BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Diabetes prevalensinya
mellitus terus
(DM)
meningkat
merupakan secara
penyakit
global,
degeneratif
termasuk
di
yang
Indonesia.
Peningkatan ini seiring dengan peningkatan kemakmuran, perubahan pola demografi penduduk, urbanisasi serta pola hidup bergaya barat (Asdie, 2000; Suyono,
2006). World Health Organization (WHO)
pada tahun 2003
memperkirakan 194 juta atau 5,1% dari 3,8 milyar penduduk dunia usia 20-79 tahun menderita DM dan tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 333 juta. Prevalensi diabetes tahun 1994-2010 diperkirakan 215,6 juta jiwa, namun dari evaluasi tahun 2007 jumlah penyandang diabetes sudah mencapai 246 juta jiwa bahkan tahun 2025 dikhawatirkan jumlah tersebut akan meningkat lebih dari 300 juta jiwa (Bennet et al., 2007). Prevalensi diabetes mellitus tahun 2013 di Indonesia menurut
Riskesdas (2013)
adalah 2,1
persen,
lebih tinggi
dibandingkan tahun 2007 yang hanya 1,1 persen. Sekitar 90% sampai 95% dari keseluruhan kasus diabetes adalah DM tipe 2 (Franz, 2004). Faktor resiko pada DM tipe 2 dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor yang tidak dapat diubah seperti ras, etnik, keturunan, usia, DM gestational dan faktor resiko yang dapat diperbaiki seperti obesitas, kurang aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia serta pola makan yang salah (Soegondo, 2008). Pola makan yang salah atau pemilihan bahan makanan yang salah dapat menjadi faktor resiko DM. Wiardiani (2005) menyatakan bahwa terdapat perbedaan pola makan berdasarkan asupan zat gizi (protein, karbohidrat, serat)
1
dan pola makan berdasarkan frekuensi konsumsi zat gizi antara penderita DM tipe 2 dan bukan DM. Salah satu cara pencegahan penyakit DM adalah dengan pengaturan pola makan dan pemilihan konsumsi pangan yang tepat (Irawati, 2012). Saat ini, penanganan penyakit dengan modifikasi pola konsumsi pangan merupakan salah satu alternatif pengobatan penyakit yang murah dan mudah (Barclay, 2008). Salah satu alternatif konsumsi makanan yang berfungsi mencegah dan mengobati penyakit adalah dengan memanfaatkan makanan fungsional. Makanan fungsional menurut The America Dietetic Association adalah serangkaian makanan, meliputi produk segar dan utuh maupun produk olahan, yang diperkaya dan ditingkatkan mutunya sehingga menguntungkan bagi kesehatan dan mengurangi resiko penyakit konsumen (Silalahi, 2006). Secara umum fungsi makanan fungsional adalah pemberi cita rasa dan aroma, sumber zat gizi dan penyuplai senyawa aktif untuk mencegah atau mengobati penyakit. Banyak bahan makanan lokal yang telah diakui sebagai makanan fungsional (Subroto, 2008). Kemajuan di bidang bioteknologi turut berperan menghasilkan senyawa yang berkhasiat dalam jumlah yang cukup dalam makanan. Perkembangan ini telah menghasilkan produk bergizi yang potensial dalam pengobatan dan bermanfaat meningkatkan kesehatan (Silalahi, 2006). Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) adalah salah satu jenis buah yang paling banyak ditanam di Indonesia. Masyarakat Indonesia pada umumnya hanya memakan atau memanfaatkan daging buahnya dan hanya sebagian yang memanfaatkan biji nangka atau yang biasa disebut beton (Harefa,2012). Fadillah et al. (2008) menyatakan bahwa kandungan karbohidrat pada biji nangka yang tinggi memungkinkan biji nangka diolah menjadi tepung biji nangka
2
yang nantinya dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk olahan seperti roti dan mi. Tepung biji nangka merupakan hasil olahan dari biji nangka kering yang telah digiling. Menurut hasil pengujian Balai Penelitian dan Pengembangan Industri kandungan serat kasar tepung biji nangka adalah 2,74 gram serta kandungan pati sebesar 56,21 gram per 100 gram. Ranakusuma
(1990)
menjelaskan
bahwa
serat
makanan
berguna
mengurangi asupan kalori. Diet seimbang rendah energi disertai diet tinggi serat bermanfaat sebagai strategi menghadapi obesitas. Suatu penelitian di Amerika membuktikan bahwa diet serat yang tinggi yaitu 25 gram/hari mampu memperbaiki pengontrolan glukosa darah, menurunkan peningkatan insulin yang berlebihan di dalam darah serta menurunkan kadar lemak darah. Serat makanan dapat mengurangi kecepatan absorbsi glukosa atau karbohidrat lainnya yang dapat menurunkan glukosa darah dan respon insulin (Tensiska, 2008).
Kecepatan
pencernaan
karbohidrat
berpengaruh
penting
pada
pemahaman peran karbohidrat bagi kesehatan. Konsep indeks glikemik (IG) menjelaskan bahwa tidak semua karbohidrat bekerja dengan cara yang sama. Indeks glikemik memberikan cara yang lebih mudah dan efektif dalam mengendalikan fluktuasi kadar glukosa darah (Widowati, 2007). Selain memperhatikan IG, juga harus diperhatikan beban glikemik pangan (BG). Beban glikemik mengukur kuantitas dan kualitas karbohidrat yang dikonsumsi dan mengurutkan efek pangan dalam porsi yang biasa digunakan terhadap peningkatan kadar glukosa darah (Wirakusumah, 2008). Kandungan serat dan pati pada biji nangka tinggi dan manfaatnya besar dalam penanganan DM. Hal ini, menjadi pertimbangan bahwa tepung biji nangka dapat dimanfaatkan untuk pembuatan produk diet DM tipe 2 dengan
3
memperhatikan IG dan BG nya. Tepung biji nangka yang telah dibuat selanjutnya akan diolah menjadi cookies biji nangka. Cookies merupakan produk makanan ringan yang dikenal masyarakat dan harganya relatif murah. Selama ini bahan utama pembuatan cookies adalah tepung terigu yang diperoleh dengan cara import dari luar negeri (Pamungkas, 2009). Tepung biji nangka dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu yang ekonomis dan jumlahnya mencukupi serta kaya akan zat gizi. Cookies tepung biji nangka diharapkan pula memiliki IG dan BG yang relatif rendah sehingga dapat menjadi pilihan produk untuk diet DM tipe 2
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang muncul adalah 1. Apakah cookies tepung biji nangka dapat menurunkan nilai IG? 2. Apakah cookies tepung biji nangka dapat menurunkan nilai BG?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengembangkan formulasi tepung biji nangka menjadi produk olahan cookies tepung biji nangka sehingga dapat menjadi alternatif konsumsi untuk diet DM tipe 2 2. Tujuan khusus a) Mengkaji pengaruh pemberian cookies tepung biji nangka terhadap nilai IG b) Mengkaji pengaruh pemberian cookies tepung biji nangka terhadap nilai BG
4
D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu bermanfaat secara teoritis dan manfaat praktis untuk diterapkan. 1. Untuk peneliti lain sebagai manfaat teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang manfaat dari pangan lokal dalam hal ini adalah biji nangka yang kaya akan zat gizi. Sebagai motivasi untuk selalu mengembangkan produk berbasis pangan lokal yang bermanfaat dan kaya zat gizi 2. Untuk masyarakat a. Memperkenalkan penganekaragaman makanan berbasis pangan lokal sebagai pilihan konsumsi sebagai alternatif diet DM tipe 2 b. Mengenalkan konsep IG dan BG kepada masyarakat sehingga masyarakat mampu memilih sumber makanan yang sesuai untuk penderita diabetes 3. Untuk Industri Makanan Sebagai referensi pemilihan bahan baku untuk meningkatkan atau mengembangkan produk baru berbasis pangan lokal yang bernilai gizi tinggi 4. Untuk pemerintah Hasil penelitian diharapkan dapat membantu pemerintah dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pangan fungsional
berbahan
baku
lokal
dan
membantu
program
penganekaragaman dan swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah
5
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan referensi yang telah didapatkan belum ada pemanfaatan tepung biji nangka terhadap penderita DM dengan mempertimbangkan IG dan BG produk. Penelitian yang sudah pernah diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Studi Pemanfaatan Tepung Biji Nangka dan Tepung Ampas Kelapa sebagai Substitusi Tepung Terigu dalam Pembuatan Mi Basah : Harefa. 2012. Peneliti ini meneliti tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa yang digunakan untuk membuat produk mi basah. Dalam penelitian ini diteliti tingkat substitusi terbaik tepung biji nangka dan ampas kelapa terhadap tepung terigu dalam pembuatan mi basah, kandungan zat gizi produk dan penilaian panelis terhadap produk mie basah tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah
substitusi dalam pembuatan mi basah berpengaruh terhadap
kadar air, abu, protein dan mutu organoleptik produk dan perlakuan terbaik terhadap substitusi tepung pada penelitian ini adalah mi basah yang dibuat dengan perbandingan 80% terigu dan 20% tepung lain (15% tepung biji nangka dan 5% tepung ampas kelapa) dengan kadar air 34,03%, kadar abu 0,93%, kadar protein 8,02%, berwarna kurang kuning, beraroma kelapa, bertekstur kenyal dan disukai panelis. Perbedaannya adalah produk yang dihasilkan dalam penelitian di atas adalah mi basah serta yang akan dibuat dalam penelitian ini adalah cookies, serta akan ada uji IG dan BG terhadap produk yang dihasilkan. 2. Pemanfaatan Limbah Nangka (Biji: Artocarpus Hete Rophyllus, Lmk dan Dami Nangka) untuk Pembuatan Berbagai Jenis Pangan dalam Rangka Penganekaragaman Penyediaan Pangan : Adikhairani (2008). Peneliti dalam penelitian ini membuat perbandingan zat gizi berbagai produk olahan biji
6
nangka dan daya terima produk-produk tersebut. hasil penelitian ini adalah kandungan kadar air pada tepung biji nangka 10,30 persen, abu 3,31 persen, Protein 11,70 persen, lemak 3,78 persen, gula 2,01 persen dan karbohidrat 53,77 persen, dan didapatkan pula hasil uji organoleptik (warna, aroma, tekstur dan rasa) dari beberapa produk olahan biji nangka seperti emping, roti tepung biji nangka, cookies, kripik, jelly dami dan manisan dami nangka yang sebagian besar responden mengatakan suka hingga sangat suka. Perbedaan dengan penelitian ini adalah belum adanya uji proksimat untuk beberapa produk pangan yang dihasilkan hanya uji organoleptik saja dan belum adanya uji IG dan BG pada produk olahan biji nangka. 3. Pengaruh Substitusi Tepung Biji Nangka (Artocarpus Heterphyllus) Terhadap Mutu Organoleptik Kue Onde-Onde Ketawa : Supriadi, Anton dan Lucia Tri Pangesthi (2014). Kadar pati yang tinggi pada biji nangka membuat peneliti memanfaatkannya dengan membuat kue onde-onde ketawa menggunakan substitusi tepung biji nangka. Hal yang diteliti pada penelitian kali ini adalah mengetahui pengaruh substitusi tepung biji nangka terhadap mutu organoleptik kue onde-onde ketawa, ditinjau dari kerenyahan, bentuk, warna, aroma, rasa dan tingkat kesukaan dan untuk mengetahui perhitungan harga jual onde-onde ketawa biji nangka per kg. Hasil yang didapatkan adalah substitusi tepung biji nangka berpengaruh nyata terhadap kerenyahan, bentuk, warna, aroma, rasa dan tingkat kesukaan. Produk onde-onde terbaik dibuat dari tepung biji nangka 25%, terigu 75%, kuning telur 21%, shortening 45%, gula halus 27%, baking powder 2%, wijen 45%. Perbedaan pada penelitian kali ini adalah belum adanya analisa zat gizi produk yang akan dihasilkan dan besaran IG dan BG pada produk yang dihasilkan.
7