pemerintah bersama Dewan perwakilan rakyat merumuskan Undang- Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selanjutnya, untuk menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu yang didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan telah ditetapkan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pada tahun yang sama dikeluarkan undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Dalam bab penjelasan ditegaskan, bahwa kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Dalam mewujudkan pendidikan yag bermutu, peran guru sangatlah penting seperti yag dikatakan oleh Yero (2003) dalam Suparno dan Kamdi (2008: 4) bahwa “The power to change education –for better or worse-is and always has been in the hands of teachers”. Indikator yang dominan dalam perkembanngan masyarakat Indonesia adalah meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi salah satu pranata kehidupan sosial yang kuat dan berwibawa. Di samping itu juga memiliki peranan yang sangat penting dan 4
strategis dalam pembangunan peradaban bangsa Indonesia. Pendidikan telah memberi kontribusi yang cukup signifikan dalam membangun peradaban bangsa Indonesia dari satu masa ke masa yang lainnya, baik sebelum kemerdekaan maupun sesudah kemerdekaan Negara kesatuan republik Indonesia. Berbagai kajian dan pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan memberi manfaat yang luas bagi kehidupan suatu bangsa. Sebagai konsekuensi logis tuntutan masyarakat akan arti pentingnya pendidikan, maka belakangan ini banyak masyarakat yang berkeinginan untuk bersaing dengan mutu pendidikan di negara maju sehingga mendorong beberapa anak bangsa untuk belaja r ke luar negeri, dengan harapan mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Hal ini mendorong perlunya peningkatan kualitas layanan pendidikan, seperti layanan pendidikan yang berstandar internasional. Salah satu upaya untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu sebagai yang diamanatkan oleh Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 50 ayat (3), yakni “Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang -kurangnya satu pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi Sekolah yang Bertaraf Internasional”. Pengembangan
Sekolah
Bertaraf
internasional
dimaksudkan
untuk
meningkatkan kemampuan dan daya saing bangsa Indonesia di forum internasional. SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) sebagai salah satu langkah
pemerintah Indonesia
dalam memperbaiki kualitas pendidikan nasional agar memiliki daya saing dengan negara-negara maju lainnya. Icon SBI di mata masyarakat Indonesia tak bisa lepas dari bilingual sebagai medium of instruction, multi media dalam pembelajaran di kelas, 5
berstandar internasional, atau pun sebagai sekolah prestisius dengan jalinan kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara anggota OECD maupun lembaga -lembaga tersertifikasi internasional, seperti Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, dan lain-lain. Dalam upaya memberikan pelayanan pendidikan terkait dengan sekolah bertaraf internasional tersebut, salah satu hal yang harus diperhatikan adalah diwujudkannya sistem pendidikan dengan kurikulum
bilingual (dua bahasa). Dalam beberapa
pembelajaran bidang studi harus menggunakan bilingual, yang antara lain: kebijakan pemerintah
tentang
kebijakan
penyelenggaraan
sistem
pembelajaran
bilingual
dilaksanakan sejak suatu sekolah atau madrasah ditetapkan sebagai sekolah/ madrasah bertaraf internasional. Program tersebut diharapkan dapat meningkatkan wawasan peserta didik akan pemahamannya terhadap penggunaan bahasa kedua (Inggris) serta sebagai fasilitas menuju terbentuknya sekolah/madrasah bertaraf internasional. Dalam penyelenggaraan pendidik an dengan sistem bilingual baik peserta didik maupun tenaga edukatif hendaknya tidak hanya sekedar menerima dan menyampaikan ilmu dengan dua bahasa akan tetapi yang lebih penting adalah memahami konsep yang benar dari ilmu yang diterima atau yang disampaikan. Sehingga kebijakan tentang penggunaan sistem pendidikan dengan dua bahasa diharapkan dapat mewujudkan tercapainya tujuan proses belajar tuntas (mastery Learning), terpacunya siswa aktif dan kreatif sesuai dengan potensi kecerdasan dan bakat masing-masing dengan memperhatikan keselarasan dan keseimbangan antara: 1) dimensi tujuan pembelajaran; 2) dimensi pengembangan kreatifitas dan disiplin; 3) dimensi pengembangan persaingan dan kerjasama; 4) dimensi pengembangan kemampuan holistik ; dan 5) kemampuan berpikir elaborasi, dimensi pelatihan berpikir induktif dan deduktif; serta 6) pengembangan iptek dan imtaq secara terpadu (Depag RI, 2005:56-57).
6
Madrasah Aliyah Negeri 2 Madiun sebagai salah satu MAN Model (berdasarkan SK Dirjen Bimbaga Islam Depag Nomor E.IV/PP.00.6/KEP/17.A/98), merupakan figure central yang menjadi contoh dan pusat pemberdayaan madrasah sejenis. MAN Model dikembangkan untuk mencapai keunggulan bagi para lulusannya. Oleh karena itu salah satu bentuk pengembangan Madrasah Aliyah Model, MAN 2 Madiun pada tahun 2008 mengeluarkan suatu kebijakan penyelenggaraan program pelayanan pendidikan dengan sistem bilingual. Dalam rangka menuju terselenggaranya madrasah bertaraf internasional, MAN 2 Madiun dalam menyelenggarakan kurikulum pendidikan
mengacu pada kurikulum
yang diterbitkan oleh Departemen Agama maupun oleh Departemen Pendidikan Nasional. Walaupun dalam hal ini banyak permasalahan yang muncul, salah satunya adalah kurangnya optimalisasi penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua dalam pembelajaran mata pelajaran MIPA (matematika, fisika, kimia, dan biologi). Mayoritas tenaga edukatif masih menggunakan bahasa Inggris sebatas pada pemberian instruksi dan belum sepenuhnya pada pemahaman konsep terhadap materi yang disampaikan. Di samping itu peserta didik yang yang belum memenuhi persyaratan sebagai siswa kelas bilingual khususnya dalam hal asal sekolah dan sarana yang kurang optimal dalam penggunaannya didalam kegiatan pembelajaran merupakan kendala yang muncul atas terselenggaranya kurikulum bilingual di MAN 2 Madiun. Walaupun demikian terselenggaranya program bilingual di MAN 2 Madiun merupakan salah satu terobosan (breakthrough ) pihak madrasah dalam memfasilitasi siswa yang memiliki bakat istimewa yang lebih dari pada siswa lainnya. Undangundang Nomor 20 Tahun 2003, mengisyaratkan bahwa: 7
Pasal 5 ayat 4: warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khus us Pasal 12 ayat 1: setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: ... b) mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, dan kemampuannya; f) menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan (Undang-Undang RI No. 20, 2003) . Sehubungan dengan penyelenggaraan kebijakan pembelajaran bilingual tersebut, maka perlu kiranya diadakan evaluasi
untuk mengetahui dan sekaligus
mengukur sejauh mana penyelenggaraan program bilingual di MAN 2 Madiun. Evaluasi merupakan bagian integral dari pengelolaan di tingkat sekolah, dinas pendidikan/ Kemenag, maupun Kemendiknas/Kemenag pusat.
Melalui kegiatan
evaluasi, dapat diukur tingkat kemajuan dari suatu program. Tanpa pengukuran, tidak ada alasan untuk mengatakan apakah suatu sekolah/madrasah mengalami kemajuan atau tidak. Evaluasi pada umumnya menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk membuat keputusan. Evaluasi yang bermanfaat adalah evaluasi yang menghasilkan informasi cepat, tepat, dan memadai untuk mengambil keputusan. Hasil evaluasi juga dapat memberikan rekomendasi perbaikan konsep maupun pelaksanaan program percepatan belajar. Penyelenggaran program percepatan belajar memerlukan evaluasi secara berkala dan dilakukan secara terus -menerus. Bagaimana dampak serta hasil yang positif maupun negative akan dapat dipaparkan secara akurat setelah dilakukan evaluasi. Dari aspek evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan pemnbelajaran bilingual, peneliti tergugah untuk melakukan penelitian tentang pelaksanaa n kurikulum bilingual di MAN 2 Madiun, khususnya permasalahan
Evalusi kebijakan
bilingual pada
pembelajaran bidang studi MIPA. Permasalahan ini dituangkan dalam sebuah judul “Evaluasi Kebijaka n Pembelajaran Bilingual di MAN 2 Madiun.” yang diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada segenap praktisi pendidikan dalam ikut 8
meningkatkan kualitas pendidikan sesuai dengan perubahan
zaman yang semakin
kompleks. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat dijadikan pijakan untuk meningkatkan kualitas penerapan pembelajaran bilingual dan pendidikan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan masyarakat pada umumnya. B . Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut, maka beberapa masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat efektivitas kebijakan pembelajaran bilingual di MAN 2 Madiun?; 2. Bagaimana tingkat efisiensi kebijakan pembelajaran bilingual di MAN 2 Madiun? 3. Bagaimana dampak yang muncul dari kebijakan pembelajaran bilingual di MAN 2 Madiun? 4. Bagaimana langkah solusi ya ng dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dari pelaksanaan kebijakan pembelajaran bilingual di MAN 2 Madiun? C. Fokus Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan program pembelajaran bilingual di Madrasah Aliyah Negeri 2 Madiun, peneliti menentukan fokus penelitian sebagai berikut : 1. Efektivitas kebijakan pembelajaran bilingual di MAN 2 Madiun dalam hal proses pembelajaran MIPA di kelas. 9
2. Efisiensi kebijakan pembelajaran bilingual di MAN 2 Madiun dalam hal proses pembelajaran MIPA di kelas. 3. Efektivitas kebijakan pembelajaran bilingual di MAN 2 Madiun dalam hal penggunaan media dan sarana pembelajaran MIPA di kelas. 4. Efisiensi
kebijakan pembelajaran bilingual di MAN 2 Madiun dalam hal
penggunaan me dia dan sarana pembelajaran MIPA di kelas. 5. Dampak positif yang muncul sehubungan dengan
kebijakan pembelajaran
bilingual di MAN 2 Madiun dalam hal proses pembelajaran MIPA di kelas. 6.
Dampak positif yang muncul sehubungan dengan
kebijakan pembelajaran
bilingual di MAN 2 Madiun dalam hal penggunaan media dan sarana pembelajaran MIPA di kelas. 7.
Dampak negatif yang muncul sehubungan dengan
kebijakan pembelajaran
bilingual di MAN 2 dalam hal proses pembelajaran MIPA di kelas Madiun. 8.
Dampak negatif yang muncul sehubungan dengan
kebijakan pembelajaran
bilingual di MAN 2 dalam hal penggunaan media dan sarana pembelajaran MIPA di kelas Madiun. 9. Solusi yang diambil untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi serta menghilangkan dampak negatif dalam penerapan kebijakan pembelajaran bilingual di MAN 2 Madiun dalam hal penggunaan media, sarana, dan proses pembelajaran MIPA.
10
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan temuan hasil evaluatif-empiris terhadap kebijakan pembelajaran bilingual di Madrasah Aliyah Negeri 2 Madiun. Adapun tujuan penelitian ini secara rinci dirumuskan sebagai berikut: 1. Menemukan efektivitas kebijakan pembelajaran bilingual di MAN 2 Madiun. 2. Menemukan efisiensi kebijakan pembelajaran bilingual di MAN 2 Madiun. 3. Menemukan dampak dari pe laksanaan kebijakan bilingual di MAN 2 Madiun. 4. Mendeskripsikan langkah-langkah solutif sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan kebijakan pembelajaran bilingual di MAN 2 Madiun. 5. Menemukan rekomendasi yang tepat untuk meningkatkan pe laksanaan program bilingual di MAN 2 Madiun. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman untuk memahami, mengkritisi, meningkatkan kepekaan, serta lebih cermat terhadap permasalahan yang terkait dengan pembelajaran bilingual di MAN 2 Madiun.
2.
Bagi pihak yang diteliti yaitu lembaga pendidikan MAN 2 Madiun sebagai penyelenggara kebijakan pembelajaran bilingual, hasil penelitian ini merupaka n masukan yang diharapkan dapat membantu membina dan mengembangkan program pembelajaran bilingual sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan sesuai yang diharapkan.
3.
Bagi lembaga pendidikan secara umum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan te ntang kebijakan pembelajaran bilingual sekaligus dapat 11
dipakai sebagai pertimbangan dalam meningkatkan penyelenggaraan pengajaran dengan program bilingual. F. Definisi Istilah 1. Evaluasi: penilaian terhadap suatu obyek yang diteliti sehingga dapat dibedakan kondisi awal dan kondisi sesudahnya , harapan ideal dengan kenyataan yyang diperoleh, khususnya dalam hal efektivitas dan efisiensi terhadap sebuah kebijakan yang dilaksanakan di sekolah (Dick dan Carey, 2001: 282) 2.
Pembelajaran
Bilingual:
Pembelajaran
yang
dilaksanakan
dengan
mengimplementasikan dua bahasa, yaitu bahasa ibu (Indonesia) dan bahasa asing (Inggris) dalam suatu kelompok atau individu di suatu negara ataupun daerah. (Richards dan platt, 1999: 36) 3. Kebijakan: konsep yang tersusun untuk diwujudkan dalam suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan tertentu seraya mencari peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. ( Wahab dalam Sulistyani, 2008:13) .
12
13