1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah dapat dikatakan manusia dalam menjalankan semua kegiatannya baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan tanah. Namun demikian, tanah tidak hanya dibutuhkan oleh masyarakat tanpa ada dukungan ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, sebagaimana kita ketahui bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum. Maka seluruh kebijakan Negara dibidang pertanahan maupun penanganan konfliknya harus berlandaskan hukum dalam batas-batas yang ditetapkan oleh ketentuan-ketentuan hukum yang dapat mengikuti perkembangan kebutuhan dalam masyarakat. Oleh karena itu, makna tanah dalam kehidupan manusia sangat strategis. Tanah melambangkan kehormatan dan simbol status sosial pemiliknya dan lagi pula tanah menjadi bagian dari hak azasi manusia yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, pelanggaran hak atas tanah dapat memicu terjadinya konflik yang berkepanjangan. Sehubungan dengan itu, kelahiran Undang-Undang Pokok Agraria sebenarnya merupakan manifestasi dari sila-sila dalam Pancasila dan penjabaran pasal 33 (3) UUD : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
1 Universitas Sumatera Utara
2
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Pasal ini merupakan landasan konstitusional bagi pembentukan politik dan hukum agraria nasional, yang berisi perintah kepada Negara agar seluruh kebijakan dan pengaturan hukum di bidang agraria (khususnya pertanahan) ditujukan untuk kemakmuran rakyat banyak.1 Dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 pada Pasal 16 ayat (1) diatur tentang macam-macam hak atas tanah, salah satu jenis hak atas tanah tersebut adalah hak guna usaha. Hak guna usaha ini lebih lanjut di atur pada pasal 28 sampai dengan 34. Pasal 28 ayat (1) menyebutkan hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Selanjutnya pada Pasal 28 ayat (2) disebutkan pula hak guna usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman. 2 Dalam prapenelitian di lapangan pada awalnya pemberian hak guna usaha dalam skala yang sangat luas tersebut tidak menimbulkan permasalahan, malahan membawa dampak positif kepada masyarakat sekitarnya diantaranya memberi peluang pekerjaan, sehingga mengurangi angka pengangguran apalagi dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007
hlm. 3.
tentang Perseroan Terbatas
1
Abu Roeham, Paradigma Resolusi Konflik Agraria, (Semarang : Walisongo Press, 2008),
2
Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hlm.350.
Universitas Sumatera Utara
3
disebutkan dalam Pasal 74 ayat 1 menyatakan : “ Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.”3 Oleh karena itu
perusahaan yang dalam kegiatannya
menggunakan sumber daya alam telah ditetapkan dalam ketentuan tersebut mempunyai tanggung jawab sosial (Corporate sosial responsibility/CSR), namun seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk yang berakibat meningkatnya pula kebutuhan pembangunan infrastruktur, meningkatnya kebutuhan pembangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial disamping itu semakin meningkatnya kebutuhan tanah dalam rangka pemenuhan kebutuhan investasi baik nasional maupun asing mengakibatkan keberadaan pemukiman penduduk yang semula berjauhan dengan lokasi hak guna usaha semakin lama semakin mendekat ke areal hak guna usaha bahkan ada lokasi dapur rumah penduduk yang sudah masuk ke dalam lokasi hak guna usaha. Disamping kenyataan tersebut diatas, beralihnya tanah-tanah pertanian karena warisan menyebabkan luas lahan yang dikuasai per kepala keluarga menjadi semakin kecil. Hal ini menyebabkan kebutuhan hidup yang selama ini dapat dipenuhi dari hasil tanah pertanian menjadi berkurang. Keadaan ini menyebabkan penduduk yang lokasi desanya berbatasan langsung dengan lokasi hak guna usaha menjadi lapar tanah, dengan berbagai dalih mereka berusaha untuk mengambil alih tanah-tanah yang telah diberikan dengan hak guna
3
Habib Adjie, Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip Dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas, (Bandung : CV.Mandar Maju, 2008), hlm.71.
Universitas Sumatera Utara
4
usaha tersebut baik dengan cara-cara advokasi maupun dengan cara-cara penyerobotan dan jika tanah tersebut akan berakhir haknya maka masyarakat beramai-ramai menolak pemberian perpanjangan haknya dengan melakukan berbagai upaya seperti menghalang-halangi petugas melakukan pengukuran ulang, melakukan demo dan lain-lain. Namun demikian jika dilihat dari sisi sosialnya bahwa perusahaan-perusahaan pemegang Hak Guna Usaha sangat membantu pertumbuhan kesejahteraan masyarakat sekitarnya yang mana perusahaan pemegang Hak Guna Usaha melakukan program kemitraan dengan pengusaha kecil dan program lingkungan.4 Fenomena tersebut di atas telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pemegang hak guna usaha yang telah menanamkan investasi yang sangat besar bagi pembangunan usaha perkebunan ketika di awal mereka memperoleh hak tersebut bahkan sebelum hak tersebut mereka perolehpun para investor telah mengeluarkan investasi yang besar untuk membangun infrastruktur seperti jalan dan jembatan di lingkungan perkebunan. Sehubungan dengan itu jika hak guna usaha yang akan berakhir jangka waktu masa berlakunya maka pemegang haknya akan segera mengajukan permohonan perpanjangan hak guna usahanya guna adanya perlindungan kepada pemiliknya. Masalah perpanjangan atau pembaharuan hak guna usaha ini diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 1996, pasal 10 angka (1) menyebutkan permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha atau
4
M.Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 302.
Universitas Sumatera Utara
5
pembaharuannya di ajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu hak guna usaha tersebut.5 Pada kenyataannya berdasarkan hasil prapenelitian pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Aceh ada beberapa kondisi yang menyebabkan jaminan kepastian hukum pemberian perpanjangan, pembaharuan hak guna usaha tersebut mengalami hambatan antara lain : 1. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tidak memproses pemberian perpanjangan
jangka
waktu
Hak
Guna
Usaha
yang
permohonan
perpanjangan/pembaharuan jangka waktu Hak Guna Usahanya masih diatas dua tahun lagi akan berakhir haknya. 2. Pada umumnya pemegang Hak Guna Usaha tidak menguasai seluruh areal yang tercantum dalam
Surat Ukur/ Peta Bidang Tanah sehingga harus
dilakukan pengukuran ulang. 3. Pada saat dilakukan pengukuran ulang terjadi hambatan-hambatan dari masyarakat sekitar, dimana mereka menolak perpanjangan hak guna usaha tersebut. 4. Tanda-tanda batas/patok lama sudah tidak ditemukan lagi. 5. Proses perpanjangan jangka waktu memerlukan waktu yang lama, sehingga sisa jangka waktu menjadi terlampaui yang mengakibatkan ketika surat Keputusan diterbitkan hak tersebut telah berakhir. 6
5
Kompilasi Hukum Agraria, Seri Perundang-undangan, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2010), hlm.552.
Universitas Sumatera Utara
6
Dengan demikian permohonan perpanjangan jangka waktu hak guna usaha yang akan berakhir masa berlakunya di atas 2 (dua) tahun oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia ditolak dengan alasan bahwa masa berakhirnya jangka waktu hak guna usaha tersebut masih sangat lama. Disamping itu, permohonan perpanjangan jangka waktu hak guna usaha ini sering tidak dapat diproses permohonan perpanjangan haknya karena masyarakat yang berada disekitar lokasi hak guna usaha tersebut tidak menyetujui untuk diberikan perpanjangan haknya walaupun peraturan perundang-undangan tidak mensyaratkan bahwa untuk proses perpanjangan hak guna usaha tersebut memerlukan persetujuan masyarakat yang berada disekitar lokasi hak guna usaha dimaksud. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian di. Kabupaten Aceh Utara yang merupakan Kabupaten yang mempunyai beberapa lokasi hak guna usaha. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul tesis : “Jaminan Kepastian Hukum Pemberian Perpanjangan Hak Guna Usaha di Kabupaten Aceh Utara”. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana Pelaksanaan Pemberian Perpanjangan dan Pembaharuan hak guna usaha di Kabupaten Aceh Utara? 2. Bagaimana hal-hal yang dapat mempermudah perpanjangan dan pembaharuan hak guna usaha?
6
Hasil Wawancaran dengan Sarimah, Staf Seksi Pemberian Hak Tanah Badan Hukum, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Aceh, tanggal 31 Oktober 2011.
Universitas Sumatera Utara
7
3. Bagaimana Hak Investor atas aset-aset dan investasi diatas hak guna usaha jika ternyata permohonan perpanjangan jangka waktu hak guna usaha tersebut benar-benar tidak dapat dilanjutkan? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui Pelaksanaan Pemberian Perpanjangan dan Pembaharuan hak guna usaha di Kabupaten Aceh Utara. 2. Untuk mengetahui hal-hal yang dapat mempermudah perpanjangan dan pembaharuan hak guna usaha. 3. Untuk mengetahui Hak Investor atas aset-aset dan investasi diatas hak guna usaha jika ternyata permohonan perpanjangan jangka waktu hak guna usaha tersebut benar-benar tidak dapat dilanjutkan. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini akan memberikan manfaat dalam bidang hukum pertanahan yaitu : 1.
Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan masukan
untuk penambahan ilmu pengetahuan khususnya dibidang hukum pertanahan dan pada umumnya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai status hak guna usaha. 2.
Manfaat praktis a. Manfaat praktis bagi masyarakat adalah memberikan pengetahuan yang jelas mengenai manfaat perpanjangan hak guna usaha.
Universitas Sumatera Utara
8
b. Manfaat praktis bagi kalangan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk memberikan pengetahuan yang jelas agar tidak terjadi kekeliruan dalam memberikan informasi dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka perpanjangan hak guna usaha. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang ada dan penelurusan yang dilakukan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Sekolah Pasca Sarjana maka belum pernah ada yang melakukan penelitian mengenai “Jaminan Kepastian Hukum Pemberian Perpanjangan Hak Guna Usaha di Kabupaten Aceh Utara”. Akan tetapi ada beberapa yang telah melakukan penelitian yang berkaitan dengan hak guna usaha, antara lain : 1. Elfachri Budiman, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Tinjauan Hukum Terhadap Pengeluaran Areal Hak Guna Usaha dan Pelepasan Asset Negara Atas Tanah Yang Dikuasai oleh PT. Perkebunan Nusantara II”, dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu bagaimana status hukum terhadap tanah yang dikeluarkan dari areal HGU PTPN-II, bagaimana pelaksanaan pengeluaran areal HGU dan pelepasan asset Negara atas tanah yang dikuasai oleh PTPN-II, dan apa kendala-kendala yang dihadapi dalam pengeluaran areal HGU dan pelepasan asset Negara. 2. Vivi Dumasari Siahaan, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan judul
Universitas Sumatera Utara
9
“Peralihan Hak Guna Usaha Sekaligus Dilakukan Alih Fungsi Penggunaan Tanah”, dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu bagaimana prosedur peralihan hak guna usaha melalui perikatan jual beli sekaligus alih fungsi penggunaan tanah, bagaimana akibat hukum dari perlaihan hak guna usaha sekaligus alih fungsi penggunaan tanah dan bagaimana peranan notaris dan PPAT dalam peralihan hak guna usaha sekaligus alih fungsi penggunaan tanah. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1.
Kerangka Teori Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau
proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada faktafakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaran.7 Menurut Gustav Radbruch menyatakan bahwa, teori hukum menjadi nilainilai dan postulat-postulat hukum, maka tugas teori hukum adalah membuat jelas nilai-nilai serta postulat-postulat hukum sampai pada landasan filosofisnya.8 Menurut Mukti Fajar teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.9 Sedangkan suatu kerangka teori bertujuan menyajikan cara-cara untuk
7
Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1987), hlm. 6. Satjipto Raharjo, Membedah Hukum Progresif, (Jakarta : Buku Kompas, 2006), hlm. 159. 9 Mukti Fajar et al., Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta : PT.Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 134. 8
Universitas Sumatera Utara
10
bagaimana mengorganisasi dan menginterprestasi hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu.10 Menurut M. Solly Lubis menyebutkan bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang merupakan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.11 Oleh karena itu, dalam meneliti tentang Jaminan Kepastian Hukum Pemberian Perpanjangan Hak Guna Usaha di Kabupaten Aceh Utara menggunakan teori sebagai pisau analisis untuk menjelaskan permasalahan yang ada yaitu dengan teori negara hukum (rechtstaat). Hal ini terlihat meskipun UUPA tidak secara rinci menjelaskan apa yang dimaksud dengan negara hukum, namun dari ketentuan Pasal 2 ayat (3) UUPA dapat ditafsirkan bahwa negara hukum yang dimaksud adalah negara yang berlandaskan atas norma dan praktek hukum yang : (i) memungkinkan masyarakat dan negara menjalankan kedaulatan politik dan ekonomi atas tanah dan kekayaan alam, (ii) memberikan
ruang
bagi
masyarakat
untuk
menjalankan
otonomi
yang
bertanggungjawab atas penguasaan tanah dan kekayaan alam, (iii) menyediakan masyarakat akses terhadap keadilan dalam berbagai matra (sosial, ekonomi, lingkungan dan spasial).12
10
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), hlm. 19. M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Madju, 1994), hlm. 80. 12 Erman Rajagukguk, Hukum Agraria Dan Masyarakat Di Indonesia, (Jakarta : Van Vollenhoven, 2010), hlm. 13. 11
Universitas Sumatera Utara
11
Dengan demikian beranjak dari penafsiran konsep negara hukum yang terkandung dalam Pasal 2 ayat (3) UUPA maka dapat dikatakan bahwa UndangUndang tersebut tidak semata-mata menganut pandangan instrumental tentang hukum khususnya berkaitan dengan hak menguasai negara. Dengan kata lain, melalui konsep hak menguasai negara, UUPA tidak memandang negara hukum sekadar sebagai alat pembangunan,
tetapi
justru
berkehendak
menjadikannya
sebagai
tujuan
pembangunan.13 Sehubungan dengan itu, teori negara hukum adalah suatu teori mengenai sistem kenegaraan yang diatur berdasarkan hukum yang berlaku yang berkeadilan yang tersusun dalam suatu konstitusi, dimana semua orang dalam negara tersebut, baik yang diperintah maupun yang memerintah, harus tunduk pada hukum yang sama, sehingga setiap orang yang sama diperlukan sama dan setiap orang berbeda diperlukan berbeda dengan dasar pembedaan yang rasional, tanpa memandang perbedaan warna kulit, ras, gender, agama, daerah dan kepercayaan, dan kewenangan pemerintah dibatasi berdasarkan suatu prinsip distribusi kekuasaan, sehingga pemerintah tidak bertindak sewenang-wenang dan tidak boleh melanggar hak-hak rakyat, karenanya kepada rakyat diberikan peran sesuai kemampuan dan peranannya secara demokratis.14 Dalam penelitian ini yang akan dilakukan adalah yang berhubungan dengan hak guna usaha. Adapun pengertian hak guna usaha adalah hak yang diberikan oleh 13
Ibid. Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), (Bandung : PT. Refika Aditama, 2009), hlm.3. 14
Universitas Sumatera Utara
12
negara kepada perusahaan pertanian, perikanan atau perusahaan peternakan untuk melakukan kegiatan usahanya di Indonesia.15 Hak guna usaha adalah hak atas tanah yang bersifat primer yang memiliki spesifikasi tidak bersifat terkuat dan terpenuh yang maksudnya hak guna usaha ini terbatas daya berlakunya walaupun dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain. Dalam penjelasan UUPA telah diakui dengan sendirinya bahwa hak guna usaha ini sebagai hak-hak baru guna memenuhi kebutuhan masyarakat modern dan dapat diberikan terhadap tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Dengan demikian, tidak dapat terjadi atas suatu perjanjian suatu hak milik dengan orang lain.16 Adapun dalam pemberian hak guna usaha tersebut subjek dan objek serta proses yang terjadi menyangkut subjek hak guna usaha diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 dinyatakan bahwa yang dapat mempunyai hak guna usaha adalah: a. Warga negara Indonesia b. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia Sudargo Gautama mengatakan bahwa di Indonesia dipentingkan sistem Inkorporasi disamping itu juga prinsip legal seat atau Real Seat (tempat kedudukan menurut hukum atau menurut keadaan sebenarnya). Berkaitan dengan subjek pemegang hak guna usaha di atas, maka bagaimana kalau subjek pemegang hak guna usaha tersebut beralih menjadi warga negara lain 15
Pertanahan dalam Era Pembangungan Indonesia, Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Agraria, 1982, hlm. 56 16 Supriadi, Op.cit. hlm. 110.
Universitas Sumatera Utara
13
atau status badan hukum tersebut telah berubah, yang tadinya nasional Indonesia menjadi berstatus asing atau pemilikan sebuah PT telah beralih ke tangan pihak asing. Bagaimana status hak guna usaha nya tersebut. Menurut Sudargo Gautama, berlaku teori ketiga tentang status badan hukum yaitu teori tentang siapa yang memegang managing control, pengawasan atas manajemen dan kontrol atas PT bersangkutan. Dengan demikian, lebih jauh Sudargo Gautama mengatakan bahwa : Jika jatuh semua dalam tangan asing, maka dipandang Perseroan Terbatas bersangkutan ini sebagai sudah berstatus asing. Dengan demikian, maka harus dilepaskan hak guna usaha yang telah dimilikinya semula sesuai ketentuan Pasal 3 PP No. 40 Tahun 1996. Jika tidak dilakukan pelepasan ini dalam waktu 1 tahun setelah perubahan status dari pemegangny, maka karena hukum hak guna usaha bersangkutan menjadi hapus dan tanah menjadi tanah negara (ayat (2) dari Pasal 3).17 Berarti konsekuensi ketentuan tersebut tidak mempertimbangkan sumber asal dana yang merupakan modal dari Badan hukum tersebut memenuhi kriteria tersebut diatas. Tanah yang dapat diberikan dengan hak guna usaha Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 : 1. Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah tanah Negara. 2. Dalam hal tanah yang akan diberikan dengan Hak Guna Usaha itu adalah tanah Negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian Hak Guna Usaha dapat dilakukan setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan. 3. Pemberian Hak Guna Usaha atas tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu sesuai ketentuan yang berlaku, pelaksanaan ketentuan Hak Guna Usaha tersebut baru dapat dilaksanakan setelah terselesaikannya pelepasan hak tersebut sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. 4. Dalam hal di atas tanah yang akan diberikan dengan Hak Guna Usaha itu terdapat tanaman dan/atau bangunan milik pihak lain yang keberadaannya berdasarkan alas hak yang sah, pemilik bangunan dan tanaman tersebut diberi ganti kerugian yang dibebankan pada pemegang Hak Guna Usaha baru.
17
Supriadi, Ibid,. hlm. 111
Universitas Sumatera Utara
14
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), ditetapkan dengan Keputusan Presiden.18 Namun demikian
pemegang hak-hak atas tanah, diantaranya Hak Guna
Usaha, mayoritas pemegang haknya adalah perusahaan-perusahaan besar yang telah menginvestasikan modalnya lumayan besar, tentunya membutuhkan adanya kepastian hukum agar merasa aman, nyaman dan terjamin serta terlindungi dari gangguan dari pihak lain. Kepastian hukum menurut UUPA Pasal 19 ayat (1) menyebutkan bahwa “untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan
yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah“.19 Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Pasal 3 menyatakan sebagai berikut.20 a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah,satuan rumah susun dan hak-hak lainnya yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan Hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Oleh karena itu, tujuan pendaftaran tanah adalah tunggal yaitu untuk menjamin kepastian hukum. Menurut penjelasan UUPA, pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban dari Pemerintah bertujuan menjamin 18
Kompilasi Hukum Agraria, Op. Cit,. hlm.550-551. Kitab Undang-Undang Agraria Dan Pertanahan, Bandung, Fokusmedia, hlm.24. 20 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, (Bandung : CV.Mandar Maju, 1999), 19
hlm.167.
Universitas Sumatera Utara
15
kepastian hukum yang bersifat Rechtcadaster yang artinya untuk kepentingan pendaftaran tanah saja dan hanya mempermasalahkan haknya apa dan siapa pemiliknya.21 Selain itu jika untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum pemerintah mendelegasikan kewenangannya kepada Badan Pertanahan Nasional memberikan kepada pemegang hak atas tanah yang merupakan tanda bukti hak berupa sertifikat hak atas tanah, dan untuk melaksanakan fungsi informasi, data yang berkaitan dengan aspek fisik dan yuridis. Untuk mencapai tujuan tertib administrasi pertanahan, untuk itu setiap peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas tanah wajib didaftarkan, berkaitan dengan ini pemerintah sebenarnya sangat berkepentingan untuk memberikan kepastian hukum atas hak-hak atas tanah, dan lagi pula pemerintah juga dapat menentukan siapa yang berhak (subjek) atas satuan bidang tanah tertentu, dimana letak, batas-batas dan mengenai luas tanahnya dan apa jenis haknya (objeknya) sebenarnya.22 Menurut UUPA yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan (Pasal 25, 33 dan 39 UUPA) sedangkan hak pakai atas tanah dengan keluarnya Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan (Pasal 4 ayat 3 menyebutkan bahwa hak pakai dapat dibebani hak tanggungan).23
21
Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung : CV. Mandar Maju, 2010), hlm. 167. 22 Ibid, hlm. 169 23 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, (Bandung : Alumni, 1999), hlm. 57.
Universitas Sumatera Utara
16
Pemberian hak atas tanah dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 Hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 16 menyebutkan : a. b. c. d. e. f. g. h.
Hak milik Hak guna usaha Hak guna bangunan Hak pakai Hak sewa Hak membuka tanah Hak memungut hasil hutan Hak-hak yang tidak tersebut diatas dan hak yang disebutkan dalam Pasal 53.24 Dalam pemberian atau penetapan hak atas tanah dapat diproses haknya
apabila diajukan oleh pemiliknya dengan melampirkan persyaratan baik tanda identitas maupun atas haknya yang menunjukkan hubungan hukum antara pemohon dengan tanahnya. Kemudian setelah dibuktikan adanya hubungan hukum atau penguasaan atas tanah yang dimiliki oleh pemohon, untuk itu pemerintah selaku penguasa yang mempunyai hak menguasai atas tanah negara yang berwenang untuk melakukan pengaturan dan menentukan hubungan-hubungan hukum antara orang atau badan hukum dengan tanah melaksanakan tugasnya memformalkan hubungan hukum tersebut dengan memberikan hak-hak atas tanah yang dibuktikan dengan penerbitan keputusan pemberian haknya.25 Secara prosedural pemberian hak atas tanah yang dihubungkan dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Pasal 14 : (1) Untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan. 24
Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya, (Bandung : Alumni, 1983), hlm. 95. 25 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Op.cit, hlm. 27
Universitas Sumatera Utara
17
(2) Kegiatan pengukuran dan pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Pembuatan peta dasar pendaftaran; b. Penetapan batas bidang-bidang tanah; c. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran; d. Pembuatan daftar tanah; e. Pembuatan surat ukur.26 Khusus untuk hak guna usaha terdapat persyaratan tambahan dalam rangka pemberian atau penetapan hak atas tanah yaitu berupa : a. Rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka panjang (khusus di Provinsi Aceh) dipersyaratkan jika hak guna usaha tersebut untuk pertanian maka harus mendapat rekomendasi dari Dinas Perkebunan, jika hak guna usaha tersebut untuk perikanan maka harus mendapat rekomendasi dari Dinas Perikanan, jika hak guna usaha tersebut untuk peternakan, maka harus mendapat rekomendasi dari Dinas Peternakan. b. Izin lokasi atau surat izin penunjukan penggunaan tanah atau surat izin pencadangan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. c. Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau Penanaman Modal Asing (PMA) atau surat persetujuan dari Presiden bagi Penanaman Modal Asing tertentu atau surat persetujuan prinsip dari Departemen Teknis bagi non-PMDN atau PMA.
26
A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Op.cit, hlm. 91
Universitas Sumatera Utara
18
d. Persyaratan yang menunjukkan kelayakan/bonafiditas perusahaan dalam mengelola Hak Guna Usaha atas tanah yang luasnya lebih dari 25 Ha sesuai ketentuan Pasal 28 UUPA : (1) Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. (2) Hak guna usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman. (3) Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.27 Prosedur pemberian/penetapan hak atas tanah tersebut, dimulai dengan pengajuan permohonan yang bersangkutan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota (Khusus untuk hak guna usaha diajukan melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi) setelah melengkapi semua persyaratan yang diperlukan, selanjutnya dilakukan kegiatan sebagai berikut : a. Pengukuran kadasteral atas tanah yang dimohon oleh petugas ukur dari instansi Badan Pertanahan Nasional dengan biaya tertentu yang didasarkan pada luas bidang tanah yang dimohon. Pelaksanaan pengukuran sesuai dengan kewenangannya, yakni sampai dengan seluas 10 Ha oleh Kantor Pertanahan, seluas 10-1000 Ha oleh Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan lebih dari 1000 Ha oleh Badan Pertanahan Nasional RI, hasilnya berupa Surat Ukur atau Peta Pendaftaran Tanah.
27
Engel Brecht, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, (Jakarta : PT. Intermasa, 1989), hlm. 1591.
Universitas Sumatera Utara
19
b. Berkas permohonan tersebut diperiksa dan diteliti data yuridis dan data fisiknya oleh Panitia Pemeriksaan Tanah “A” (untuk Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan) dan Panitia Pemeriksaan Tanah “B”, (untuk Hak Guna Usaha) hasilnya berupa Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah. c. Apabila berkas permohonan telah memenuhi syarat dan telah diterbitkan Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah, maka diterbitkan Surat Keputusan tentang Penetapan/pemberian Haknya oleh pejabat yang berwenang. Surat Keputusan Penetapan/Pemberian Hak tersebut disampaikan kepada pemohon. d. Surat Keputusan tentang Penetapan/Pemberian Haknya tersebut didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat dan oleh Kantor Pertanahan diterbitkan sertifikat Tanah sesuai jenis haknya untuk selanjutnya diserahkan kepada penerima hak yang bersangkutan. Terhadap
ketentuan
formal
yang
mengatur
mengenai
prosedur
penetapan/pemberian hak atas tanah tersebut telah ada aturan yang menetapkan tentang kepastian persyaratan, waktu penyelesaian dan besarnya biaya yang dituangkan dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pengaturan Operasional Pelayanan Pertanahan (SPOPP). Kepastian persyaratan telah diuraikan di atas, kepastian waktu penyelesaian ditempelkan pada papan pengumuman pada Kantor Pertanahan dan kepastian biaya telah dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara
20
Untuk hak guna usaha yang akan mengajukan permohonan perpanjangan harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 : Pasal 9 : (1) Hak guna usaha dapat diperpanjang atas permohonan pemegang hak, jika memenuhi syarat : a. Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut; b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak. (2) Hak guna usaha dapat diperbaharui atas permohonan pemegang hak, jika memenuhi syarat : a. Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut; b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak. Pasal 10 : (1) Permohonan perpanjangan jangka waktu hak guna usaha atau pembaharuannya diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu hak guna usaha tersebut. (2) Perpanjangan atau pembaharuan hak guna usaha dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. (3) Ketentuan mengenai tata cara permohonan perpanjangan atau pembaharuan hak guna usaha dan persyaratannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.28 Selanjutnya untuk permohonan perpanjangan tersebut juga harus mematuhi tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan. Hal ini adalah merupakan perintah dari Undang-Undang Pokok Agraria sebagaimana diatur dalam Pasal 15 menyebutkan : Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang 28
Kartini Muljadi, et al, Hak-hak Atas Tanah, (Jakarta : Kencana, 2008), hlm. 154
Universitas Sumatera Utara
21
mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.29 Berarti Pasal tersebut menghendaki bahwa walaupun Pembangunan membawa perubahan yang positif tetapi tidak boleh menimbulkan keresahan masyarakat. Pembangunan
yang
tidak
menimbulkan
keresahan
masyarakat
hanyalah
pembangunan yang dirasakan manfaatnya untuk kepentingan masyarakat banyak. Kemudian dalam Pasal 12 ayat (1) huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 juga menyebutkan bahwa kewajiban pemegang hak guna usaha harus memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam, dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.30 Hal ini sesuai pula dengan apa yang dikehendaki oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dicantumkan dalam Bab V mengenai tanggungjawab sosial dan lingkungan disebutkan dalam Pasal 74 ayat (1) menyatakan bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.31 Kemudian apabila permohonan tersebut ternyata dilakukan penolakan oleh pemerintah maka pemegang hak guna usaha tersebut harus mematuhi apa yang disebutkan dalam Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 :
29
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta : Djambatan, 1991), hlm. 9 Kompilasi Hukum Agraria, Op.cit, hlm. 553 31 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, (Yogyakarta : Graha Ilmu),
30
hlm. 47
Universitas Sumatera Utara
22
(1)Apabila hak guna usaha hapus dan tidak diperpanjang atau diperbaharui, bekas pemegang hak wajib membongkar bangunan-bangunan dan bendabenda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanah dan tanaman yang ada di atas tanah bekas hak guna usaha tersebut kepada Negara dalam batas waktu yang ditetapkan oleh Menteri. (2)Apabila bangunan, tanaman dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih diperlukan untuk melangsungkan atau memulihkan pengusahaan tanahnya, maka kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. (3)Pembongkaran bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan atas biaya bekas pemegang hak guna usaha. (4)Jika bekas pemegang hak guna usaha lalai dalam memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), maka bangunan dan benda-benda yang ada di atas tanah bekas hak guna usaha itu dibongkar oleh Pemerintah atas biaya bekas pemegang hak.32 2.
Konsepsi Konsepsi adalah pemahaman yang terbangun dalam akal dan pikiran peneliti
tentang beberapa kata kunci dalam judul penelitian, dihubungkan dengan penelitian yang akan dilakukan dimana pemahaman itu berdasarkan kekayaan teori yang sudah dipelajari. Sehubungan dengan itu konsepsi diartikan sebagai kata yang menyatukan abtraksi yang digeneralisasikan dari dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional, kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang sering kali bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.33
32 33
Kompilasi Hukum Agraria, Op.cit, hlm. 555 Soerjono Soekamto, Op.cit. hlm. 133.
Universitas Sumatera Utara
23
Dalam hal ini Miles dan Huberman mengemukakan bahwa perlu dibangun kerangka konseptual sebagai aspek suatu rancangan penelitian.34 Maka dalam kerangka konseptual disusun sebagai perkiraan teoritis dari hasil yang akan dicapai setelah dianalisis secara kritis.35 Untuk membangun konsep dalam pengkajian ilmu hukum pada dasarnya merupakan kegiatan untuk mengkonstruksi teori, yang akan digunakan untuk menganalisisnya dan memahaminya.36 a. Kepastian hukum adalah Merupakan pemberian dan menjamin perlindungan hukum dari negara kepada pemegang hak guna usaha. b. Pemberian Perpanjangan hak adalah penambahan jangka waktu berlakunya sesuatu hak tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut37. c. Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu minimal 25 (dua puluh lima) tahun38. d. Kabupaten Aceh Utara adalah suatu wilayah administrative yang berada dalam Provinsi Aceh yang menjadi lokasi penelitian. G. Metode Penelitian 1.
Sifat dan Jenis Penelitian Penelitian dalam bahasa Inggris disebut research, adalah suatu aktivitas
“pencarian kembali” pada kebenaran (truth).39 Pencarian kebenaran yang dimaksud 34
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2009), hlm. 94. Mukti Fajar, et al., Op.cit,. hlm. 93 36 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, (Bandung : CV. Mandar Maju, 2008), hlm. 108 37 RI PP No. 40 Tahun 1996, Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah, Jakarta, Pustaka Justisia, hlm. 549. 38 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Op. cit., hlm. 13. 35
Universitas Sumatera Utara
24
adalah upaya-upaya manusia untuk memahami dunia dengan segala rahasia yang terkandung didalamnya untuk mendapat solusi atau jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapinya.40 Selanjutnya metode penelitian secara etimologis metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau mengerjakan sesuatu, metode berasal dari bahasa yunani “Methodos” yang artinya “jalan menuju”, bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merupakan titik awal menuju proposisiproposisi akhir dalam bidang pengetahuan tertentu.41 Sehubungan dengan itu sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah “menggambarkan semua gejala dan fakta yang terjadi di lapangan serta mengkaitkan dan menganalisa semua gejala dan fakta tersebut dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan dengan keadaan yang terjadi di lapangan”.42
Dalam
penelitian
deskripsi
pada
umumnya
bertujuan
untuk
mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu.43 Dalam hal ini diarahkan untuk menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang bersifat umum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai Jaminan Kepastian Hukum Pemberian Perpanjangan Hak 39
Sutandyo Wigyosubroto, Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya, Huma, 2002, hlm. 139. 40 Mukti Fajar et al., Op. Cit, hlm. 20. 41 Bahder Johan Nasution, op.cit,. hlm. 13. 42 Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, (Bandung : Tarsito,1978), hlm. 132. 43 Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,2009), hlm. 35.
Universitas Sumatera Utara
25
Guna Usaha di Kabupaten Aceh Utara sehingga diharapkan dapat diperoleh penjelasan bagaimana Proses Pemberian Perpanjangan Hak Guna Usaha di Kabupaten Aceh Utara. Adapun jenis penelitian ini diterapkan adalah memakai penelitian yuridis normatif, yaitu meletakkan hukum sebagai bangunan sistem norma yang dimaksud adalah mengenai azas-azas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).44 Soejono Soekanto dan Sri Mamudji.45 Memberikan pendapat penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan (data sekunder) yang mencakup penelitian terhadap azas-azas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum. Dengan
demikian
dilihat
dari
pendekatannya,
maka
penelitian
ini
menggunakan pendekatan analitis yuridis (law Analytical Approach) yaitu pendekatan ini dilakukan dengan mencari makna pada istilah-istilah hukum yang terdapat di dalam perundang-undangan, dengan begitu peneliti memperoleh pengertian atau makna baru dari istilah-istilah hukum dan menguji penerapannya secara praktis. Untuk penelitian ini akan dilakukan penelitian di Kabupaten Aceh Utara, di Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Utara dan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Aceh. 44
Mukti Fajar, et al., Op.cit, hlm. 34. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Raja Grafindo, 1995), hlm. 15. 45
Universitas Sumatera Utara
26
2.
Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian Hukum Normatif atau kepustakaan, Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan non hukum.46 a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni : 1) Undang-Undang Dasar 1945. 2) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. 3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. 4) Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007. 5) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. 6) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998. 7) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996. 8) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997. 9) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999. 10) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 1 tahun 2010. 11) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 7 tahun 2007. 12) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 1 tahun 2011.
46
Mukti Fajar et al., Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Op.cit., hlm. 160.
Universitas Sumatera Utara
27
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai badan hukum primer, seperti : hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang terkait dengan masalah penelitian. c. Bahan non hukum adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan masalah penelitian ini. 3.
Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data dalam penelitian ini yang dipergunakan adalah dengan
cara : a. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan wawancara yang menggunakan pedoman wawancara untuk mendapatkan data primer dari informan yang telah ditentukan yaitu : 1). Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Aceh 2). Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Utara 3). Para Kepala Desa dan Tokoh Masyarakat yang berada disekitar lokasi hak guna usaha b. Studi dokumen, yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. 4.
Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang akurat dan relevan, dilaksanakan 2 (dua) tahap
penelitian antara lain :
Universitas Sumatera Utara
28
a. Penelitian Lapangan Dilakukan penelitian ke lapangan untuk memperoleh bahan hukum primer dengan melalui pengumpulan data yang merupakan bahan utama penelitian. b. Penelitian Kepustakaan Penelitian Kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder baik yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Setelah diinventarisir dilakukan penelaahan untuk membuat intisari dari setiap peraturan yang bersangkutan. 5.
Analisis Data Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yaitu melakukan kajian
atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini disebut sebagai kegiatan memberikan telaah, yang dapat berarti menentang, mengkritik, mendukung, menambah, atau memberi komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan dibantu dengan teori yang telah dikuasainya.47 Bahan Hukum sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dan bahan hukum primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu untuk memperoleh gambaran
47
Mukti Fajar, et al, Op.Cit, hlm. 183.
Universitas Sumatera Utara
29
tentang pokok permasalahan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang bersifat umum untuk selanjutnya menuju kepada hal-hal yang bersifat khusus dalam menjawab segala permasalahan yang ada dalam suatu penelitian, sehingga memungkinkan menghasilkan kesimpulan yang menjawab permasalahan yang telah ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara