BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Sebuah perubahan dialami oleh sebuah individu, keluarga, bahkan dalam masyarakat. Perubahan yang terjadi bisa meliputi perubahan fisik, sosial, ekonomi, dan politik. Bahkan suatu perubahan dalam satu bidang dapat mempengaruhi perubahan pada bidang-bidang yang lain. Contohnya adalah perubahan besar yang terjadi pada revolusi Prancis. Revolusi Prancis memberikan efek yang sangat besar terhadap kehidupan. Efek yang ditimbulkan mempengaruhi beberapa bidang penting dalam kehidupan yaitu ke bidang politik, ekonomi, sains dan sosial. Dampak dari revolusi Prancis ini sangat nyata di abad ke-19. Para pengarang di abad ini, seperti Balzac, Hugo, Flaubert, dan Zola berambisi untuk merekam sejarah melalui karya-karya mereka. (Carpentier & Lebrun, 2011:334). Pada abad ini Prancis beberapa kali mengalami pergantian pemerintahan. Pada awalnya setiap pergantian pemerintahan tersebut selalu memberikan wewenang kepada rakyatnya untuk mengungkapkan aspirasi mereka, namun perlahan sikap kepemerintahan berubah menjadi otoriter termasuk membatasi kebebasan individu dan pers. Akibat dari itu, muncullah karya sastra penulis-penulis ternama, terutama pada karya sastra novel yang ditulis berdasarkan situasi yang terjadi pasca revolusi
1
Prancis. Oleh karena itu, kebanyakan karya sastra yang muncul pada abad ini bertemakan demokratisasi yang menggambarkan kehidupan masyarakat yang miskin serta teror-teror kejahatan di sekitarnya (Husein, 2001:101). Aliran romantisme merupakan aliran sastra yang cukup terkenal pada abad ke-19. Pada awalnya romantisme hanyalah gerakan untuk menolak klasisisme, yaitu karya sastra yang dianggap sangat kaku dan membatasi kebebasan untuk berfikir (Husen, 2001:105). Gerakan romantis mulai hilang pada tahun 1848 yang digalakkan oleh Victor Hugo yang kemudian mulai terbuka zaman realisme dan naturalisme yang dikenalkan oleh salah satu pengarang terkenal, yaitu Gustave Flaubert (Carpentier & Lebrun, 2011:334). Gustave Flaubert dengan karyanya yang sangat terkenal yaitu Rêve d'enfer (1837), Le Mémoires d’un fou (1838), Salammbô (1862), Sentimental Education (1869), Le Candidat (1874), La Tentation de Saint Antoine (1874), Trois Contes (1877), Le Château des cœurs (1880), Bouvard et Pécuchet (1881), Le Dictionnaire des Idées Recues (1911), Souvenirs, notes et pensées intimes (1965) dan yang sangat terkenal yaitu Madame Bovary (1857)1. Gustave Flaubert adalah seorang novelis terkemuka Prancis pada abad ke-19. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa ia telah menjadi salah satu penulis paling penting sepanjang masa2. Menurut KBBI (1991:445), karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari orang yang lain. Karakter berasal dari 1
Dikutip dari http://www.larousse.fr/encyclopedie/personnage/Gustave_Flaubert/119630 yang diakses pada 9 Februari 2015 2 Dikutip dari http://www.kirjasto.sci.fi/flaubert.htm yang diakses pada 30 Desember 2014
2
Yunani, yaitu chrassein yang berarti membuat tajam atau membuat dalam. Pada dasarnya karakter bersifat sosio-psikologis dan dipengaruhi oleh pandangan terhadap dunia yang dimiliki oleh seseorang, pengetahuan, dan pengalamanya (Koestoro, 2012:3) Pengkonstruksian karakter yang baik dan yang buruk sangat tergantung pada time and space atau ruang dan waktu (Udasmoro & Tridianto, 64:2012). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu karakter antara lain adalah perubahan situasi ekonomi, sosial, politik dan juga perubahan kekuasaan pemerintah pada saat karya itu dibuat (Udasmoro, Kusumayanti, & Herminningsih, 64:2012). Tokoh yang bernama Emma memiliki karakter seorang wanita yang memiliki angan-angan sangat tinggi (Husein, 128:2001). Dari kecil Emma sering membaca buku-buku peninggalan ibunya yang tentang seorang wanita dengan kehidupan yang menyenangkan sebagai bangsawan yang sering melaksanakan pesta dansa. Akan tetapi, impian romantis Emma jauh dari kenyataan. Suaminya memang dokter yang berdedikasi, namun ia pria sederhana membosankan yang hanya melakukan tugasnya saja. Emma berfikir bahwa suaminya tidak romantis karena tidak pernah membacakanya puisi-puisi, padahal Emma sangat menyukai puisi. Emma merasa menyesal pernah menikah karena hidupnya yang sangat membosankan di rumah. Padahal yang diinginkan Emma adalah gaun-gaun mewah, pesta dansa, istana megah, pria-pria tampan dan ambisius. Pendek kata, Emma bosan, tidak puas dengan hidupnya, bahkan setelah melahirkan Berthee anak perempuannya (Flaubert, 7578:1857). 3
Sebagai istri Emma sering membantah kepada suaminya dan sebagai seorang ibu Emma tidak mempedulikan anaknya. Kekasaran Emma mulai muncul dengan menendang anaknya sendiri. Hasrat Emma untuk keluar dari hidup yang membosankannya, membawanya pada perselingkuhan. Awalnya Emme berselingkuh dengan Léon, asisten notaris setempat yang cerdas dan romantik serta sama-sama menghargai keindahan yang dipuja Emma. Kisah cinta itu tidak berlangsung lama karena kegamangan Emma menjalani perselingkuhan. Ia kembali mencoba setia kepada suaminya. Akan tetapi, hal itu tidak berlangsung lama. Hal itu terjadi kembali ketika seorang pria kaya dan karismatik bernama Rodolphe muncul dalam kehidupan Emma. Suaminya langsung terlihat semakin buruk di mata Emma daripada sebelumnya. Dengan segala cara Emma berusaha untuk merengkuh kehidupan yang diimpikannya. Selain dengan perselingkuhan, ia juga mulai berhutang pada seorang pedagang karena ingin terlihat anggun di depan banyak orang dan selingkuhannya Emma berhutang kepada seseorang untuk membeli gaun-gaun yang sangat mahal. Kebrutalan Emma pada Novel Madame Bovary sangat terlihat jelas sampai-sampai novel karya Gustave Flaubert ini menuai kontroversi3. Setelah novel karya Gustave Flaubert ini diadaptasi menjadi sebuah film, terlihat perubahan yang terjadi pada karakter Emma. Karakter Emma yang sangat brutal mengalami perlembutan. Dalam film karya Claude Chabrol tahun 1991 karakter Emma digambarkan tidak sepenuhnya sama dengan yang digambarkan di
3
Dikutip dari http://www.madamebovary.com/madamebovary-controvercy.htm yang diakses pada 27 Desember 2014
4
novel karya Flaubert tersebut. Sutradara film Madame Bovary masih
sangat
memperlihatkan kasih sayang seorang istri terhadap suami secara wajar. Ada beberapa dialog dan perilaku yang menunjukan kekasaran Emma justru malah tidak terlihat dalam filmnya. Dialog yang menyatakan kalimat-kalimat kasar Emma banyak yang dikurangi bahkan dihilangkan. Perilaku sombong, angkuh dan kasar Emma sebagian dihilangkan dan sebagian diperhalus. Setiap film adaptasi dari novel Madame Bovary memiliki ciri khas tersendiri karena setiap film adaptasinya ditulis berdasarkan zaman dan negara tempat adaptasi film itu dibuat4. Menurut De Witt Bodeen, membuat film adaptasi dari sebuah karya sastra merupakan suatu hal yang kreatif untuk mempertahankan suasana hati, karena tidak semua orang suka membaca (McFarlane, 1996:7). Para pembaca novel pun banyak yang menikmati penvisualisasian dari novel yang mereka baca tersebut. Banyak novel yang dialihwahanakan ke dalam sebuah film atau yang disebut ekranisasi. Ekranisasi merupakan istilah yang akhir-akhir ini semakin familiar dalam kajian sastra. Istilah ini berasal dari bahasa Prancis yaitu écran „layar‟. Pamusuk Eneste (1991 :60) mendefinisikannya sebagai pelayarputihan, pemindahan/ pengangkatan sebuah novel (karya sastra) ke dalam film. Ekranisasi penting untuk diteliti karena hampir sebagian besar produksi perfilman di dunia diambil dari karya tulis seperti novel, cerpen, dan karya tulis lainya. Karya sastra, khususnya novel bestseller merupakan sumber yang paling 4
Dikutip dari artikel Mary Donaldson-Evans "Les adaptations cinematographiques de Madame Bovary" pada http://flaubert.univ-rouen.fr/derives/mbcinemamaryde.php yang diakses pada 27 Desember 2014
5
sering diadaptasi ke dalam media film (Vanoye, Francis Frey, and Anne Goliot-Lete, 2005:152). Hal tersebut dapat memunculkan kritik mengapa setiap pengalihan wahana dari karya tulis menjadi film selalu terjadi perubahan yang terkadang perubahannya terlalu signifikan dan membuat para penggemar novel merasa kecewa atas versi film dari novel favorit mereka. Terlebih jika satu karya tulis diadaptasi menjadi beberapa film yang sama namun dengan sutradara yang berbeda-beda seperti yang terjadi pada film Madame Bovary ini yang memiliki beberapa versi film. Ada di antara film-film tersebut yang ditemukan perbedaannya karena penulis skenario dan sutradara diharuskan memilih bagian mana yang akan dipertahankan dan bagian mana yang akan dihilangkan (Boggs, 1996:316).
1.2
Rumusan Masalah
Sebuah film yang diadaptasi dari sebuah novel tentunya banyak menuai kritik dari para pembaca dikarenakan perubahan yang terjadi ketika novel tersebut dialih wahanakan menjadi sebuah film. Banyak hal yang tidak sesuai dalam cerita di novel yang telah mereka baca. Di samping itu juga ditemukan pengurangan atau perluasan cerita, juga pengurangan dan perluasan terhadap penokohan. Pada novel Madame Bovary ini karakter Emma mengalami perubahan pada filmnya. Hal ini sangat menarik untuk diteliti untuk mencari alasan mengapa perubahan itu terjadi.
6
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1)
Seperti apa perubahan yang tampak pada karakter Emma dalam film Madame Bovary ?
2)
Mengapa karakter Emma mengalami transformasi dalam film Madame Bovary (1991) ?
1.3
Tujuan Penelitian
Alihwahana dari novel ke film banyak memunculkan perubahan. Perubahan tersebut terjadi bukan karena diubah tanpa ada alasan dibalik itu, tetapi terdapat aspek-aspek penentu perubahan adegan serta karakter seperti dalam penambahan dan penciutan baik unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan bentuk perubahan karakter yang terjadi dalam film Madame Bovary karya sutradara Claude Chabrol. Hal ini ditandai dengan adanya pengurangan, penambahan, dan variasi-variasi lainya melalui penerapan teori ekranisasi dari George Bluestone. Dengan demikian, hal tersebut diharapkan dapat memberikan kejelasan kepada para penonton mengenai sebuah proses ekranisasi dari novel menjadi film. Dengan demikian hasil adaptasi novel ke film akan lebih mudah untuk dipahami oleh penikmat film.
7
1.4
Tinjauan Pustaka
Berdasarkan kebanyakan film yang kita lihat selama ini, sebagian besar adalah hasil adaptasi dari sebuah novel yang memiliki perbedaan dengan film. Dalam hal ini, pemakaian teori sastra banding bermanfaat untuk mengetahui perubahan yang terjadi ketika sebuah novel difilmkan. Dengan arti lain, masalah tersebut dapat dikaji menggunakan teori ekranisasi secara spesifik. Banyak penelitian yang telah membahas tentang Ekranisasi dan memang menuai alasan mengapa terjadi perubahan saat novel difilmkan. Putri Devianita pada tahun 2013 menulis sebuah skripsi berjudul “Transformasi Novel Moderato Cantabile Karya Margeurite Duras ke dalam Film Karya Sutradara Peter Brook”. Skripsi ini membahas tentang perubahan yang terjadi setelah novel dialih wahanakan. Putri menelitinya menggunakan teori ekranisasi dengan melihat secara detail pengurangan dan perubahan adegan serta meninjau dari segi semiotika. Penelitian ini menggunakan metode ekranisasi dalam analisisnya dan deskriptif kualitatif untuk penyajian hasil analisis. Aishah Ayu Syahputri pada tahun 2011 menulis sebuah skripsi berjudul “Kekhasan Tokoh Emma Bovary Dalam Film Televisi Madame Bovary Versi British Broadcasting Corporation”. Dengan teori pengkajian sinema penelitian ini menunjukan adanya perbedaan antara tokoh Emma Bovary di film adaptasi garapan BBC dan di sumber adaptasinya. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif
8
dan juga metode pengumpulan data yang berupa buku, jurnal dan artikel dari internet yang berhubungan dengan topik Siti Hariti Sastriyani pada tahun 2001 mengkaji penelitian dengan objek material yang sama yaitu novel Madame Bovary yang berjudul ”Karya Sastra Prancis Abad ke-19 Madame Bovary dan Resepsinya di Indonesia”. Penelitian ini menggunakan teori resepsi untuk mengungkap tentang penilaian-penilaian serta kritik sastra yang diterbitkan pada buku-buku serta penelitian-penelitian yang dikaji di Indonesia. Tidak hanya resepsi melalui kritik sastra tapi juga resepsi tentang Madame Bovary di Indonesia. Wening Udasmoro pada tahun 2011 meneliti tentang “Transformasi Identitas Perempuan dalam Sastra Prancis Abad ke-19: Balzac dan Flaubert dalam Arena Kontestasi”. Penelitian ini mengkaji perbandingan konstruksi identitas pada novel Balzac dan Flaubet dengan tokohnya yaitu Eugenie Grandet dan Emma Bovary di mana ketika sang pengarang terlibat dalam pengkonstruksian identitas pada tokoh tersebut. Sudah banyak yang meneliti mengenai novel Madame Bovary terutama tentang permasalahan cerita Gustave Flaubert yang pada zamannya dianggap tabu dan menuai banyak kritik. Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian yang dibahas dalam tinjauan pustaka di atas. Yang dibahas dalam penelitian ini adalah transformasi tokoh utama pada novel yang diadaptasi menjadi film dengan menggunakan analisis ekranisasi karena belum ada yang meneliti mengenai ekranisasi pada novel Madame Bovary. 9
1.5
Landasan Teori
1.5.1
Konsep Ekranisasi, Alih Wahana, dan Adaptasi Ekranisasi merupakan teori yang bisa dikatakan sangat terbatas jangkauan dan
pembahasannya karena hanya membicarakan perubahan yang terjadi karena perubahan medium dari karya tulis ke atas sebuah layar di lingkup perubahan bentuk penambahan, pengurangan/penciutan, dan perubahan dengan variasi. Hal tersebut masih ditambah lagi dengan penjelasan dan uraiannya yang tidak menunjukkan satu bentuk analisis yang mendalam. Oleh karena itu, untuk bisa mendapatkan kajian dan analisis yang lebih mendalam, pada praktik kerja penelitian ekranisasi dibutuhkan teori lain yang mendukung, sesuai dengan persoalan yang diangkat dalam penelitian tersebut. Hal ini dikarenakan teori ekranisasi merupakan teori yang sebatas dari medium karya tulis ke medium layar. Di samping itu, ada beberapa teori yang tidak dapat dipisahkan karena masih memiliki hubungan dengan dengan teori ekranisasi yaitu teori alih wahana dan teori adaptasi.
1.5.1.1 Konsep Ekranisasi
Ekranisasi adalah pelayarputihan, pemindahan atau pengangkatan sebuah novel ke dalam film. Ecran dalam bahasa Prancis berarti layar. Pemindahan novel ke layer putih akan menimbulkan berbagai perubahan (Eneste, 1991:60). Perubahan bahasa berupa kata-kata menjadi bahasa gambar dan suara menimbulkan adanya pengurangan, penambahan, dan pergantian baik dalam alur, latar, tempat, waktu,
10
maupun dalam penokohan. Dengan demikian, dari teori ekranisasi dapat diambil menjadi tiga poin, yakni: (1) penciutan, (2) penambahan, dan (3) variasi.
Hakikat penambahan, Penciutan, dan Perubahan Variasi (1). Hakikat Penciutan Penciutan dikenal juga dengan istilah ”penghilangan”. Penghilangan dalam kajian ini disesuaikan dengan ekranisasi itu sendiri. (Eneste, 1991:61) menyatakan bahwa ekranisasi berarti pula apa yang dinikmati berjam-jam atau berhari-hari yang diharuskan diubah menjadi apa yang dinikmati (ditonton) selama sembilan puluh sampai seratus dua puluh menit. Sebagai contoh, novel-novel tebal seperti Harry Potter dan Twilight harus mengalami pemotongan atau penciutan bila hendak difilmkan. Diketahui bahwa Novel tidak cukup dipahami hanya dalam waktu yang singkat, berbeda halnya dari film. Film tidak membutuhkan waktu berhari-hari untuk mengetahui cerita yang digambarkan dalam film tersebut.
(2). Hakikat Penambahan
Novel dan film merupakan dua karya yang berbeda. Kedua karya ini diciptakan oleh novelis dan sutradara dengan memodifikasi sedemikian rupa sehingga mampu melahirkan karya itu bermanfaat untuk dibaca, indah dan menarik saat ditonton. Penambahan yang dilakukan dalam proses ekranisasi ini tentunya memiliki alasan. Eneste (1991: 64) menyatakan bahwa seorang sutradara mempunyai alasan
11
tertentu untuk melakukan penambahan dalam filmnya karena penambahan itu penting dari sudut filmis.
(3). Hakikat Perubahan Variasi
Eneste (1991:65) menjelaskan bahwa selain adanya penciutan dan penambahan, ekranisasi memungkinkan pemunculan variasi-variasi tertentu antara novel dan film. Jika novel mengalami penciutan dan penambahan, hal tersebut memungkinkan memunculkan perubahan yang bervariasi agar secara garis besar cerita tidak merubah inti dari cerita dalam novel. Pemindahan cerita novel ke dalam film divariasikan oleh novelis dan sutradara untuk membuat daya tarik yang bermanfaat bagi pembaca dan penonton. Eneste (1991:65) menjelaskan bahwa selain penciutan dan penambahan, ekranisasi memungkinkan terjadinya variasi-variasi tertentu antara novel dan film. Salah satu contohnya adalah pada adegan di saat Rachel membunuh Mademoiselle Fifi. Di dalam cerpen diceritakan bahwa Rachel membunuh Mademoiselle Fifi dengan menusuknya di bagian leher, sedangkan di filmnya Rachel menusuk Mademoiselle Fifi di bagian dada. Dalam cerpen lain juga diceritakan bahwa setelah menusuk Mademoiselle Fifi, Rachel melarikan diri melalui jendela yang terbuka, sedangkan di dalam film diceritakan bahwa Rachel melarikan diri melalui sebuah pintu yang ada di ruang makan tersebut
12
1.5.1.2 Konsep Alih Wahana
Alih wahana sudah banyak diterapkan di dunia seni. Tidak hanya dari novel ke film, tetapi juga dari sebuah game menjadi film, komik menjadi film, novel ke sebuah theater dan lain-lain. Sapardi Djoko Damono menjelaskan bahwa alih wahana adalah perubahan dari satu jenis kesenian ke dalam jenis kesenian lain. Alih wahana yang dimaksudkan dalam hal ini memiliki terjemahan yang berbeda. Terjemahan dan penerjemahan adalah pengalihan karya sastra dari satu bahasa ke bahasa yang lain, sedangkan alihwahana adalah pengubahan karya sastra atau kesenian menjadi jenis kesenian lain. Sapardi Djoko Damono mencontohkan cerita rekaan diubah menjadi tari, drama, atau film. Bukan hanya itu, alih wahana juga bisa terjadi dari film menjadi novel, atau bahkan puisi yang lahir dari lukisan atau lagu dan sebaliknya. Sapardi Djoko Damono (2005:96) juga memberikan contoh dari beberapa karya seni yang dapat dialih wahanakan menjadi tari, drama, atau film. Alih wahana juga dapat dilakukan dari film ke novel, atau bahkan puisi yang lahir dari lukisan ataupun lagu, namun untuk alih wahana dari film ke novel itu sendiri masih sulit ditemukan. Dan ia pun menyebut ekranisasi merupakan sebuah alih wahana juga. Selanjutnya, dikatakan bahwa di dalam alihwahana akan terjadi perubahan. Dengan begitu, akan tampak perbedaan antara karya yang satu dan karya hasil alih wahana tersebut. Alih wahana novel ke film misalnya, tokoh, latar, alur, dialog, dan lain-lain harus diubah sedemikian rupa sehingga sesuai dengan keperluan jenis kesenian lain (Damono, 2005:98).
13
Perbedaan wahana atau media secara langsung akan mempengaruhi cara penyajian cerita dan bentuk penyajian cerita. Selain masalah keterbatasan (limit) yang dimiliki oleh masing-masing media, masalah proses resepsi, pembacaan, penulis skenario atau penyutradaraan terhadap karya tersebut juga akan berpengaruh terhadap kehadiran karya adaptasi (Bluestone, 1957:1). Dalam proses tersebut, kompleksitas permasalahan ideologi dan tujuan-tujuan, intensi, pesan, misi, dan keinginan penulis skenario, sutradara ataupun produser sangat dipengaruhi oleh jiwa zaman, fenomena sosial yang berkembang, kultural, dan sosial masyarakatnya. Ada beberapa contoh alih wahana selain novel ke film, yaitu alihwahana dari game ke film, yaitu Resident Evil, kemudian alih wahan dari komik ke film, yaitu Doraemon dan Detective Conan.
1.5.1.3 Konsep Adaptasi
Teori adaptasi ditulis oleh Linda Hutcheon dalam buku A Theory of Adaptation (2006). Menurut Hutcheon (2006), adaptasi adalah kegiatan sekunder setelah kegiatan aslinya. Hutcheon menyebutkan: “Telling the same story from a different point of view, for instance, can create a manifestly different interpretation”5. “Bercerita tentang cerita yang sama dari sudut pandang yang berbeda, akan menimbulkan interpretasi yang beda pula”
5
Kalimat itu dikutip dari Buku karangan Linda Hutcheon yang berjudul A Theory of Adaptation (2006) yang tertulis pada halaman 8.
14
Adaptasi bersifat universal dan dapat diulang-ulang dengan berbagai variasi yang dilakukan terus-menerus. Dengan pengulangan tersebut, Hutcheon percaya bahwa karya adapatasi mampu menarik minat karena karya yang disajikan terkenal. Menurut Hutcheon, ada banyak bentuk proses adaptasi, yaitu proses meminjam versus titik temu versus transformasi (Andrew, 1980:10-12), analogi versus komentar versus transposisi (Wagner, 1975:222-231), dan penggunaan sumber sebagai bahan mentah versus terjemahan (Klein and Parker, 1981:10). Dengan demikian, masing-masing produsen akan mengadaptasi sebuah teks asli dengan cara mereka sendiri yang unik. Biasanya karya seni yang diadaptasi adalah karya yang bagus dan sangat dikenal di dunia, tetapi ada juga karya yang baru dikenal banyak orang setelah karya tersebut diadaptasi.
Salah satu contohnya adalah pada karya novel Madame Bovary ini. Madame Bovary telah difilmkan beberapa kali dengan sutradara yang berbeda pula. Film tersebut pertamakali disutradarai oleh Albert Ray pada tahun 1932 (Donaldson-Evans 15), namun berbentuk serial televisi. Berikutnya film adaptasi Madame Bovary pernah menuai pujian diproduksi MGM pada tahun 1949, film ini disutradarai oleh Vincente Minnelli dan dibintangi oleh Jennifer Jones, James Mason, Van Heflin, Louis Jourdan, dan Gene Lockhart. Kemudian film ini diadaptasi kembali oleh Giles Cooper untuk BBC pada 1964 dengan naskah yang sama yang diproduksi kembali pada 1975. Miniseri adaptasi karya Heidi Thomas untuk BBC tayang sebanyak 2.000 episode, dibintangi Frances O'Connor, Hugh Bonneville, dan Hugh Dancy. Pada
15
tahun 1969, Edwige Fenech memainkan film The Sins of Madame Bovary yang disutradarai oleh Hans Schott-Schobinger. Film David Lean berjudul Ryan's Daughter (1970) juga merupakan adaptasi dari novel ini, namun latar tempatnya diubah ke Irlandia di era Easter Rebellion. Naskah awal sama dengan kisah Bovary, namun Lean meminta penulis Robert Bolt untuk mengubahnya menjadi berlatarkan Irlandia. Claude Chabrol juga pernah membesut film adaptasi Madame Bouvary dengan bintang utama Isabelle Huppert pada 1991. Akan tetapi, film ini menuai kritikan karena pada masa itu sudah tidak ada lagi “drama tragis”6. Berikut adalah data film-film yang diadaptasi dari novel Madame Bovary dalam sebuah tabel:
Judul Unholy Love Madame Bovary Madame Bovary Madame Bovary Madame Bovary Madame Bovary Madame Bovary Die Nackte Bovary / The Sins Of Madame Bovary Madame Bovary Madame Bovary Madame Bovary Madame Bovary Spasi I Sokhrani Madame Bovary Madame Bovari ot Sliben Maya Memsaab Vale Abraão
Tahun
Negara
1932 1932 1937 1947 1949 1964 1968 1969
Amerika Serikat Prancis Jerman Argentina Amerika Serikat Inggris Jerman Italia
1947 1975 1976 1981 1990 1991 1991 1992 1993
Prancis Inggris Polandia Italia Rusia Prancis Bulgaria India Portugal
6
Artikel itu dikutip dari http://inspirasi.co/ensiklopedia_inspirasi/post/564 yang diakses pada 27 Desember 2014
16
Madame Bovary Madame Bovary
2000 2014
Inggris Amerika Serikat
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa novel Madame Bovary merupakan novel yang terkenal di seluruh dunia karena telah diadaptasi dari berbagai negara dari tahun ke tahun. Pada tahun 1883 Guy De Maupassant menulis buku berjudul Une Vie yang menceritakan tentang perselingkuhan seorang wanita seperti yang dialami oleh Madame Bovary.
1.5.3
Karakter
Dalam film-film fiksi terdapat dua pola awalan alur yang digunakan yaitu pola ekspositoris dan kronologis. Dalam dua pola tersebut terdapat empat elemen yang menopang pola tersebut yaitu pemaparan, penggawatan, klimaks, dan penyelesaian atau konklusi. Pada tahap pemaparan biasanya dimunculkan informasi mengenai bagaimana karakter masing-masing tokoh dalam film (Boggs, 1996:39).
Dalam membangun sebuah karakter tokoh dalam film tentu ditemukan sudut pandang yang berbeda-beda antar sutradara. Dalam beberapa film adaptasi Madame Bovary, sutradara membangun karakter yang berbeda pada tokoh Emma, contohnya pada film adaptasi Madame Bovary(1975) versi BBC. Karakter Emma dalam film ini terfokus pada emosi dan petualangan cinta Emma semata. Kemudian pada film adaptasi Madame Bovary(1969) karya Hans Schott-Schobinger karakter Emma dibuat lebih mengarah ke seksualitas yang liar dan pada film adaptasi Madame
17
Bovary(1991) karya Claude Chabrol yang dibahas dalam penelitian ini karakter Emma dibuat lebih lembut dibanding cerita dalam novel.
Menurut Naratama dalam bukunya yang berjudul Menjadi Sutradara Televisi (2004), filosofi dalam penyutradaraan televisi merupakan sebuah daya pemikiran atas nilai-nilai seni visual yang diwujudkan dalam kenyataan visual itu sendiri. Dalam buku sastra anak dan pendidikan karakter Antoro mengatakan bahwa segala perubahan karakter tokoh yang terjadi pada film adaptasi merupakan nilai seni visual sang sutradara karena saat membaca karya sastra, muncul dimensi apresiasi terhadap keindahan dan sastra dalam merefleksikan karakter-karakter.
Definisi karakter atau yang dalam bahasa Inggrisnya disebut character memiliki arti watak, peran, atau huruf (Echols dan Shadily, 1982:107). Selanjutnya juga terdapat beberapa metode karakterisasi. Karakterisasi itu sendiri bisa berarti pemeranan atau pelukisan watak melalui metode langsung (telling), tidak langsung (showing), melalui sudut pandang (point of view), telaah arus kesadaran (stream of consciousness), dan telaah gaya bahasa (figurative language) (Minderop, 2005:3).
Karakter tokoh pada film adaptasi dapat dibangun berdasarkan situasi dan lokasi pada zaman film adaptasi tersebut dibuat. Sebelum membuat sebuah film, sutradara tentu membaca karya sastra yang akan diadaptasinya dan pelukisan lokasi dapat memberikan inspirasi terhadap pembacanya (Minderop, 2005:29)
18
Menurut Anthony Giddens, karakter sebagai bagian dari identitas merupakan proyek individual. Situasi dapat mengubah sudut pandang sutradara dalam membangun karakter tokoh pada film. Faktor yang mempengaruhi pengkonstruksian karakter, yaitu situasi ekonomi, sosial, politik dan tentu saja perubahan rezim yang berkuasa di mana karya itu ada (Udasmoro, Kusumayanti, & Herminningsih, 2012).
1.6
Metode Penelitian
Objek material yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Madame Bovary karya Gustave Flaubert dan Film Madame Bovary (1991) yang disutradarai oleh Claude Chabrol. Dalam penelitian novel dan film ini, tahap-tahap metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
Pertama penulis mengumpulkan data-data yang lengkap dari novel serta film Madame Bovary. Untuk memperoleh data tersebut dilakukan pembacaan novel dan menonton filmnya secara berulang-ulang dan dicermati. Ketika menonton film ini dilakukan juga capturing scene untuk mendapatkan bagian-bagian adegan yang memuat perbedaan antara film dengan novel dan yang terpenting bagian yang menunjukan perubahan karakter pada Emma Bovary. Capturing scene adalah proses transfer/pemindahan bagian pada video menjadi satu bagian gambar. Contohnya ada satu bagian dalam video yang peting untuk
19
dijadikan data, bagian tersebut bisa di capture menjadi satu bagian gambar menjadi seperti ini :
(00:00:38) Charles sedang berbicara kepada seorang anak Pencantuman transkrip dialog film dan dialog serta narasi pada novel juga dilakukan untuk membandingkan, dari sisi tersebut kita dapat melihat secara konkret adanya point-point yang dihasilkan oleh teori ekranisasi, yaitu adanya hakikat penambahan, penciutan, dan perubahan variasi. Perhatikan contoh dibawah ini: o Dalam novel : Comme il passait par Vassonville, il aperçut au bord d’un fossé, un jeune garçon assis sur l’herbe. « Etes-vous le médecin ? » demande l’enfant. Et, sur la réponse de Charles, il prit ses sabots à ses mains et se mit à courir devant lui L’officier de santé, chemin faisant, comprit aux discours de son guide que M Rouault devait être un cultivateur des plus aisés. Il s’était cassé la jambe, la veille au soir, en revenant de faire le Rois, chez un voisin. Sa femme était morte depuis deux ans. Il n’avait avec lui que sa demoiselle, qui l’aidait a tenir la maison (Flaubert, 1999 :26)
20
Ketika ia melintasi kota Vassonville, ia melihat di pinggir parit anak laki-laki muda duduk di rerumputan „‟Tuan dokter ?‟‟ tanya anak itu Dan ketika mendengar jawabannya, ia menenteng sepatu bakiaknya, lalu lari mendahului Charles Selama perjalanan, perwira kesehatan itu menangkap dari percakapan penunjuk jalannya bahwa Tuan Rouault agaknya pengusaha tanah pertanian yang termasuk berkecukupan sekali. Kakinya patah kemarin sorenya, waktu ia pulang sehabis merayakan pesta raja-raja di tempat salah seorang tetangga. Istrinya sudah meninggal dua tahun lalu. Sekarang yang bersamanya hanyalah si nona yang membantunya mengurus rumah
(00:00:38) Charles sedang berbicara kepada seorang anak o Dalam film : L’enfant:
vous êtes le médecin?
Charles:
oui, monter.
L’enfant:
C’est un des plus riches d’ici M. Rouault, il s’est cassé la jambe en revenant de faire la fête. C’est par la. Ca femme est morte depuis 2 ans, il y a demoiselle a cette maison
21
Setelah mendapatkan data yang jelas mengenai transformasi yang terjadi pada karakter Emma Bovary di film, capturing scene serta transkrip dialog akan disatukan. Kemudian, hal tersebut dibandingkan dengan scene yang sama pada novel.
1.7
Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian dalam sebuah penelitian penting untuk ditulis karena memberikan gambaran secara luas mengenai pokok permasalahan dalam penelitian ini dan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penelitian. Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab I adalah bab pendahuluan merupakan bab dimana penulis menjelaskan mengapa masalah ini penting untuk diteliti dan mengapa objek material ini penting untuk diteliti. Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penelitian.
Bab II adalah bab pembahasan dan analisis mengenai seperti apa perubahan yang tampak pada karakter Emma dalam film Madame Bovary setelah proses ekranisasi. Dalam bab ini juga dijabarkan karakter Emma dalam novel dan film yang disesuaikan dengan perubahan yang terjadi beserta gambar dan transkrip dialognya.
22
Bab III adalah bab pembahasan dan analisis mendalam mengenai pertanyaan kedua dalam rumusan masalah yaitu penyebab-penyebab terjadinya transformasi karakter pada tokoh Emma di film Madame Bovary (1991). Hal ini bertujuan untuk akan meneliti apakah ada pengaruh ekonomi, sosial, dan politik terhadap perfilman pada zaman. selain itu penelitian ini juga mengkaji korelasi antara sudut pandang sutradara dalam film sehingga terjadinya transformasi.
Bab IV adalah penutup atau bab akhir. Bab tiga berisi kesimpulan serta hasil analisis penelitian. Pada bab ini juga akan ditulis saran, resume, daftar pustaka, juga lampiran.
23