BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan industri yang bergerak di ranah fast moving consumer goods semakin pesat. Salah satu segmen yang paling menjanjikan adalah minuman ringan. Pada tahun 2003 pertumbuhan minuman ringan mencapai 13% dengan volume penjualan sebesar sepuluh milyar liter (Fianaratri, 2005: 1). Angka tersebut tentunya mencapai nominal lebih tinggi pada beberapa tahun terakhir melihat semakin banyaknya perusahaan yang memasuki pasar minuman ringan. Salah satu minuman ringan yang menjadi favorit di Indonesia adalah teh dalam kemasan atau teh siap saji. Hal ini seiring dengan kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi teh. Hasil survey lembaga penelitian MARS di lima kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa teh dikonsumsi oleh 75% penduduk Indonesia. Kerja keras PT. Sinar Sosro dalam mengedukasi pasar untuk mengonsumsi Teh Botol Sosro menjadikan teh kemasan diterima baik oleh pasar. Hal ini ditunjukkan dari survey yang dilakukan oleh PT. Coca Cola Amatil yang disampaikan pada CCA’s Investor Meeting pada tahun 2004 yang memperlihatkan minuman teh siap saji atau teh kemasan di Indonesia berada pada posisi kedua di bawah air mineral dan mengungguli minuman ringan berkarbonasi.
Antara tahun 2004 sampai tahun 2009, pertumbuhan minuman ringan di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 7,2 %. Pada tahun 2009, omzet makanan dan minuman mencapai Rp. 493,0 triliun, di mana di dalam omzet tersebut market size minuman mencapai 50,6 %. Komposisi persentase itu terdiri dari minuman berenergi 2,1 %, minuman isotonic 1,5 %, teh siap minum 12,0 %, minuman berkarbohidrat 10,0%, minuman sari buah 1,5 %, air minum dalam kemasan 18,0 % dan sirup 1 %. Pada tahun 2011 asosiasi industri minuman ringan mengharapkan pasar minuman teh siap saji meningkat 7,5 % dari total produksi 1,55 milyar liter pada tahun 2010 menjadi 1,67 milyar liter (en.indonesiafinancetoday.com). Minuman teh siap saji yang beredar di pasaran Indonesia dapat dibedakan berdasarkan jenis kemasannya, seperti minuman dalam kemasan botol (kaca maupun plastik), teh dalam kemasan kaleng, kemasan kotak dan inovasi terakhir adalah teh dalam kemasan cup. Teh kemasan cup sendiri dipelopori oleh PT. Garuda Food yang meluncurkan Mountea pada tahun 2005. Kehadiran
Mountea di pasar minuman teh kemasan membuat
persaingan semakin ketat. Sebelumnya telah banyak perusahaan yang mencoba memanfaatkan ceruk pasar teh kemasan. Pada tahun 2002, PT. Coca Cola Amatil Indonesia mengeluarkan Frestea untuk mengakhiri monopoli Teh Botol Sosro selama 30 tahun. Langkah ini diikuti oleh beberapa perusahaan lain. Gambar di bawah ini menunjukkan perusahaan dan nama produk yang ikut meramaikan pasar teh kemasan.
Tabel 1.1 Merek Teh Dalam Kemasan Siap Minum Teh Perusahaan
Teh Biasa
Teh Hijau
Teh Rasa Buah Bersoda
- Teh Botol - Sosro Green Tea Sosro
Sosro
Fruitea
Tebs
- Joy Tea - S-Tea - Frestea Green CCI
- Frestea Green
Frestea
Frestea Frutcy
My Body ABC Pre sident
Ultra Jaya
Nu Green Tea
Teh Kotak Ultra
Garuda Food Orang Tua
Mountea Teh Gelas - Futami 17 - C2 Green Tea
Others
Teh Rio - Zestea
(Sumber : Managing Brand Strat egi Frestea, 2010)
Menghadapi
persaingan
yang
begitu
ketat,
perusahaan
harus
mempunyai strategi yang tepat agar dapat menjadi pemenang di hati konsumen. Terlebih pada kondisi sekarang, pemasaran merupakan pertempuran persepsi konsumen dan tidak lagi sekedar pertempuran produk (Durianto, 2004: 3). Beberapa produk dengan kualitas, model, karakteristik tambahan (features),
serta kualitas yang relatif sama dapat memiliki kinerja yang berbeda di pasar karena perbedaan persepsi dalam benak konsumen. Pembentukan persepsi tersebut dapat dilakukan dengan jalan membangun merek. Pada dasarnya merek berguna untuk mengidentifikasi produk, baik barang maupun jasa suatu perusahaan dari produk pesaingnya (Rangkuti, 2002: 2). Merek adalah bagian dari produk yang bersifat unik karena berbeda dengan produk, baik barang maupun jasa yang dengan mudah ditiru, hal ini tidak berlaku bagi merek. Di pasar, pada suatu kategori tertentu mungkin ada puluhan bahkan ratusan produk yang sama kualitasnya, sama fisiknya, namun tidak ada satu pun yang mempunyai merek yang sama. Pada perkembangannya, merek dapat menjadi lebih dari itu. Merek bukan sekedar nama. Bukan pula sekedar logo atau simbol. Merek adalah value indicator dari apa yang perusahaan tawarkan. Merek adalah aset perusahaan yang dapat menambahkan value pada produk dan pelayanan yang ditawarkan (Kartajaya, 2004: 11). Merek mengasosiasikan kualitas atau jaminan kualitas bagi konsumen (Majalah Marketing, 2008: 82). Merek merupakan alat identifikasi dan referensi bagi konsumen. Hanya dengan menyebut suatu merek, maka konsumen akan mendapatkan pedoman, jaminan, kekuatan, keyakinan, dan harapan bahwa dia terpuaskan. Konsumen memiliki kepedulian, penerimaan, maupun preferensi yang t inggi terhadap merek yang dipandang bereputasi tinggi atau istilahnya mempunyai ekuitas merek yang kuat (Durianto, 2004: 1). Kevin Lane Keller, pengarang buku Strategic Brand Management mengatakan bahwa fondasi dalam membangun
ekuitas merek dimulai dari memilih elemen-elemen merek seperti brand name, logo, symbol (karakter), slogan dan kemasan. Semua elemen tersebut harus bisa memorable, meaningfull, protectable, adaptable, dan transferable (Majalah Marketing, 2009: 42). Dalam melakukan pembelian konsumen tidak serta merta langsung melakukan keputusan pembelian. Menurut Kotler (2005: 224), keputusan pembelian seseorang merupakan hasil dari suatu proses yang terdiri dari lima tahapan yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian itu sendiri. Pada produk dengan tingkat keterlibatan tinggi, ekuitas merek memilik peran penting dalam pencarian informasi, pengevaluasian alternatif. Ini sesuai dengan karakteristik produk high involvement dimana konsumen terlibat aktif dalam mencari informasi tentang sebuah produk dan bersedia meluangkan banyak waktu untuk mempelajari sebuah merek sebelum melakukan pembelian. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Tri Nardi (2011) bahwa ekuitas merek memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian Black Berry pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Unhas dimana perceived quality merupakan variabel yang dominan. Lalu apakah ekuitas merek juga berpengaruh terhadap pembelian produk low involvement?. Seperti kita ketahui bahwa terdapat perbedaan mendasar pada perilaku konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. Pada produk low involvement, konsumen tidak aktif mencari informasi tentang
produk. Konsumen juga tidak meluangkan waktu untuk mempelajari sebuah merek. Produk low involvement bisa dibeli di mana dan kapan saja. Pada penelitian ini, produk low involvement yang akan diteliti adalah teh kemasan siap saji merek Mountea. Sejak diluncurkan oleh PT. Garuda Food pada bulan oktober tahun 2005, Mountea telah menjadi salah satu minuman favorit penikmat teh. Harga yang terjangkau serta kemasan cup yang menarik dan didukung oleh banyak varian rasa membuat Mountea mendapat tempat tersendiri dibenak konsumen. Sekarang ini terdapat enam varian dari Mountea yaitu rasa apel (apple flavour), rasa anggur (blackcurrant flavour), rasa jambu (guava flavour), rasa strawberry (strawberry flavour), rasa aroma melati (jasmine flavor) dan rasa yang paling baru adalah Mountea rasa persik (peach flavour). Keberhasilan Mountea dibuktikan dengan penghargaan Indonesian Best Brand Award (IBBA) dari lembaga penelitian MARS dan Majalah SWA tiga tahun berturut-turut. Gambar 1.1 Perbandingan Kapasitas Produksi dan Jumlah Permintaan Tahun 2009
(Sumber : Akhmad Fauzi Pane, 2010 : 3)
Pada gambar 1.1 di atas, terlihat jelas bahwa jumlah permintaan akan produk Mountea sangat besar, jauh melebihi kapasitas produksi meskipun kapasitas produksi mencapai angka 4 juta karton perbulan. Untuk menutupi kelebihan permintaan tersebut, PT. Garuda Food telah membangun sebuah pabrik baru yang berlokasi di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selelatan. Hadirnya pabrik tersebut diharapkan dapat menutupi permintaan yang berasal dari kawasan timur Indonesia yang berjumlah 60 % dari total penjualan nasional (www.tempointeraktif.com). Selain itu, hasil survey yang dilakukan oleh lembaga penelitian konsumen
Frontier
yang
bekerja
sama
dengan
majalah
Marketing
menempatkan Mountea pada posisi 3 besar top brand index pada kategori teh dalam kemasan siap minum dengan persentase 5.8 % seperti yang diperlihatkan dalam tabel di bawah ini. Tabel 1.2 Top Brand Indeks Teh Dalam Kemasan Siap Minum Tahun 2011 TEH DALAM KEMASAN SIAP MINUM MEREK
TBI
Ket.
Teh Botol Sosro
59.5 %
TOP
Frestea
10.7 %
TOP
Mountea
7.7 %
Fruit Tea
5.8 %
ABC Teh Kotak
4.6 %
Ultra Teh Kotak
4.0 %
Tekita
3.8 %
(Sumber : www.topbrand-award.com)
Pada tahun 2010 Mountea tidak masuk dalam daftar top brand. Tabel 1.3 memperlihatkan bahwa minuman teh kemasan masih dikuasai oleh teh kemasan botol baik kaca maupun plastik serta kemasan kotak. Peningkatan ini menjadi bukti nyata bahwa mountea telah menjadi pilihan utama konsumen. Top brand index diformulasikan berdasarkan atas tiga variable yaitu mind share, market share, dan commitmen share. Variabel pertama,
mind share
mengindikasikan kekuatan merek di dalam benak konsumen kategori produk yang bersangkutan. Variable kedua, market share menunjukkkan kekuatan merek di dalam pasar tertentu dalam hal perilaku pembelian aktual. Variable ketiga, commitmen share mengindikasikan kekuatan merek dalam mendorong konsumen untuk membeli merek di masa mendatang.(Marketing, 2009 :64) Tabel 1.3 Top Brand Indeks Teh Dalam Kemasan Siap Minum Tahun 2010 TEH DALAM KEMASAN SIAP MINUM MEREK
TBI
Ket.
Teh Botol Sosro
51.8 %
TOP
Frestea
14.8 %
TOP
Fruit Tea
12.9 %
TOP
Ultra Teh Kotak
5.2 %
(Sumber : www.topbrand-award.com)
Pada tahun 2009 Mountea mendapatkan penghargaan The Word of Mouth Marketing Award (WOMMA) yang diselenggarakan oleh Majalah SWA dan berkolaborasi dengan perusahaan konsultan Octovate Grup. The Word of Mouth (WOM) diberikan kepada merek-merek yang paling direkomendasikan oleh konsumen melalui konsep penilaian yang disebut TAPS (Talking, Promoting, Selling dan Social Network). Survei dilakukan kepada 1.850 partisipan yang tersebar di Jabotabek, Bandung, Surabaya, Medan dan Makasar
Gambar 1.2 Penghargaan yang diterima Mountea selama tahun 2009
(Sumber : www.initehku.com)
Dari beberapa uraian di atas terlihat jelas bahwa pembelian Mountea mengalami progres yang signifikan. Sementara itu berbagai penghargaan yang diperoleh dari berbagai lembaga survey konsumen juga membuktikan bahwa merek Mountea memiliki nilai atau ekuitas yang tinggi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Ekuitas Merek
Terhadap Keputusan Pembelian Mountea (Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin)”. 1.2 Rumusan Masalah Pemasalahan yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah ekuitas merek mempunyai pengaruh terhadap pengambilan keputusan pembelian
Mountea
pada
mahasiswa Fakultas
Ekonomi
Universitas Hasanuddin. 2. Dimensi manakah dari ekuitas merek (kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, dan loyalitas merek), yang dominan berpengaruh terhadap keputusan pembelian
Mountea
pada
mahasiswa Fakultas
Ekonomi
Universitas Hasanuddin?. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penlitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk
mengetahui pengaruh
keputusan pembelian
Mountea
ekuitas
merek terhadap pengambilan
pada mahasiswa Fakultas
Ekonomi
Universitas Hasanuddin. 2. Untuk mengetahui variabel yang dominan dari ekuitas merek yang memengaruhi pengambilan keputusan pembelian Mountea pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat :
1. Bagi penulis, penelitian ini sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi guna menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin. 2. Sebagai sarana untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan mengenai masalah yang diteliti dan memperkaya khazanah ilmu pemasaran pada khususnya dan ilmu manajemen pada umumnya. 3. Sebagai bahan bacaan atau literatur bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
1.5 Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran yang cukup jelas mengenai penelitian ini, maka penulisan skripsi ini dibagi menjadi enam (6) bab, di mana sistematika penulisan sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Bab II Tinjauan Pustaka, bab ini menguraikan landasan teori dan kerangka pikir yang mendasari penelitian serta hipotesis penelitian. Bab III Metode Penelitian, bab ini menguraikan tentang jenis penelitian, jenis dan sumber data, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, metode analisis, definisi operasional variabel. Bab IV Gambaran Umum Instansi, bab ini menguraikan gambaran umum instansi objek penelitian seperti sejarah, visi dan misi serta struktur instansi.
Bab V Analisis Hasil dan Pembahasan, menguraikan analisis data yang diperoleh dan pembahasan dalam penelitian. Analisis data yang dilakukan meliputi analisis statistik yang digunakan untuk melakukan pengujian terhadap hipotesis penelitian. Bab VI Penutup, bab ini memuat kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan.