BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Prancis pada abad ke-18 merupakan kerajaan yang kaya dan kuat. Prancis
abad ini dipimpin oleh Louis XV (1715-1774) pada akhir masa takhtanya dan pada awal pemerintahan Louis XVI (1774-1789). Abad ini melahirkan sosok jenius seperti Voltaire (1694-1778), Diderot (1713-1784), Lavoisier (1743-1794) dan Jean-Jacques Rousseau (1712-1778). Pencapaian terbesar adalah dengan adanya Ensiklopedia, buku yang memuat tentang ilmu pengetahuan. Bahasa mereka setara dengan bahasa Inggris jaman sekarang, bahasa yang digunakan di seluruh dunia. Orang Prancis pada abad ini menempatkan dirinya sebagai contoh kesempurnaan dalam hal intelektual, seni, fashion, dan tata krama (Carpentier & Lebrun, 2011:240-246). Abad ke-18 cara berpikir orang Prancis diterapkan pada etika dan pranata sosial, agama, metafisika, dan bidang ilmu-ilmu lain. Sastra menjadi lebih kompleks.
Pengarang merupakan pencetus
gagasan-gagasan baru,
yang
mempersiapkan masa yang akan datang. Ilmu pengetahuan pada abad ini mengalami kemajuan ditandai dengan
berkembangnya ensiklopedia. Le
Dictionnaire Raissoné des Sciences merupakan encyclopédie yang pertama di Prancis. Ensiklopedi ini ditulis oleh Diderot dan Alembert. D’alembert 1
2
mengkhususkan untuk bagian matematika dan ilmiah. Ensiklopedi bertujuan untuk memberikan fakta secara ilmiah dan rasional (Carpentier & Lebrun, 2011:245) Voltaire (1694-1778), Diderot (1713-1784), Beaumarchais (1732-1799), Montesquieu (1689-1755) dan Laclos (1741-1803) merupakan pengarangpengarang terkenal pada abad ini (Carpentier & Lebrun, 2011:244). Salah satu novel yang mengambil setting waktu dan ditulis pada abad ke-18 adalah novel Les Liasions Dangereuses karya Pierre Chodelros de Laclos. Novel ini bercerita tentang kekuasaan dan berbagai aksi manipulatif untuk mencapai tujuan mereka. Pierre Chodelros de Laclos (1741-1803), pengarang dari novel Les Liaisons Dangereuses, merupakan anak dari kaum borjuis. Ayahnya bekerja di kantor pemerintahan. Tahun 1760 Laclos memutuskan untuk menjadi tentara Prancis. Dia bersekolah di sekolah militer École royale d'artillerie de La Fère, Prancis. Setahun kemudian Laclos menjadi Letnan dua. Laclos mulai berkecimpung dalam dunia tulis-menulis pada awal tahunnya di dunia militer. Beberapa puisinya diterbitkan oleh L’Almanach des Muses. Sekitar tahun 1779, Laclos mulai menulis Les Liasions Dangereuses, satu-satunya novel yang dia tulis semasa hidupnya. Novel ini adalah novel épistolaire yaitu novel yang dibentuk dari kumpulan surat tokoh-tokoh di dalamnya. Les Liasions Dangereuses kemudian diterbitkan pada tahun 1972 dan langsung menuai kontroversi karena dianggap sebagai novel amoral 1 (Larousse, 2015).
1
http://www.larousse.fr/encyclopedie/personnage/Pierre_Choderlos_de_Laclos/128341 diakses 28 April 2015 19.08
3
Les Liasions Dangereuses mengambil tema cinta, ambisi dan kekuasaan. Valmont dan Merteuil, tokoh utama dalam novel ini menggunakan seks sebagai alat untuk menipu lawan mereka sehingga tujuan mereka dapat tercapai. Les Liasions Dangereuses merupakan novel yang unik. Tokoh-tokoh novel ini mewakili diri mereka sendiri secara langsung melalui apa yang mereka bicarakan di dalam surat. Karakter mereka digambarkan melalui surat. Hal ini menjadikan pembaca sebagai penonton dalam sebuah pertunjukan yang mempunyai rangkaian proses karakterisasi. Novel ini juga dibuat agar berkesan senyata mungkin dengan kolaborasi antara peritext dan teks utama. Peritext mencakup unsur-unsur teks "di dalam" buku selain teks utama (cerita), semua hal yang terdapat di sampul buku dan di antara sampul depan dan belakang buku. Judul, daftar isi, kata pengantar, halaman persembahan, index, merupakan contoh peritext (Genette, 1997: xiv-xv). Peritext dimanfaatkan untuk membangun cerita sehingga tampak riil. Tokoh “editor” dalam novel ini berperan seolah-olah sebagai editor sesungguhnya dengan bantuan elemen-elemen peritext yakni menyusun, menyunting, dan memilah surat-surat yang dipublikasikan dalam novel ini. Peran “editor” dalam novel ini harus dapat menghadirkan kumpulan surat itu sebagai satu rangkaian penceritaan yang utuh, padat dan bersifat rahasia, oleh karena itu ada beberapa surat yang sengaja tidak ditampilkan dan terdapat pula penyensoran nama orang, nama tempat, dan tahun kejadian. Novel ini seperti
4
layaknya dokumentasi nyata sehingga menarik untuk mengkaji kesan nyata yang muncul melalui peritext dan hubungan antar tokoh dalam cerita. Interaksi antar tokoh menggerakkan cerita Les Liaisons Dangereuses, melalui interaksi antar tokoh sehinga dapat diketahui tujuan mereka. Usaha untuk mencapai tujuan mereka mengakibatkan terjadinya proses hegemoni. Proses hegemoni yang ada dalam Les Liaisons Dangereuses dipaparkan pelan-pelan melalui korespondensi antar tokoh dalam surat-surat pribadi mereka. Teknik penceritaan epistolaris memungkinkan tiap tokoh mempunyai tujuan yang terselubung, sehingga mereka memperlihatkan karakter yang berbeda tergantung dengan siapa mereka berhadapan. Interaksi-interaksi individu pada novel ini ditunjukkan dengan sudut pandang yang berbeda-beda melalui media surat. Teknik narasi yang dipergunakan dalam novel ini menarik untuk dipaparkan lebih lanjut dengan menggunakan teori naratologi. Naratologi adalah bidang ilmu mengenai narasi, studi tentang bentuk dan fungsi narasi (Prince 1982:5). Sejak tahun 1980, naratologi digunakan sebagai istilah yang lebih umum untuk untuk teori narasi, riset narasi, dan studi narasi (Fludernik, 2009:158). Penelitian ini akan menggunakan teori naratologi dan paratextual Gèrard Genette serta teori hegemoni Gramsci. Naratologi digunakan untuk meneliti jalan cerita dan hubungan antar tokoh, paratextual digunakan untuk mengkaji elemen-elemen peritext yang membentuk suasana nyata, sedangkan teori hegemoni akan digunakan untuk meneliti relasi kekuasaan antar tokoh dalam novel
5
Les Liaisons Dangereuses, hal-hal yang menyebabkan mereka berperilaku demikian dan intrik yang terjadi antar-tokoh.
1.2 Rumusan Masalah Novel épistolaire dimulai dari satu surat pribadi kepada seorang individu yang kemudian saling berbalas. Peritext dalam novel ini berperan dalam memberikan nuansa nyata, sehingga pembaca awam akan mendapati seolah-olah novel ini adalah karya non-fiksi. Kolaborasi antara bentuk epistolaris yang melibatkan multi-narator dan kesan nyata yang ditimbulkan dalam Les Liaisons Dangereuses membuat novel ini menjadi dinamis. Bentuk epistolaris menimbulkan kerancuan dalam memahami karakterisasi tokoh dan hubungan antar tokoh. Tokoh-tokoh dalam novel ini bisa dengan mudah menyembunyikan tujuan mereka, bekerjasama dengan tokoh lain lalu mengkhianati dan memanipulasi keadaan demi mencapai tujuan mereka. Tokoh yang tampak baik di mata tokoh yang lain bisa saja ternyata merupakan tokoh yang berniat jahat. Interaksi ini menghasilkan hegemoni yang dilakukan suatu tokoh untuk mencapai tujuannya. Berdasarkan uraian di atas dapat dijabarkan permasalahan dalam novel Les Liaisons Dangereuses meliputi: 1. Teknik penceritaan Les Liaisons Dangereuses 2. Proses terjadinya hegemoni yang terdapat dalam novel Les Liaisons Dangereuses
6
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis novel Les Liasions Dangereuses untuk menjelaskan kesan nyata yang ditimbulkan oleh unsur-unsur peritext novel, mengetahui struktur novel dengan menganalisa unsur-unsur naratologis, menjelaskan hubungan satu tokoh dengan yang lain, dan memberikan gambaran gejala-gejala yang menunjukkan adanya hegemoni. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi untuk peneliti dalam meneliti suatu karya sastra yang erat dengan unsur-unsur naratologis serta kekuasaan.
1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian dengan menggunakan naratologi sudah pernah dilakukan oleh Hanifah Nurcahyani (1999) dalam skripsinya yang berjudul “Humanisme dalam Les Justes karya Albert Camus (Sebuah Pendekatan Naratologi)” dan Siti Khusnul (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Humanisme dalam Drama Ondine karya Jean Giraudoux (Sebuah Pendekatan Naratologis). Kedua skripsi tersebut mencermati aspek-aspek naratif dan moralitas dengan menggunakan naratologis. Teori naratologis yang digunakan sama dengan teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori naratologi Gèrard Genette, tetapi sudut pandang dan objek material yang dibahas berbeda.
7
Penelitian tentang kekuasaan juga pernah dilakukan oleh Ukhti Maryam Jamilah (2011) dalam skripsinya yang berjudul “Simbolisasi dan Kekuasaan Perempuan dalam film 8 Femmes”. Jamilah menggunakan simbol kekuasaan perempuan terhadap perempuan dan simbol kekuasaan laki-laki terhadap perempuan. Rian Ayu Fatria (2011) dalam skripsinya yang berjudul “Kekuasaan dalam Komik Jean-Marc Laureau Kajian Simbol” menggunakan teori kekuasaan Foucault untuk menunjukkan relasi seksualitas dengan kekuasaan. Teori semiotika juga digunakan oleh Fatria untuk mencari simbolisasi seksualitas dan kekuasaan dalam komik Jean-Marc Laureau. Pada tahun 2009, Lusius Aditya meneliti dongeng dengan judul “Relasi Kekuasaan Serta Strategi Bertahan Gender Dalam Lima Dongeng Charles Perrault”. Aditya menggunakan relasi kekuasaan khususnya pada jaman dahulu. Aditya juga mengkaji strategi bertahan gender dalam lima dongeng Charles Perrault yaitu: Cendrillon, La Belle, Barbe Bleu, Peau d’Ane, dan Les Fées. Penelitian dengan menggunakan Les Liaisons Dangereuses sebagai objek penelitian sudah pernah dilakukan oleh Mary McAlpin (2009). McAlpin menulis karya tulis yang berjudul The Rape of Cécile and the Triumph of Love in Les Liaisons Dangereuse. McAlpin menyampaikan analisisnya terkait kenaifan Cécile dan konflik cinta antara Cécile dan Danceny. Penelitian tentang karakter dalam Les Liaisons Dangeresuses pernah dilakukan oleh A. Owen Aldridge (1961) dalam karya tulisnya yang berjudul Lolita and Les Liaisons Dangereuses. Ia menganalisis
8
kepribadian tokoh dalam dua novel tersebut. Aldridge membandingkan antara karakter Lolita dan Cécile. Tahun 1998, Catherine Cusset menulis Editor’s Préface: The Lesson of Libertinage, sebuah analisis aspek-aspek seksualitas dalam Les Liaisons Dangereuses. Ia menganggap Les Liaisons Dangereuses sebagai novel libertinage paling fenomenal di abad ke-18. Cusset secara umum juga memberikan pandangan tentang libertinage dalam novel abad ke-18. Penelitian ini tidak hanya mengkaji tentang hegemoni saja, namun juga hubungan penarasian dengan proses hegemoni antar tokoh serta keterlibatan peritext sebagai upaya menyajikan kesan nyata. Oleh sebab itu, penelitian hegemoni pada novel Les Liaisons Dangereuses dengan naratologi layak dilakukan.
1.5 Landasan Teori Landasan teori digunakan sebagai panduan penelitian untuk menjaga agar penelitian tetap fokus. Teori yang digunakan adalah teori naratologi Gèrard Genette, teori paratextual Gèrard Genette, dan teori hegemoni Antonio Gramsci. Teori naratologi Gèrard Genette digunakan untuk menjelaskan hubungan antar tokoh. Teori paratextual diperlukan untuk mengkaji aspek-aspek yang mengesankan kisah nyata, teori hegemoni Antonio Gramsci digunakan untuk
9
menjelaskan relasi kekuasaan tokoh-tokoh dalam novel Les Liaisons Dangereuses. Sub-bab berikutnya akan membahas teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini secara lebih rinci. Teori naratologi akan dijelaskan terlebih dahulu. Teori naratologi merupakan teori yang pertama digunakan sebagai dasar untuk memahami jalan cerita.
1.5.1 Naratologi Naratologi merupakan bidang ilmu mengenai narasi, studi tentang bentuk dan fungsi narasi (Prince 1982:5). Penelitian ini akan menggunakan teori naratologis untuk menganalisis hubungan antar-tokoh, dan narator. Pembahasan mengenai narration identik dengan sudut pandang penceritaan dan kedudukan narator dalam cerita. Narator dapat menggunakan perspektif orang pertama atau orang ketiga. Genette membedakan perspektif dengan kategori tutur (voice). Perspektif dipakai untuk menyelidiki sudut pandang yang dipakai dalam penceritaan, sedangkan tutur mempersoalkan siapa yang menjadi narator. Genette menyatakan secara sederhana bahwa perspektif adalah tentang letak pemandang, sedangkan tutur adalah persoalan tentang subjek yang berbicara (Genette, 1980:186). Berkaitan dengan perspektif, Genette memakai
istilah fokalisasi
(focalization). Istilah fokalisasi digunakan Genette untuk menggantikan istilah
10
point of view. Fokalisasi dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: Focalization zero, focalization
interne,
dan
focalization
externe
(Genette,
1980:189-190).
Pembahasan lebih lanjut mengenai kategori fokalisasi akan dijabarkan melalui poin-poin berikut: 1. Focalization zero yaitu fokalisasi dengan pemandang yang secara mutlak berada di luar kisah yang Ia ceritakan; 2. Focalization interne yaitu fokalisasi dengan pemandang berada di dalam pengisahan. Pemandang adalah salah satu tokoh yang di dalam pengisahan tersebut. Fokalisasi jenis ini dibedakan lagi menjadi tiga jenis, yaitu: (a) fixed atau tetap (seluruh penceritaan dipandang melalui sudut pandang salah satu tokoh saja), (b) variable atau berubah (di dalam penceritaan terdapat pergantian pemandang dari satu tokoh ke tokoh lain), dan (c) multiple atau jamak yaitu suatu peristiwa yang dipandang melalui sudut pandang beberapa tokoh sekaligus. Contoh dari Focalization internal-multiple adalah novel epistolaris yang memungkinkan suatu peristiwa dipandang menurut perspektif tokoh-tokoh yang menulis surat (Genette, 1980:189). Focalization externe adalah penceritaan berfokalisasi eksternal. Fokalisasi ini memiliki letak pemandang sama dengan letak pemandang pada kisah focalization interne. Perbedaan antara keduanya adalah di dalam pengisahan focalization externe, pembaca tidak mengetahui yang dipikirkan atau dirasakan pemandang. Jenis fokalisasi ini menghalangi presentasi pikiran suatu karakter. Teknik fokalisasi ini dipopulerkan oleh Dashiell Hammett (penulis The Maltese
11
Falcon) dan Ernest Hemingway (penulis The Killer). Genette mengamati bahwa fokalisasi eksternal umumnya terdapat di novel atau cerita pendek dalam genre misteri. (Genette, 1980:189-190). Analisis fokalisasi bertujuan untuk megetahui sudut pandang yang digunakan pencerita dalam menuturkan cerita. Fokalisasi hanya melacak letak titik pandang yang digunakan narator, sehingga untuk mengetahui sosok yang menjadi narator, diperlukan analisis mengenai tutur (voice). Tutur adalah aspek tindakan berbahasa yang dipandang berdasarkan hubungan subjek. Pembahasan mengenai tutur dibagi menjadi lima bagian, yaitu: waktu penceritaan (narrating time), tingkatan cerita (narrating levels), person, narator, dan narratee. Penelitian ini hanya akan membicarakan narrating level, person dan narator. Narrating level atau tingkatan cerita merupakan pergerakan tingkat narasi. Cerita lain dapat disematkan (embedded story) dalam cerita utama. Cerita yang menjadi pondasi cerita sematan terjadi dalam tingkat extradiegetic. Cerita kedua yang merupakan cerita sematan terjadi dalam tingkat intradiegetic (Genette, 1980:228). Pembahasan berikutnya adalah mengenai aspek voice yang lain yaitu, person untuk menelaah lebih lanjut mengenai narator. Person merupakan aspek voice yang berkaitan dengan kehadiran sosok narator dalam cerita serta kedudukannya dalam cerita. Genette membagi aspek person menjadi dua jenis, yaitu homodiegetic dan heterodiegetic. Heterodiegetic adalah narator yang tidak berada dalam cerita yang dia ceritakan, narator heterodiegetic biasanya digambarkan melalui orang ketiga yang serba tahu.
12
Homodiagetic adalah narator yang juga merupakan salah satu tokoh di dalam cerita itu (Genette, 1980:245). Telaah narator akan diketahui melalui naratologi. Aspek focalization akan mengetahui letak titik fokus (titik pemandang) yang digunakan oleh pencerita. Sosok narator kemudian dianalisis melalui aspek person untuk mengetahui kedudukan narator dalam cerita. Analisis berikutnya melibatkan unsur peritext dalam Les Liaisons Dangereuses yang akan menggunakan teori paratextual. Teori ini akan menelaah aspek-aspek peritext yang digunakan oleh narator untuk membuat kesan nyata. 1.5.3 Teori Paratextual Genette menyatakan bahwa kehadiran teks juga diiringi dengan elemenelemen lainnya seperti, judul, nama pengarang, daftar isi, ilustrasi. Elemen-elemen yang mengelilingi teks utama itu disebut paratext, terdiri dari peritext dan epitext. Peritext mencakup unsur-unsur melekat di dalam naskah, yakni semua hal yang terdapat di sampul buku dan di antara sampul depan dan belakang buku. Judul, daftar isi, kata pengantar, halaman persembahan, indeks, merupakan contoh peritext. Epitext mengacu pada unsur-unsur tambahan yang pada awalnya bukan bagian dari buku tetapi tetap membingkai buku tersebut, seperti wawancara dengan penulis. Paratext bisa dirumuskan menjadi: Paratext = Peritext + Epitext (Genette, 1997:4-5). Peritext berfungsi sebagai alat transisi ke teks utama. Peritext menyajikan informasi terlebih dahulu kepada pembaca sehingga pembaca dapat lebih mudah
13
memahami isi novel. Unsur paratextual yang akan dibahas pada penelitian ini adalah catatan kaki yang merupakan bagian dari peritext. Catatan kaki pada umunya berfungsi sebagai penjelas istilah atau sebagai rujukan, pada Les Liaisons Dangereuses catatan kaki juga memiliki fungsi sebagai media peyampaian cerita. Cerita yang disampaikan dalam catatan kaki merupakan komentar dari tokoh editor. Genette memberikan istilah Teori selanjutnya yang akan digunakan adalah teori hegemoni. Teori ini digunakan untuk meneliti proses terjadinya pelumpuhan kesadaran kritis para tokoh dalam Les Liaisons Dangereuses.
1.5.2 Teori Hegemoni Antonio Gramsci Penguasaan oleh pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah disebut dominasi (KBBI, 2008:362). Konsep teori hegemoni oleh Gramsci adalah hubungan dominasi dengan menggunakan persuasi, sehingga penguasaan diperoleh secara konsensus yaitu persetujuan antara kedua belah pihak bukan penindasan terhadap kaum lainnya (Simon, 2004:19-20). Konsensus dalam hal ini bukanlah suatu perjanjian, melainkan suatu proses pelumpuhan kesadaran kritis sehingga “korban” yang terhegemoni tidak menyadari hal tersebut. Teori ini akan menelaah hubungan antar tokoh dalam Les Liaisons Dangereuses. Teknik epistolaris memungkinkan tiap-tiap tokoh menyembunyikan tujuan mereka, sehingga patut dianalisa hubungan antar-tokoh yang sebenarnya.
14
1.6 Metode Penelitian Naratologis merupakan teori sekaligus dapat menjadi metode penelitian. Sumber data penelitian ini adalah kata, kalimat, dan ungkapan dalam novel Les Liaisons Dangereuses Karya Pierre Chodelros de Laclos. Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Menentukan karya sastra yang akan dijadikan objek penelitian yaitu novel karya Pierre Chodelros de Laclos yang berjudul Les Liaisons Dangereuses. 2. Membaca novel berulang-ulang untuk memahami isi dan plot cerita. 3. Menentukan pokok permasalahan dalam novel sebagai dasar dalam penelitian, yaitu penggunaan teknik épistolaire dan relasi kekuasaan para tokohnya dalam usaha mewujudkan tujuan mereka. 4. Melakukan tinjauan pustaka dengan mencari bahan yang mendukung objek analisis, yaitu tulisan-tulisan mengenai analisis naratologi dan teori kekuasaan. 5. Melakukan analisis terhadap novel Les Liaisons Dangereuses. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis naratologis. Analisis yang pertama dilakukan adalah analisis teknik naratif novel dilanjutkan dengan analisis hegemoni dalam novel.
15
6. Tahap akhir adalah penyajian hasil analisis data yang merupakan kesimpulan dalam menjawab rumusan masalah yang terdapat dalam novel Les Liaisons Dangereuses.
1.7 Sistematika Penyajian Untuk memberikan kemudahan dalam pengerjaan maupun pembacaan penelitian ini maka penulisan penelitian ini akan disajikan dalam 3 bab, yaitu : BAB I
PENDAHULUAN berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori naratologi dan teori kekuasaan, metodologi penelitian serta sistematika penyajian.
BAB II
PEMBAHASAN merupakan analisis terhadap unsur-unsur naratologis, peritext, dan hegemoni yang terjadi dalam novel Les Liaisons Dangereuses.
BAB III
KESIMPULAN berisi kesimpulan dari hasil analisis penelitian secara keseluruhan.