BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya Good
Government
Governance
di
Indonesia
semakin
meningkat.
Terselenggaranya tata kelola pemerintah yang baik merupakan prasyarat bagi setiap pemerintah untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita berbangsa dan bernegara. Membangun tata kelola pemerintahan yang baik membutuhkan waktu yang lama dan usaha yang terus menerus. Untuk mewujudkanya memerlukan komitmen dan optimisme besar dari seluruh komponen bangsa yang melibatkan tiga pilar bangsa yaitu aparat pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam rangka memelihara solidaritas untuk mencapai pemerintahan yang baik (Nofiantia dan Suseno, 2014). Tiga pilar elemen dasar yang saling berkaitan dalam mewujudkan good governance yaitu transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas (Mardiasmo, 2009:18). Transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Partisipasi artinya turut andil dalam keterlibatan membuat keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan
aspirasi
masyarakat.
Sedangkan
akuntabilitas
adalah
pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan. Prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance) dalam bidang pengelolaan keuangan negara/daerah adalah melalui
1
2
pemberlakuan kewajiban kepada seluruh pemerintah daerah untuk menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) (Sari, 2012). Laporan keuangan selain berfungsi sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban pemerintah dan sebagai bukti komitmen dan keseriusan pemerintah daerah dalam mengemban amanat rakyat, juga sebagai suatu informasi untuk mengukur dan menilai kinerja pemerintah daerah. Laporan keuangan adalah suatu cermin untuk mengetahui apakah suatu pemerintahan telah berjalan dengan baik. Kriteria dan unsur-unsur pembentuk kualitas informasi yang ,menjadikan informasi dalam laporan keungan pemerintah mempunyai nilai atau manfaat disebutkan dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan yang terdiri dari : (a) relevan, (b) andal, (c) dapat dibandingkan dan (d) dapat dipahami (PP No. 71 Th.2010). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas hasil operasi, dan perubahan ekuitas suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Harus disadari bahwa terdapat banyak pihak yang yang akan mengandalkan informasi laporan keuangan yang disusun oleh pemerintah sebagai dasar untuk pengambilan keputusan, oleh karena itu informasi dalam laporan keuangan harus berkualitas (Mahmudi, 2010:9). Untuk mengetahui apakah laporan keuangan yang telah disusun Pemerintah Daerah sudah wajar atau belum sesuai dengan standar akuntansi pemerintah, tentunya diperlukan pihak ketiga yang independen untuk melakukan
3
pemeriksaan (Silviana, 2012). Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan keuangan ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai pemeriksa yang independen akan melaksanakan pemeriksaan sesusi dengan standar yang berlaku dan akan memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan (Suwanda, 2013:118). Data hasil pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) disajikan dalam tiga kategori yaitu : opini, sistem pengendalian intern (SPI) dan kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Berdasarkan data hasil pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Barat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan adalah (1) penyajian laporan keuangan sesuai SAP dan tindak lanjut atas temuan pemeriksaan BPK dan komitmen untuk memantau pelaksanakan SPI; (2) Pengendalian Internal terutama pengendalian untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan, (3) Pemeriksaaan keuangan oleh BPK RI terutama terkait dengan koreksi yang disampaikan oleh BPK RI agar LKPD disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah dan rekomendasi-rekomendasi
untuk
memperbaiki
kelemahan
dalam
sistem
pengendalian internal (Sari, 2012). Menurut penjelasan Undang-undang No.15 Tahun 2004 terdapat empat jenis opini yang diberikan oleh BPK, yaitu opini Wajar Tanpa pengecualian (WTP / Unqualified Opinion), opini Wajar Dengan Pengecualian, (WDP / Qualified Opinion), opini Tidak Wajar (TW / Adversed Opinion), dan Tidak Menyatakan Pendapat (TMP / Disclaimer).
4
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian merupakan pendapat yang paling baik dan diharapkan laporan keuangan daerah memperoleh predikat tersebut, apabila laporan keuangan pemerintah daerah telah memperoleh predikat wajar tanpa pengecualian maka para pengguna laporan tidak perlu ragu-ragu lagi untuk menjadikan laporan tersebut sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Namun, apabila auditor menyatakan tidak wajar atau bahkan tidak memberikan pendapat (disclaimer), maka pembaca laporan perlu berhati-hati menggunakan laporan keuangan tersebut, karena laporan keuangan itu berpeluang menyesatkan pembaca dan pengguna laporan keuangan (Mahmudi, 2010:39). Audit Internal adalah suatu aktivitas penilaian independen di dalam suatu organisasi untuk penelitian kegiatan pembukuan, financial, dan kegiatan lainnya, sebagai dasar untuk membantu pimpinan perusahaan. Pemeriksaan itu mempunyai pengendalian manajerial yang berfungsi dengan jalan mengukur dan menilai efektivitas sarana pengendalian (Standar Profesi Audit Internal, 2004). Audit Internal dalam suatu instansi pemerintah berfungsi untuk menilai apakah sistem pengawasan internal yang telah ditetapkan berjalan dengan akurat serta setiap bagian benar-benar melaksanakan kebijakan sesuai dengan rencana dan prosedur yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2013). Mardiasmo (2013) menyatakan bahwa peran internal audit menjadi sangat penting dalam menuju opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) karena berperan dalam kehandalan Sistem Pengendalian Intern, ketaatan peraturan dan kesesuaian dengan Sistem Administrasi Pemerintahan. Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah (LKPD) baik tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota dapat
5
ditingkatkan oleh peran Internal Audit (Bastari, 2013). Internal audit membantu pihak manajemen dalam mengidentifikasi kelemahan-kelemahan, inefisiensi dan kegagalan (ineffectiveness) dari berbagai program yang telah dicanangkan oleh organisasi/ pemerintah (Ulum, 2009:131). Fungsi Audit Internal di Pemerintahan Indonesia dilakukan oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah atau pengawas intern pada institusi lain yang selanjutnya disebut APIP. APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi. Salah satu bentuk kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh APIP, khusunya Inspektorat Kab/Kota saat ini adalah mereview laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD), berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, pasal 33 ayat (3) menyatakan bahwa: Aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) pada Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah melakukan review atas Laporan Keuangan dan Kinerja dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang di sajikan sebelum disampaikan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Gubernur/ Bupati/ Walikota kepada pihak-pihak sebagaimana diatur dalam pasal 8 dan pasal 11. Dengan adanya pengawasan dari inspektorat akan menghasilkan laporan keuangan pemerintah yang baik dan berkualitas. Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) BPK RI Semester II, hasil pemeriksaan atas seluruh LKPD tahun 2014 (539 LKPD), BPK memberikan opini WTP atas 252 (47%) LKPD, opini WDP atas 247 (46%) LKPD, opini TMP atas
6
35 (6%) LKPD, dan opini TW atas 5 (1%). Secara umum LKPD TA 2014 yang belum memperoleh opini WTP
disebabkan masih memiliki kelemahan pada
pelaporan keuangan sesuai dengan SAP, Selain itu LKPD TA 2014 memuat 5.434 permasalahan, yang meliputi 7.544 (48,88%) permasalahan kelemahan SPI dan 7.890 (51,12%) permasalahan ketidakpatuhan
terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan. Permasalahan SPI tersebut meliputi 2.222 (37,17%) kelemahan
sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, 2.598 (43,46%)
kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, dan 1.158 (19,37%) kelemahan struktur pengendalian intern. Kota Bandung yang merupakan salah satu pusat ekonomi di Indonesia memiliki tanggung jawab yang tinggi atas kegiatannya. BPK telah mengaudit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Bandung, berikut merupakan opini atas Laporan Keuangan yang didapatkan oleh Kota Bandung: Opini Tahun Opini Tahun Opini
Tahun Opini
Tahun Opini Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
WDP
WDP
WDP
WDP
WDP
(sumber: www.bpk.go.id IHPS II Tahun 2015 diakses pada 6 juli 2015) Fenomena yang terjadi pada Laporan keuangan pemerintah daerah Kota Bandung tahun anggaran 2014,
kembali menjadi catatan temuan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) pada pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah 2014, Paling banyak masalah aset. Misalnya dari 28 entitas pemeirntah daerah di Jawa Barat, ada 21 kabupaten/kota yang masih bermaslaah di aset, ada
7
juga soal piutang," kata dia. "Misalnya aset tidak bisa ditelusuri ada dimana, padahal daftarnya ada, tapi tidak ketemu, ada masalah adminsitrasi perbedaan data,
ada
juga
belum
dilaporkan
asetnya
padahal
barangnya
ada.
(Prawiradiningrat, 2015). Selain itu, Komisi B DPRD kota Bandung mengingatkan Pemkot untuk segera menuntaskan persoalan piutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang menjadi salah satu permasalahan Pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah kota Bandung tahun 2014 yang membuat BPK Memberikan label opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) (Purnama, 2015). Hasil audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung TA 2014, dari hasil evaluasi atas sistem pengendalian intern yang dilakukan oleh BPK RI terungkap kasus-kasus kelemahan pengendalian intern. Hal ini ditandai dengan data hasil pemeriksaan BPK yang menemukan 4 kelemahan dalam sistem pengendalian intern atas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Bandung Tahun Anggaran 2014. Poin-poin tersebut menunjukan bahwa penerapan sistem pengendalian internal pemerintah khususnya di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Bandung belum optimal sehingga Laporan Keungan Pemerintah Daerah Kota Bandung tidak dapat meraih opini terbaik yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Oleh karena itu peran auditor internal sektor pemerintah daerah tentu signifikan dalam menilai apakah laporan keuangan pemerintah daerah telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan telah disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Disamping itu peran serta seluruh elemen terkait dengan LKPD tentu menjadi penentu terciptanya kualitas laporan keuangan
8
pemerintah daerah sehingga target pemerintah daerah untuk memperoleh opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) tanpa paragraf penjelasan dapat tercapai. Menurut beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan pengaruh laporan keuangan daerah diantaranya dilakukan oleh Septidiany (2014) yang berjudul Pengaruh Kompetensi Auditor Terhadap Pelaksanaan Auditor Internal dan implikasinya Terhadap Laporan Keungan Daerah (Studi Pada Pemerintah Kota Bandung) dengan hasil bahwa Kompetensi Auditor memiliki pengaruh signifikan positif terhadap pelaksanaan Audit Internal dalam meningkatkan kualitas Laporan Keuangan Daerah. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Sari (2014) yang berjudul Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Peran Auditor Internal Terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Kerinci) dengan hasil Peran auditor internal berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laporan keuangan pada pemerintah daerah Kabupaten Kerinci. Berdasarkan konsep pemikiran yang dituangkan dalam latar belakang diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kinerja Audit Internal Pemerintah Terhadap Kualitas Laporan Keungan Pemerintah Daerah”. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian yang melatarbelakangi penelitian ini, maka penulis merumuskan berbagai permasalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Kinerja Audit Internal Pemerintah Kota Bandung? 2. Bagaimana Kualitas Laporan Keungan Pemerintah Kota Bandung?
9
3. Bagaimana
Pengaruh
kinerja
Audit
Internal
Pemerintah
Dalam
Meningkatkan Kualitas Laporan Keungan Pemerintah Daerah Kota Bandung? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui secara empiris tentang: 1. Untuk mengetahui Kinerja Audit Internal Pemerintah Kota Bandung. 2. Untuk Mengetahui Kualitas Laporan Keungan Pemerintah Kota Bandung. 3. Untuk Mengetahui Pengaruh Kinerja Audit Internal Pemerintah Dalam Meningkatkan Kualitas Laporan Keungan Pemerintah Daerah Kota Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Penulis Untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh Ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama serta menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kinerja auditor internal pemerintah dalam meningkatkan kualitas laporan keungan pemerintah daerah Kota Bandung. 2. Bagi Pemerintah Kota Bandung Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai informasi serta sumbangan pemikiran untuk penilaian kualitas informasi keuangan pemerintah daerah.
10
3. Bagi Pihak Lain Sebagai bahan referensi dan informasi pendukung dalam penelitian selanjutnya, yang diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk penelitian selanjutnya yang lebih mendalam. 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitan Penelitian ini dilaksanakan pada Pemerintah Kota Bandung melalui Inspektorat Kota Bandung yang berlokasi di Jl.Tera No.20 Bandung, Jawa Barat. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai dengan selesai.