BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pendapatan pemerintah melalui sektor pariwisata di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2014 pariwisata menempati peringkat 4 sebagai komoditas dengan penerimaan devisa terbesar di Indonesia dengan menerima 11,166 (dalam juta USD). Sektor pariwisata hanya kalah oleh sektor minyak dan gas bumi (30,318 juta USD), batu bara (20,819 juta USD), dan minyak kelapa sawit (17,464 juta USD).1 Menyadari begitu besarnya pemasukan dari sektor pariwisata dan betapa berharganya asetaset yang tergolong dalam sektor pariwisata maka pemerintah membuat kebijakan tentang aktivitas pariwisata. Pemerintah melalui Kementrian Hukum dan HAM (Menkumham) dan disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Negara Nomor 4966) pada bab III pasal 5 yaitu kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip: a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan; b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal;
1
Data peringkat devisa pariwisata Indonesia tahun 2009-2014, www.kemenpar.go.id. Diakses pada 1 September 2015 pukul 12.30.
1
2
c. memberi
manfaat
untuk
kesejahteraan
rakyat,
keadilan,
kesetaraan,
dan
proporsionalitas; d. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup; e. memberdayakan masyarakat setempat; f. menjamin keterpaduan antar sektor, antar daerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku kepentingan; g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata; dan h. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari penjabaran isi undang-undang di atas, dapat kita ketahui bahwa pariwisata haruslah memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat dan memberdayakan masyarakat setempat. Untuk mengamalkan peraturan yang telah disebutkan di atas, perlu dibentuk organisasi yang dapat mengawasi dan memastikan pariwisata benar-benar memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat, oleh sebab itu organisasi tersebut haruslah berasal dari masyarakatnya sendiri oleh karena itu pemerintah menciptakan pembinaan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan menerbitkan Buku Pedoman Pembinaan Pokdarwis melalui Kemenbudpar pada tahun 2011. Menurut Kemenbudpar (2011:2) Pokdarwis ini dianggap vital dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat karena fungsinya sebagai penegak nilai-nilai sapta pesona dalam sebuah destinasi wisata. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyambut baik setiap Pokdarwis yang baru lahir. Beberapa tindakan nyata yang dilakukan oleh pemerintah adalah: 1. Mengadakan lomba Pokdarwis di setiap tahun (sejak tahun 2013) untuk meningkatkan kualitas dalam manajemen pengelolaan Pokdarwis dan membuka wawasan anggota tentang dunia pariwisata.
3
2. Mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk memproteksi kelangsungan Pokdarwis, seperti mewajibkan untuk membuat koperasi sebagai pengelola keuangannya (efektif sejak tahun 2015). 3. Memberikan
pelatihan
tentang
pariwisata
di
tingkat
provinsi.
Pelatihan
diselenggarakan berupa pelatihan tentang desa wisata dan pelatihan Bahasa Inggris untuk pemandu wisata. Berkat program-program yang dicanangkan oleh Dinas Pariwisata ini, sentimen negatif terhadap pertumbuhan Pokdarwis menjadi lebih berkurang karena keberadaan mereka kini lebih diperhatikan. 2 Pantai Goa Cemara berlokasi di dusun Patehan, Gandingsari, Sanden, Bantul, Yogyakarta. Pantai ini ditumbuhi oleh pohon cemara yang lebat, sehingga membuat sebuah terowongan yang terbentuk dari rimbunan pohon-pohon cemara tersebut. Awal penanaman pohon ini bertujuan untuk melindungi pantai yang terancam abrasi pada tahun 2003 oleh pemerintah. Lambat laun pohon cemara ini tumbuh dan membentuk sebuah pemandangan yang indah, maka tercetuslah ide oleh masyarakat untuk menjadikannya sebagai tempat wisata di kawasan pantai selatan. Pantai Goa Cemara memiliki Pokdarwis bernama Pokdarwis Goa Cemara yang bertugas mengelola destinasi wisata tersebut. Pokdarwis ini didirikan oleh masyarakat pada tahun 2010, dan mendapatkan pengesahan SK Kepengurusan pada tahun 2011. Selama 3 tahun berdiri, kini Pokdarwis Goa Cemara telah memiliki anggota kurang lebih 135 orang. Pada tahun 2014, Pemerintah Provinsi DIY mengadakan lomba Pokdarwis pada tingkat propinsi. Tujuan diadakannya perlombaan ini adalah untuk memacu pertumbuhan Pokdarwis di DIY. Indikator yang dijadikan sebagai bahan penilaian mengacu pada peraturan Menteri
2
Diolah berdasarkan wawancara dengan pembina Asisten Kepala Bagian Pengembangan Destinasi Pariwisata di Dinas Pariwisata DIY, Ibu Yanti, pada tanggal 25 Agustus 2015
4
Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) tentang panduan pembentukan Pokdarwis. Penilaian pada babak pertama adalah profil (bobot 30%) dan verifikasi (bobot 40%). Profil meliputi wujud fisik profil, desain profil, kerapihan penulisan, tata bahasa, dan kelengkapan isi. Verifikasi dilakukan untuk membuktikan bahwa apakah yang tertulis di profil sesuai dengan kenyataan di lapangan dan tidak ada unsur kebohongan. Selanjutnya akan disaring menjadi 6 Pokdarwis dengan nilai tertinggi. Pada babak grandfinal akan dinilai penampilan (bobot 10%) dan final (20%). Indikator penampilan meliputi pakaian peserta, yel-yel yang dibuat dan kekompakan. Pada indikator final terdapat sesi cerdas cermat yang berisi pertanyaan seputar pengetahuan peserta tentang Pokdarwis, Sapta Pesona dan peraturan pemerintah tentang pariwisata. Perlombaan Pokdarwis yang diadakan pada 2014 menempatkan Pokdarwis Goa Cemara sebagai peringkat 3. Pada tahun 2015 Pokdarwis Goa Cemara kembali mengikuti perlombaan dan mendapat peringkat pertama. Yang menjadi juri pada perlombaan tahun 2015 dan memberikan penilaian berasal dari berbagai instansi, yaitu Ir. Joko Kuntoro (Association of the Indonesian Tour and Travel Agencies), Drs. Octo Lampito, M.Pd (Media Kedaulatan Rakyat) , Ir. Sigit Istiarto (Forum Komunikasi Pokdarwis DIY), Henry Brahmantya, S. Ant (Pusat Studi Pariwisata UGM), dan Drs. Haris Iskandar (Pemerintah Provinsi DIY). Prestasi yang telah dicapai oleh Pokdarwis Goa Cemara terbilang sangat membanggakan, ditambah lagi prestasi ini dicapai hanya dalam waktu yang singkat. Dinas Pariwisata DIY sendiri berkali-kali memuji pencapaian yang dilakukan oleh Pokdarwis Goa Cemara, karena di Kabupaten Bantul mereka adalah pionir organisasi pengelola destinasi wisata berbasis masyarakat yang benar-benar berasal dari gagasan masyarakatnya sendiri. Namun prestasi ini tidak bertahan lama. Perlombaan Pokdarwis se-DIY kembali diadakan di bulan Februari tahun 2016. Perlombaan itu menghasilkan juara 1 Pokdarwis Wukirsari, juara 2 Pokdarwis Banjaroya Kulonprogo dan juara 3 Pokdarwis Prana Binangun Sleman. Sedangkan juara harapan 1 sampai dengan 3 diisi oleh Pokdarwis Krebet Bantul, Pokdarwis
5
Samekto Danurejan, dan Pokdarwis Jelok Patuk Gunung Kidul, serta penampilan terbaik diberikan kepada Pokdarwis Danurejan. 3 Hal ini cukup mengagetkan mengingat prestasi Pokdarwis Goa Cemara yang sebelumnya begitu cemerlang secara tiba-tiba tidak tampak lagi. Dimulai dari juara 1 hingga 3, juara harapan 1 hingga 3 bahkan penampilan terbaik pun Pokdarwis Goa Cemara tidak tercantum namanya. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi di dalam Pokdawis Goa Cemara karena telah diketahui sebelumnya Pokdarwis Goa Cemara telah menjadi juara. Setiap penurunan prestasi mungkin akan menghasilkan banyak pertanyaan tentang penyebabnya. Terlebih lagi jika hal tersebut menyangkut hajat orang banyak. Mungkin kabar tidak masuknya Pokdarwis Goa Cemara ke salah satu posisi pemenang membuat masyarakat mengira kualitas manajemen Pokdarwis Goa Cemara telah menurun. Namun hasil perlombaan tersebut bukanlah sebuah patokan yang menujukkan Pokdarwis Goa Cemara adalah organisasi dalam kondisi yang sedang bermasalah. Kita harus lebih objektif lagi dalam menilai sebuah organisasi, sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai diagnosis Pokdarwis Goa Cemara. Maka dari itu penulis bermaksud mengangkat Pokdarwis Goa Cemara sebagai objek penelitian dengan menitikberatkan pada diagnosis internalnya. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan acuan bagi Pokdarwis Goa Cemara untuk membenahi kekurangan, dan memaksimalkan kelebihan yang sudah mereka miliki.
3
http://www.krjogja.com/web/news/read/291417/wukirsari_juara_lomba_pokdarwis_diy_2016 di akses pada 5 Mei 2016.
6
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, telah diketahui permasalahan menyangkut menurunnya prestasi Pokdarwis Goa Cemara. Maka rumusan masalah dalam skripsi ini adalah bagaimana nilai kinerja Pokdarwis Goa Cemara jika didiagnosis menggunakan model McKinsey 7S? 1.3 Tujuan Penelitian Mengetahui kondisi kinerja Pokdarwis Goa Cemara jika dilihat dari aspek strategi, sistem, struktur, staf, keterampilan, gaya kepemimpinan, dan nilai kebersamaan.
1.4 .Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah : A. Manfaat praktis 1. Membentuk ikatan yang lebih kuat antar anggota Pokdarwis Goa Cemara. 2. Meningkatkan pelayanan Pokdarwis Goa Cemara. 3. Meningkatkan kemandirian organisasi dalam menghadapi masalah. 4. Sebagai salah satu pedoman yang nantinya diharapkan untuk membantu evaluasi kinerja Pokdarwis Goa Cemara.
B. Manfaat Teoretis 1. Mengembangkan keilmuan dalam bidang pariwisata khususnya dalam menilai dan mengembangkan organisasi pariwisata berbasis masyarakat yaitu Pokdarwis. 2. Menerapkan konsep McKinsey 7S ke dalam bidang keilmuan pariwisata.
7
1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian-penelitian terdahulu menjadi pembanding, gambaran dan penentuan batasan atas penelitian yang akan dilakukan sehingga tidak terjadi kesamaan masalah dengan penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian telah dilakukan sebelumnya di Pantai Goa Cemara, baik menggunakan metode kualitatif maupun kuantitatif. Penelitian pertama adalah tugas akhir yang ditulis oleh Nurul Farkhiatun (2014) mengenai masalah-masalah yang terjadi pada pembangunan sebuah pantai baru serta penyelesaiannya dari pihak pemerintah. Penelitian ini mengambil kasus yang terjadi di Pantai Goa Cemara dan Pantai Baru di Kabupaten Bantul. Data yang didapatkan berasal dari wawancara, buku dan artikel pendukung penelitian. Wawancara tentang keadaan pantai dilakukan pada pengunjung, yang berisi pertanyaan seputar pendapat pengunjung tentang Pantai Goa Cemara dan Pantai Baru. Wawancara juga dilakukan pada staf dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata bertujuan untuk mengetahui tentang program yang direncanakan, dilaksanakan, dan sukses secara target. Wawancara dari pihak pengelola yaitu Pokdarwis setempat juga tidak luput dari perhatian peneliti. Masalah-masalah yang berhasil dirangkum berupa kurangnya keamanan di area pantai, tingkat kebersihan yang rendah, tempat parkir yang kurang luas, sumber daya manusia kurang memadai, dan akomodasi lain seperti restoran yang kurang menarik. Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata
berusaha
merumuskan
permasalahan-permasalahan
tersebut
untuk
mendapatkan solusinya. Tindakan yang dilakukan berupa menjalin kerjasama dengan perusahaan swasta untuk pembangunan pantai, memberikan pelatihan dan himbauan untuk menambah jumlah staf kebersihan di setiap destinasi pariwisata. Penelitian kedua adalah skripsi yang ditulis oleh Apri Antoro (2014). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik dan non fisik Pantai Goa Cemara, mengetahui faktor penghambat dan pendukung, serta mengetahui potensi dan upaya pengembangan terhadap potensi tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini
8
yaitu kondisi fisik Pantai Goa Cemara serta sarana dan prasarananya, dan kondisi non fisik. Penentuan sampel pedagang menggunakan teknik sampling jenuh, sampel wisatawan menggunakan teknik incidental sampling quota, dan sampel pengelola menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah sampel wisatawan 100 orang, pedagang 25 orang, pengelola 15 orang. Metode pengumpulan data menggunakan observasi, dokumentasi, angket dan wawancara. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner dan pedoman wawancara. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari segi tinjauan geografis Pantai Goa Cemara memiliki kondisi hidrologi cukup baik dengan tersedianya air bersih dan kemudahan memperoleh air dengan jarak yang dekat, ketersediaaan sarana dan prasarana yang cukup baik. Dari segi non fisik memberikan fakta bahwa banyak wisatawan (69 persen) menyatakan puas setelah berkunjung ke objek wisata, semua pedagang menyatakan ada manfaat dengan adanya objek wisata, pengelola menyatakan bahwa pengembangan objek wisata sudah baik, tetapi diperlukan adanya upaya pengembangan lebih lanjut. Penelitian ketiga ditulis oleh Dipa Samudera (2012). Penelitian ini menganalisis efektifitas sistem online dalam pemungutan pajak hiburan di Propinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, metode pengumpulan data kualitatif dan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pelaksanaan sistem online dalam pemungutan pajak hiburan di Propinsi DKI Jakarta menurut tujuh indikator pengukur McKinsey yang digunakan peneliti, yaitu strategi, struktur, sistem, gaya kepemimpinan kepemimpinan, staf, keterampilan, dan nilai bersama sudah efektif walaupun ditemui beberapa hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan yang ditemui pada penerapan sistem online dalam pemungutan pajak hiburan di Propinsi DKI Jakarta adalah kesulitan yang dialami oleh pihak ketiga untuk memasang perangkat pendukung sistem online karena keberagaman sistem cash
9
register wajib pajak, keengganan wajib pajak dalam mengikuti sistem online dan hubungan khusus antara pegawai pajak dengan wajib pajak. Penelitian keempat ditulis oleh Adele Malan (2003). Penelitian ini berlokasi di Afrika Selatan, mengambil fokus analisis efektifitas kinerja dan kemampuan adaptasi Managed Health Systems (MHS) menggunakan model McKinsey 7S. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, dengan sampling seluruh karyawan tetap di MHS. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perbedaan persepsi tentang keefektifitasan perusahaan antara karyawan dan manajemen adalah cukup signifikan dan sebaiknya menjadi perhatian. Divisi bisnis strategis seharusnya tidak bekerja sendirian melainkan bekerja secara terintegrasi melalui manajemen proyek atau struktur matriks, sehingga tidak menjadi divisi yang eksklusif dan terkesan memisahkan diri. Kesimpulan terakhir adalah proses transformasi di dalam MHS harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip intervensi sehingga tidak akan mengakibatkan proses tersebut kandas di tengah jalan. Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka dapat diketahui implementasi dari model McKinsey 7S dalam mendiagnosis dan meningkatkan kinerja sebuah organisasi. Penelitian sebelumnya yang ditulis oleh Nurul Farkhiatun (2014) mengambil Pantai Goa Cemara sebagai objek penelitian hanya mendiskripsikan keadaan yang ada saat itu, serta tindakan-tindakan yang telah dilakukan Pemerintah maupun pengelola. Selain itu penelitian yang ditulis oleh Apri Antoro (2014) bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik dan non fisik Pantai Goa Cemara, mengetahui faktor penghambat dan pendukung, serta mengetahui potensi dan upaya pengembangan terhadap potensi tersebut Penelitian tersebut tidak membahas tentang Pokdarwis secara spesifik, kendala yang dihadapi, hingga rekomendasi perubahan yang dapat dilakukan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa penelitian dengan topik dan judul yang sama dengan skripsi ini belum pernah ada sebelumnya.
10
1.6 Landasan Teori 1.6.1 Proses Diagnosis Kegiatan pengembangan organisasi adalah kegiatan yang didasarkan pada data atau informasi. Dengan kata lain, apabila seseorang akan melakukan intervensi tertentu terhadap organisasi, yang pertama kali dilakukan adalah membuat diagnosis organisasi. Dengan melalui proses diagnosis, maka akan diperoleh informasi yang pada akhirnya memungkinkan organisasi untuk memberikan reaksi atau respons yang lebih cepat dengan gaya kepemimpinan yang proaktif sehingga menjadi tanggap terhadap berbagai kekuatan yang menuntut terjadinya perubahan dalam organisasi (Siagian, 1995:51). Diagnosis organisasi dibutuhkan oleh sebuah proses analisis dalam organisasi dengan cara menggunakan berbagai data yang dimiliki termasuk yang berkaitan tentang struktur, administrasi, interaksi, prosedur kerja, keterkaitan dan interdependensi antar berbagai unsur di dalam sebuah organisasi. Dengan kata lain, melakukan diagnosis suatu organisasi menuntut pendekatan yang sistematis dan meliputi seluruh proses yang terjadi dalam pengelolaan organisasi. Diagnosis merupakan suatu proses siklikal yang bermula dari identifikasi wilayah permasalahan. Proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1.1 Proses Diagnosis
1.Identifikasi Wilayah Permasalahan;Tentatif . 5.Identifikasi Permasalahan
2.Pengumpulan Data 3.Analisis Data 4.Umpan Balik Data (Sumber: Siagian, 1995:54)
Langkah kedua dalam proses diagnosis ialah pengumpulan data berdasarkan identifikasi wilayah permasalahan yang telah dilakukan sebelumnya meskipun sifatnya masih sementara. Dikatakan bahwa sifat permasalahan tersebut sementara karena bentuk sebenarnya dari
11
permasalahan tersebut hanya akan diketahui setelah data yang dikumpulkan dikelompokkan sedemikian rupa sehingga berbagai persyaratan seperti kemutakhiran, keakuratan, kelengkapan dan kehandalan benar-benar terpenuhi. Bahkan dalam kaitan ini harus ditekankan bahwa menurut teori sistem informasi manajemen, data hanyalah merupakan bahan baku dalam membantu proses pengambilan keputusan. Artinya, diperlukan langkah-langkah sebagai tindak lanjut pengumpulan data. Bentuknya ialah analisis data tersebut. Pengolahan data yang benar ialah apabila sifat data itu berubah sedemikian rupa sehingga ia menjadi informasi yang baik oleh konsultan maupun oleh klien dilihat dan diinterpretasikan dengan kacamata yang sama. Dalam proses analisis data kiranya amat penting bagi konsultan dan klien untuk menyadari bahwa justru karena perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat, kewaspadaan tentang mutu informasi sangat penting untuk dipelihara. Alasan kuat untuk mengatakan demikian adalah bahwa karena kecanggihan teknologi informasi, kecepatannya mengolah data menjadi sedemikian cepatnya sehingga dalam waktu yang sangat singkat dihasilkan informasi dalam jumlah yang sangat besar akan tetapi dengan tingkat mutu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Langkah ketiga dalam proses diagnosis ialah menganalisis data sedemikian rupa sehingga berubah bentuknya menjadi informasi yang mutakhir, relevan, akurat, dan lengkap. Ciri-ciri informasi yang demikian penting dimiliki karena hanya dengan itulah informasi tersebut benar-benar dapat digunakan dalam mengidentifikasi hakikat permasalahan yang dihadapi (Siagian, 1995:54). Langkah keempat melakukan presentasi terhadap hasil temuan yang kita dapatkan. Hal ini bermanfaat guna menemukan langkah penelitian yang lebih akurat, dan menemukan alternatif pemecahan masalah yang akan kita tempuh.
12
Langkah kelima ialah menentukan titik permasalahan. Ketika titik permasalahan dapat ditemukan, maka kemudian tahap penyelesaian dapat ditentukan.
1.6.2 Diagnostic Model: The McKinsey 7S Framework Gambar 1.2 McKinsey 7S Framework
(sumber: Waterman, Peters, dan Phillip 1980:18)
The 7S McKinsey Framework adalah sebuah model manajemen yang dapat digunakan untuk melihat seberapa efektif organisasi dalam mencapai tujuan melalui pemilihan dan imlementasi strategi yang digunakan. Model yang dikembangkan oleh Waterman, Peters, dan Phillips dengan bantuan dari Richard Pascale dan Anthony G.
pada tahun 1980 ini
menggunakan pendekatan internal organisasi yang dapat memberikan arahan, gambaran dan evaluasi berhasil atau tidaknya strategi sebuah perusahaan. 4 McKinsey 7S dapat digunakan secara luas dalam berbagai situasi misalnya: a. Meningkatkan kinerja perusahaan b. Memeriksa akibat dari keputusan yang telah diambil di dalam perusahaan. c. Membantu pengaturan departemen ketika proses merger atau akusisi berlangsung.
4
DIkutip dari https://www.strategicmanagementinsight.com/tools/McKinsey-7S-model-framework.html diakses pada, 16 Maret 2016, pukul 19.00.
13
d. Menentukan strategi terbaik bagi perusahaan. The 7S McKinsey Framework terdiri dari dua elemen utama yaitu, elemen hard (keras) dan soft (lunak). Elemen keras merupakan faktor-faktor feasible dan mudah diidentifikasi meliputi struktur, strategi, dan sistem. Sedangkan elemen lunak adalah faktor yang sulit didefinisikan, less tangible dan dipengaruhi budaya. Uraian masing-masing faktor sebagai berikut: Tabel 1.1 Elemen Keras dan Lunak McKinsey 7S
Elemen Keras
Elemen Lunak
Strategi
Nilai Bersama
Struktur
Gaya kepemimpinan
Sistem
Keterampilan Staf
A. Elemen Keras 1. Strategi (Strategy) Kondisi lingkungan, sumber daya organisasi, dan sejarah tidak dapat diubah dalam jangka pendek. Setiap organisasi harus terlebih dahulu mengembangkan dan mengartikulasikan visi mereka tentang bagaimana arah organisasi dan bagaimana cara mereka bersaing, berdasarkan keadaan yang terjadi di lapangan. Dari sebuah visi kemudian melahirkan strategi, yaitu seperangkat keputusan bisnis tentang bagaimana mengalokasikan sumber daya yang langka terhadap tuntutan, kendala, dan peluang yang ditawarkan oleh keadaan. Lebih khusus, strategi dapat didefinisikan sebagai pilihan yang eksplisit tentang pasar, penawaran, teknologi, dan kompetensi yang khas. Mempertimbangkan ancaman dan peluang yang diberikan oleh keadaan, kekuatan organisasi dan kelemahan, dan pola kinerja yang disarankan oleh sejarah perusahaan, manajer harus memutuskan apa produk dan jasa yang ditawarkan yang pasar dan bagaimana membedakan organisasi mereka dari orang lain cara-
14
cara yang akan memberikan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Kemudian, tujuan strategis jangka panjang umum, ini harus menolak menjadi satu set tujuan jangka pendek konsisten secara internal dan strategi pendukung. 2. Struktur (Structure) Teori yang mendasari struktur adalah sederhana. Struktur membagi tugas dan kemudian membentuk koordinasi. Membutuhkan spesialisasi dan integrasi, mendesentralisasikan dan kemudian menyentralisasikannya kembali (Waterman ,Peter, dan Phillips, 1980:19). Struktur organisasi ini menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan–hubungan di antara fungsi–fungsi, bagian–bagian atau posisi–posisi maupun orang–orang yang menunjukkan kedudukan, tugas, wewenang dan tanggung jawab yang berbeda dalam suatu organisasi. Berdasarkan penjelasan tersebut maka struktur organisasi terkait dengan spesialisasi kegiatan atau pembagian kerja, koordinasi dan sentralisasi serta desentralisasi. 3.
Sistem (System) Menurut Waterman, Peters, dan Phillips (1980:21) sistem yang dimaksud adalah seluruh
prosedur, formal dan informal, yang membuat sebuah organisasi berjalan setiap hari seperti sistem permodalan, sistem pelatihan, prosedur perhitungan biaya, sistem penganggaran, dan lain-lain. Jika kita ingin memahami bagaimana sebuah organisasi melaksanakan tugasnya, lihat pada sistemnya. Jika kita ingin mengubah organisasi tanpa mengakibatkan terganggunya struktur, coba ubah sistemnya.
15
B. Elemen Lunak 4. Nilai bersama (Shared Values) Nilai bersama adalah inti dari McKinsey Model 7S. Nilai bersama adalah norma dan standar yang memandu tindakan perilaku karyawan dan perusahaan yang merupakan dasar dari setiap organisasi. Nilai kebersamaan ini mengacu pada konsep bimbingan nilai dan aspirasi yang menyatukan organisasi dalam beberapa tujuan bersama. Nilai ini dalam organisasi juga disebut sebagai budaya organisasi yang mencakup beberapa pemahaman penting seperti norma, nilai, sikap dan keyakinan yang dimiliki oleh anggota organisasi. 5. Gaya kepemimpinan (Style) Gaya kepemimpinan adalah variabel yang sangat mempengaruhi kinerja suatu organisasi. Gaya kepemimpinan identik dengan kepemimpinan dimana proses pengambilan keputusan dilakukan oleh pimpinan organisasi. Kotter (1997:31) menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah
seperangkat
proses
yang
ditujukan
untuk
menciptakan
organisasi
atau
menyesuaikannya terhadap keadaan – keadaan yang berubah. Kepemimpinan menentukan seperti apa seharusnya masa depan itu mengarahkan para karyawan kepada visi dan memberikan inspirasi kepada mereka untuk mewujudkannya meskipun banyak hambatan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah bagaimana seseorang mengambil keputusan, mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan tingkat prestasi suatu organisasi. Handoko (1991:298) menyebutkan bahwa pendekatan perilaku pemimpin terbagi dua. Pertama adalah pendekatan perilaku yang menekankan pada fungsi yang dilakukan pemimpin agar organisasi berjalan efektif. Lalu pendekatan yang kedua adalah pendekatan yang memusatkan pada gaya kepemimpinan pemimpin dalam hubungannya dengan bawahan.
16
6. Keterampilan (Skills) Untuk meningkatkan kualitas dan pengembangan kemampuan kerja bagi personil atau staf diperlukan skill (keterampilan) terutama yang berkenaan dengan pelaksanaan tugas. Keterampilan ini diperlukan karena mengacu pada aktivitas yang paling baik dilakukan oleh organisasi yang dapat mempengaruhi keberhasilan organisasi. Keterampilan merupakan salah satu pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi yang merupakan modal bagi organisasi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Robert Katz (1955:33) mengatakan bahwa administrasi yang efektif bergantung pada 3 hal yaitu: a. Keterampilan teknis b. Keterampilan manusia c. Keterampilan konseptual5 Ketiga keterampilan ini penting bagi semua anggota organisasi berdasarkan kepentingan dan kedudukan seseorang dalam organisasi. Keterampilan teknis penting pada tingkat bawah, keterampilan manusia penting bagi semua tingkatan namun umumnya diperlukan di tingkat menengah. Keterampilan konseptual merupakan cakupan hubungan yang menyeluruh dan penting untuk dipahami oleh pimpinan organisasi. 7. Staf (Staff) Keberadaan staf merupakan suatu hal dominan yang mempengaruhi jalannya suatu organisasi. Definisi dari staf adalah pejabat atau pegawai yang bekerja pada suatu organisasi yang secara nyata melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan organisasi tersebut. Organisasi membentuk staf di dalamnya. Organisasi akan menentukan prasyarat orangorang seperti apa yang dianggap sesuai dengan jabatan dan tujuan organisasi. Peran staf dalam suatu organisasi sangat fleksibel, tergantung besar kecilnya organisasi. Organisasi yang masih
5
Dikutip dari https://hbr.org/1974/09/skills-of-an-effective-administrator pada 30 Agustus 2015 pukul 15:36.
17
dalam skala kecil tidak memerlukan staf dalam jumlah besar karena staf yang berlebihan tidak akan efektif begitu juga sebaliknya. Keberhasilan organisasi juga ditentukan berdasarkan kemampuan staf secara kualitas dan kuantitas dalam memanfaatkan potensi secara maksimal. Untuk memaksimalkan kemampuan staf dapat dilakukan dengan menciptakan situasi dan kondisi kerja yang baik yang dapat dicapai melalui pemenuhan kebutuhan staf sehingga dapat memotivasi staf untuk bekerja lebih baik lagi. Kuesioner berisi 35 pernyataan yang mana setiap elemen diwakilkan oleh 5 pernyataan. Hasil dari kuesioner akan diinterpretasikan ke dalam bentuk grafik dan tabel. Responden akan membaca pernyataan dan menilai kondisi organisasi saat ini dengan 5 respon penilaian dari sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, hingga sangat tidak setuju. 5 respon ini dinilai sangat cocok untuk keadaan organisasi di masa kini (Bleich, 2000:119 via Malan, 2003:13). 1.7 Metode Penelitian Metode yang akan digunakan adalah deskriptif analitik. Sesuai dengan metode ini akan dideskripsikan elemen-elemen dasar yang dapat dipakai untuk mengukur keadaan Pokdarwis Goa Cemara. Melalui kuesioner anggota kelompok akan mengisi pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan organisasi. 1.7.1 Metode Pengumpulan Data Langkah-langkah pengumpulan data yang akan dipakai sebagai berikut: a. Observasi Dalam penelitian ini dilakukan observasi atau pengamatan secara langsung ke objek penelitian yaitu Pokdarwis Goa Cemara. Observasi dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi yaitu strategi, sistem, struktur, staf, keterampilan, gaya kepemimpinan kepemimpinan, dan nilai kebersamaan. Hasil observasi tersebut dijadikan dasar dalam penyusunan pernyataan pada kuesioner yang akan dibagikan kepada anggota kelompok.
18
b. Kuesioner Diagnosis yang tepat memerlukan cara berfikir yang rasional dan objektif, bahkan sedapat mungkin bebas dari keterikatan emosional, yang merupakan salah satu hal yang sulit untuk dilakukan oleh manajemen karena peranan, pengaruh dan keterlibatannya secara langsung dalam menjalankan roda organisasi (Siagian, 1995:24). Jumlah anggota Pokdarwis Goa Cemara adalah 135 orang. Namun yang aktif setiap minggunya berkisar 75 orang. Sehingga akan digunakan angka 75 sebagai populasi agar memaksimalkan hasil penelitian.
c. Wawancara Dalam penelitian ini dilakukan wawancara secara langsung dengan pihak Pokdarwis Goa Cemara untuk mendapatkan keterangan mengenai keadaan saat ini tentang internal organisasinya di Pantai Goa Cemara. Selain itu, wawancara juga dilakukan pada Kepala Bidang Pengembangan Destinasi selaku penyelenggara lomba bertempat di Dinas Pariwisata Provinsi D.I. Yogyakarta. Wawancara memakan waktu hingga 2 bulan yaitu pada bulan Juli hingga Agustus, dikarenakan ada beberapa tahap perizinan yang harus didapatkan dan penyesuaian waktu luang narasumber wawancara yang juga tidak mudah. Pertanyaan yang diajukan kepada narasumber Pokdarwis Goa Cemara berupa keluhan-keluhan yang dirasakan ketika menjadi anggota. Hal ini diperlukan untuk menambah pengetahuan tentang gejala awal permasalahan yang nantinya akan berpengaruh pada pembuatan kuesioner. Sedangkan pertanyaan yang diajukan kepada Dinas Pariwisata berupa alasan diadakannya perlombaan, teknik penilaian, dan apa yang diketahui tentang Pokdarwis Goa Cemara.
d. Studi pustaka Dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data sekunder seperti data statistik kunjungan, dan data struktur organisasi kepengurusan Pokdarwis Goa Cemara. Data tersebut
19
diperoleh dari sumber buku maupun sumber internet dan digunakan sebagai acuan dalam penelitian.
1.8 Operasionalisasi Konsep Operasionalisasi
konsep
merupakan
penjabaran
bagaimana
sebuah
teori
diimplementasikan. McKinsey 7S memiliki 7 elemen yaitu sistem, strategi, struktur, nilai bersama, keterampilan, gaya kepemimpinan, dan staf. Masing-masing elemen tersebut memiliki indikator penilaian yang mana akan menjadi bahan dalam sebuah pertanyaan. Penjelasan diatas dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut: Tabel 1.2 Operasionalisasi Konsep
Konsep
Variabel
Diagnosis Organisasi
McKinsey 7S Framework
Dimensi Strategy
Structure System Style Staff Skill Shared Values
Indikator Pengetahuan dan pemahaman tentang strategi organisasi Kesiapan organisasi dalam menghadapi masa depan. Penilaian terhadap struktur saat ini. Kelengkapan struktur. Pemahaman anggota terhadap peraturan. Pemerataan informasi. Hubungan terhadap anggota Kemampuan manajerial Motivasi anggota. Loyalitas dan Kapabilitas Pelatihan Pendidikan Visi dan Misi Penyeragaman persepsi dan perspektif
Seperti yang telah dilihat pada tabel diatas, setiap elemen memiliki 2 indikator sebagai bahan dalam penilaian. Indikator yang berjumlah dua tersebut menjadi acuan/dasar dari 5
20
pernyataan yang ditujukan kepada anggota Pokdarwis Goa Cemara. Pernyataan dibuat dengan bahasa sesederhana mungkin agar dapat dipahami oleh berbagai kalangan. Kuesioner yang disadur, diterjemahkan, dan diadaptasikan ke dalam penelitian ini merupakan sebuah kuesioner McKinsey 7S dalam disertasi Adele Malan (Lampiran 4). Perubahan yang dilakukan berupa penyederhanaan bahasa, penggantian pernyataan karena tidak sesuai dengan keadaan Pokdarwis Goa Cemara, dan perubahan beberapa pernyataan yang kontradiktif dengan metode penilaian. Kuesioner berisi 35 pernyataan yang mana setiap elemen diwakilkan oleh 5 pernyataan. Responden akan membaca pernyataan dan menilai kondisi organisasi saat ini dengan 5 respon penilaian dari sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Hasil dari kuesioner akan diinterpretasikan sesuai dengan elemennya masing-masing ke dalam bentuk tabel. Setiap tabel akan di jelaskan hasil perhitungan masing-masing elemen. Lalu nilai elemen tersebut di plotting ke dalam sebuah grafik yang bernama profile sheet. Sehingga pembaca lebih mudah memahami hasil dari penelitian ini (Biech, 2000:119 via Malan, 2003:13). 1.9 Teknik Sampling 1.9.1 Pengukuran Sampel Pengukuran sampel akan menggunakan rumus slovin dengan penjabaran sebagai berikut:
𝑛=
𝑁 75 |𝑛 = | 2 1 + 𝑁 (𝑒 ) 1 + 75 (0,1)2 𝑛=
75 = 42,85 = 43 1 + 0,75
(Sumber: Kusmayadi dan Sugiarto, 2000:74 via Novitaningtyas, 2015:13)
n
= Jumlah sampel
N = Jumlah populasi e
= Margin error
21
Penelitian ini menggunakan tingkat maksimal kesalahan sebesar 10% atau 0,1 agar memperkecil peluang kesalahan generalisasi kesimpulan. Dengan populasi yang berjumlah 75 orang dan margin error sebesar 10%, maka jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 43 orang. Pernyataan kuesioner akan diadaptasi dari Biech (2000:124-130 via Malan, 2003:139) dengan total 35 pernyataan mewakili masing-masing 7 elemen tersebut. 1.9.2 Metode Sampling Metode sampling yang akan digunakan untuk mengambil responden dari anggota adalah simple random sampling. Menurut Kerlinger (2006:188 via Dahlan, 2015), simple random sampling adalah metode penarikan dari sebuah populasi atau semesta dengan cara tertentu sehingga setiap anggota populasi atau semesta tadi memiliki peluang yang sama untuk terpilih atau terambil. 6 Sehingga sesuai dengan definisi diatas, maka seluruh anggota Pokdarwis yang bukan pengurus memiliki peluang yang sama untuk diambil datanya. 1.10 Metode Analisis Data Menurut Sugiyono (2008:28) analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam katagori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif. Data yang diperoleh melalui kuesioner diolah ke dalam bentuk tabulasi kemudian dideskripsikan menjadi informasi (Kusmayadi dan Sugiarto, 2000:178-179). Adapun tahapan analisis data dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
6
Dikutip dari http://www.eurekapendidikan.com/2015/09/defenisi-sampling-dan-tekniksampling.html diakses pada 5 Juli 2016 pukul 23:54.
22
1. Pemeriksaan data Pada tahap ini data hasil kuesioner diperiksa kelengkapan pengisian dari seluruh pernyataan. Setelah itu dilakukan pemeriksaan terhadap keterbacaan tulisan dan kejelasan makna jawaban dari pernyataan yang ada di dalam kuesioner. Melalui pemeriksaan data diharapkan dapat meningkatkan reliabilitas data yang akan dianalisa (Koentjaraningrat, 1981:330-331). 2. Pengelompokan data Data yang sudah selesai diperiksa kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori jawaban dan ditandai dengan kode (koding), jawaban sangat setuju diberi kode 5, setuju diberi kode 4, antara setuju dan tidak setuju diberi kode 3, tidak setuju diberi 2, dan sangat tidak setuju diberi kode 1. Tujuan dilakukan koding supaya memudahkan dalam menghitung frekuensi dari setiap kategori (Koentjaraningrat, 1981:332). 3. Tabulasi Data yang sudah diperiksa dan dikoding kemudian dihitung frekuensinya menggunakan program Microsoft Office Excel 2010. Setelah diketahui frekuensi dari masing-masing kategori jawaban pada tiap pernyataan, kemudian dikalikan dengan nilai pada masing-masing kategori. Berikut tabel nilai yang akan digunakan sebagai sumber: Tabel 1.3 Kategori Penilaian Organisasi Pokdarwis Goa Cemara
No
RESPON
SKOR
1
Sangat tidak setuju
-2
2
Tidak setuju
-1
3
Antara setuju dan tidak setuju
0
4
Setuju
1
5
Sangat setuju
2 (Sumber: Malan, 2003:140)
23
Respon dengan nilai tertinggi adalah sangat setuju (2 poin). Kemudian diteruskan dengan setuju (1 poin) antara setuju dan tidak setuju (0), tidak setuju (-1), dan respon dengan nilai terendah adalah sangat tidak setuju (2 poin) (Biech, 2000:117 via Malan, 2003:13). Hasil perkalian frekuensi dan nilai pada masing-masing kategori akan ditambahkan seluruhnya, dan menghasilkan nilai per-pernyataan. Kemudian nilai pernyataan ini ditambahkan seluruhnya terhadap pernyataan lain yang masih dalam satu elemen (masing-masing elemen ada 5 pernyataan) yang mana menghasilkan nilai per-elemen. Hasil dari nilai per-elemen kemudian dibagi dengan total responden. Sehingga penjelasan diatas dapat dirangkum ke dalam rumus sebagai berikut:
𝑆𝑄𝑆 = (𝑓1 × 𝑣1 ) + (𝑓2 × 𝑣2 ) + (𝑓3 × 𝑣3 ) + (𝑓4 × 𝑣4 ) + (𝑓5 × 𝑣5 ) SQS
= Skor per-pernyataan
f
= Jumlah responden yang memilih respon
v
= Skor respon
𝐸𝑆 =
(𝑆𝑄𝑆1 + 𝑆𝑄𝑆2 + 𝑆𝑄𝑆3 + 𝑆𝑄𝑆4 + 𝑆𝑄𝑆5 ) 𝑅
ES
= Skor per-elemen
SQS
= Skor per-pernyataan
R
= Jumlah total responden
4. Analisis ke arah pembuatan deskripsi Data yang sudah disajikan dalam bentuk tabel dan grafik kemudian diberi analisis deskriptifnya. Melalui analisis deskriptif akan digambarkan bagaimana nilai Pokdarwis Goa Cemara di masing-masing elemen. Selain itu juga akan dideskripsikan mengapa anggota
24
merasa setuju atau tidak setuju berdasarkan keterangan yang diperoleh melalui wawancara beberapa responden (Koentjaraningrat, 1981:346).
5. Plotting penilaian ke dalam lembar profil survei Lembar profil survei merupakan lembaran yang memvisualisasikan skor akhir masingmasing elemen ke dalam sebuah grafik. Lembar ini akan menunjukkan nilai masing-masing dari tujuh elemen strategi, struktur, sistem, keterampilan, staf, gaya kepemimpinan kepemimpinan dan nilai bersama. Lembar ini akan membantu untuk menjelaskan posisi organisasi saat ini dilihat dari tujuh elemen tersebut. Sehingga organisasi dapat melihat mana yang sudah baik, dan mana yang perlu dibenahi. Langkah awal adalah menentukan rentang data untuk mengkategorikan skor akhir ke dalam kelompok yang sesuai.
𝑅 = (𝑋𝑏 − 𝑋𝑘 ) + 1
𝑅 = (10 − (−10)) + 1
𝑅 = 21
R = Rentang data 𝑋𝑏 = Skor akhir terbesar 𝑋𝑘 = Skor akhir terkecil Maka rentang data yang akan digunakan adalah 20. Kemudian akan ditentukan panjang kelas sesuai dengan rentang data tersebut dengan rumus sebagai berikut: 𝑅
𝑃=𝐾
𝑃=
21 5
𝑃 = 4,2
P = Panjang kelas R = Rentang data K = Jumlah kategori penilaian Dengan panjang kelas sebanyak 4,2, maka kelas interval bisa kita dapatkan sebagai berikut:
25 Tabel 1.4 Kelas Interval dan Penilaiannya.
Rentang Nilai
Penilaian
-10 hingga -5,8
Sangat membutuhkan perhatian
-5,7 hingga -1,6
Membutuhkan perhatian
-1,7 hingga 2,6
Terdeteksi sebagai masalah. Rencanakan tindakan.
2,7 hingga 6,8
Tindakan yang diambil telah diimplementasikan dan memiliki hasil yang baik.
6,9 hingga 10
Hasil tindakan memuaskan. (Sumber: Biech, 2000:134 dalam Malan, 2003:143)
1.11 Sistematika Penulisan Skripsi ini nantinya akan dibuat menjadi 4 bab yang didalamnya terdapat beberapa subbab yang berbeda-beda. Bab I: Berisi latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, landasan teori, metode pengumpulan data, serta metode analisis dimana semua itu adalah kerangka dari apa yang akan dibahas dalam penelitian ini. Bab II: Membahas mengenai lokasi penelitian, yaitu Pokdarwis Goa Cemara yang berisi mengenai gambaran umum lokasi penelitian seperti, sejarah berdirinya Pokdarwis Goa Cemara, kunjungan pelanggan, aksesibilitas, atraksi wisata apa saja yang ada disana, fasilitas apa saja yang dimiliki serta berbagai data pendukung lainnya. Bab III: Memaparkan proses diagnosa dan intervensi di Pokdarwis Goa Cemara. Proses diagnosa dilakukan pada keseluruhan anggota Pokdarwis Goa Cemara dan dirumuskan masalah yang efektifitas kinerja anggota.
26
Bab IV: Bab ini menyampaikan kesimpulan penelitian dan saran yang diharapkan dapat menyumbang saran-saran untuk kepentingan semua pihak terkait dengan pengembangan Pokdarwis Goa Cemara.