BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya, masih bercorak agraris, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa mempunyai fungsi yang penting untuk kehidupan masyarakat dan untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagai yang kita cita-citakan.1 Cita-cita untuk memakmurkan dan mensejahterakan rakyat Indonesia dengan sumber daya yang dimiliki oleh negara tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi ”Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.2 Negara dalam hal ini pemerintah memiliki suatu kewenangan untuk menguasai sumber daya alam yang ada di Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang memberikan suatu tugas untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut, menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
1
Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria. (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 1960,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043). 2 Lihat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1
dengan bumi, air dan ruang angkasa, menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.3 Dewasa ini, tanah merupakan aset penting bagi seseorang untuk kelangsungan hidupnya, karena memiliki nilai jual dan manfaat yang tinggi. Seringkali kita melihat konflik-konflik akibat kasus sengketa tanah yang ada di Indonesia dengan latar belakang memperebutkan kepemilikan hak tanah atas, konflik pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan lain sebagainya. Dalam konteks hukum agraria di Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menjadi dasar pengaturan agraria di Indonesia. Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.4 Pengaturan pengadaan tanah harus mengacu pada tujuan hukum agraria nasional dengan prinsip keseimbangan antara kepentingan umum dengan kepentingan pribadi sebagai perlindungan hak-hak pribadi.5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, belum bisa berhasil memberikan jalan keluar atas segenap permasalahan hukum yang terjadi khususnya
3
Lihat Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria. (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 1960,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043). 4 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2012, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5280). 5 Aminuddin Salle, 2007, Hukum Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, Kreasi Total Media, Yagyakarta, hlm., 1.
2
dalam rangka penghormatan hak atas tanah yang diambil-alih tersebut.6 Maria Sumardjono memberikan catatan kritis terhadap undang-undang tersebut, salah satunya adalah mengenai ketidakjelasan terkait maksud ganti kerugian yang layak, adil, karena undang-undang tersebut tidak memberikan rumusan yang jelas mengenai definisi yang layak dan adil7. Definisi tersebut seharusnya dirumuskan dalam undang-undang tersebut, sebagai bentuk penghormatan atas hak kekayaan seseorang yang dijamin konstitusi, yaitu tertulis didalam Pasal 28 H ayat (4) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun”.8 Pasal tersebut menjadi dasar untuk melindungi harta benda seseorang yang dibawah kekuasaannya dari pihak lain yang akan mengambilnya. Namun, negara memiliki kedaulatan atas wilayah yang berada di dalam kekuasaannya. Kekuasaan negara atas wilayah tersebut melahirkan konsep kedaulatan teritorial, yaitu kekuasaan negara untuk menjalankan yuridiksinya atas orang-orang dan harta benda yang berada di dalam wilayahnya.9 Rencana PT. Angkasa Pura I (Persero) untuk membangun bandara baru yang akan menggantikan bandara Internasional Adi Sucipto menimbulkan 6
Lihat Daisyta Mega, 2014, “Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah Dalam Kegiatan Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum: Studi Komparasi Indonesia dan India”, Penulisan Hukum, Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 7 Maria S.W. Sumardjono, 2015, Dinamika Pengaturan Pengadaan Tanah di Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm., 51. 8 Lihat Pasal 28 H ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 9 Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Gadjahmada, 2012, Penghantar Hukum Internasional, Yogyakarta, hlm., 43.
3
pro kontra di masyarakat khususnya masyarakat Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo. Hal tersebut didasarkan pada hasil studi kelayakan (feasibility study) serta berbagai pertimbangan lain seperti penetapan Kecamatan Temon menjadi lokasi jaringan transportasi udara sebagaimana tertulis dalam Pasal 18 Peraturan Daerah Kabupaten Kulonprogo Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Dan Tata Wilayah, selanjutnya Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menerbitkan Izin Penunjukan Lokasi (IPL) No. 1164/2013 dan Izin Penetapan Lokasi (IPL) oleh Gubernur DIY dengan Nomor 68/KEP/2015 untuk pembangunan bandara, yaitu di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo. Pada pelaksanaan pengadaan tanah tersebut, terdapat permasalahan yang terjadi mengenai rencana pemerintah untuk pembangunan bandara di Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo. Masalah ini muncul karena masyarakat di daerah yang terpilih untuk dijadikan sebagai lokasi pembangunan bandara yakni Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo menolak untuk melepaskan hak atas kepemilikan tanahnya kepada pemerintah untuk pembangunan bandara tersebut. Jalan panjang rencana pembangunan bandara baru Yogyakarta telah melewati berbagai studi kelayakan hingga penentuan lokasi, proses sosialisasi kepada warga, masa penyampaian keberatan atas rencana pembangunan, hingga penerbitan Izin Penetapan Lokasi (IPL) dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Gubernur No 68/KEP/2015 tentang IPL Bandara di Temon, Kulonprogo pada 31 Maret 2015. Namun proses
4
tersebut sempat terhenti sejak Juni 2015 menyusul putusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kota Jogja yang mencabut IPL pembangunan tersebut. Pembangunan bandara baru Yogyakarta yang sempat
terhenti
akhirnya
dapat
dilanjutkan
kembali
menyusul
dikabulkannya permohonan kasasi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dengan nomor register 456 K/TUN/2015 oleh Mahkamah Agung (MA). Dari lahan seluas 650 hektare untuk bandara tersebut, terdapat tanah milik Kadipaten Pakualaman seluas 161 hektare yang digarap oleh warga sekitar.10 Dari sekitar 889 penggarap yang terdampak di 5 desa (Desa Kebonrejo
tidak
terdapat
penggarap
tanah
Pakualaman),
hampir
setengahnya terdapat di Desa Glagah, yaitu 472 penggarap tanah Pakualaman. Para penggarap tanah Pakualaman tidak ingin dipindahkan begitu saja dan merasa berhak diperhatikan nasibnya karena telah memanfaatkan tanah tersebut selama puluhan tahun, baik untuk pertanian, rumah makan, tambak, hingga penginapan dan hotel.11 Ketika lahan tersebut digunakan sebagai lokasi pembangunan bandara dan tidak ada kejelasan ganti rugi apapun yang mereka terima, para penggarap tanah Pakualaman tidak tahu harus bekerja apa karena lahan-lahan tersebut akan dibeli PT Angkasa Pura I.12 Pak Yoko, salah satu warga Dusun Bebekan, Desa Glagah sudah bertahun-tahun menggarap tanah PAG seluas sekitar 1.500 meter
10
http://www.harianjogja.com/baca/2016/02/12/bandara-kulonprogo-penggarap-pag-nantikankejelasan-kompensasi-690379 diakses pada tanggal 17 Maret 2016 Pukul 13.00 WIB 11 Ibid. 12 https://nasional.tempo.co/read/news/2016/01/12/078735088/tanah-bandara-kubuanglingkusumo-dan-paku-alam-x-beda-pendapat diakses pada tanggal 26 Fberuari 2016 Pukul 11.00 WIB
5
persegi, lahan tersebut ditanami tanaman palawija seperti cabai dan kacang panjang. Meski lahan itu bukan miliknya, dia berharap bisa mendapat kompensasi, termasuk aset di dalamnya berupa tanaman-tanaman. Dirinya merasa sudah mengeluarkan banyak biaya untuk mengolah tanah pasir menjadi lebih produktif seperti sekarang.13 Mendasar pada latar belakang permasalahan diatas, maka penulis mengangkat penulisan hukum dengan judul “Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bandara Di Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo”. B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan yang akan diteliti yakni sebagai berikut : 1.
Bagaimana pelaksanaan pengadaan tanah pada tahap Inventarisasi dan Identifikasi
tanah
Pakualaman
dalam
pengadaan
tanah
untuk
pembangunan bandara di Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo ? 2.
Bagaiamana peran kadipaten Pakualaman pada tahap Inventarisasi dan Identifikasi
tanah
Pakualaman
dalam
pengadaan
tanah
untuk
pembangunan bandara di Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kebupaten Kulonprogo ?
13
http://www.harianjogja.com/baca/2016/01/28/bandara-baru-penggarap-tanah-pag-takut-tidakdapat-ganti-rugi-685207 diakses pada tanggal 17 Maret 2016 Pukul 13.00 WIB
6
C.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Mengetahui bagaimana pelaksanaan pengadaan tanah pada tahap Inventarisasi dan Identifikasi tanah Pakualaman dalam pengadaan tanah untuk pembangunan bandara di Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo;
2.
Mengetahui bagaimana peran Kadipaten Pakualaman pada tahap Inventarisasi dan Identifikasi tanah Pakualaman dalam pengadaan tanah untuk pembangunan bandara di Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kebupaten Kulonprogo.
D.
Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang akan diperoleh dari hasil penelitian ini, yang diantara meliputi : 1.
Manfaat Teoritis Mengetahui bagaimana pelaksanaan pengadaan tanah pada tahap Inventarisasi dan Identifikasi tanah Pakualaman dan peran Kadipaten Pakualaman
dalam
tahap
Inventarisasi
dan
Identifikasi
tanah
Pakualaman dalam pembangunan bandara baru di Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo dari perspektif hukum agraria sehingga dapat memberikan wawasan ilmu pengetahuan di bidang hukum agraria pada umumnya, dan dibidang pengadaan tanah pada khususnya.
7
2.
Manfaat Praktis Memberikan masukan bagi pembuat kebijakan, khususnya dalam bidang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, agar selanjutnya dapat membuat suatu kebijakan hukum yang baik dan tepat sesuai dengan prinsip-prinsip Undang-Undang Pokok Agraria dan asas-asas hukum secara umum, yaitu asas keadilan, asas kemanfaatan dan asas kepastian hukum sehingga dapat mencapai suatu tujuan hukum yang diinginkan bagi kemakmuran dan kesejahteraan yang sebesarbesarnya untuk rakyat Indonesia.
E.
Keaslian Penelitian Penelitian
dengan
judul
“Pelaksanaan
Pengadaan
Tanah
Untuk
Pembangunan Bandara Di Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo” ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan gambaran mengenai bagaimana pelaksanaan pengadaan tanah pada tahap Inventarisasi dan Identifikasi tanah Pakualaman dan peran Kadipaten Pakualaman dalam tahap Inventarisasi dan Identifikasi tanah Pakualaman dalam pembangunan bandara di Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo. Sebelumnya, memang sudah ada beberapa penelitian yang juga membahas mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yaitu :
8
1.
Penulisan Hukum Lilis Nur Faizah “Perkembangan Konsep Kepentingan Umum dalam pengambilalihan Hak Atas Tanah di Indonesia (1961-2006)14 Penelitian tersebut membahas mengenai perlindungan hukum atas kegiatan pengambilalihan hak atas tanah untuk kepentingan umum. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, karena penelitian tersebut dilakukan pada tahun yang jauh dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum. Sementara penelitian yang dilakukan oleh penulis dilakukan setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum dan melakukan penelitian lapangan yang lokasinya berada di Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo. Hal tersebut berbeda dengan yang dilakukan oleh penelitian tersebut yang menggunakan komparasi antara hukum di Indonesia dengan hukum yang berlaku di Amerika Serikat.
2.
Penulisan
Hukum
Daistya
Mega
Sari,
“Tinjauan
Yuridis
Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah Dalam Kegiatan Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum: Studi Komparasi Indonesia dan India”15
14
Lihat Lilis Nur Faizah, 2010, ”Perkembangan Konsep Kepentingan Umum dalam pengambilalihan Hak Atas Tanah Di Indonesia (1961-2006)”, Penulisan Hukum, Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjahmada. 15 Lihat Daisyta Mega, 2014,“Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah Dalam Kegiatan Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum: Studi
9
Penelitian tersebut membahas mengenai komparasi hukum yang berlaku di Indonesia dengan hukum yang berlaku di negara India mengenai Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum. Hal tersebut sangat berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, karena penelitian yang dilakukan oleh penulis melakukan penelitian lapangan mengenai pelaksanaan pengadaan tanah pada tahap Inventarisasi dan Identifikasi tanah Pakualaman dan peran Kadipaten Pakualaman
dalam
tahap
Inventarisasi
dan
Identifikasi
tanah
Pakualaman untuk pembangunan bandara di Desa Glagah Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo. 3.
Penulisan Hukum Prayogi Rayasha “Pelaksanaan Pengadaan Tanah Dalam Perluasan Bandar Udara Syarif Kasim II Di Kota Pekanbaru”16 Penelitian tersebut membahas mengenai pelaksanaan pengadaan tanah untuk perluasan bandar udara Syarif Kasim II di kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Hal tersebut sangatlah berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, yaitu pada objek penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh penulis, objek penelitianya mengenai pengadaan tanah untuk pembangunan bandara di Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo, sedangkan dalam penelitian yang tersebut, lokasi penelitiannya terletak di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Hal
Komparasi Indonesia dan India”, Penulisan Hukum, Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 16 Lihat Prayogi Rayasha, 2012,”Pelaksanaan Pengadaan Tanah Dalam Perluasan Bandar Udara Syarif Kasim II Di Kota Pekanbaru”, Penulisan Hukum, Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
10
tersebut sangatlah berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini. 4.
Penulisan Hukum Ag. Dedi Setyawan “Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kanal Timur Di Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur”17 Penelitian tersebut membahas mengenai pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan kanal timur di Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Hal tersebut sangatlah berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, yaitu pada objek penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh penulis, objek penelitiannya
mengenai
pelaksanaan
pengadaan
tanah
untuk
pembangunan bandara di Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo, sedangkan dalam penelitian yang tersebut, lokasi penelitiannya terletak di Jakarta Timur dengan obyek penelitian pembangunan kanal. Hal tersebut sangatlah berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis.
17
Lihat Ag. Dedi Setyawan, 2010,“Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kanal Timur Di Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur”, Penulisan Hukum, Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
11