BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tegaknya sebuah keluarga muslim memberikan andil yang sangat besar bagi terlaksananya dakwah Islamiyah. Islam sendiri memberikan tanggung jawab yang begitu agung kepada keluarga baik dia seorang ayah maupun ibu untuk memberikan pendidikan, pengetahuan, dakwah dan bimbingan kepada anggota keluarga. Pembinaan yang demikianlah yang akan menyelamatkan dan memberikan penjagaan kepada diri dan keluarga.1 Pendidikan
bukanlah
sekedar
pengajaran
pengetahuan
dan
keterampilan-keterampilan pemikiran dan teknik seperti halnya pandangan ekonomi yang sempit. Pendidikan adalah proses pengembangan sosial, pengembangan jasmani, pemikiran, intelektual, emosi, dan akhlak yang berfungsi menyiapkan individu agar memberi sumbangan efektif dalam kehidupan sosial dalam berbagai seginya yakni menyiapkan manusia yang aktif dalam segala tahap, bukan hanya pada tahap produksi materi saja.2 Kongres se-Dunia ke II tentang Pendidikan Islam tahun 1980 di Islamabad, menyatakan bahwa: Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia (peserta didik pen.) secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional; perasaan dan indera. 1 http://lenteramaya.wordpress.com/2006/11/12/tanggung-jawab-sebuah-keluarga-islam/. Diakses pada tanggal 5 April 2008. 2 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad ke 2, (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003), 138.
1
2
Karena itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif; dan mendorong semua aspek tersebut berkembang kearah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.3 Tanggung jawab seorang suami tidaklah hanya sebatas memenuhi kebutuhan materi saja, demikian halnya dengan seorang istri. Ia tidaklah hanya bertanggung jawab terhadap kebersihan rumah, atau menyiapkan makanan semata. Akan tetapi keduanya dari kedudukan yang berbeda mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan keimanan keluarga termasuk di dalamnya tanggung jawab dakwah.4 Diantara tanggung jawab yang dipikulkan Islam diatas pundak para pendidik, termasuk ayah, ibu dan para pengajar, adalah tanggung jawab pendidikan fisik. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak tumbuh dewasa dengna kondisi fisik yang kuat, sehat, bergairah, dan bersemangat.5 Beban-beban syara’ telah menunggu anak manakala ia memasuki masa baligh. Ketika itu, ia akan meninggalkan masa kanak-kanak dan menyongsong periode baru dalam kehidupannya, dimana dia akan dihisab atas dosa-dosa besar maupun kecil yang dilakukannya, dan pena pun mulai menuliskan segala perkataan maupun perbuatannya. Hal ini sejalan dengan Hadis Nabi Saw. yang bersumber dari ‘Aisyah r.a.:
3
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 37-38 4 http://lenteramaya.wordpress.com/2006/11/12/tanggung-jawab-sebuah-keluarga-islam/. Diakses pada tanggal 5 April 2008. 5 ‘Abdullah Nashih ‘Ulwan, Pendidikan anak dalam Islam, Terj. Jamaluddin Miri (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), 245
3
ْ=; َ Sُ KَYَ Eْ اXَ Wِ ُر:ل َ @Tَ Sَ KCR َ َوPِ Oْ Kَ; َ M ُ اNKCJ َ I H Gِ DCE= ا ِ; َ Bَ A َ ?ِ @; َ ْ=; َ = ِ; َ َوc َ Yِ Oْ _َ b ْ `َ N C _^ َ Sِ ?ِ @DCE= ا ِ; َ َوSَ Kِ_َ a ْ `َ N C _^ َ I H Gِ ] C E= ا ِ; َ Bٍ Zَ [ َ Zَ .h َ Yِ eْ `َ N_C^ َ gِ ْf_ُ eْ dَ Eْ ا “Bersumber dari ‘Aisyah r.a. dari Nabi Saw. beliau bersabda: “Pena (pencatat amal baik dan buruk) telah diangkat dari tiga hal, dari anak-anak sehingga dia mimpi keluar mani (baligh), dari orang tidur sehingga dia bangun kembali, dan dari orang yang hilang akal (gila) sehingga dia berakal (kembali seperti sedia kala)”.6 Beban-beban ini jelas membutuhkan pembinaan yang kuat serta membutuhkan jasmani yang terlatih. Shalat, puasa, haji, dan jihad merupakan pilar-pilar mendasar bagi agama ini yang membutuhkan seorang mukmin yang kuat.7 Jika kita menyadari ini semua, maka kita tahu bahwa kita harus berfikir dan bertanya kepada diri kita: jalan macam apa yang bisa kita tempuh dan kaidah model apa yang bisa kita gunakan untuk membentuk jasmani anak? Apa pula pilar-pilar pembina jasmani itu? Islam mengajarkan bahwa pendidik pertama dan utama yang paling bertanggung jawab terhadap perekembangan jasmani dan rohani peserta didik adalah kedua orang tua. Islam memerintahkan kedua orang tua untuk mendidik diri dan keluarganya, terutama anak-anaknya, agar mereka terhindar dari azab yang pedih.8 Firman Allah:
س ُ @DCEْ ُد َه@ اfTُ @ ًرا َوqَ ْSsُ Oْ Kِْ َوَأ ْهSsُ b َ rُ qْ ْا َأfTُ ْاfDُpَ o = َ `ْ nِ EC@ اmَ `l َ`@َأ ْS َ ُهpَ @ َأpَ M َ نا َ ْf] ُ eْ `َ َ ٌ~ َاد ِ ظ ٌ[ َ| ِ Bٌ sَ ?ِ zpَ @mَ Oْ Kَ; َ @ َر ُةx َa ِ Eْ َوا .ن َ ْ ُوpَ ْ`ُ @pَ ن َ ْfKُeَ rْ `َ َو 6
Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Terj. Abdullah Shonhaji, (Semarang: CV. Asy Syifa’, 1993), 746 7 Muhammad Suawid, Mendidik Anak Bersama Nabi Saw (Solo : Pustaka Arafah, 2006), 203 8 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 42
4
“Hai Orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.9 Dewasa ini banyak sekali dijumpai adanya tindak kekerasan pada anak, ini menandakan kurangnya pemahaman orang tua terhadap tanggung jawab dalam mendidik anak terutama dari segi fisik. Pusat-pusat kajian bahkan mencatat adanya peningkatan angka tindak kekerasan terhadap anak yang cukup mencolok dari tahun ke tahun.Komisi Perlindungan Anak Nasional (KPAI) mencatat, selama Januari-April 2007 terjadi 417 kasus kekerasan terhadap anak.10Dari kenyataan yang ada cukuplah sebagai bahan introspeksi bagi kita untuk lebih hati-hati dalam menjaga amanah yang diberikan Allah berupa anak dengan penuh tanggung jawab. Sehubungan dengan pentingnya pendidikan fisik tersebut, ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân , salah seorang tokoh Pendidikan Islam kontemporer yang terkenal
dengan
kegigihannya
peduli
terhadap
dunia
pendidikan
mengungkapan konsep pendidikan fisik. Lewat karya terbesarnya Tarbiyat alAulâd fî al-Islâm, ia memaparkan secara detail, panjang lebar apa saja yang harus dilakukan oleh pendidik khusunya orang tua terhadap anak dalam rangka pembinaan fisik mulai anak masih kecil hingga dewasa, diantaranya adalah memberi nafkah, melindungi dan mengobati anak dari penyakit, membiasakan berolah raga dan bermain ketangkasan, membiasakan anak
9
Depag RI, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, (Surabaya: Pustaka Agung Harapan, 2006), 66: 6 http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=312441&kat_id=6. Diakses pada tanggal 14 April 2008. 10
5
zuhud dan tidak larut dalam kenikmatan dan menjauhkan dari pengangguran, penyimpangan, dan kenakalan. Pembahasan tentang tanggung jawab orang tua dalam pendidikan fisik oleh ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân
menurut penulis adalah sangat komprehensif
karena tawaran pemikirannya tentang pendidikan fisik sangat menyentuh aspek riil dalam kehidupan sehari-hari yang ada pada diri manusia. Ia memaparkan bahwa tanggung jawab orang tua dalam pendidikan fisik anaknya adalah sangat berarti bagi pertumbuhan anak. Kajian tentang setiap bahasan yang dilengkapi dengan dalil-dalil al-Qur’an dan Hadis
disertai
pendapat-pendapatnya membuat karyanya tersebut unik dan menjadi ciri khusus. Selain itu jarang sekali tokoh-tokoh pendidikan lain yang membahas tentang pendidikan fisik. Untuk itulah penulis merasa perlu menelaah konsep pendidikan fisik tokoh tersebut dalam kajian ini dengan judul “PEMIKIRAN ‘ABDULLÂH NÂSHIH ‘ULWÂN TENTANG TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM MENDIDIK FISIK ANAK (Telaah Atas Kitab Tarbiyat Al-Aulâd Fî Al-Islâm) ”.
B. Rumusan Masalah Berangkat dari latar belakang yang telah di uraikan diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana biografi dan setting sosial ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân? 2. Bagaimana pemikiran ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân tentang tanggung jawab orang tua dalam mendidik fisik anak?
6
3. Bagaimana analisis pemikiran ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân tentang tanggung jawab orang tua dalam mendidik fisik anak?
C. Tujuan Kajian Adapun tujuan kajian dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk menjelaskan biografi dan setting sosial ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân. 2. Untuk menjelaskan pemikiran ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân tentang tanggung jawab orang tua dalam mendidik fisik anak. 3. Untuk menjelaskan analisis pemikiran ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân tentang tanggung jawab orang tua dalam mendidik fisik anak.
D. Manfaat Kajian Manfaat yang diperoleh dari kajian penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Untuk menambah hasanah ilmu pengetahuan pendidikan Islam. b. Memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan c. Memberikan masukan pada para orang tua bahwa tanggung jawab dalam mendidik fisik anak sangatlah penting, sehingga diharapkan tanggung jawab sebagai orang tua dapat ditunaikan dengan baik. 2. Manfaat Praktis a. Bagi penulis, dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam hal penelitian.
7
b. Bagi para pendidik khususnya orang tua, dapat memberikan wawasan yang lengkap dalam memberikan pembinaan fisik terhadap peserta didik atau anaknya. c. Bagi lembaga STAIN Ponorogo, sebagai dokumen yang dapat dijadikan sumbangan pemikiran dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di STAIN Ponorogo.
E. Landasan Teori dan atau Telaah Pustaka 1. Landasan Teori Zakiah Darajat mengemukakan dalam bukunya “Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah” bahwa tujuan pendidikan fisik antara lain sebagai berikut: a. Untuk membangun dan membina manusia yang kuat, sehat dan mampu melaksanakan tugasnya. Dan bukanlah sekedar untuk menumbuhkan otot dan kekuatan tubuh. Akan tetapi adalah untuk mempersiapkan tubuh secara baik, lewat olah raga dan lainnya, agar tubuh itu mampu melakukan apa yang diminta kepadanya. Di samping itu, untuk mendapatkan kesenangan dan kegembiraan. Maka kegiatan olah raga itu haruslah bertujuan dalam rangka pembinaan fisik yang sehat dalam lingkup pembinaan kepribadian yang seimbang dan serasi, sebagai pengabdian kepada Allah. b. Dalam Pendidikan Islam dianjurkan, agar si anak dari awal kehidupannya mendapat pengalaman yang bermacam-macam, yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang sehat, seperti olah raga lari,
8
lompat jauh, renang, naik kuda, koprol dan sebagainya. Dalam berolah raga itu sekaligus terbentuk akhlak, toleransi, sportif, kerja sama dan sebagainya. c. Islam mementingkan kesehatan, kebersihan, pencegahan berbagai penyakit dan lain-lainnya. Dalam pelaksanaan ibadah shalat misalnya, diisyaratkan wudlu’ yang harus didahului dengan istinja’, gosok gigi, kumur-kumur, istinsya’ (menghirup air ke hidung), bahkan dalam hal tertentu harus mandi. Lebih jauh, dimensi fisik yang bertujuan kebugaran dan kesehatan tubuh yang terkait dengan ibadah, akhlak dan dimensi kepribadian lainnya, dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Pendidikan raga lewat ibadah, misalnya shalat dan haji. b. Kebersihan secara umum, seperti wudlu dan mandi. c. Mengaitkan dimensi tubuh dengan dimensi-dimensi lainnya, sehingga pendidikan olah raga sekaligus merupakan pendidikan keimanan, pikiran, pengamatan, dan akhlak. Pendidikan
adalah
upaya
mendewasakan
manusia
melalui
pengajaran dan latihan.11 Menurut Purbakawatja pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk menghantarkan anak menuju kedewasaan.12 Usaha membantu anak didik agar berkembang menjadi manusia seutuhnya, dewasa, sempurna dan bahagia. Tindakan yang
11
Ainurrofiq Dawan, Emoh Sekolah, Menolak Komersialisasi Pendidikan dan Kanibalisme Intelektual, Menuju Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Inspeal Press, 2003), 31 12 Ibid., hlm. 573
9
dilakukan secara sadar agar terpelihara dan berkembangnya fitrah dan potensi (sumber daya) insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya.13 Menurut Al-Ghulayani pendidikan adalah proses pendewasaan anak didik baik secara jasmani maupun rohani.14 Menurut Syed Muhammad Naquib Al Atas, pendidikan merupakan pengenalan dan pengakuan secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia tentang tempat-tempat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini dapat membimbing manusia ke arah pengenalan dan pengakuan Allah sebagai Tuhan.15 Pendidikan menurut pandangan Islam adalah tindakan yang dilakukan secara sadar dengan tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah secara potensi (sumber daya) insani menuju terbentuknya insan kamil (manusia seutuhnya).16 Menurut Muhammad bin Ibrâhîm al-Hâmîd anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Maka, kita sebagai orangtua bertanggung jawab terhadap amanah ini. Tidak sedikit kesalahan dan kelalaian dalam mendidik anak telah menjadi fenomena yang nyata. Sungguh merupakan malapetaka besar dan termasuk menghianati amanah Allah. Adapun rumah, adalah sekolah pertama bagi anak. Kumpulan dari beberapa rumah itu akan membentuk sebuah bangunan masyarakat. Bagi seorang anak, sebelum mendapatkan pendidikan disekolah dan masyarakat, ia akan 13
Achmad, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Adtya Media, 1992), 13 Pemikiran Pendidikan Islam (Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer), (Semarang: Fakultas Tarbiyah dan Pustaka Pelajar, 1999), 121. 15 Ibid., 280. 16 Imam Al-Ghozali, Ihya’ Ulumuddin, (Beirut, Lebanon: Darul Islami, tt.), 61. 14
10
mendapatkan pendidikan di rumah dan keluarganya. Ia merupakan prototype kedua orang tuanya dalam berinteraksi sosial. Oleh karena itu, disinilah peran dan tanggung jawab orang tua, dituntut untuk tidak lalai dalam mendidik anak-anak.17 2. Telaah Pustaka Disamping memanfaatkan berbagai teori yang relevan dengan bahasan ini, penulis juga melakukan telaah hasil penelitian terdahulu yang ada relevansinya dengan penelitian ini. Adapun hasil temuan penelitan terdahulu adalah : 1. Nama peneliti
: Umi Nur Fadhilah
Tahun penelitian : 2007 Hasil temuan
17
:
Judul
Rumusan masalah
Kesimpulan
Implementasi Nilai-Nilai Etika Sosial Pemikiran ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân (Studi kasus di PP.AlHidayat Ginuk, Karas Magetan)
1. Bagaiman etika sosial dalam pemikiran ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân 2. Bagaimana implementasi nilai-nilai etika social di PP.AlHidayat Ginuk, Karas Magetan)
Etika makan dan minum dalam pemikiran ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân diantaranya : mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, membaca basmalah sebelum makan, membaca hamdalah sesudah makan, makan dengan tangan kanan dan mengambil dari yang dekat, tidak makan sambil bersandar, minum dengan beberapa tegukan, makruh minum langsung dari mulutnya tempat air minum, makruh bernafas dalam tempat minum, duduk ketika makan dan minum, dan lain-lain. Etika meminta izin menurut ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân diantaranya : memberi salam terlebih dahulu ketika meminta izin, memberitahukan namanya, sifatsifat dan julukannya, jangan megetuk pintu dengan keras, dan lainnya. Etika di dalam majelis menurut ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân menjabat tangan orang yang ditemui di majelis,
http://www.sasak.net/modules/newbb/makepdf.php?type=post&pageid=0&scale=0.66&post _id=3617. Diakses pada tanggal 5 April 2008.
11
duduk di tempat yang telah ditentukan tuan rumah, duduk dengan sejajar, dilarang duduk diantara dua orang keculai atas izin keduanya, dilarang berbisik di depan orang ketika didalam mejelis. Etika berbicara menurut ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân diantaranya : berbicara dengan bahasa Arab yang fashih, berbicara dengan pelan, pembicaraan harus dapat difahami, tidak mmpersingkat dan memperpanjang pembicaraan, dan sebagainya. Etika bergurau menurut ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân diantaranya : tidak berlebihan, tidak menyakiti seeorang dalam bergurau dan menjauhi kebohongan dan kebatilan. Etika mengucapkan selamat menurut ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân diantaranya : menampakkan kegembiraan dan perhatian, mengucapkan selamat dengan bahasa yang lembutdan menggunakan do’a Etika makan dan minum yang dilaksanakan santri Al-Hidayat Ginuk banyak yang sesuai dengan pemikiran ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân . Etika mengucapkan salam yang dilaksanakan santri Al-Hidayat Ginuk tidak ada penjelasnnya secara jelas dalam pemikiran ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân . Etika di dalam majelis yang dilaksanakan santri Al-Hidayat Ginuk banyak yang tidak sesuai dengan pemikiran ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân karena perbedaan kondisi atau tempat. Etika berbicara yang dilaksanakan santri Al-Hidayat Ginuk semuanya sudah sesuai dengan pemikiran ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân . Etika bergurau yang dilaksanakan santri Al-Hidayat Ginuk tersdapat perbedaan anatara santri putrid dan putra. Banyak santri putrid yang sudah sesuai dengan pemikiran ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân . Etika mengucapkan selamat yang dilaksanakan santri Al-Hidayat Ginuk banyak yang sesuai dengan sesuai dengan pemikiran ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân .
12
2. Nama Peneliti
: Bayyin Qistomi Ahmad
Tahun penelitian : 2003 Hasil temuan
:
Judul
Rumusan masalah
Kesimpulan
Konsep Pendidikan Anak Menurut ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân (Telaah Atas Kitab Tarbiyat al-Aulâd fî al-Islâm )
1. Bagaimanakah Konsep Pendidikan Anak Menurut ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân? 2. Bagaimanakah aplikasinya pendidikan anak yang ditawarkan ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân dalam pendidikan Islam?
Konsep pendidikan anak yang ditawarkan oleh ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân dalam kitab Tarbiyat al-Aulâd fî al-Islâm adalah konsep yang tepat dan komperehensip untuk dilaksanakan orang tua mendidik anaknya dalam keluarga yang Islami. ‘Ulwân dalam pembahasannya mendasarkan pada alQur’an dan Hadis, Sirah Nabawiyah, serta Ulama’ Sholihin, sehingga pendidikan yang ditawarkannya menjadi pendidikan paripurna. Aspek psikologi dan kejiwaan anak dalam kerangka system pendidikan Al-Qur’an wal Hadis menunjukkan bahwa ‘Ulwân adalah tokoh pendidikan yang modern. Pemikiran ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân dalam kitabnya Tarbiyat al-Aulâd fî alIslâm secara operasional dapat diaplikasikan dan dijadikan rujukan oleh semua orang tua sebagai pendidik utama pada anaknya dalam keluarga, sehingga dapat tercipta kepribadian yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia. Konsep ‘Ulwân tepat untuk dilaksanakan dalam rangka menciptakan kebudayaan pendidikan. Hal ini dilaksanakan pada penjelasan konsepnya yang konsisten dengan dasar pendidikan Islam Al-Qur’an dan Hadis, Sirah Nabawiyah wa alshohabah, serta ulama’ sholihin yang disampaikan berada dalam sebuah system pendidikan Al-Qur’an Dan Hadis.
Adapun dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pada tanggung jawab dalam mendidik fisik anak, di dalamnya dijelaskan bagaimana pendapat ‘Ulwân tentang pemberian nafkah, perlindungan dan pengobatan
13
terhadap penyakit, pembiasaan olah raga, pembiasaan hidup zuhud dan penghindaran diri anak dari prilaku menyimpang. F. Metodologi Kajian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Karena penelitian ini didasarkan pada data-data kepustakaan, maka penelitian ini disebut penelitian pustaka (library research) atau kajian pustaka. Kajian pustaka adalah telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan.18 Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif, pendekatan ini digunakan untuk memecahkan masalah dengan menggambarkan/ melukiskan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak.19 2. Sumber Data Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan berasal dari berbagai literature kepustakaan dan data-data lain yang relevan dengan penelitian. Dalam hal ini penulis akan menyebutkan beberapa sumber data primer dan sekunder. a. Sumber Data Primer 1) Dr. ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân . Tarbiyat al-Aulâd fî al-Islâm. Beirut: Dar as-Salam, 1997. 18
Buku Pedoman Skripsi Jurusan Tarbiyah (STAIN Ponorogo, 2007),47 Hadari Nawawi dan Mimi Hartini, Penelitian Terapan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996),73 19
14
2) Dr. ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân . Pendidikan Anak dalam Islam. Terj. Jamaluddin Miri. Jakarta: Pustaka Amani, 1999. b. Sumber Data Sekunder : Yaitu buku-buku lain yang menunjang kajian ini, diantaranya: 1) Abdurrahman an-Nahlawi. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani, 1995. 2) Zakiyah Dradjat. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1991. 3) Muhammad Daud Ali. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja Garafindo Persada. 4) Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994. 5) Umar Hasyim. Anak Shaleh II “Cara Mendidik Anak dalam Islam”. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983. 3. Teknik Pengumpulan Data Sebagaimana diketahui bahwa penelitian ini termasuk katagori penelitian kepustakaan, oleh karena itu teknik yang digunakan adalah pengumpulan data literer yaitu penggalian bahan-bahan pustaka yang koheren dengan obyek pembahasan yang dimaksud.20Data yang ada dalam kepustakaan dikumpulkan atau diolah dengan cara sebagai berikut:
20
Suharmini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996),234.
15
a. Editing; yaitu pemeriksaan kembali semua data yang diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kejelasan makna, kesesuaian dan keselarasan makna antara satu dengan yang lainnya. b. Organising; yaitu menyatukan data-data yang diperoleh dengan kerangka yang sudah ditentukan. c. Penemuan hasil kepustakaan; yaitu melakukan analisa lanjutan terhadap hasil pengorganisasian data dengan menggunakan kaidahkaidah, teori-teori dan dengan metode yang telah ditentukan, sehingga diperoleh kesimpulan tertentu yang merupakan jawaban dari rumusan masalah. 4. Analisis Data Setelah pengumpulan data selesai, maka data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode content analisis, yaitu analisis tentang isi pesan atau komunikasi.21 Metode ini digunakan untuk menganalisis isi dan berusaha menjelaskan bangunan pemikiran tentang masalah yang dibahas dengan menggunakan proses berfikir induktif, deduktif dalam penarikan kesimpulan. Induktif yaitu proses berfikir yang berangkat dari fakta-fakta khusus atau peristiwa- peristiwa yang kongkret, kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa khusus tersebut ditarik generalisasi yang bersifat umum.
21
Noeng Muhajir, Metodologi Peneltitian Kualitatif ( Yogyakarta : Bayu Indra Grafika, 1987), 49.
16
Sedangkan deduktif yaitu proses berfikir yang berangkat dari yang umum ditarik tolak dari pengetahuan itu hendak menilai suatu kajian yang khusus.22
Tahap-tahap analisis isi adalah: a. Menentukan permasalahan yang akan diteliti b. Menyusun kerangka pemikiran dengan merumuskan permasalahan yang ada. c. Menyusun perangkat metodologi, yaitu dengna menentukan metode yang akan dipakai, yaitu metode untuk mengumpulkan data dan metode untuk analisis data. d. Analisa data, yaitu dengan menganalisa terhadap data yang telah dikumpulkan.23
G. Sistematika Pembahasan Untuk memudahkan dalam penyusunan skripsi ini, maka pembahasan dalam kajian skripsi ini di kelompokkan menjadi lima bab yang masingmasing bab terdiri dari sub-sub yang berkaitan. Sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : Bab I yaitu pembahasan deskripsi global mengenai skripsi yang akan dibahas pada bab-bab berikut meliputi: latar belakang masalah, rumusan 22
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung : Aljabet, 2005 ), 90. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2001), 181 23
17
masalah, tujuan kajian, manfaat kajian, landasan teori dan atau telaah pustaka, metodologi kajian penelitian dan sistematika pembahasan Bab II: yaitu tentang biografi dan setting sosial ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân, meliputi: biografi ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân, setting sosial ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân, karya-karyanya dan kajian kitab Tarbiyat al-Aulâd fî al-Islâm. Bab III: Membahas tentang pemikiran ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân tentang tanggung jawab orang tua dalam mendidik fisik anak dalam kitab Tarbiyat al-Aulâd fî al-Islâm. Bab IV: Berisi tentang analisa pemikiran ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân tentang tanggung jawab orang tua dalam mendidik fisik anak dalam kitab Tarbiyat al-Aulâd fî al-Islâm. BAB VII: merupakan kesimpulan dari pembahasan skripsi ini yang berisi kesimpulan , saran-saran dan penutup.
18
BAB II BIOGRAFI ABDULLAH NÂSHIH ‘ULWÂN
Pada bab ini akan dibahas tentang (a) Biografi ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân, (b) Karya-karya ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân, (c) Kajian Kitab Tarbiyah al-Aulâd fî al-Islâm
A. Biografi ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân
dilahirkan pada tahun 1928 di Daerah
Qadhi Askar yang terletak di Bandar Halb, Syria. Ia dibesarkan di dalam keluarga yang berpegang teguh pada agama dan mementingkan akhlak Islam dalam pergaulan dan muamalat sesama manusia. Ayahnya, Syeikh Sa’îd ‘Ulwan adalah seorang yang dikenali di kalangan masyarakat sebagai seorang ulama’ dan tabib yang disegani. Selain menyampaikan risalah Islam di seluruh pelosok Kota Halb, ia juga menjadi tumpuan untuk mengobati berbagai macam penyakit dengan ramuan akar kayu yang dibuat sendiri. Ketika merawat para pasien, lidahnya senantiasa membaca al-Quran dan menyebut nama Allah. Syeikh Sa’îd ‘Ulwan senantiasa mendoakan semoga anakanaknya lahir sebagai seorang ulama ‘murabbi’ yang dapat memandu masyarakat. Allah memperkenankan doanya dengan lahirnya ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân sebagai ulama (murabbi) pendidik rohani dan jasmani yang disegani di abad ini.24
24
http://tamanulama.blogspot.com/2008/01/dr-abdullah-nasih-selagi-nadi.html. Diakses pada 09 Juni 2008.
19
‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân mendapat pendidikan tingkat rendah (ibtida’) di Bandar Halb. Setelah berusia 15 tahun, Syeikh Sa’îd ‘Ulwan menghantarnya ke Madrasah Agama untuk mempelajari ilmu agama dengan cara yang lebih luas. Ketika itu, ia sudah menghafal al-Quran dan sudah mampu menguasai ilmu bahasa arab dengan baik. Semasa di madrasah, ia menerima asuhan dari guru-guru yang mursyid. Ia sangat mengagumi Syeikh Raghib al-Tabhakh, seorang ulama hadis di Bandar Halb. Ia sangat cemerlang dalam pelajaran dan senantiasa menjadi tumpuan rujukan teman-temannya di madrasah, Ia juga seorang yang aktif dalam persatuan dan kesatuan umat dengan kecakapan berpidatonya. Ia menjadi ketua
penerbitan yang
bertanggungjawab menerbitkan selebaran ilmiah kepada masyarakat sekitar.25 Ia dikenal sebagai seorang yang sangat berani pada kebenaran serta mempunyai kemahiran dalam pergaulan dan dakwah. Semasa usia remaja, ia sudah terkesan dengan bacaan tulisan ulama-ulama sanjungan di waktu itu seperti Dr. Syeikh Mustafa al-Siba’i. Pada tahun 1949, Ia memperolehi ijazah madrasah Tsanawiyah alSyar’iyah. Ia melanjutkan pelajaran di salah satu pusat pengajian di Mesir dalam bidang Syari’ah Islamiyah. ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân memasuki Universitas al-Azhar pada tahun berikutnya dan memperolehi ijazah pertama dari Fakultas Ushuluddin pada tahun 1952, seterusnya ia memperoleh gelar Magister pada tahun 1954. Semasa berada di Mesir, ia banyak menghadiri majlis diskusi ulama-ulama.
25
Ibid
20
‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân memperolehi Ijazah Kedoktoran dari Universitas al-Sand Pakistan pada tahun 1982 dengan tesis yang bertajuk “Fiqh Da’wah wa al-Da’iyah”. ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân memulai pengabdian sebagai pendakwah setelah pulang dari al-Azhar. Ia telah dilantik sebagai guru sebuah lembaga pendidikan di Bandar Halb. Ia-lah orang yang pertama memperkenalkan mata pelajaran
Tarbiyah
Islamiyah
sebagai
mata
pelajaran
dasar
dalam
pembelajaran di lembaga tersebut. Seterusnya mata pelajaran Tarbiyah Islamiyah ini menjadi mata pelajaran pokok yang wajib diambil oleh para pelajar tingkat menengah di seluruh Syria. Ia telah meletakkan tujuan perguruan sebagai media tarbiyah yang sangat berkesan dalam mendidik generasi negara akan datang. Prinsip yang digunakan ialah guru sebagai ibu bapak kepada pelajar, mendidik mereka seperti mendidik anak-anak sendiri. Ia telah meletakkan tujuan yang sangat tinggi dalam pendidikan, yaitu membawa dan membimbing pelajar ke arah mencintai Islam dan beramal dengannya serta sanggup melakukan apa saja untuk memenangkan Islam.26 Semasa menjadi guru di lembaga yang bersangkutan, ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân telah menerima berbagai undangan untuk menyampaikan kuliah dan ceramah di berbagai daerah. Ia tidak pernah mengenal penat dan letih untuk menyebarkan risalah Allah. Seluruh waktunya diberikan untuk dakwah Islamiyah. Masjid-masjid di daerah Halb senantiasa penuh dengan orangorang yang datang untuk mendengarkan kuliahnya, di mana saja ia pergi
26
Ibid.
21
menyampaikan ceramah dan kuliah pasti dibanjiri ribuan manusia. Masyarakat yang haus akan ilmu pengetahun dan tarbiyah Islamiyah akan menjadikan Ia sebagai tempat rujukan. ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân turut berjuang menghapuskan faham jahiliyyah dalam pemikiran masyarakat dengan pancaran cahaya hidayah. Ia telah menggunakan Masjid Umar bin ’Abd Aziz sebagai markaz tarbiyah generasi pemuda di Syria. Kuliah yang disampaikan di masjid ini ialah Fiqh, Tafsir dan Sirah. Di samping memberi kuliah pengajian, ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân telah mendidik pemuda-pemuda dengan kemahiran pidato dan penulisan serta kemahiran uslub berdakwah.27 Hasil daripada tarbiyah ini, lahirlah ratusan generasi muda yang berakhlak mulia dan menjadi agen penggerak dakwah Islamiyah di Syria. Walaupun sibuk dengan tugas menyampaikan risalah Islam di berbagai tempat, ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân juga sangat dikenali di kalangan masyarakat tempatan sebagai seorang yang berbudi luhur. Ia menjalin hubungan baik sesama anggota masyarakat dan sentiasa menjalankan khidmat masyarakat apabila diperlukan. Ia juga mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ulama-ulama Syria serta menjadi anggota Majlis Ulama’ Syria. Ia sangat dihormati di kalangan mereka. Ia adalah seorang yang sangat bersemangat dalam gerakan Islam, mengabdikan diri untuk dakwah dan bergabung dengan lkhwanul Muslimin.
27
Ibid.
22
Ia berhubungan erat dengan Asy-Syahid Abdul Qadîr `Audah, Sayyid Qutb dan Al-Ustadz Abdul Badi' Shaqar. Siapa saja yang menelusuri dakwah Islamiyah pasti akan diuji oleh Allah, ujian untuk membuktikan kebenaran dakwah yang dibawa serta menambahkan keyakinan dan pergantungan yang utuh hanya kepada Allah. Allah-lah yang berhak memberi pertolongan kepada siapa yang dikehendakiNya. ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân juga menerima ujian ini, sehingga memaksanya meninggalkan Syria pada tahun 1979 menuju ke Jordan. Semasa di Jordan ia terus menjalankan peranannya sebagai da’i, menyampaikan kuliah dan ceramah di merata tempat. Menerima undangan di masjid-masjid, perayaan hari kebesaran Islam dan ceramah umum. Ia meninggalkan Jordan pada tahun 1980 setelah mendapat tawaran sebagai penceramah di Fakultas Pengajian Islam Universitas Malik Abd alAziz, Jeddah, Saudi. Ia menjadi penceramah di universitas tersebut hingga akhirnya wafat.28 ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân disenangi oleh semua pihak kecuali mereka yang memusuhi Islam. Ia menjalin hubungan yang baik dengan siapa saja. Ia adalah seorang yang sangat berani menyatakan kebenaran, tidak takut atau gentar kepada siapa pun dalam menyatakan kebenaran sekalipun kepada pemerintah. Ia telah meletakkan bahwa amanah dalam dakwah adalah amalan yang wajib kepada umat Islam. Semasa di Syria, Ia telah menegur beberapa sistem yang diamalkan oleh pemerintah di waktu itu dan senantiasa menyeru
28
Ibid.
23
supaya kembali kepada sistem Islam, karena Islam adalah penyelamat. Keadilan Islam adalah rahmat kepada umat. Keluhuran budi pekerti hasil didikan Islam yang meresap dalam jiwanya telah menghantarkannya sangat disanjungi oleh ulama’ dan masyarakat. Rumahnya sentiasa dikunjungi oleh orang ramai. Sahabat karibnya, Dr. Muhammad Walid menyatakan bahwa ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân adalah seorang yang sangat peramah, murah untuk memberi senyuman kepada siapa saja, tutur katanya sangat mudah difahami, percakapannya sentiasa memuat nasihat dan peringatan, ia juga seorang yang tegas dengan prinsip asas Islam. Dr ‘Abdullah Nashih’ Ulwan juga seorang yang sangat benci kepada perpecahan dan munculnya berbagai macam jama’ah dalam negara Islam. Ia menyerukan persatuan dan kesatuan atas nama Islam untuk membina kekuatan umat Islam yang semakin pudar. Ia berpendapat bahwa perpecahan umat Islam perlu diinstropeksi oleh semua lapisan umat Islam. Apabila berbicara mengenai persatuan dan kesatuan umat Islam, air matanya pasti tumpah menandakan ia adalah seorang yang sangat cinta kepada kesatuan umat Islam.29 Dalam persahabatan, ia menjalin hubungan dengan siapa saja. Ia senantiasa mengunjungi teman-temannya, menanyakan kabar serta menjalin
29
Ibid.
24
ikatan ukhuwwah Islamiah, mengulurkan bantuan dan pertolongan sekalipun ia sendiri bersusah payah.30
B. Karya-Karya ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân Sebagai seorang tokoh terkemuka, ‘Ulwân juga telah mengarang banyak kitab, diantaranya adalah:31 1. Al-Takâful al-Ijtimâ’i fî al-Islâm 2. Ta’adud al-Zaujât fî al-Islâm 3. Shalâh al-Dîn al-Ayyubi 4. Hattâ Ya’lam al-Shahâb 5. Tarbiyat al-Aulâd fî al-Islâm 6. Fadlâ’il al-Shiyâm wa Ahkâmuh 7. Hukm al-Ta’mîn fî al-Islâm 8. Ahkâm al-Zakât 9. Mas’ûlîyat al-Tarbiyah al-Jinsîyah 10. Shubhât Wardûdin 11. Ilâ Waratsât al-Anbiyâ’ 12. Takwîn al-Shakhsîyah al-Insânîyat fî Nazr al-Islâm 13. Hukm al-Islâm fî Wasâ’il al-A’lâm 14. Adâb al-Khitbah wa al-Zaujâh wa Huqûq al-Zaujain 15. Ahkâm al-Hajj wa Kaifîyatuh
30
http://tarbiyahpewaris.blogspot.com/2007/09/bibliografi-syeikh-dr-abdullah-nasih-.html, diakses tanggal 1 Mei 2008. 31 ‘Abdullah Nashih ’Ulwan’, Tarbiyat al-Awlād Fi al-Islām, (Beirut: Dar al-Salām, 1981), 1119.
25
C. Kajian Kitab Tarbiyah Al-Aulâd Fî Al-Islâm Di antara karya-karyanya yang berkaitan dengan pendidikan adalah kitab Tarbiyah al-Aulâd fî al-Islâm, yang kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Drs. Jamaludin Miri LC. dengan judul “Pendidikan Anak dalam Islam”. Kitab ini diterbitkan oleh Dar al-Salam, Beirut pada tahun 1994, dan ini merupakan cetakan yang ketiga. Sedangkan dalam versi Bahasa Indonesia diterbitkan oleh Pustaka Amani, Jakarta pada tahun 2002 yang juga cetakan ketiga.32 Kitab ini terdiri dari tiga bagian dengan isi bahasan mencapai 1376 halaman dalam format sedang, yang terperinci sebagai berikut:33 Bagian pertama terdiri dari empat pasal: Pasal Pertama
: Perkawinan Ideal dan Kaitannya dengan Pendidikan.
Pasal Kedua
: Perasaan Psikologis terhadap Anak-anak.
Pasal Ketiga
: Hukum Umum dalam Hubungannya dengan Anak yang Baru Lahir. Dan pasal ini terdiri dari empat bahasan. Pertama: Yang dilakukan pendidik ketika melahirkan. Kedua: Anak dan hukumnya. Ketiga: Akikah anak dan hukumnya. Keempat: Mengkhitankan anak dan hukumnya
Pasal Keempat
: Sebab-sebab Kelainan (Kenakalan) pada Anak-anak dan Penanggulangannya.
32
‘Abdullah Nashih ‘Ulwan, Pendidikan anak dalam Islam, Terj. Jamaluddin Miri (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), ii 33 Ibid, xxvi.
26
Bagian Kedua, kajian khusus di bawah sebuah tajuk “Tanggung Jawab Terbesar bagi Para Pendidik”. Bagian ini terdiri dari tujuh pasal: Pasal Pertama
: Tanggung Jawab Pendidikan Iman.
Pasal Kedua
: Tanggung Jawab Pendidikan Moral.
Pasal Ketiga
: Tanggung Jawab Pendidikan Fisik.
Pasal Keempat
: Tanggung Jawab Pendidikan Rasio.
Pasal Kelima
: Tanggung Jawab Pendidikan Psikologis.
Pasal Keenam
: Tanggung Jawab Pendidikan Sosial.
Pasal Ketujuh
: Tanggung Jawab Pendidikan Seksual.
Bagian Ketiga terdiri dari tiga pasal dan penutup: Pasal Pertama
: Media-media Pendidikan yang Berpengaruh.
Pasal Kedua
: Prinsip-prinsip Dasar dalam Pendidikan Anak.
Pasal Ketiga
: Saran-saran Paedagogis.
Terakhir
: Penutup
Penulis tertarik untuk meneliti salah satu pokok bahasan dalam kitab tersebut, yaitu tentang tanggung jawab pendidikan fisik. Hal ini karena penulis menganggap penting adanya rasa tanggung jawab yang besar pada orang tua terhadap anak dalam pendidikan fisiknya. Dalam kehidupan sehari-hari terkadang orang menyepelekan bahkan lalai dalam mendidik fisik anak, maka dari itu dalam kitabnya 'Ulwan mengingatkan kepada para pendidik terutama orang tua akan beberapa kewajiban yang harus ditunaikannya, di antaranya adalah:34
34
Ibid, xliii.
27
a. Kewajiban memberi nafkah kepada keluarga dan anak b. Mengikuti aturan-aturan yang sehat dalam makan, minum dan tidur c. Melindungi diri dari penyakit menular d. Pengobatan terhadap penyakit e. Merealisasikan prinsip-prinsip “Tidak boleh menyakiti diri sendiri dan orang lain” f. Membiasakan anak berolah raga dan bermain ketangkasan g. Membiasakan anak untuk zuhud dan tidak larut dalam kenikmatan h. Membiasakan anak bersikap tegas dan menjauhkan diri dari pengangguran, penyimpangan, dan kenakalan; seperti: merokok, Kebiasaan onani, minum-minuman keras dan narkotika, berzina dan homoseksual. Pemikiran 'Ulwan tersebut sangat komprehensif, disertai dengan dalildalil yang kuat dan cara praktis untuk bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk lebih jelasnya penulis menguraikannya dalam bab tersendiri.
28
BAB III PEMIKIRAN ‘ABDULLÂH NÂSHIH ‘ULWÂN TENTANG TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM MENDIDIK FISIK ANAK
Di antara tanggung jawab yang dipikulkan Islam di atas pundak para pendidik, termasuk ayah, ibu dan para pengajar adalah tanggung jawab pendidikan fisik (BOdbxE اBO). Hal ini dimaksudkan agar anak-anak tumbuh dewasa dengan kondisi fisik yang kuat, sehat, bergairah dan bersemangat.35 Di dalam kitabnya, ‘Ulwân mengungkapkan beberapa dasar ilmiah yang digariskan Islam dalam mendidik fisik anak, supaya para pendidik dapat mengetahui besarnya tanggung jawab dan amanat yang diserahkan Allah, di antaranya adalah:
D. Kewajiban Memberi Nafkah kepada Keluarga dan Anak ‘Ulwân menjelaskan bahwa Islam mewajibkan kepada umatnya untuk memiliki rasa tanggung jawab dalam hal pemberian nafkah terhadap keluarga dan anak. Sebagaimana Firman Allah Swt.:
. ُوْفeْ dَ Eْ @ِ @ً;@َ_pَ = C mُ ُfَ b ْ = َو ِآ C mُ Tُ ُْ ِرزPEَ ْ ِدfEُْfdَ Eْ ْ اIKَ; َ َو “Dan kewajiban ayah adalah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf”.36
35
‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân, Pendidikan Anak dalam Islam, (Terj. Jamaluddin Miri. Jakarta: Pustaka Amani, 1999), hal. 245 36 Al-Qur’an, 2: 233.
29
Dan sabda Rasulullah Saw.:
:Sَ KCR َ َوPِ Oْ Kَ; َ M ُ اNCKJ َ M ِ ل ا ُ ْfR ُ ل َر َ @َT :ل َ @َT ْ ُه َ ْ` َ َةIِ ;=ْ َأ َ ٌَ@رD`ْ َو ِدBٍ Gَ Tَ ْ َرIWِ Pُ _َ Yْ rَ qْ َ@رٌ َاD`ْ َو ِدM ِ اh ِ Oْ Gِ R َ ْIWِ Pُ _َ Yْ rَ qْ َ@رٌ َاD`ْ ِد @َmdُ £ َ; ْ َا،َ¥Kِ َا ْهNَK; َ Pُ _َ Yْ rَ qْ َ@رٌ َاD`ْ = َو ِد ٍ Oْ sِ b ْ pِ NَK; َ Pِ ِ ¦ َ Tْ C ] َ َ 37 .¥ َ Kِ َا ْهNَK; َ Pُ _َ Yْ rَ qْ يْ َاnِ EC¨ًا ا ْ َا “Bersumber dari Abi Hurairah dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Satu dinar engkau nafkahkan di jalan Allah, satu dinar engkau nafkahkan untuk memerdekakan hamba, satu dinar engkau sedekahkan kepada seorang miskin dan satu dinar engkau nafkahkan untuk keluargamu. Pahala yang paling besar adalah yang engkau nafkahkan untuk keluargamu”.38 Menurut ‘Ulwân, jika seorang ayah mempunyai pahala yang besar karena memberi nafkah kepada keluarga, maka sebaliknya jika ia tidak mau memberi nafkah kepada anak-anak dan keluarga, padahal ia mampu, ia akan memperoleh dosa yang besar.39 Perhatikanlah sabda Rasulullah Saw. Tentang orang-orang yang menelantarkan serta tidak memberi nafkah kepada keluarga dan anak-anaknya:
ًْ@ َانdZْ ْ ِء ِاdَ Eْ @ِ Nَr َآ:Sَ KCR َ َوPِ Oْ Kَ; َ M ُ اNCKJ َ M ِ ل ا ُ ْfR ُ ل َر َ @َT 40 .Pُ َ ْfTُ ¥ ُ Kِdْ `َ ْ=dC ; َ ª َ Gِ a ْ `َ “Dari Khaitsamah dia berkata, ‘Ketika kami sedang duduk-duduk bersama dengan Abdullah bin Umar, tiba-tiba Qahraman datang kepadanya lalu masuk, kemudian Abdullah berkata, Apakah engkau sudah memberi makan kepada budak? dia menjawab, Tidak. Lalu Abdullah berkata, Pergilah, berilah mereka makan!, Abdullah bin Umar berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “Cukuplah dosa seseorang, apabila ia menyia-nyiakan orang yang memberi makan (keluarga)”.41 37
Abi Husain Muslim Bin Hajjaj Qusyairi al-Nishaburi, Soheh Muslim, (Damaskus:: Darul Fikri, 1993), 400. 38 Imam Abu Husain Muslim Bin Hajjaj al-Qusyairy, Soheh Muslim, Terj. KH. Adib Bisri Mustofa (Semarang: Asy-Syifa, 1993),183. 39 ‘Ulwân, Pendidikan Anak dalam Islam, 246. 40 Muslim, Soheh Muslim, 400. 41 Muslim, Soheh Muslim, 184.
30
Di antara nafkah yang wajib diberikan ayah kepada keluarganya itu adalah, menyediakan makanan, tempat tinggal dan pakaian yang baik, sehingga fisik mereka dapat terhindar dari berbagai penyakit. E. Mengikuti Aturan-aturan yang Sehat dalam Makan, Minum dan Tidur ‘Ulwân menganjurkan kepada para orang tua dan pendidik untuk membiasakan dan membudayakan makan, minum dan tidur kepada anak-anak berdasarkan aturan-aturan yang sehat. Hal ini dapat menghindarkan mereka dari bahaya keracunan dan terlalu berlebihan dalam mengkonsumsi makanan dan minuman serta kesehatan badan pun dapat terjaga. 42 Di antara petunjuk Rasulullah Saw. dalam masalah makan adalah, menghindarkan makanan yang mengandung racun, dan melarang makan dan minum secara berlebihan sampai melampaui kebutuhan.
Imam Ahmad,
Tirmidzi, dan lain-lainnya meriwayatkan dari Rasulullah Saw. beliau bersabda:
ٌَ@تdOْ Yَ Eُ = أَ َد َم ِ ْ ¬ ا ِ b ْa َ ِ ،ِPDِ ْ َ ْ=pِ ~ًا َ ِو;َ@ ًءI ® pِ « أَ َد َ pَ @َp Pِ ِ َاA َ Eِ ٌ±KُZُ َوPِ pِ @َe َ Eِ ٌ±Kُ²ُ Wَ ،ً[; ِ @َW C َُ ن َ @َنْ آ³ِWَ ،ُPGَ Kْ J ُ = َ dْ Yِ `ُ 43 .Pِ b ِ rْ Dَ Eِ ٌ±KُZُ َو “Dari Miqdam bin Ma’di Kariba dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “Tidak ada suatu tempat yang lebih buruk yang dipenuhi oleh anak Adam dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap saja, asal dapat menegakkan tulang rusuknya. Tetapi apabila ia terpaksa melakukannya, maka hendaklah sepertiga (dari perutnya itu)
42 43
315.
‘Ulwân, Pendidikan Anak dalam Islam, 246. Muhammad Isa bin Surah al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, (Damaskus: Darul Fikri, 1993),
31
diisi dengan makanan, sepertiganya sepertiganya lagi untuk pernafasannya”.44
dengan
minuman
dan
Di antara petunjuk Rasulullah Saw. dalam masalah minum adalah, minum dua atau tiga kali teguk, tidak bernafas dalam bejana dan tidak minum sambil berdiri.45 Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
،َ[ث َ Zُ َوNَD²ْ pَ ْاfَُ ~ ْ= ا ِ sِ Eَ ِ وOْ eِ Gَ Eْ ْبِ اA ُ ^ًا َآ ِ ْا وَاfَُ A ْ َ َ .ْS_ُ eْ Wَ ْ َرS_ُ qْ ُوْا ِإذَا َأdَ ^ ْ وَا.ْS_ُ ْ ِ ~ َ ْS_ُ qْ ْا ِإذَا َأfdl R َ َو “Dari Ibnu ‘Abbas dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “Janganlah kalian minum dengan sekali teguk seperti minumnya unta, tetapi minumlah dengan dua atau tiga kali teguk. Ucapkanlah Bismillah ketika hendak minum dan ucapkanlah Alhamdulillah ketika selesai minum”.46 Dan sabda beliau:
.Pِ Oْ Wِ ¹ َ rَ Dْ `َ َْ@ ِء َاوq¸ ِ ْ اNِW ª َ rC Dَ _َ `َ ْ َانNَmqَ “Bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya Nabi Saw. melarang bernafas di dalam bejana atau meniupnya”.47 Muslim juga meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
.ْءIYِ _َ b ْ Oَ Kْ Wَ I َb ِ qَ ْ=dَ Wَ ،@ًd?ِ @َT ْS^ ُ ُآ َ = َأ C َ َ A ْ `َ َ “Rasulullah Saw. bersabda: “Janganlah salah seorang di antara kamu minum sambil berdiri dan barang siapa yang lupa, maka hendaklah ia menyemburkannya”.48 44
Muhammad Isa bin Surah al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, Terj. Terj. Moh. Zuhri (Semarang: Asy-Syifa, 1993), 29. 45 ‘Ulwân, Pendidikan Anak dalam Islam, 247. 46 Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, 420. 47 Ibid, 472 48 Muslim, Soheh Muslim, 792.
32
Dan di antara petunjuk Rasulullah Saw. tentang tidur adalah, beliau menganjurkan supaya posisi badan ketika tidur miring ke sebelah kanan. Sebab tidur dengan posisi badan miring ke kiri akan membahayakan hati dan mengganggu pernafasan.49 Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari AlBarra bin Azib r.a. bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda:
NَK; َ ْXx ِ َº ْ اSC Zُ [ ِة َ ] C KِE ك َ ْ َءfº ُ ¼ْ ُوº C fَ _َ Oَ Kْ Wَ ¥ َ eَ x َ½ ْ pَ ¦ َ Oْ َ ِإذَا َأ ْImِ ¨ ْ ¦ َو ُ mْ ¨ C َو َو،َ¥Oْ Eَْ ِإIb ِ rْ qَ ¦ ُ dْ KَR ْ َأSC mُ KّE اh ِ Tُ َو،ِ=dَ `ْ ¿ َ ْ ا¥ َ YH ~ ِ Bً Gَ | ْ َر،َ¥Oْ Eَ ِيْ ِإmْ À َ ت ُ ْ¼x َ Eْ َوَأ،َ¥Oْ Eَ ِيْ ِإpْ ¦ َأ ُ º ْ fَ Wَ َو،َ¥Oْ Eَِإ ِيnEC ا¥ َ ِ @َ_sِ ِ ¦ ُ Dْ pَ o ،َ¥Oْ Eَ ِإ C َ@ ِإxDْ pَ ََ¼ َوx َ Kْ pَ َ ،َ¥Oْ Eَ ِإBً Gَ َو َر ْه .ل ُ ْfYُ َ @َp َ Á ِ o= C mُ Kْ eَ ¨ ْ ¦ وَا َ Kْ R َ ْيْ َأرnِ EC ا¥ َ OHGِ qَ ¦ َو َ Eْ Âَ qْ َأ “Apabila engkau hendak tidur, maka terlebih dahulu wudulah sebagaimana kamu berwudu untuk shalat. Kemudian, berbaringlah di atas sisi badanmu sebelah kanan dan ucapkanlah, ‘Ya Allah, kuserahkan jiwaku kepada-Mu, kuhadapkan wajahku kepada-Mu, kuletakkan urusanku kepada-Mu dan kusandarkan punggungku kepada-Mu, sebagai rasa suka dan rasa takut kepada-Mu. Tidak ada tempat bersandar dan tidak ada pula tempat berlindung, kecuali kepada-Mu. Aku beriman kepada kitab-Mu yang Engkau turunkan dan kepada Nabi-Mu yang Engkau utus’. Dan jadikanlah ucapan itu sebagai akhir ucapanmu”. 50 Demikian beberapa hal yang menjadi tanggung jawab orang tua dalam mendidik fisik anaknya yang dikemukakan oleh ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân terkait dengan pemberian nafkah.
F. Melindungi Diri dari Penyakit Menular
49 50
‘Ulwân, Pendidikan Anak dalam Islam, 248. Muslim, Soheh Muslim, 715.
33
Dalam bukunya, ‘Ulwân menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan perlindungan
fisik dan pencegahan terhadap penyakit serta
pengobatannya. Di antaranya: Hal ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Ibnu Majah, dan lain-lainnya dari Jabir bin Abdillah r.a. bahwa Nabi Saw. bersabda:
NCKJ َ I l Gِ DCE اPِ Oْ Eَ ِإh َR َ َْ¼رWَ ،ٌوْمnُ x ْ pَ ٌhُ¨ َرÃ ٍ Oْ Yِ Zَ َ Wْ ْ َوIWِ ن َ @َ آPُ qCَأ .ك َ @َDeْ `َ @َ ْYَ Wَ ْX¨ ِ ْ ِإر:Sَ KCR َ َوPِ Oْ Kَ; َ M ُ ا “Bahwa di dalam delegasi Tsaqif terdapat seorang lelaki yang berpenyakit kusta. Maka Nabi Saw. berkirim surat kepadanya yang mengatakan, “Pulanglah, kami telah membaiat kamu”. 51 Di dalam Shahih-nya, Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda: 52
.ِ R َ¿ َ ْ= ا َ pِ l rِ َ @َdوْ ِم َآnُ x ْ dَ Eْ = ا َ pِ C Wِ
“Rasulullah Saw. bersabda: “Larilah dari orang yang berpenyakit kusta sebagaimana engkau lari dari singa”.53 Di dalam Shahihain, dari Abu Hurairah r.a. diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
.Å Ä] َ pُ NَK; َ ٌ ِضdْ pُ ن C ْ ِر َدf`ُ َ “Janganlah sekali-kali orang sakit mendatangi orang yang sehat” Oleh karena itu, ‘Ulwân menyimpulkan bahwa kewajiban para pendidik terutama ibu, apabila seorang diantara anak-anaknya terkena
51
Muslim, Soheh Muslim, 320. Imam Abi ′Abdillah Muhammad Bin Ismail Bin Ibrahim Ibnu Mughirah Bin Bardisbah alBukhori al-Jufi, Soheh Bukhori, (Beirut: Darul Fikri, 1995),15. 53 Al-Imam Abu ′Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Soheh Bukhori, Terj. Achmad Sunarto ( Semarang: Asy-Syifa, 1993), 490. 52
34
penyakit menular, supaya segera mengasingkan anak-anak mereka yang lain. Sehingga penyakit itu tidak menular kepada yang lainnya. Alangkah agungnya petunjuk Nabi dalam mendidik jasmani dan menjaga kesehatan badan ini.54
G. Pengobatan Terhadap Penyakit Menurut ‘Ulwân, mengingat pengobatan ini berpengaruh besar dalam menolak penyakit dan mewujudkan kesembuhan, Rasulullah Saw. telah memerintahkan dalam beberapa haditsnya. Di antaranya Muslim, Ahmad, dan lain-lain meriwayatkan dari Jabir bin Abِdillah r.a. bahwasanya Nabi Saw. bersabda:
.h C¨ َ َوÂC ; َ M ِ نا ِ ْذ³ِِ ا َء َ َِأCEوَا ُء اC Eب ا َ @َJذَا َأ³ِWَ ،ٌ دَا ٍء َدوَاءh H sُ Eِ “Setiap penyakit itu ada obatnya. Apabila obat itu mengenai penyakit, dengan izin Allah Yang Maha Agung lagi Maha Perkasa akan sembuh”.55 Dalam Musnad Imam Ahmad, Musnad Nasai dan lain-lainnya diriwayatkan dari Usamah bin Syarik ia berkata:
:ْاfEُ@َYWَ ،ُ;َاب ْ¿ َ ْت ا ِ َو¨َ@ َءSَ KCR َ َوPِ Oْ Kَ; َ M ُ اNCKJ َ I H Gِ DCE َ اDْ ; ِ ¦ ُ Dْ ُآ ÂC ; َ M َ نا C ³ِWَ ، ََا َووْاM ِ َ@دَاG; ِ @َ` ْSeَ qَ :ل َ @َYWَ َ_َاوَى؟qَ َأM ِ لا َ ْfR ُ `َ@ َر @َp :ْاfEُ@َT ،ٍ^ ِ َ دَا ٍء وَاOْ | َ ،ًَ@ءr~ ِ Pُ Eَ Xَ º َ َو C ْ دَا ًء ِإX½ َ `َ ْSEَ h C¨ َ َو . َ ُمmَ Eْ ا:ل َ @َT َ؟fُه “Pernah ketika aku bersama Nabi Saw., datang orang-orang Arab Baduwi. Mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah kami harus berobat?’ beliau menjawab, ‘Ya, wahai hamba-hamba Allah, berobatlah kalian. Karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla belum 54 55
‘Ulwân, Pendidikan Anak dalam Islam, 249. Muslim, Soheh Muslim, 69.
35
pernah menciptakan suatu penyakit kecuali Dia juga menciptakan obatnya, kecuali hanya satu penyakit. ‘Mereka bertanya, ‘Penyakit apa itu?’ Beliau menjawab, ‘Penyakit pikun”. 56 Imam Ahmad, Tirmidzi, dan lain-lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia berkata:
@ً@َYُ َو،ِPِ َ_َاوَىqَ َو َدوَا ًء،@َmOْ Tِ ْ_َ b ْ qَ NÊT¦ ُر َ `ْ َأ َرَأ،ِMل ا َ ْfR ُ `َ@ َر :[ ُم َ b C E[ ُة وَا َ] C E اPِ Oْ Kَ; َ ل َ @َYWَ ً@؟ËOْ ~ َ M ِ َرِ اTَ ْ=pِ دl ُ َ ْhَ@ َهmOْ Yِ _C qَ .M ِ َ ِر اTَ ْ=pِ I َ ِه “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang azimat yang kami pergunakan sebagai pelindung, obat yang kami gunakan untuk berobat dan tumbal yang kami jadikan sebagai penangkal, apakah semua itu akan mengurangi kekuasaan Allah?Rasulullah Saw. Bersabda: “Semua itu (bersumber) dari kekuasaan Allah”. 57 ‘Ulwân menegaskan, hendaknya para orang tua dan pendidik menerapkan petunjuk-petunjuk Nabi Saw. Dalam memperhatikan dan mengobati anak-anak ketyika mereka sakit. Karena berikhtiyar itu merupakan masalah fitrah yang dianjurkan dalam ajaran Islam.58
H. Merealisasikan Prinsip-Prinsip “Tidak Boleh Menyakiti Diri Sendiri dan Orang Lain
56
‘Ulwân, Pendidikan Anak dalam Islam, 250. Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, 39. 58 ‘Ulwân, Pendidikan Anak dalam Islam, 251. 57
36
‘‘Ulwân menukil sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Malik, Ibnu Majah, dan Daruquthni dari Abu Sa’id Al-Khudri r.a. bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda:
.َا َرº ِ َ َ َر َوº َ َ “Tidak boleh membahayakan (diri Sendiri) dan tidak boleh membahayakan (orang lain)”.59 Para Fuqaha dan Ushuliyyun memandang hadits yang mulia ini sebagai salah satu kaidah agama terpenting yang ditetapkan Islam. Dan di atas kaidah agama ini lahirlah berbagai problema mengenai pemeliharaan keberadaan individu dan masyarakat, serta menghindarkan bahaya dari umat manusia. Berdasarkan kaidah agama ini, para pendidik, khususnya para ibu, wajib untuk membimbing anak-anak agar mengetahui aturan kesehatan dan cara pencegahan penyakit, demi terpeliharanya kesehatan anak dan pertumbuhan kekuatan jasmaninya. Di samping itu, mereka pun harus konsultasi dengan para spesialis mengenai sesuatu yang perlu diperhatikan untuk menjaga jasmani dari berbagai macam penyakit menular: a. Jika memakan buah-buahan yang belum masak itu dapat menimbulkan penyakit, maka di sini para pendidik harus membimbing anak-anak supaya membiasakan diri makan buah-buahan setelah masak. b. Jika
memakan
sayuran
dan
buah-buahan
sebelum
dicuci
bisa
menimbulkan bahaya penyakit, maka di sini para pendidik harus membimbing anak-anak agar membiasakan diri untuk makan sayursayuran dan buah-buahan setelah dicuci. 59
Ibid, 251.
37
c. Jika mencampur satu makanan dengan makanan lainnya secara bersamaan bisa menimbulkan sakit di lambung pernafasan dan pencernaan, maka para pendidik harus membimbing anak-anak supaya membiasakan diri mengatur waktu-waktu makan. d. Jika mengambil makanan dengan tangan kotor itu dapat menimbulkan penyakit, maka para pendidik harus membimbing anak-anak untuk menerapkan petunjuk Islam dalam mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. e. Jika meniup gelas berisi air atau sendok yang berisi makanan itu dapat membahayakan fisik, maka para pendidik harus melarang anak-anak untuk tidak melakukan perbuatan atau kebiasaan yang menimbulkan malapetaka tersebut. Demikian seterusnya. ‘Ulwân menyimpulkan bahwa, seandainya para pendidik mengajarkan berbagai petunjuk dan ajaran-ajaran kesehatan ini kepada anak-anak, niscaya mereka akan tumbuh dengan badan yang sehat dan kuat, bergairah dan penuh semangat.60
I. Membiasakan Anak Berolah Raga dan Bermain Ketangkasan ‘Ulwân menegaskan bahwa hal ini sebagai realisasi dari firman Allah Swt.:
. ٍةf C Tُ 60
Ibid, 252.
ْ=pِ ْS_ُ eْ َ _َ R ْ @َp ْSmُ Eَ وْاl ; َ َوَأ
38
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi…”.61 Sekaligus menerapkan apa yang disabdakan Rasulullah Saw.:
...Ã ِ Oْ eِ ½ C E= ا ِ pِ ْdُ Eْ= ا َ pِ M ِ اNَE¬ ِا l ^ َ ٌ َوَأOْ Á َ ي l fِ Yَ Eْ= ا ُ pِ ْdُ Eْ َا “Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah…”.62 Menurut ‘Ulwân, untuk melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya itu, maka Islam menyerukan untuk mempelajari renang, memanah dan menunggang kuda, sebagaimana petunjuk Nabi Saw. berikut ini: a. Dengan isnad (jalur perawi) yang jayyid (baik/shahih), Ath-Thabrani meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
:ل ٍ @َ]Á ِ Xُ َ ْ َار C ٌ ِإfmْ R َ ٌْ َاوfmْ Eَ fَ mُ Wَ M ِ =ْ ِذ ْآ ِ اpِ ª َ Oْ Eَ ٌْءI~ َ h l ُآ Pُ _ُ Gَ ; َ[ َ pُ َوPُ R َ َ Wَ Pُ Gُ `ْ ( َو َ¼ْ ِدI ِ pْ C KِE) = ِ Oْ º َ ْÌَ Eْ = ا َ Oْ َ h ِ¨ ُ C E اI ُA ْ pَ .Bَ ^ َ @َGb H E اPُ dُ Oْ Kِeْ َ َوPُ Kََأ ْه “Segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan zikir (menyebut) namanama Allah, maka itu adalah senda gurau belaka, kecuali empat perkara: Berjalannya seseorang antara dua tujuan (untuk memanah), latihan menunggang kuda, bermain dengan keluarganya dan belajar berenang”.63 b. Di dalam Shahih-nya, Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. Membacakan firman Allah Swt. Surat Al-Anfal ayat: 60, kemudian beliau bersabda:
.I ُ pْ C E َة اfC Yُ Eْن ا C َأ َ َأ،ُIpْ C E َة اfC Yُ Eْن ا C َأ َ َأ،ُIpْ C E َة اfC Yُ Eْن ا C َأ َ َأ
61
Al-Qur’an, 8: 60. ‘Ulwân, Pendidikan Anak dalam Islam, 253. 63 Ibid. 62
39
“Ketahuilah, bahwa kekuatan itu adalah memanah. Ketahuilah, bahwa kekuatan itu adalah memanah. Ketahuilah, bahwa kekuatan itu adalah memanah”. c. Dengan isnad yang jayyid, Bazzar dan Thabrani meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. Bersabda:
.ْS ُآfِ mْ Eَ ِ Oْ Á َ ْ=pِ Pُ qC³ِWَ I ِ pْ C E@ِ ْSsُ Oْ Kَ; َ “Hendaklah kamu bermain panah. Karena itu adalah permainan kalian yang terbaik”.64 d. Di dalam Shahih-nya, Al-bukhari meriwayatkan bahwa Nabi Saw. melewati para sahabat di lapangan panah. Beliau memberikan semangat kepada mereka seraya bersabda:
.ْSsُ Klْ ُآSsُ eَ pَ @َqْا َوَأfpُ ِْإر “Panahlah, sesungguhnya aku bersama kamu sekalian.” e. Di dalam Shahihain diriwayatkan, bahwa Nabi Saw. memberikan izin kepada Habasyah untuk bermain lembing di masjid dan memberikan izin kepada istrinya, Aisyah r.a. untuk menyaksikan mereka. Beliau bersabda kepada mereka:
. َ َةWِ ْْ َأرIDِ َ @َ` ْSsُ qَ ُْدو “Teruskan wahai bani Arfidah”.65 Ketika mereka bermain lembing di hadapan Nabi Saw., Umar masuk ke dalam arena permainan dan menyerang mereka dengan lembing itu. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
.ُ dَ ; ُ @َ` ْSmُ ; ْ َد 64 65
Ibid, 254. Ibid, 254.
40
“Biarkan mereka, hai Umar.” f. Ashabus Sunan dan Imam Ahmad meriwayatkan dari Rasulullah Saw. bahwa beliau bersabda:
.h ٍ] ْ qَ ْ َاوÂٍ Wِ @َ^ ْ َاوÃ Ä Á َ ْIWِ C ن( ِإ َ @َ َره َ ْ )َأيÍ َ Gَ R َ َ “Tidak perlombaan (pertaruhan) selain di dalam tapak kaki unta, tapak kaki kuda dan anak panah”. Sebab pertaruhan di atas mempunyai pengaruh yang besar di dalam mempersiapkan sarana perang dan jihad.66
J. Membiasakan Anak untuk Prihatin dan Tidak Larut Dalam Kenikmatan ‘Ulwân menjelaskan bahwa pembiasaan terhadap anak untuk prihatin dan tidak larut dalam kenikmatan dimaksudkan agar pada masa dewasa nanti, anak dapat melaksanakan kewajiban jihad dan dakwah dengan sebaikbaiknya.67 Banyak sekali hadis-hadis yang memerintahkan untuk prihatin dan hidup sederhana. Di antaranya adalah: Imam Ahmad dan Abu Na’im meriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal secara marfu’:
.= َ Oْ dِ eH Dَ _َ dُ Eْ@ِ ْاfb ُ Oْ Eَ M ِ َ@ َد اG; ِ ن C ³ِWَ Sُ el Dَ _CEْ وَاS@ ُآC`ِإ “Janganlah kalian terlalu larut dalam kesenangan (kemewahan). Karena sesungguhnya hamba Allah itu bukanlah orang-orang yang terlalu larut dalam kesenangan (kemewahan)”.68 Thabrani, Ibnu Syahin, dan Abu Nu’aim meriwayatkan dari Al-Qa’qa’ bin Abi Hadrad secara marfu’: 66
Ibid, 255. Ibid. 68 Ibid, 256. 67
41
.ْاfKl½ ِ _َ qْ وَا،ْاfDُ ~ َ ْfA َÁ ْ َ ُدوْا وَاeْ dَ َ “Contohlah kakekmu, Ma’ad bin Adnan (dalam kehidupannya yang sederhana dan kefasihannya), dan berlatihlah untuk hidup sederhana dan prihatin , serta berlatihlah melempar anak panah (untuk mempersiapkan kekuatan)”.69 Menurut ‘Ulwân, cukuplah Rasulullah Saw. sebagai suri teladan generasi muslim, baik dalam kehidupannya yang sederhana, prihatin nya dalam makanan, pakaian dan tempat tinggal, agar mereka selalu siap menghadapi segala sesuatu yang menghadangnya. Pantaslah jika umat Islam terlalu lama dalam kesenangan, kemewahan, tidur di atas sutra, dan tergiur oleh harta benda, maka akan cepat sekali roboh dan pasrah terhadap serangan musuh. Roh kesabaran, persatuan serta jihad di jalan Allah menjadi pudar dalam jiwa para pemudanya. Rasanya masih terlalu segar dalam ingatan kita akan sejarah peristiwa jatuhnya Andalus.70 K. Membiasakan Anak Bersikap Tegas dan Menjauhkan Diri Dari Pengangguran, Penyimpangan, dan Kenakalan Dalam hal ini, ‘Ulwân menjadikan beberapa petunjuk Nabi Saw. sebagai landasan berfikirnya, di antaranya: Di dalam Shahih-nya, Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
.ْÂx ِ eْ ُ َ َوM ِ @ِ ْ=eِ _َ R ْ وَا،َ¥eُ rَ Dْ `َ @َp NَKَ; ْ^ ِص ْ ِا
69 70
Ibid. Ibid.
42
“Tamaklah terhadap apa yang memberikan manfaat kepadamu, dan mintalah tolong kepada Allah dan janganlah engkau (bersikap) lemah”.71 Dengan isnad yang jayyid, Thabrani meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
:ل ٍ @َ]Á ِ Xُ َ ْ َار C ٌ ِإfmَR ٌْ َاوfmْ Eَ fَ mُ Wَ M ِ =ْ ِذ ْآ ِ اpِ ª َ Oْ Eَ ٌْءI~ َ h l ُآ Pُ _ُ Gَ ; َ[ َ pُ َوPُ R َ َ Wَ Pُ Gُ `ْ ( َو َ¼ْ ِدI ِ pْ C KِE) = ِ Oْ º َ ْÌَ Eْ = ا َ Oْ َ h ِ¨ ُ C E اI ُA ْ pَ .Bَ ^ َ @َGb H E اPُ dُ Oْ Kِeْ َ َوPُ Kََأ ْه “Segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan zikir (menyebut) namanama Allah, maka itu adalah senda gurau belaka, kecuali empat perkara: Berjalannya seseorang antara dua tujuan (untuk memanah), latihan menunggang kuda, bermain dengan keluarganya dan belajar berenang”.72 Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairoh r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
= َ Oْ ^ ِ ق ُ @ ِرb C Eق ا ُ ِ b ْ `َ َ َو،ٌ=pِ ْpُ fَ ْ َو ُهIqِ ْÂ`َ = َ Oْ ^ ِ ْIqِ اCÂEْ اIqِ ْÂ`َ َ .ٌ=pِ ْpُ fَ َ@ َو ُهmُ َ A ْ `َ = َ Oْ ^ ِ َ dْ Ð َ Eْ ب ا ُ َ A ْ `َ َ َو،ٌ=pِ ْpُ fَ ق َو ُه ُ ِ b ْ `َ “Orang mukmin yang berzina tidak bisa dikatakan sebagai seorang mukmin ketika berbuat zina. Dan seorang pencuri tidak bisa dikatakan seorang mukmin ketika sedang mencuri. Dan tidak bisa dikatakan seorang mukmin, ketika peminum minuman keras sedang minumminum”.73 Di dalam sebuah riwayat, Nasai menambahkan:
.Pِ Yِ Dُ ; ُ ْ=pِ [ ِم َ R ْ¸ ِ ْ اBَ Yَ ْ َرXَ KَÁ َ ْYَ Wَ ¥ َ Eِ ذh َ eَ Wَ ذَا³ِWَ “Apabila ia melakukannya, maka ia melepaskan ikatan Islam dari lehernya”.74 Muslim dan lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: 71
Ibid, 257. Ibid. 73 Ibid. 74 Ibid, 258. 72
43
ِ Yَ Gَ Eْ ¬ ا ِ qَ ْط َآَ¼ذ ٌ @َOR ِ ْSmُ eَ pَ ٌْمfTَ :@َdْ َأ َر ُهSEَ @ ِرCDE اh ِ =ْ َأ ْهpِ ن ِ @َrDْ J ِ ،ٌ[ت َ ?ِ @َp ٌ[ت َ Oْ dِ pُ ٌَ@تٌ ;َ@ ِر`َ@تOR ِ @ََ@ءٌ آbِqس َو َ @CDEَ@ اmِ ن َ ْfُ ِ ½ ْ `َ ن َ ْx ِ `َ َ َوBَ DCx َ Eْ = ا َ Kْ Á ُ ْ`َ َ Bِ Kَ?ِ @َdEْ ¦ِ اÐ ْ Gُ E اBِ dَ Dِ R ْ ¼َ= َآ C mُ R ُ ُْر ُؤو .َاnَا َو َآn َ ِة َآOْ b ِ pَ ْ=pِ ُ ¨ َ ْfOُ Eَ @َma َ `ْ ن ِر C َوَأ،@َma َ `ْ ِر "Ada dua golongan ahli neraka yang tidak aku lihat, yaitu suatu kaum yang mempunyai cambuk seperti ekor-ekor lembu yang dipergunakan untuk memukul manusia dan kaum wanita yang berpakaian namun telanjang (karena terlalu tipis dan ketat), dan berlenggak-lenggok dalam berjalan, kepala mereka bagai punuk-punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan baunya. Dan sesungguhnya baunya itu dapat dirasakan dari jarak perjalanan sekian sampai sekian”.75 Itulah sepercik lautan petunjuk yang. diarahkan oleh Rasulullah Saw. dan sebagaimana kita ketahui bahwa hal itu merupakan petunjuk paling berharga untuk mengajak kepada kehidupan secara sungguh-sungguh dan tegas, serta menjauhkan dari penyimpangan dan kemustahilan. Sudah barang tentu jika anak dibesarkan atas dasar penyimpangan, terdidik dalam dosa, kejahatan, dan tidak sungguh-sungguh, maka kepribadian dan kejiwaannya akan hancur, fisiknya akan terkena penyakit yang paling berbahaya. Untuk itu, para pendidik, terutama para ibu, wajib memelihara anakanak mereka sejak kecil, dan menanamkan makna kejantanan (tegas dan tidak kolokan), zahud (bersahaja) dan budi pekerti yang baik di dalam jiwa mereka. Selain itu, mereka juga wajib menjauhkan anak-anak dari segala hal yang dapat menghancurkan kejantanan dan kepribadian, membunuh keutamaan dan akhlak, melemahkan akal serta badan. Sebab, upaya ini akan rnemberikan keselamatan pikiran, kekuatan fisik, terpeliharanya akhlak, keluhuran roh, dan kepercayaan yang kuat untuk mewujudkan cita-cita dan 75
Ibid.
44
harapan mereka. Itulah prinsip terpenting yang digambarkan oleh Islam dalam mendidik fisik anak-anak. Jika para pendidik sudah mencurahkan perhatian dan tanggung jawab dalam pendidikan fisik ini, maka generasi, yang terbina akan mempunyai kekuatan fisik, sehat, bergairah, dan bersemangat. Ini berarti, para pendidik telah
melaksanakan
amanat
yang
dibebankan
kepadanya,
sekaligus
mewujudkan tanggung jawab yang diwajibkan Allah. Dan pada hari kiamat nanti, para pendidik akan bertemu dengan Allah dengan wajah yang bersih putih dalam kelompok para Nabi, syuhada dan orang-orang saleh. Ada beberapa fenomena membahayakan yang dapat merusak kehidupan anak-anak, para remaja, pemuda, maupun orang dewasa. Bahaya ini harus diketahui, diperhatikan dan diberitahukan oleh para pendidik, terutama para orang tua dan mereka yang berhak mendapatkan pendidikan sehingga mereka tidak terjerumus ke dalamnya.76 Menurut ‘Ulwân , fenomena yang sering melanda anak-anak, para remaja, dan pemuda itu berkisar pada rnasalah-masalah sebagai berikut:
1. Merokok ‘Ulwân menilai bahwa merokok merupakan fenomena yang lebih banyak dan tersebar luas dibanding fenomena lainnya. Semuan orang tidak bisa lepas dari fenomena ini, kecuali orang-orang yang kehendaknya dapat mengalahkan hawa nafsu, akalnya dapat mengalahkan perasaannya dan kebaikannya dapat mengalahkan keburukannya, namun sedikit sekali 76
Ibid, 259.
45
orang yang melakukannya. Untuk mengetahui fenomena ini dari segala aspeknya, ‘Ulwân memberikan penjelasan tentang tiga hal berikut ini:
a. Bahaya merokok Tentang bahaya-bahaya yang timbul akibat merokok ini, ‘Ulwân membatasinya pada dua hal yang paling penting: 1. Bahaya Kesehatan dan Kejiwaan Secara pasti dan tidak diragukan lagi, para dokter telah menetapkan, bahwa merokok dapat mengakibatkan penyakit TBC, kanker paru-paru, lemah ingatan, nafsu makan berkurang, wajah jadi pucat, gigi menguning, saluran pernafasan tersumbat, melemahkan urat-urat syaraf, daya tahan tubuh secara umum menurun, menyebabkan peyimpangan akhlak, melemahkan semangat, dan membiasakan hidup malas dan santai. Dan masih banyak lagi berbagai penyakit berbahaya lainnya yang ditimbulkan oleh merokok. 2. Bahaya Ekonomis Jika seseorang yang mempunyai pendapatan terbatas dalam setiap harinya harus mengeluarkan seperempat dari pendapatannya untuk membeli rokok, maka sudah tentu hal itu merupakan pemborosan uang secara sia-sia dan dapat menghancurkan rumah tangga. Sebab, merokok itu telah mengurangi biaya makan dan keluarganya. Dan barangkali ia akan menyimpang dari jalan yang
46
benar, seperti menyuap dan mencuri dalam upaya mendapatkan rokok itu.77
b. Merokok Dalam Pandangan Syarak Adapun hal-hal yang berkait dengan syarak dalam masalah merokok ini, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Sudah menjadi kesepakatan para fukaha dan para Imam Mujtahid, bahwa setiap penyebab bahaya yang dapat menjerumuskan ke dalam kehancuran, wajib dijauhi dan haram dikerjakan. Pendapat mereka adalah berdasar pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
.َا َرº ِ َ َ َر َوº َ َ "Tidak boleh membahayakan (diri sendiri) dan tidak boleh membahayakan (orang lain)”. Firman Allah:
...Bِ sَ Kُmْ _CE اIَEْ ِإSْا ِ َ¼ ْ` ِ ُآfYُ Kْ ُ َ َو... “...dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu dalam kebinasaan…”.78 Dan firman-Nya:
.@ًdOْ ^ ِ ْ َرSsُ ِ ن َ @َ آM َ نا C ْ ِإSsُ b َ rُ qْ ْا َأfKُُ_Yْ َ َ َو “Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.79 Oleh karena itu bahaya, merokok terhadap fisik dan kesehatan sudah
77
Ibid, 260-261. Al-Qur’an, 2: 195. 79 Al-Qur’an, 4: 29. 78
47
terbukti, maka wajib dijauhi dan haram dikerjakan. 2. Bagi kalangan yang beripikiran dan berjiwa sehat, merokok termasuk masalah yang buruk, karena berbahaya terhadap jasmani dan menyebabkan bau tidak sedap pada mulut. Sedangkan Allah Swt. telah
menghalalkan
segala
kebaikan
bagi
manusia
dan
mengharamkan segala yang buruk demi kesehatan jasmani, terpeliharanya, akhlak dan pikiran, serta pergaulan yang harmonis dan menyenangkan di masyarakat. Allah Swt. berfirman:
.¬ ِ OH Cَ E@ِ ± َ Oْ Gِ Ð َ Eْ ْا اfEُC Gَ _َ َ َ َو... “…janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk”.80 Dan firman-Nya dalam AI-Qur’an:
(١٥٧ :)ا¿;اف
.± ِ ?ِ @َGÐ َ Eْ اSُ mِ Oْ Kَ; َ ُمH a َ `ُ ت َو ِ @َGHO C E اSُ mُ Eَ h la ِ `ُ َو
“…dan menghalalkan bagi mereka segala yang mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”. 81
baik
dan
Serta firman-Nya yang lain:
.± ِ Oْ Gِ Ð َ Eْ َ ُة ا²ْ َآ¥ َ Gَ x َ; ْ ْ َأfEَ¬ َو ُ OH C Eُ وَا±Oْ Gِ Ð َ Eْ يْ اfِ _َ b ْ `َ َ ْhTُ “Katakanlah: “Tidaklah sama yang buruk dengan Yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu”.82 3. Selain itu merokok juga dapat melemahkan otak dan fisik. Hal ini dirasakan oleh perokok pemula, dan secara perlahan-lahan menjadi kebiasaan. Lebih-lebih jika merokoknya itu secara berlebihan.
80
Al-Qur’an, 4: 2. Al-Qur’an, 7: 157. 82 Al-Qur’an, 5: 100. 81
48
Rasulullah Saw. melarang segala hal yang dapat melemahkan, seperti halnya larangan beliau terhadap segala hal yang memabukkan. Dengan sanad sahih, Imam Ahmad dan Abu Daud meriwayatkan, bahwa Ummu Salamah r.a. berkata:
.ٍ _Hrَ pُ ٍ َوsِ b ْ pُ h H ;=ْ ُآ َ Sَ KCR َ َوPِ Oْ Kَ; َ M ُ اNCKJ َ M ِ لا ُ ْfR ُ َرNَmqَ “Rasulullah Saw. melarang segala hal Yang memabukkan dan membius”.83 Dengan demikian, pengertian baik dari konteks maupun dalalah dalil-dalil di atas, bahwa merokok adalah haram dan wajib ditinggalkan. Sebab, bahayanya sangat besar dan keburukannya sudah nyata. Akan halnya para fukaha yang berpendapat bahwa hukum merokok itu adalah mubah atau makruh, maka karena ada suatu alasan, para dokter pada waktu itu belum berhasil menguak bahaya-bahayanya. Mereka juga bersandarkan pada sebuah kaidah:
.Bُ ^ َ @َ¸ ِ َْ@ ِء اO~ ْ¿ َ ْ اh ُJ ْ َأ “Asal segala sesuatu itu adalah mubah (boleh)”.84 Setelah para dokter menguakkan berbagai bahaya merokok baik secara fisik maupun kejiwaan dan setelah para Ahli menjelaskan bahaya yang sangat besar baik bagi individu maupun masyarakat, maka tidak ada keraguan
lagi
mengenai
haram
dan
mubahnya.
Merokok
dan
pembiasaannya benar-benar diharamkan dan merupakan perbuatan dosa.
83
Hafizh Al Mundziry, Mukhtashar Sunan Abu Dawud, Terj. Bey Arifin, (Semarang: CV. Asy Syifa’, 1993), 229. 84 ‘Ulwân, Pendidikan Anak dalam Islam, 265.
49
c. Cara Penanggulangannya Cara penanggulangan pertama dibebankan kepada negara melalui media massa secara luas, seperti melalui surat-surat kabar, majalahmajalah, siaran-siaran radio dan televisi yang tersebar di mana-mana, yang melarang merokok dan terus-menerus memberikan penerangan tentang besarnya bahaya kepada para pemuda dan masyarakat luas. Kemudian, meminta bantuan kepada orang-orang berpengalaman, para ahli, pemikir dan penulis. Di samping itu, hendaknya negara menaikkan pajak dan harga rokok, kemudian melarangnya secara keseluruhan di tempat-tempat umum dan keramaian. Kemudian, untuk orang-orang dewasa yang sudah terbiasa merokok, hendaknya selalu ingat dan takut kepada Allah Swt. Sehingga mereka akan menjauhi hal-hal yang haram, seperti merokok. Hendaknya mereka mempunyai tekad yang bulat untuk mengalahkan hawa nafsunya, di samping mempunyai pemikiran dan kebijaksanaan yang mendorong untuk mengikuti jalan yang benar. Jika seseorang telah memiliki iman yang teguh, tekad yang bulat dan akal yang sehat, sudah barang tentu ia akan memiliki sifat yang sempurna dan hidup dengan tenang dan bahagia. Anak-anak yang terbiasa merokok dan melakukan hal-hal negatif, banyak disebabkan oleh tidak adanya atau kurangnya pengawasan dari pada pendidik dan keluarganya. Kelalaian para pendidik ini sangat mengkhawatirkan, karena mereka akan menjadi bahaya yang dapat
50
mengancam keselamatan masyarakat. Olen karena itu, maka tugas para orang tua dan pendidik tidak lain adalah memperhatikan dan mengawasi tingkah laku anak dan meluruskan kenakalan dan penyimpangannya. Sehingga dapat mengembalikan mereka kepada kebenaran dan mereka mendapatkan keselamatan kembali. Sudah tentu, jika sejak kecilnya anak sudah terbiasa merokok, maka sedikit demi sedikit akan melakukan keburukan, kerusakan, kenakalan, dan penyimpangan yang lebih jauh lagi. Sebab merokok merupakan suatu media menuju kekejian dan kemungkaran. 2. Kebiasaan Onani Menurut ‘Ulwân, fenomena ini banyak berjangkit di kalangan para remaja dan pemuda. Faktor utama yang mendorong terjangkitnya fenomena ini, adalah karena mereka sering menyaksikan adegan-adegan yang menimbulkan rangsangan dan fitnah, seperti cara kaum wanita berpakaian, bergaya di jalanan dan bersolek yang merangsang di jalanjalan, tempat-tempat rekreasi, atau di mana pun juga. Sedangkan yang mereka baca di dalam buku-buku dan berbagai majalah yang berisikan cerita-cerita porno dan membangkitkan nafsu birahi, merupakan pengaruh yang sangat membahayakan para pemuda, baik secara kejiwaan, pikiran, maupun moral. Jika seorang remaja atau pemuda tidak pernah mengingat Allah Swt., tidak pernah takut kepada-Nya dan tidak pernah memperhitungkan
51
akibat perbuatannya, la akan jatuh ke dalam salah satu di antara dua kemungkinan negatif: la akan memenuhi tuntutan naluri seksualnya dengan melakukan hal-hal yang haram (perzinaan dan perkosaan). Mengurangi luapan emosinya itu dengan onani. Bahaya teringan dari dua kemungkinan di atas sangat jelas bagi jasmani, keturunan, akal, dan kesehatan jiwa. 85 Untuk membicarakan fenomena ini secara menyeluruh, maka penulis akan membahasnya menjadi tiga aspek: a. Bahaya Onani Bahaya-bahaya yang timbul akibat kebiasaan melakukan onani meliputi: 1. Bahaya Fisik Secara
medis
dinyatakan,
bahwa
orang
yang
sering
melakukan onani akan mudah terserang berbagai penyakit, di antaranya kehilangan stamina, jantung berdebar-debar, penglihatan, dan ingatan lemah, alat pencernaan rusak, radang paru-paru yang dapat mengakibatkan penyakit TBC, mempengaruhi peredaran darah dan menyebabkan kekurangan darah. 2. Bahaya Seksual Bahaya terbesar akibat melakukan onani ini adalah, lemah syahwat (impoten). Tidak diragukan lagi, bahwa penyakit ini dapat
85
Ibid, 267.
52
menyebabkan wanita (istri) lari dari laki-laki. Dan hubungan suami istri tidak akan berlangsung harmonis tanpa adanya hubungan seksual. Bahaya lainnya adalah, timbulnya keengganan pada masingmasing suami istri. Sebab, lelaki sudah terbiasa mengumbar syahwat melalui kebiasaan yang berdosa. Dengan demikian, istri tidak akan menemukan kepuasan hubungan intim bersama suami yang terkena penyakit ini.86
3. Bahaya Kejiwaan dan Moral Para psikolog menyatakan, bahwa para pecandu onani akan mudah terserang berbagai gangguan jiwa, seperti: pelupa, lemah ingatan, senang menyendiri, pemalu, pengecut, pemalas, pemurung, selalu berpikir untuk melakukan dosa, dan bahaya lain yang melumpuhkan pikiran, melemahkan kemauan, dan menghancurkan kepribadian.
b. Onani dalam Pandangan Syarak Agama telah menetapkan, bahwa hukum onani adalah haram. Alasannya adalah: Firman Allah Swt.:
= َ `ْ nِ EC وا،َْنfeُ ~ ِ @َÁ ْSmِ ِ [ َ J َ ْIWِ ْS= ُه َ `ْ ِnECن ا َ ْfDُ pِ ْdُ Eْ اÅ َ KَWْ ْ َأTَ ،َْنfKُ; ِ @َW ِةfَآÂC KِE ْS= ُه َ `ْ nِ EC وَا،َْنfº ُ ِ eْ pُ fِ Ìْ KCE;=ْ ا َ ْSُه 86
Ibid, 267-268.
53
@َp ْْ َأوSmِ ¨ ِ َأزْوَاNَK; َ C ِإ،َْنf£ ُ Wِ @َ^ ْSِm¨ ِ ْ ُوrُ Eِ ْS= ُه َ `ْ nِ ECوَا .= َ Oْ pِ ْfKُpَ ُ Oْ | َ ْSmُ qC³ِWَ ْSmُ qُ @َd`ْ ¦ْ َأsَ Kَpَ “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada guna, orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka ini tidak tercela”.87 Segala bentuk pemuasan syahwat yang tidak melalui perkawinan atau budak yang dimiliki, seperti berzina, liwath (homoseksual) dan onani, termasuk dalam keumuman ayat:
(٧ :نfDpdE)ا
.ن َ َْ@ ُدوeEْ اSُ ُه¥ َ Ëِ Eَ¼ُوWَ ¥ َ Eِ َورَا َء ذNَÌ_َ ْ = ا ِ dَ Wَ
“Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orangorang yang melampaui batas”.88 Dan diriwayatkan pula:
.gُ َ `َ Å ُ @ ِآCDE ا:ْSmُ Dْ pِ ٌ; َد َ ْSmِ Oْ Eَ ُ ِإ£ ُ Dْ `َ َ Bٌ eَ Gْ R َ “Ada tujuh golongan yang tidak akan diperhatikan (Allah) Di antaranya adalah orang yang menikahi tangannya (onani)”.89 Secara keseluruhan, nash-nash di atas menunjukkan bahwa kebiasaan onani hukumnya adalah haram. Dalam kajian hukum agama tentang merokok disebutkan, bahwa segala hal yang mengakibatkan madarat (bahaya) dan membawa kehancuran, wajib ditinggalkan dan haram dikerjakan:
.َا َرº ِ َ َ َر َوº َ َ “Tidak boleti membahayakan (diri sendiri) dan membahayakan 87
Al-Qur’an, 23: 1-6. Al-Qur’an, 23: 7. 89 ‘Ulwân, Pendidikan Anak dalam Islam, 269. 88
54
(orang lain)”. Allah Swt. berfirman:
.Bِ sَ Kُmْ _CE اNَEْ ِإSsُ `ْ ِ `ْ ¼َ ِ ْاfYُ Kْ ُ َ َو...
“...dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. Karena kebiasaan melakukan onani ini dapat menimbulkan bahaya-bahaya fisik, seksual, moral dan kejiwaan, maka atas dasar hadis dan ayat di atas, onani adalah haram. Sudah sama-sama diketahui, bahwa onani merupakan suatu hal Yang dapat mengakibatkan kerusakan. Tetapi lebih hina daripada onani adalah berzina dan liwath (homo). Karena baik zina maupun liwath dapat membinasakan keutuhan masyarakat luas, kehormatan, dan kesucian di samping mengakibatkan kekaburan dalam keturunan. perkelahian, hasud, dan dengki. Dalam keadaan seperti ini, melakukan onani lebih baik, karena bahaya dan keburukannya lebih ringan daripada zina dan liwath. Oleh karena itu, Para fukaha mengatakan, “Melakukan onani itu haram, jika dimaksudkan untuk membangkitkan dan memuaskan syahwat, ketika syahwat itu sendiri dalam keadaan normal. Sedangkan apabila syahwat itu sedang naik, sehingga menggelisahkan pikiran, perasaan, dan sangat dimungkinkan terseret kepada perbuatan keji, maka untuk menenangkan syahwat, melakukan onani dibolehkan, dan pelakunya tidak mendapatkan pahala, namun tidak pula berdosa”.
c. Cara Penanggulangannya Cara yang paling tepat untuk menanggulangi kebiasaan onani
55
adalah: 1. Perkawinan Pada Usia Muda Perkawinan
merupakan
cara
terbaik
untuk
mencegah
kebiasaan onani yang sangat membahayakan. Bahkan merupakan satu-satunya cara yang alami untuk menetralisir bangkitnya syahwat. Selain itu, perkawinan itu sendiri mempunyai manfaat lain, baik secara moral, social, kesehatan dan kejiwaan. 2. Puasa Sunat Jika
keadaan
belum
memungkinkan
untuk
dilakukan
perkawinan pada usia muda, maka Islam telah menunjukkan cara lain, yaitu supaya melakukan puasa sunat. Sebab dengan puasa, syahwat dapat diringankan, kekerasan insting seksual dapat dipatahkan, dan ketakutan kepada Allah tetap terjaga. Petunjuk ini terdapat dalam hadis Nabawi yang diriwayatkan oleh berbagai pihak dari Rasulullah Saw.:
Pُ qC³ِ Wَ ،ْوجC Âَ _َ Oَ Eْ @َW َ@ َء َةGEْ اSُ sُ Dْ pِ ع َ @َ_َ R ْ =ا ِ pَ ب ِ @َGA C E َ اA َ eْ pَ @َ` Pِ Oْ Kَeَ Wَ ْX ِ _َ b ْ `َ ْSEَ ْ=pَ ج َو ِ ْrَ Kْ Eِ Ù َُ ^ ْ ] ِ َوَأ َ Gَ Kْ Eِ Ú l | َ َأ ٌ ِو¨َ@ءPُ Eَ Pُ qC ³ِWَ ْ ِمf] C E@ِ “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian sudah mampu untuk melangsungkan perkawinan, maka hendaklah kawin. Sebab perkawinan itu dapat menahan pandangan dan lebih dapat memelihara kemaluan. Dan barangsiapa belum mampu (kawin), maka hendaklah berpuasa. Karena puasa itu dapat mengendorkan syahwat”.90 3. Menghindari Segala Hal yang Merangsang 90
Al-Bukhori, Soheh Bukhori, 5-6.
56
Termasuk ihwal yang tidak pernah diperselisihkan orang, bahwa kebanyakan masyarakat kita ini bangga dengan kerusakan, kemewahan, dan tergila-gila pada penyimpangan dan dosa. Jika para pemuda terbawa dalam lautan perangsang, fitnah, kehinaan, dan kekejian, maka tidak diragukan lagi moral mereka akan terpengaruh dan menyimpang, mereka akan menjadi seperti binatang buas dalam masalah syahwat. Untuk ini, bagi para pendidik tidak ada pillhan lain selain memberikan nasihat, peringatan, dan pengertian kepada anak-anak, bahwa memandang wanita-wanita telanjang, membaca cerita-cerita cabul dan majalah-majalah porno yang dijual oleh para penjual naluri dan kehormatan. Semuanya itu merupakan hal yang dapat merendakan gairah, mengotori kehormatan, menjatuhkan moral, membunuh kemuliaan, melemahkan fisik, pemahaman ingatan membangkitkan syahwat, menghilangkan
kepribadian,
mengubur
nilai
kemanusiaan,
keutamaan, dan akhlak. Setelah peringatan ini, tidak ada jalan lain bagi mereka selain dari memelihara keseimbangan secara kejiwaan dan moral, serta kesehatan mereka secara mental dan fisik. Dengan demikian, mereka termasuk dalam golongan orang-orang saleh yang suci dan orangorang mukmin yang baik. 4. Mengisi Kekosongan dengan Aktivitas Positif
57
Para Ahli jiwa dan pendidikan mengatakan, bahwa jika anak terlena dalam kekosongan waktunya, maka akan lahir pikiran-pikiran kotor dan khayalan-khayalan seksual. Jika anak itu adalah seorang remaja atau pemuda, maka syahwatnya akan bergejolak mengejar khayalan-khayalan itu. Pada saat demikian, ia tidak akan menemukan kesempatan kecuali akan segera melakukan kebiasaan onani yang buruk demi meringankan luapan dan gejolak syahwatnya. Untuk
menyelamatkan
anak
dari
pikiran-pikiran
dan
khayalan-khayalan kotor agar tidak terjerumus ke dalam akibat yang menyedihkan, hendaknya kita memberikan penerangan kepada para pemuda
tentang
cara
mempergunakan
waktu
dan
mengisi
kekosongan. Sangat banyak bidang kegiatan yang dapat dipergunakan untuk memanfaatkan waktu dan mengisi kekosongan. Misalnya, kegiatan olah raga yang dapat menguatkan fisik, rekreasi bersama kawan-kawan yang baik untuk menghibur hati dan menenteramkan jiwa, menelaah buku-buku untuk menambah ilmu pengetahuan, menyalurkan ketrampilan dan bakat, menghadiri ceramah agama yang dapat memperbaiki akhlak, kompetisi cerdas tangkas yang dapat mengasah otak atau latihan-latihan memanah dengan cara-cara berperang atau jihad di jalan Allah, serta bidang-bidang lainnya. yang memberikan masukan bagi pikiran, membangkitkan semangat, menguatkan badan, dan akhlak.
58
5. Pergaulan yang Baik Di antara hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pendidik di dalam mengarahkan anak-anak, pemuda dan remaja adalah memilihkan teman-teman yang baik dan dapat dipercaya. Selain itu juga mengingatkan mereka jika lupa, menasihati jika menyimpang, menolong jika memerlukan dan berbela sungkawa jika tertimpa musibah. Ada orang yang mengatakan, bahwa teman-teman seperti yang digambarkan di atas sulit sekali didapatkan. Namun demikian, sebenarnya itu bisa kita dapatkan di berbagai tempat. Mereka dapat kita ketahui melalui bekas-bekas sujud mereka, akhlak yang luhur dan perilaku yang lurus. Hendaklah Para pemuda mencari teman-teman seperti mereka dan mengikatnya erat-erat, agar mempunyai sandaran dan penolong di dalam menghadapi berbagai problema serta mempunyai pahlawan-pahlawan yang baik, dapat dipercaya dan diteladani. Sudah merupakan kenyataan, bahwa sesungguhnya seorang teman akan mengikuti apa yang dilakukan temannya. Rasulullah Saw. bersabda:
.h ُ Eِ@َÐ`ُ ْ=pَ ْS^ ُ ُآ َ ْ َأ£ ُ Dْ Oَ Kْ Wَ ،ِPKِOْ KِÁ َ = ِ `ْ ِدNَK; َ ْ ُءdَ Eْ َا “Seseorang itu akan mengikuti agama temannya, maka hendaklah seseorang di antara kamu memperhatikan orang yang ditemaninya itu”. Oleh karena itu, hendaklah para pemuda muslim menghindari
59
pergaulan dengan teman-teman yang mempunyai sifat jelek dan jahat, apabila iman mereka ingin tetap kuat, akhlak mereka luhur dan badan mereka sehat serta kuat. Kemudian, hendaklah bergaul dengan teman-teman yang baik dan kelompok-kelompok mukmin agar kebahagiaan di dua tempat dapat tercapai kemuliaan di dunia dan keselamatan di akhirat. Maha Benar Allah yang berfirman di dalam kitab-Nya:
.= َ Oْ Yِ _Cdُ Eْ ا C ; ُ ®و ِإ َ Ú ٍ eْ Gَ Eِ ْSmُ ½ ُ eْ َ nٍ Ëِ َpْf`َ ُءzِÁ¿ َ َا “Teman-teman akrab pada hari itu sebagian menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakiva”.91 6. Mengikuti Petunjuk Medis Di antara hal-hal yang dinasihatkan oleh para sarjana ilmu kesehatan dan para dokter dalam meringankan tekanan birahi dan syahwat adalah: a. Banyak berdiam di tempat-tempat dingin ketika musim panas, dan
memercikkan air dingin pada anggota seksual pada musim-musim lainnya. b. Banyak berolah raga dan latihan fisik. c. Menghindari makanan yang banyak mengandung hormon-hormon,
karena dapat membangkitkan syahwat. d. Sedapat mungkin, mengurangi yang dapat membangkitkan syaraf
syahwat, seperti kopi dan teh. 91
Al-Qur’an, 43: 67.
60
e. Mengurangi makan daging berwarna merah dan putih. f. Tidak tidur terlentang atau telungkup. Dianjurkan tidur di atas sisi
tubuh bagian kanan sambil menghadap kiblat. 7. Senantiasa Merasa Takut Kepada Allah Swt. Tidak diragukan lagi bahwa, pemuda yang selalu merasa takut kepada Allah Swt., akan merasa bahwa Allah memperhatikan dan melihatnya, mengetahui apa yang dirahasiakan dan dibisikkannya, mengetahui apa yang dikhianati mata dan disembunyikan hatinya, dan merasa bahwa Allah akan meminta pertanggun jawaban terhadap apa yang dilakukannya, sedikit maupun banyak, serta menyiksanya jlka dia menyimpang dan durhaka. Dengan demikian ia akan berhenti melakukan keburukan, kemungkaran, dan kekejian. Secara tegas dapat diketahui, bahwa intensitas menghadiri berbagai lembaga i1mu, aktif mendirikan salat fardu dan sunat, gemar membaca A-Qur’an, tahajud pada waktu malam ketika orangorang sedang tidur, terus-menerus berpuasa sunat, niempelajari sejarah para sahabat, memilih teman yang baik, mengadakan hubungan dengan golongan mukmin, mengingat mati dan lainlainnya, akan menguatkan perasaan takut kepada Allah dan mengagumi kebesaran-Nya. Bagi seorang pemuda mukmin, hendaknya merealisir caracara menguatkan akidah ini dan selalu ingat dan takut kepada Allah, sehingga ia tidak tertarik oleh kemewahan dan rangsangan dunia dan
61
tidak
terperosok
di
dalam
keharaman.
Dan
hendaknya
ia
memperhatikan firman Allah Swt.:
N َ ِهSَ Oْ a ِx َ Eْ ن ا ّ ³ِWَ @َOqْ l E ِة اfَOa َ Eْ َ اZَ oَ وNَÌÛ َ ْ=pَ @Cp¼َWَ = ِ; َ ª َ rْ DCE اNَmqَ َوPِ H َ@ َم َرYpَ ف َ @َÁ ْ=pَ @Cp َوَأ،¼ْوَىdَ Eْ ا .¼ْوَىdَ Eْ اI َ ِهBَ DCx َ Eْ ن ا C ³ِWَ َىfmَ Eْ ا “Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya”.92
3. Minum-Minuman Keras dan Narkotika Minum-minuman keras dan narkotika adalah fenomena yang sangat berbahaya dan sering kita jumpai dalam lingkungan yang tidak memperhatikan akhlak dan tidak mengenal pendidikan Islam. Fenomena ini banyak kita temui pada anak-anak terlantar yang kehilangan pendidik dan pembina, serta anak-anak yang mengikuti jalan sesat dan rusak, karena kelalaian orang tua dalam mengawasi. Sehingga, mereka berteman dengan teman-teman yang jahat dan melakukan kerusakan-kerusakan. Untuk mengkaji fenomena ini dengan seksama, ada baiknya bila dikaji tiga aspek berikut ini: a. Bahaya Minuman Keras dan Narkotika Berbagai macam bahaya yang ditimbulkan akibat minuman keras
92
Al-Qur’an, 79: 37-40.
62
dan penyalahgunaan narkotika adalah: 1. Bahaya Kesehatan Akal Beberapa hal yang telah disepakati oleh para dokter dan sarjana kesehatan adalah, bahwa minuman keras dan penyalahgunaan narkotika
dapat
menyebabkan
kegilaan,
melemahkan
ingatan,
gangguan syaraf dan pencernaan, melumpuhkan ketajaman berpikir, menghilangkan selera makan, menguruskan badan, melemahkan seksual, membekukan jaringan dan urat-urat darah serta penyakitpenyakit lainnya yang sangat membahayakan. 2. Bahaya Ekonomis Telah diketahui bersama, bahwa orang yang suka bermabukmabukan dengan minuman keras dan narkotika akan mudah menyianyiakan harta tanpa perhitungan. Tidak diragukan lagi bahwa penyianyiaan seperti ini akan menghabiskan harta, merusak rumah tangga, dan mengakibatkan kemiskinan. Juga dapat mengurangi pendapatan, merusak perekonomian, dan menyebabkan keterbelakangan budaya. Sebab, pelaku akan terserang berbagai penyakit malas, lemah, dan penyakit-penyakit lainnya, baik jasmani maupun rohani yang disebabkan arak dan narkotika. 3. Bahaya Kejiwaan, Moral, dan Sosial Para pecandu minuman keras dan narkotika akan bersifat hina dan berkebiasaan buruk. Seperti pembohong, pengecut, merendahkan nilai-nilai moral, dan teladan yang baik. Kemudian, la akan melakukan
63
kejahatan-kejahatan seperti pencurian dan pembunuhan, di samping terjerat dalam penyimpangan moral, tidak mempunyai kemauan dan rasa tanggung jawab.
b. Hukum Agama Tentang Minuman Keras dan Narkotika Terhadap mabuk-mabukan dengan minuman keras dan narkotika, secara tegas Islam telah menghukuminya haram. Mengenai khamar (arak), Allah Swt. berfirman:
ُم َ ْ¿ز َ ْب َوا ُ @َ]qْ ¿ َ ْ ُ َواb ِ Oْ dَ Eْ ُ وَاdْ Ð َ Eْ َ@ اdqCْا ِإfDُ pَ o = َ `ْ nِ ECَ@ اm`l`َ@َأ ُ `ْ ِ `ُ @َdqC ِإ.ن َ ْfa ُ Kِrْ ُ ْSsُ KCeَ Eَ gُ ْfGُ Dِ _َ ¨ ْ @َW ن ِ @َOْ A C E اh ِ dَ ; َ ْ=pِ ٌª¨ ْ ِر ِ dْ Ð َ Eْ ْ اIWِ ½َ@ َءÌْ Gَ Eْ َا َو َة وَاeَ Eْ اSُ sُ Dَ Oْ َ Xَ Tِ ْfُ` ْن َأن ُ @َOْ A C Eا ْS_ُ qْ ْ َأhmَ Wَ [ ِة َ ] C E= ا ِ; َ َوM ِ ;=ْ ِذ ْآِا َ ْSُآC ] ُ `َ ِ َوb ِ Oْ dَ Eْ وَا .ن َ ْfmُ _َ Dْ pُ “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar (arak), berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji yang terrnasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan ita agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengadakan pekerjaan itu)”.93 Rasulullah Saw. bersabda:
@َmeَ ?ِ @ََ@ َوm; َ @َ_Gْ pُ َ@ َوmOْ Tِ @َRَ@ َوmَ َ َو~َ@ ِرdْ Ð َ Eْ اM ُ = ا َ eَ Eَ .Pِ Oْ Eَ ِإBَ Eَْfdُ a ْ dَ Eْ َ@ وَاmKَpِ @َ^ َو،@َ] َه ِ _َ ْepُ َهَ@ َوJ ِ @َ;َو “Allah melaknat khamar beserta peminumnya, penuangnya, pembelinya, penjualnya, pemerasnya, yang membantu memeraskan, pembawanya dan yang mengangkutnya.” Sedang dalil-dalil yang menyatakan diharamkannya narkotika, di 93
Al-Qur’an, 5: 90-91.
64
antaranya adalah: 1. Bahwa penyalahgunaan narkotika masuk dalam kandungan firman Allah Taala:
.± ِ ?ِ @َGÐ َ Eْ اSُ mِ Oْ Kَ; َ ُمH a َ `ُ ت َو ِ @َGOH C E اSُ mُ Eَ h la ِ `ُ َو “…dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan Menghararnkan segala yang buruk”.94
.َا َرº ِ َ َ َر َوº َ َ “Tidak boleh membahayakan (diri sendiri) dan tidak boleh membahayakan (orang lain)”. 2. Termasuk ke dalam larangan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnad-nya dan Abu Dawud di dalan Sunan-nya, dengan sanad sahih dari Ummu Salamah istri Nabi Saw. bahwa ia mengatakan:
.ٍ _Hrَ pُ ٍ َوsِ b ْ pُ h H ;=ْ ُآ َ Sَ KCR َ َوPِ Oْ Kَ; َ M ُ اNCKJ َ M ِ لا َ ْfR ُ َرNَmqَ “Rasulullah Saw. melarang segala yang memabukkan dan melemahkan (membius)”. Narkotika termasuk dalam larangan ini, karena dapat membuat seseorang tidak berdaya. 3. Masalah
narkotika
termasuk
dalam
lingkup
dalil-dalil
yang
mengharamkan minuman keras. Sebab, narkotika dapat menghentikan kerja akal dan mengeluarkan dari tabiatnya sebagai wahana untuk berpikir. Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan, bahwa Amirul Mukmimn, Umar bin Khaththab r.a. telah memaklumkan kepada orang-orang di atas mimbar Rasulullah Saw. bahwa: “Khamar (arak)
94
Al-Qur’an, 7: 157.
65
adalah segala sesuatu yang dapat menutupi akal.” Secara pasti, seluruh nash ini menunjukkan, bahwa penggunaan arak sebagai obat adalah haram, dan berdosa bagi orang yang melakukannya.
Jika memang terpaksa harus mencampurkan sebagian obat dengan alkohol, seperti untuk menjaga obat dari kerusakan, maka hal itu diperbolehkan, selama kesembuhannya dapat dipastikan, dan pemberi resep obat adalah seorang dokter muslim yang mahir dan bertakwa kepada Allah, baik dalam keadan rahasia maupun terang-terangan. Sedang yang menjadi sumber hukum di sini adalah firman Allah Taala:
.Pِ Oْ Kَ; َ Sَ Zْ [ ِإ َ Wَ ;َ@ ٍد َ غ َو ٍ @َ َ Oْ | َ C ُº ْ =ا ِ dَ Wَ “Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakainya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya”.95
c. Cara Penanggulangannya Untuk menanggulangi gejala penyalahgunaan minuman keras dan narkotika, cara-cara yang sangat tepat adalah: 1. Pendidikan yang Baik Pendidikan ini dipusatkan kepada anak sejak dini berdasarkan iman kepada Allah, takut kepada-Nya dan perasaan selalu diawasi Allah dalam keadaan terang-terangan atau tersembunyi. Sebab,
95
Al-Qur’an, 2: 173.
66
pendidikan yang baik ini akan mempunyai dampak yang sangat besar dalam membentuk perasaan anak, memperbaiki jiwa dan keluhuran akhlaknya. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, bahwa bangsa Arab berpegang teguh dan beriman kepada Islam karena perasaan mereka yang terdidik untuk selalu mengingat Allah, dan jiwa mereka telah ditanami perasaan takut kepada Allah, berlindung dan bersandar kepada-Nya, dan meninggalkan seluruh kebiasaan tercela yang mereka lakukan pada masa Jahiliyah. 2. Memberantas Penyebabnya Untuk memberantas penyebab timbulnya fenomena ini, penanganannya dibebankan kepada yang berkuasa dan berwajib. Jika negara melarang pengedaran seluruh bentuk khamar di setiap pasar dan
tempat,
di
samping
melakukan
berbagai
upaya
untuk
memberantas, maka tertutuplah seluruh kesempatan para pecandu, pemuda dan kaum fasik untuk memperolehnya. 3. Menghukum Pelakunya Islam telah menerapkan hukuman yang berat bagi pelaku mabuk-mabukan dengan minuman keras dan narkotika, dengan mengenakan 40 sampai 80 kali dera. Di samping itu, masih menjatuhkan hukuman yang bersifat ta'ziriyyah, seperti dikurung, diasingkan dan disita bagi setiap orang yang menjual, membawa atau mernperdagangkannya. 96
96
‘Ulwân, Pendidikan Anak dalam Islam, 276-283.
67
4. Berzina dan Homoseksual Menurut ‘Ulwân, Masalah ini merupakan fenomena sosial yang paling mernprihatinkan bagi anak-anak, remaja dan pemuda. Banyak kita dengar, bahwa anak-anak yang belum mencapai usia dewasa telah melakukan kekejian dan kejahatan akibat kelalaian orang tua dan para pendidik dalam mengawasi mereka. Sehingga, mereka terjerumus ke dalam jurang kerusakan, kehancuran, dan kemerosotan moral. Sekarang mari kita kaji fenomena ini lewat tiga aspek berikut: a. Bahaya Perzinaan dan Homoseksual Bahaya yang muncul akibat perbuatan ini sangat besar sekali, meliputi berbagai macam aspek: 1. Kesehatan dan Fisik ‘Ulwân menguraikan beberapa temuan para peneliti tentang bahaya perzinaan dan homo yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, seperti: a. Penyakit Syphilis (Raja Singa) Tanda-tandanya adalah, munculnya borok-borok dan pembengkakan pada organ-organ seks, bibir, lidah, atau kelopak mata, dan tampak bercak-bercak hitam di seluruh bagian tubuh. Penyakit yang sangat berbahaya ini dapat mengakibatkan kelumpuhan, kebutaan, pembekuan pembuluh darah, penurunan kondisi fisik, sesak napas, kanker lidah, dan bahkan sering
68
menimbulkan TBC. Penyakit ini juga dapat menular istri dan anakanak, karena penyakit ini termasuk jenis penyakit yang dapat menular melalui sentuhan dan dahak.
b. Penyakit Kencing Nanah (Gonorrhea) Tanda-tandanya, penderita merasa sangat sakit dan gatal ketika kencing, mengeluarkan cairan nanah dari saluran kencing bagi laki-laki, dan dari leher rahim serta saluran kencing bagi wanita. Jika nanah itu bertumpuk-tumpuk, bagi laki-laki akan menyebabkan peradangan pada kedua biji pelir dan penyempitan pada saluran kencing. Sedangkan bagi wanita akan menyebabkan peradangan pada rahim, tempat indung telur dan kedua buah pinggang. Penyakit ini, terkadang mengakibatkan kemandulan bagi laki-laki dan wanita. Dan bahkan bagi laki-laki, terserangnya saluran kencing oleh borok-borok yang dapat mengakibatkan terhentinya kencing, bisa mengakibatkan kematian. c. Tersebarnya Penyakit Menular Perzinahan dan homoseksual dapat menimbulkan penyakitpenyakit buruk dan menular. Hal ini disebabkan oleh berpindahnya bibit-bibit penyakit yang sangat ganas dari orang yang sakit kepada orang yang sehat, di samping kotoran-kotoran yang terbawa ketika melakukan persetubuhan.
69
Sungguh
memang benar apa yang dikatakan oleh
Rasulullah Muhammad Saw., bahwa jika kekejian melanda pada suatu kaum, maka Allah akan menimpakan musibah kepada mereka dengan berbagai penyakit yang belum pernah diderita oleh nenek moyangnya dahulu. Ibnu Majah, Al-Bazzar, dan Al-Baihaqi meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
،C=mِ ِ ْS_ُ Oْ Kَ_َ ْ ل ِإذَا ا ٍ @َ]Á ِ ª ُ dْ Á َ := َ `ْ ِ ¨ ِ @َmdُ Eْ َ اA َ eْ pَ @َ` ِ mَ £ ْ َ ْSEَ َو...@َmDْ pِ ٌ; َد َ ،C=ْ ُهf َأنْ ُْ ِر ُآM ِ @ِ ْ ُذf; ُ وََأ ن ُ ْf; ُ @CE اSُ mِ Oْ Wِ @َAWَ C ِإ،ًBOَ qِ [ َ ; َ @َmِ h ُ dَ eْ `َ Ý ® Tَ Bُ A َ^ ِ @َrEْ ا .ْSmِ Wِ [ َR ْ ْ َأIWِ ْ=sُ َ ْSEَ ْI_ِ ECع ا ُ @َ¨ْ¿و َ َْوا “Wahai kaum Muhajirin, ada lima hal yang apabila kamu sekalian ditimpa olehnya, aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak menemuinya. Kemudian Rasulullah Saw. menjelaskan secara rinci:... belum pernah tampak sama sekali kekejian itu di dalam suatu kaum yang mengadakan secara terang-terangan, kecuali pasti akan tersebar di tengah-tengah mereka penyakit ta'un dan penyakit-penyakit lain yang belum pernah ada pada (masa) nenek moyang mereka terdahulu…”. 2. Bahaya Sosial, Moral, den Kejiwaan Fenomena
perzinahan
ini
cukup
berbahaya
dan
mengkhawatirkan, karena bisa menyebabkan percampuran dan tidak jelasnya jalur keturunan (nasab), mengotori kehormatan, merusak kepribadian, menghambat perkembangan masyarakat, memutuskan hubungan
suami
menjerumuskan
ke
istri,
memecah-belah
dalam
kehinaan
keutuhan
dan
keluarga,
kerusakan,
serta
menghilangkan kejantanan dan kemuliaan. Dampak lain dari fenomena ini di antaranya, masyarakat akan
70
merasa tidak riskan dengan anak-anak yang tidak tentu keturunannya, dan para muda-mudi akan larut dalam budaya free sex. Jika sudah demikian keadaannya, maka nilai akhlak, keutamaan, dan kemuliaan tidak akan tampak lagi. Tidak diragukan lagi, bahwa masyarakat yang telah rusak dan menyimpang, setiap saat terancam oleh kerusakan dan keruntuhan. Maha Besar Allah yang berfirman di dalam kitab-Nya:
Í Ca َ Wَ @َmOْ Wِ ْاfYُ b َ rَ Wَ @َmOْ Wِ َ _ْ pُ @َ qْpَ َأBً `َ ْTَ ¥ َ Kِmْ qُ ْ َ@ َأنqَْوِإذَا َأ َرد .ًاOْ pِ َْ @َ@َهqْpC َ Wَ ل ُ ْfYَ Eْ َ@ اmOْ Kَ; َ “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada urang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadap perkataan (ketentuan Kami), karnudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancumya”.
b. Hukum Islam Tentang Perzinaan dan Homoseksual Para fukaha dan imam mujtahid sepakat, bahwa zina dan homo itu haram secara qath'i. Dalil yang berhubungan dengan masalah zina adalah finnan Allah Swt.:
.[ ً Oْ Gِ R َ َ@ َءRوC Bً A َ^ ِ @َW ن َ @َ آPُ qC ِإNَqÂH Eْا اfَُ Yْ َ َ َو “Dan janganlah karnu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk”.97 Dan firman-Nya pula:
َمC ^ َ ْI_CEC اª َ rْ DCEن ا َ ْfKُ_ُ Yْ َ َ َ َوÁ َ o @ًmEِ اM ِ اXَ pَ ن َ ْf; ُ ْ`َ َ = َ `ْ nِ ECوَا ،ً@pَ@Zَ أÍ َ Kْ `َ ¥ َ Eِْ ذheَ rْ `َ ْ=pَ َو،َْنfqُ ْÂ`َ َ َوÍ Ha َ Eْ @ِ C ِإM ُ ا .@ً q@َmpُ Pِ Oْ Wِ ْKُÐ ْ `َ َوBِ pَ @َOِYEْ ْ َم اf`َ ب ُ َاneَ Eْ اSُ mُ Eَ ْÃ; َ @َ½`ُ 97
Al-Qur’an, 17: 32.
71
“Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat-gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina”.98 Dan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
...ٌ=pِ ْpُ fَ ْ َو ُهIqِ ْÂ`َ = َ Oْ ^ ِ ْIqِ اCÂEْ اIqِ ْÂ`َ َ “Orang mukmin yang tidak bisa dikatakan sebagai seorang mukmin ketika is berzina…”. Thabrani meriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda:
.@َرًاq ْSmُ ْ ُهf¨ ُ ُوh ُ eِ _َ A ْ َ َ@ َةqlÂEن ا C ِإ “Sesungguhnya wajah para pezina itu akan menyala bagaikan api”. Al-Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
ب َ َاn; َ ْSmِ b ِ rُ qْ ¼َِ ْاfKC^ َ ْ َأYَ Wَ Bٍ `َ ْTَ ْIWِ NَH E وَاNَqÂH E َ اmَ À َ ِإذَا .M ِ ا “Apabila perzinahan dan perbuatan riba telah menyebar pada suatu daerah, berarti mereka telah menimpa diri mereka sendiri pada azab Allah”. Kemudian, Ibnu Abid Dunya dan At-Kharaithi meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
Pِ Oْ آC Âَ `ُ َ َو،ِBpَ @َOYِ Eْ ْ َم اf`َ Pِ Oْ Eَ ِإM ُ ُ ا£ ُ Dْ `َ َ ،ِg ¨َ@ ِرBِ KَْOKِa َ ِ ْIqِ اCÂEا .= َ Oْ KِÁ ِ اCE اXَ pَ @ َرCDE اh ِÁ ُ ْ ُأد:ل ُ ْfYُ `َ َو 98
Al-Qur’an, 25: 68-69.
72
“Laki-laki yang berzina dengan istri tetangganya, maka Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari kiamat, tidak akan menyucikannya dan akan berfirman: “Masuklah engkau ke dalam neraka bersama orang-orang yang masuk ke dalamnya”. Sedangkan dalil yang berhubungan dengan diharamkannya homo adalah:
ْ=pِ ْSsُ l َرÍ َ KَÁ َ @َp ن َ ْ ُروnَ َ َو،َ=Oْ dَِ E@َeEْ = ا َ pِ ن َ ْآَاnl Eن ا َ ْfُْ¼َ َأ .ن َ ْْمٌ ;َ@ ُدوfTَ ْS_ُ qْ ْ َأhَ ْ؟Ssُ ¨ ِ َأزْوَا “Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara jenis manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhan untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas”.99 Dan firman-Nya Pula:
ْ=pِ @َmِ ْSsُ Yَ Gَ R َ @َp Bَ A َ^ ِ @َrEْ ن ا َ ْfُ ْ¼_َ Eَ ْSsُ qC ِإPِ pِ ْfYَ Eِ ل َ @َTًْ@ ِإذÛْfEَُو h َ Oْ Gِ b C Eن ا َ ْfeُ َ Yْ َ ل َو َ @َ¨H Eن ا َ ْfُ ْ¼_َ Eَ ْSsُ DC?ِ َأ.= َ Oْ dِ Eَ@َeEْ = ا َ pِ ٍ ^ َ َأ ْاfEُ@َT ْ َان C ِإPِ pِ ْfTَ ب َ َاf¨ َ ن َ @ََ@ آdWَ ،َsَ Dْ dُ Eْ اSُ َ@ ِد ُآq ْIWِ ن َ ْfُ ْ¼َ َو .= َ Oْ Tِ @ ِدC]E= ا َ pِ ¦ َ Dْ ِإنْ ُآM ِ با ِ َاneَ ِ @َ Dِ_?ْ ا “Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya: ‘Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pemah dikerjakan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu. Apakah sesungguhnya kamu patut mendatangi laki-laki, menyamun dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?’ Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan, “Datangkanlah kepada kami azab dari Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar”.100 Di dalam hadis yang diriwayatkan Al-Hakim, Rasulullah Saw. bersabda:
ْ ِمfTَ h َ dَ ; َ h َ dِ ; َ ْ=pَ ٌْنfeُ Kْ pَ ،ٍْطfEُ ْ ِمfTَ h َ dَ ; َ h َ dِ ; َ ْ=pَ ٌْنfeُ Kْ pَ 99
Al-Qur’an, 42: 165-166. Al-Qur’an, 29: 28-29.
100
73
.ط ٍ ْfEُ ْ ِمfTَ h َ dَ ; َ h َ dِ ; َ ْ=pَ ٌْنfeُ Kْ pَ ،ٍْطfEُ “Terkutuklah orang yang mengerjakan pekerjaan kaum Luth (homoseksual). Terkutuklah orang yang mengerjakan pekerjaan kaum Luth. Terkutuklah orang yang mengerjakan pekerjaan kaum Luth”. Ibnu Majah dan Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
.ط ٍ ْfEُ ْ ِمfTَ h َ dَ ; َ h َ dِ ; َ ْ=pَ ٌْنfeُ Kْ pَ ْI_ِ pC ُ أNَK; َ ف ُ @َÁَ@ َأp ف ُ fَ Á ْ َأ “Yang paling aku takuti terhadap umatku adalah orang yang mengerjakan pekerjaan kaum Luth”. Thabrani dan AI-Balhaqi meriwayatkan dari Nabi bahwa beliau bersabda:
ل َ @َT ،ِM اÝ ِÐ ْR ُ ْIWِ ن َ ْfb ُ dْ `َ َوM ِ ¬ا ِ ½ َ | َ ْIِW ن َ ْfa ُ Gِ ] ْ `ُ Bٌ eَ َ َْأر = َ pِ ن َ ْfmُ GHA َ _َ dُ Eْ َا:ل َ @َT ؟M ِ ل ا َ ْfR ُ `َ@ َرfَ =ْ ُهpَ :ْ ُه َ ْ` َ َةfُ َأ ْIِ ْ¼`َ ْىnِ EC ا،ِ¨َ@لH Eِ@ َ@ ِءbDHE= ا َ pِ ت ُ @َmGHA َ _َ dُ Eْ َ@ ِء وَاbDHE@ِ ل ِ @َ¨H Eا .ل َ @َ¨H Eْ اIِ ْ¼`َ ْيnِ EC وَا،َBdَ Oْ mِ Gَ Eْ ا “Ada empat golongan manusia yang mendapat murka dan amarah Allah. ‘Abu Hurairah bertanya, 'Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Kaum laki-laki yang meniru kaum wanita, kaum wanita yang meniru kaum lelaki, orang yang mendatangi (berzina dengan) binatang dan orang yang mendatangi laki-laki (homoseksual)”. Baik zina maupun homoseksual hukumannya telah ditentukan oleh agama sebagai berikut:
1. Hukuman Berzina Ada dua hukuman yang telah ditentukan oleh agama untuk
74
perbuatan zina: a. Hukum Jilid (dera) dan Diasingkan Hukum dera dan diasingkan ini dijatuhkan kepada pezina yang tidak beristri atau tidak bersuami. la dijatuhi hukuman jilid sebanyak seratus kali, sesuai perintah Allah Swt.:
َ ٍةKْ ¨ َ Bَ ?َ @ِp @َdmُ Dْ pِ ٍ ^ ِ وَاh C ُوْا ُآKِ¨ ْ @َW ْIqِ اCÂE وَاBُ Oَ qِ اCÂEَا ن َ ْfDُ pِ ُْ ْS_ُ Dْ ِإنْ ُآ،ِM= ا ِ `ْ ْ ِدIWِ Bً Wَ َْ@ َرأdmِ ِ ْSْ ُآnÁ ُ ْ¼َ َ َو = َ pِ Bٌ rَ ?ِ @َÛ @َdmُ َ َاn; َ ْmَ A ْ Oَ Eْ ِ َوÁ ِ Þْ ِم اfOَ Eْ وَاM ِ @ِ .= َ Oْ Dِ pِ ْdُ Eْ ا “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap orang-orang dari keduanya seratus kali dera dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kiamat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”.101 Menurut mazhab Hanafiyah, pengasingan ini termasuk dalam bab ta'zir. Jika imam berpendapat bahwa di dalam pengasingan itu terdapat suatu manfaat, maka orang yang berzina itu diasingkan. Menurut imam lainnya, pengasingan itu wajib dilakukan setelah dilatuhkannya hukum jilid, yaitu ke suatu tempat yang dibolehkan meng-qashar salat. Hukuman pengasingan ini telah dilaksanakan oleh Khulafaur Rasyidin, dan menjadi madzhab para sahabat. b. Hukum Rajam Sedangkan hukuman rajam dijatuhkan kepada pezina yang 101
Al-Qur’an, 24: 2.
75
bersuami atau beristri, sebagaimana hadis Rasulullah Saw. yang diriwayatkan
oleh
Al-Bukhari,
Muslim,
dan
lain-lainnya
bahwasanya beliau bersabda:
ْIqH َوَأM ُ ا C ِإPَ Eِ إ َ ْ ُ َأنmَ A ْ `َ Sٍ Kِb ْ pُ ِ ٍءpْ َد ُم اh la ِ `َ َ (ج ُ وH Âَ _َ dُ Eْ ¬ )َا ُ OH²CEَ ا:ث ٍ [ َ Zَ ^َى ْ ³ِِ C ِإM ِ ل ا ُ ْfR ُ َر ق ُ َ@ ِرrdُ Eْ اPِ Dِ `ْ ِ Eِ ك ُ @ ِرC_E وَا،ِªrْ DC E@ِ ª ُ rْ DC E وَا،ْIqِ اCÂEا .Bِ ; َ @َdx َ Kْ Eِ “Tidak dihalalkan (menumpahkan) darah seorang muslim yang bersaksi bahwa, ‘Tidak ada tuhan selain Allah bahwa sesungguhnya aku adalah pesuruh Allah’, kecuali dengan salah satu dari tiga perkara: ‘Orang yang bersuami atau beristri yang berzina, pembunuh (tanpa hak/alasan benar) serta orang yang meninggalkan agamanya yang memisahkan diri dari jamaah (kaum muslimin)”. Di dalam hadis-hadis sahih telah ditetapkan, bahwa Rasulullah Saw. memerintahkan untuk menghukum rajam Ma'iz bill Malik dan wanita Al-Ghamidiyyah, karena mereka mengaku berzina di hadapan Rasulullah Saw., sedangkan mereka berdua adalah orang-orang muhshan (bersuami dan beristri). 2. Hukum Homoseksual Para ulama telah sepakat bahwa liwath atau homo itu adalah zina. Tetapi mereka berselisih dalam menetapkan kadar hukumannya. AI-Baghawi mengatakan: “Para Ahli berselisih dalam penetapan hukuman liwath atau homo. Sebagian mereka berpendapat bahwa hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku homo itu sama dengan hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku zina, yaitu apabila si pelaku muhshan (beristri), maka ia dirajam dan apabila bukam muhshan,
76
maka ia dijilid (didera) seratus kali dera. Ini merupakan salah satu pendapat yang paling menonjol di antara dua pendapat mazhab Syafi'i. Sebagian lainnya berpendapat, bahwa pelaku homo itu dirajam, baik la muhshan maupun bukan muhshan. Ini adalah pendapat Malik dan Ahmad. Sedangkan pendapat Syafi'i yang kedua adalah, bahwa fa'il (pelaku) dan maf’ul bih (obyek) itu dibunuh”. Mazhab Hanafi berpendapat, bahwa pelaku liwath atau homo itu wajib dijatuhi hukuman ta'zir. Sesuai dengan kebijaksanaan Imam dan penguasa. Hal itu dilakukan sebagai peringatan keras terhadap si pelaku. Sedang jika si pelaku melakukannya lagi dan tidak mau berhenti, maka ia dibunuh dengan pedang sebagai ta'zir baginya. Nash-nash yang menunjukkan pelaku dan obyeknya boleh dibunuh, sebagaimana pendapat mayoritas fukaha dan Imam Mujtahid adalah: Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa. Rasulullah Saw. bersabda:
h َ; ِ @َrEْ ْا اfKُ_ُ Tْ @َW ط ٍ ْfEُ ْ ِمfTَ h َ dَ ; َ h ُ dَ ْe`َ gُ ْfdُ ُْ¨ َ =ْ َوpَ .Pِ ِ ل َ ْfeُ rْ dَ Eْ وَا “Barangsiapa mendapatkan seseorang melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah si fa'il (pelaku) dan maf’ul bih-nya (obyeknya)”. Baihaqi dan lainnya meriwayatkan dari Mifdhal dari Ibnu Juraj dari lkrimah bahwa Nabi Saw. bersabda:
.Bَ dَ Oْ mِ Gَ Eْ ْ اIِ ْ¼`َ ْيnِ EC وَا،ِPِ ل َ ْfeُ rْ dَ Eْ وَاh َ; ِ @َrEْ ْا اfKُ_ُ Tْ ُا
77
“Bunuhlah fa'il (pelaku) dan maf’ul bih (obyeknya) dan orang yang berzina dengan binatang”.
c. Cara Penanggulangannya Untuk menanggulangi masalah ini, caranya tidak jauh berbeda dengan penanggulangan kebiasaan melakukan onani, sebagaimana telah dijelaskan pada kajian sebelumnya. Sebab, kedua fenomena ini mempunyai kesamaan. Karenanya, tidak perlu mengulang kembali penjelasan tersebut. Hanya saja di sini penulis tambahkan sedikit, bahwa. umat yang hidup belakangan belum tentu lebih baik, kecuali mengambil pengalaman umat terdahulu. Secara yuridis, risalah Islam sangat sesuai bagi umat terdahulu sehingga mereka mendapatkan kemuliaan karena berada di bawah naungan dan kekuatan, kemantapan, dan kebudayaan. Hal ini disebabkan mereka menjalankan prinsip dasar dan hukum-hukumnya. Untuk itu tidak akan sesuai bagi umat kita sekarang kecuali apa yang sesuai dengan umat terdahulu. Jika hal ini dilakukan oleh umat sekarang, maka kemuliaan, kekuatan, negara yang kuat dan ketenteraman akan kembali kepada kita. Kita pun akan kembali pada keadaan semula, yakni sebaik-baik umat yang diciptakan oleh Allah agar menjadi petunjuk, teladan, dan pemberi kekuatan. Semoga Allah memberikan keridaan-Nya kepada Khalifah Umar bin Khaththab yang pernah mengatakan:
@َ qCÂ; َ َ@ َأp َةÂC eِ Eْ َ@ اDOْ Ìَ _َ ْ َ@ اdmْ dَ Wَ ،ِ[م َR ْ¸ ِ ْ@ِ M ُ َ@ اqÂC ; َ ْمٌ َأfTَ = ُa ْ qَ .M ُ َ@ اDEC َأ َذPِ ِ M ُ ا
78
“Kami adalah suatu kaum yang telah dimuliakan oleh Allah dengan Islam. Sekiranya kami mencari kemuliaan dengan selain yang telah Allah tetapkan untuk memuliakan kami (Islam), niscaya Allah akan menghinakan kami”. Dan semoga Allah memberikan rahmat kepada Muhammad IqbaI yang berkata: Jika iman telah tiada, maka tiada pula ketenteraman Dunia tidak akan ada lagi bagi orang yang belum pemah menghidupkan agama. Barangsiapa yang rela hidup tanpa agama, maka is telah menjadikan kehancuran sebagai temannya. Bertolak dari ajaran yang telah diletakkan oleh Rasulullah Saw.:
.َا َرº ِ َ َ َر َوº َ َ “Tidak boleh membahayakan (diri sendiri) dan tidak boleh membahayakan (orang lain)”. Dan firman Allah Swt.:
...Bِ sَ Kُmْ _CE اNَEْ ِإSsُ `ْ ِ `ْ ¼َ ِ ْاfYُ Kْ ُ َ َو... “... dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan…”.102 Di samping kewajiban dan tanggung jawab yang secara sempurna telah dilakukan oleh Rasulullah Saw., maka wajib bagi para pendidik —khususnya ayah dan ibu— untuk menerapkan setiap upaya dalam memelihara buah hati mereka. Sehingga anak-anak dapat terhindar dari berbagai
bahaya
yang
sangat
mengerikan,
bahkan
terkadang
mengakibatkan kematian. Berikut ini penulis sajikan cara pencegahan terpenting dalam mengurangi bahaya-bahaya itu yang diringkas dengan sedikit perubahan 102
Al-Qur’an, 2: 195.
79
dari buku Al-Musykilat As-Sulukiyyah (problems moral), karangan Dr. Nabih Al-Ghibrah, hal. 177: “Pada dasarnya disiplin secara logis, teratur, sederhana, dan konsisten yang kita ciptakan untuk anak-anak, sangat penting untuk menjaga keselamatan mereka, di samping sebagai upaya mereka dapat merasakan ketenangan. Penjagaan anak pada periode pertama, sepenuhnya diserahkan kepada keluarga. Keluarga bertanggung jawab atas segala kelalaian apapun. Sedangkan pada periode kedua, sebaiknya anak mulai dididik untuk menghindarkan diri dari seluruh bahaya. Untuk mengajari secara lembut agar anak tidak menyentuh alat pemanas, api atau tempattempat bahaya dengan cara gegabah, sebaiknya kita berkata atau mengingatkan kepada anak, bahwa alat dan api itu adalah panas, menyakitkan dan menyengat jika disentuh. Dengan begitu, la akan takut dan menghindari alat dan api itu. Dan jika kita melihat bahwa anak hampir tidak sampai menyentuh sebuah kursi, dan tangannya tidak memegang sesuatu yang dapat melukainya, atau di atas tanah tidak ada sesuatu yang akan menyakitinya jika la terjatuh, make sambil berjaga-jaga, kita biarkan la bermain. Kemudian kesempatan itu kita gunakan untuk mengajarnya supaya hati-hati. Ringkasnya, harus ada keserasian antara pengajaran dan penjagaan. Bagi keluarga, hendaklah tanggap terhadap kemungkinan yang dapat membahayakan anak ketika la bermain, di samping harus mengantisipasi tingkah laku anak yang tidak semestinya”. Selanjutnya, Dr. Ghibrah menyajikan langkah-langkah praktis untuk mengurangi berbagai bahaya sebagai berikut: 1. Racun, hendaknya disimpan di dalam lemari terkunci dan kuncinya
disimpan di tempat yang aman. Di samping itu juga menuliskan nama “barang beracun” dengan jelas pada kaca, dan tidak boleh diletakkan pada tempat yang berdekatan dengan makanan. Racun-racun ini dipergunakan untuk berbagai macam kepentingan, seperti racun untuk membasmi serangga atau kuman. 2. Sisa-sisa obat yang tidak dibutuhkan lagi harus dibuang ke tempat yang jauh dari jangkauan anak. Ketika memakai obat, sebaiknya tidak terlihat oleh anak. Sebab kebiasaan anak-anak adalah suka meniru. Berita tentang anak-anak yang keracunan obat, banyak didengar dari berbagai penjuru. Jika kita hendak memberikan obat kepada anak, kita harus memberikan pengertian bahwa ini adalah obat, bukan minuman. Dan sebaiknya, kita meletakkan obat pada tempat yang jauh dari jangkauan anak, agar terjaga keamanannya. 3. Harus meletakkan penghalang pada tempat-tempat yang peka dengan kebakaran, seperti alat-alat pembakar dengan segala bentuk dan macamnya, alat pemanas dan alat-alat masak. Itu semua dilakukan
80
untuk mencegah dari jangkauan anak yang sudah mulai dapat merangkak atau berjalan. Jika tidak demikian, kemungkinan besar terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Berapa banyak anak-anak yang terbakar oleh alat-alat pembakar, pemanas, dan lain-lain yang serupa. Selain itu; anak harus dilarang agar tidak bermain dengan benda-benda yang dapat membakar, misalnya korek api. Bahkan kita harus menyimpannya pada tempat-tempat yang tinggi, jauh dari jangkauan anak-anak.
4.
5.
6.
7.
Berbagai tempat minuman dan alat-alat memasak lainnya juga dapat mendatangkan bahaya bagi anak. Sebab di dalamnya terdapat sesuatu yang panas. Banyak ibu-ibu yang kurang memperhatikan, lalai terhadap tempat-tempat memasak dan menanak, sedang di dalamnya terdapat sesuatu yang dapat membakar dan menyebabkan cacat yang berkepanjangan. Banyak pula ibu-ibu yang teledor, meletakkan tempat minuman di tepi meja, di atas lantai atau kursi. Sehingga tertimpa oleh anak atau sebaliknya, dan mengakibatkan timbulnya bahaya bagi anak. Dalam berbagai kesempatan dan acara-acara tertentu, anak harus dihindarkan dari permainan-permainan yang mengandung api, agar permainan itu tidak dapat melukainya. Di samping itu, anak harus dijaga dari alat-alat elektrik dan kabel-kabelnya agar terhindar dari bahaya. Harus menjauhkan benda tajam seperti gunting, pisau, pedang, dan benda-benda yang terbuat dari kaca agar anak tidak dapat menjangkaunya. Tidak memperbolehkan anak bermain dengan permainan yang terkadang dapat nienimbulkan bahaya. Misalnya, bermain tali dan mengikatkannya pada leher dan bermain dengan kantong-kantong yang terbuat dari plastik dan memasukkan kepalanya ke dalamnya, sebab permainan seperti ini menyebabkan leher anak terjerat atau tercekik. Juga tidak boleh membiarkan anak bermain lompat-lompatan, sedang di mulutnya terdapat makanan, atau melemparkan makan ke udara lalu langsung menangkapnya dengan mulut. Sebab dikhawatirkan, jika makanan itu masuk ke dalam saluran pernafasan, maka dapat menyebabkan anak tercekik. Jangan sampai ibu menidurkan anaknya di tempat tidurnya (tempat tidur ibu) sambil menyusuinya. Sebab hal itu dapat mendatangkan bahaya. Sering kita dengar berita tentang kejadian semacam ini, di mana ibu dan anak tertidur, sedang mulutnya tersumbat tetekibunya. Sehingga dengan sedikit saja ibu miring, la akan menindih anak dan mengakibatkan anak mati tertindih. Jendela-jendela rumah hendaknya dibuat agak tinggi, sehingga anak tidak dapat melampauinya. Begitu juga dengan teras dan beranda rumah, hendaknya dibuat dengan arsitektur yang modern, sehingga memungkinkan anak dapat menikmati pemandangan, tetapi tidak dapat memanjatnya. Atau paling tidak, jika anak memanjat tidak akan terjadi
81
bahaya yang berarti. Berapa banyak anak-anak pada usia muda yang menjadi korban disebabkan meremehkan persoalan kecil ini? 8. Harus bersikap hati-hati dalam mempergunakan alas-alas mekanik dan elektronik, lebih-lebih alat pencuci dan pemotong daging. Berita-berita tentang terjepitnya tangan anak di dalam mesin cuci dan terpotongnya jari-jari anak oleh mesin pemotong daging, tidak sedikit. 9. Hendaknya berhati-hati terhadap pintu luar agar selalu tertutup, sehingga ketika ibu lengah, anak tidak keluar rumah. Hal ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. 10. Ketika menutup pintu, diharapkan berhati-hati jika anak meletakkan tangannya Pada tepi pintu, agar jari jemarinya tidak terjepit dan menimbulkan rasa sakit yang pedih. Dan masih banyak upaya pencegahan yang bisa diterapkan oleh siapapun yang berakal. Itulah pemikiran 'Ulwan yang memuat tentang berbagai metode terpenting yang telah diletakkan oleh Islam di dalam mendidik anak secara fisik. Dan ini merupakan metode positif dan merupakan cara-cara preventif yang jika diterapkan oleh para pendidik, orang tua dan pengajar terhadap anak-anak, maka mereka akan menjadi sehat, kuat, aman, tenteram, dan sejahtera. Jika umat Islam memiliki akal yang sehat, badan kuat, kemauan keras, tekad yang bulat, keberanian yang mernbara. dan kesadaran yang sempurna, maka pastilah umat ini akan menjadi umat yang tampil produktif, maju dalam peradaban dan pemegang kendali kemenangan, mewujudkan kejayaan Islam dan umat Islam yang abadi. Pada saat itu, kaum beriman akan merasa gembira dengan pertolongan Allah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Wahai para pendidik, para bapak, ibu dan guru, Inilah satu-satunya jalan hidup
82
Inilah satu-satunya jalan kekuatan Inilah satu-satunya kemuliaan Inilah satu-satunya jalan keabadian Generasi muda yang siap mengemban amanat dari kalian, sangat membutuhkan diterapkannya berbagai ajaran yang mulia dan prinsip yang teguh dalam mempersiapkan dan membentuk dirinya secara fisik, moral dan kejiwaan. Sehingga mereka dapat memikul beban dan tanggung jawab di dalam membawa Risalah Islamiyyah di dunia ini, seperti yang telah dilakukan oleh generasi sahabat, tabiin dan generasi setelah itu. Semoga generasi kita dapat membawa dan mengalihkan umat dari kegelapan kemurtadan, penyimpangan dan kejahiliyahan kepada cahaya keimanan, kemuliaan akhlak, dan hidayah Islam. Semua itu tidaklah sulit bagi Allah untuk mewujudkannya.103
103
‘Ulwân, Pendidikan Anak dalam Islam, 283-299.
83
BAB IV ANALISA PEMIKIRAN ‘ABDULLÂH NÂSHIH ‘ULWÂN TENTANG TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM MENDIDIK FISIK ANAK
Apabila kita berbicara tentang jasmani dalam pendidikan, yang dimaksud bukan otot-ototnya, panca indranya, dan kelenjar-kelenjarnya, tetapi juga potensi yang sangat energik yang muncul dari jasmani dan terungkap melalui perasaan. Potensi berbagai macam dorongan, kecendrungan-kecendrungan, dan reflek-reflek yang bersifat fitri: Potensi kehidupan inderawi dalam pengertiannya yang luas.104 Maka, pemahaman orang tua tentang agama secara mutlak diperlukan, sehingga mereka dapat mendidik anak-anak mereka dan mengarahkan potensi yang ada pada diri mereka. Dalam bukunya, ‘Ulwan memberikan pengarahan kepada para orang tua agar mereka mencontoh apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah dalam mendidik anak, terutama pendidikan fisik dalam bab ini. Anak-anak adalah generasi penentu masa depan, sebagaimana juga akan menjadi dewasa. Baik buruknya seorang anak tergantung bagaimana kehidupan dalam keluarganya, bila dia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang Islami dan orang tuanya hanya memberinya makanan yang halal, maka dia akan memiliki kepribadian yang baik. Orang tua wajib memberikan nafkah kepada anak-anak dan keluarganya dengan rizki yang halal dan baik bagi pertumbuhan mereka, sehingga mereka terhindar dari ancaman Allah yang disampaikan lewat sabda Nabi-Nya, yang artinya:
104
Salman Harun, Sistem Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, tt), 182.
84
“Setiap daging yang tumbuh dari haram maka neraka itu lebih utama dengannya.”105 Pemikiran 'Ulwan tentang pendidikan fisik hampir sejalan dengan alGhozali, dimana keduanya, sama-sama mengemukakan pendapatnya dengan mengambil dalilnya langsung dari al-Qur’an dan Hadits, dan aturan-aturan dalam makan, minum dan tidur diuraikan dengan jelas. Namun dalam bukunya, 'Ulwan tidak menyertakan do’a-do’anya dalam bab ini. Sejalan dengan pemikiran 'Ulwan, Al-Ghazali menerangkan pula hal yang sama dalam kitab Ihya’ ‘Ulumiddin-nya. Beliau menjelaskan bagaimana cara mendapatkan rizki yang halal, sampai bagaimana tata krama seseorang ketika mau makan, minum dan tidur, dari awal sampai akhir. Orang tua hendaknya memberikan contoh hidup sehat kepada anakanaknya dengan menerapakan aturan-aturan yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw. Bila dalam aturannya tidak boleh makan dengan berdiri, maka orang tua harus meninggalkan makan minum sambil berdiri, dan begitu juga dengan tata kesopanan yang lain. Dalam bukunya, Jamal Abdurrahman memberikan tuntunan agar orang tua melarang anaknya untuk tidur tengkurap, hal ini dikarenakan bisa membangkitkan birahi seseorang.106 Jadi, bila orang tua menginginkan anaknya menjadi generasi penerus bangsa yang baik dan bisa diandalkan, maka dia harus menghidupi mereka dengan
16 126.
105
Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, Terj. Moh. Zuhri, (Semarang: CV. Asy-Syifa’, 2003),
106
Jamal Abdurrahman, Pendidikan Ala Kanjeng Nabi, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004),
85
rizki yang halal. Karena, dengan makan yang halal, fikiran akan menjadi jernih dan menjadi bersih. Al-Ghozali dalam Ihya’ Ulumiddin-nya memberikan tuntunan kepada kita untuk menjaga tata kesopanan ketika makan minum dan tidur. Karena dibalik semua itu terdapat hikmah yang berharga dan tuntunan dalam mengarungi bahtera kehidupan. Ada sebuah ibarat, orang Mukmin diibaratkan seperti Tawon. Dari dalam tubuhnya, dia menghasilkan madu yang sangat bermanfaat bagi manusia sebagai obat dari berbagai macam penyakit. Hal ini karena Tawon hanya makan dari sari pati bunga, dalam hal ini diibaratkan seperti rizki yang halal. Logikanya, bila Tawon dapat memberikan manfaat kepada manusia dengan madu yang dihasilkannya dari sari pati bunga, maka seorang mukmin juga akan dapat memberikan manfaat kepada orang lain dengan kebaikan-kebaikannya bila sumber energinya berasal dari rizki yang halal. Dalam hal ini orang tua wajib menghindarkan anak-anaknya dari makanmakanan yang haram dan merusak badan. Orang tua juga wajib memberikan pakaian yang layak bagi anak-anak mereka untuk menutupi aurat. Sejak manusia memulai kehidupan, ia senantiasa disibukkan untuk mencari sesuatu yang bisa membantu menyembuhkan menyembuhkan berbagai penyakit dan dalam rangka meningkatkan kesehatan fisik.107 Dengan demikian, agama sangatlah mendorong dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agama bisa memperoleh tujuan ini. 107
Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, Terj. Syamsuddin Asyrofi, dkk. (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996), 113.
86
‘Ulwân sangat perhatian terhadap penjagaan kesehatan dan pengobatan dari penyakit, hal ini tertuang dalam kitab beliau yang berlandaskan pada alQur’an dan Hadis. Dalam penguraiannya, ‘Ulwân menggunakan gaya bahasa yang singkat, jelas, padat dan bermakna. Hal ini bertujuan agar mudah dipahami dan diterapkan oleh para pendidik khususnya orang tua. Zakiah Darajat mengemukakan dalam bukunya “Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah”, bahwa tujuan pendidikan fisik dalam Islam di antaranya: Untuk membangun dan membina manusia yang kuat, sehat dan mampu melaksanakan tugasnya. Dan bukanlah sekedar untuk menumbuhkan otot dan kekuatan tubuh. Akan tetapi adalah untuk mempersiapkan tubuh secara baik, lewat olah raga dan lainnya, agar tubuh itu mampu melakukan apa yang diminta kepadanya. Dalam Pendidikan Islam dianjurkan, agar si anak dari awal kehidupannya mendapat pengalaman yang bermacam-macam, yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang sehat, seperti olah raga lari, lompat jauh, renang, naik kuda, koprol dan sebagainya. Dalam berolah raga itu sekaligus terbentuk akhlak, toleransi, sportif, kerja sama dan sebagainya. Islam mementingkan kesehatan, kebersihan, pencegahan berbagai penyakit dan lain-lainnya. Dalam pelaksanaan ibadah shalat misalnya, diisyaratkan wudlu’ yang harus didahului dengan istinja’, gosok gigi, kumur-kumur, istinsya’ (menghirup air ke hidung), bahkan dalam hal tertentu harus mandi. 108 Dalam membina kekuatan fisik, Rasulullah Saw. menganjurkan umat Islam untuk berolah raga, seperti berkuda, memanah, atau berenang. Beliau dan 108
Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung: CV. Ruhama, 1993), 3
87
‘Aisyah pernah melongokkan kepalanya dari kamar mereka ke halaman masjid ketika orang-orang Habsyi bermain perang-perangan, bahkan beliau pernah bergulat melawan seorang pegulat Habsyi Rukanah dan beliau dapat mengalahkannya.109 Pemikiran ‘Ulwân sangat mendasar dan mendalam sekali, hingga persoalan yang paling sepele yang biasa dilupakan orang akan tetapi memiliki dampak yang tidak ringan beliau utarakan dalam bukunya. Pemikirannya sejalan dengan apa yang di ajarkan oleh Rasulullah, dan tidak ada pertentangan dengan Zakiah Darajat dalam hal ini. Muhammad Nur Abdul Hafizh menjelaskan di dalam bukunya bahwa permainan yang menggunakan aktivitas fisik merupakan fitrah alami yang dimiliki oleh setiap aanak. Dan Allah telah menciptakan naluri tersebut di dalam jiwanya dengan tujuan agar fisiknya dapat tumbuh dan berkembang secara alami dengan postur tubuh yang kuat.110 Zakiah Drajat menambahkan, Dalam kehidupan kita di zaman modern ini, perhatian terhadap kesehatan dan kebugaran tubuh semakin menjadi perhatian dan telah melambung tinggi. Kesegaran dan kebugaran jasmani dengan berbagai kegiatan olah raga makin mendapat perhatian, sehingga tercetuslah ide memasyarakatkan olah raga dan mengolah-ragakan masyarakat. Hanya saja yang
109 Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, (Yogyakarta: Gema Insani Press, t.t.), 124. 110 Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, (Bandung: AlBayan, 1997), 224.
88
menjadi masalah, adalah bahwa perhatian terhadap fisik manusia yang sangat besar itu, mengalahkan dimensi lainnya, misalnya dimensi agama dan akhlak.111 ‘Ulwân Mengajarkan kepada para pendidik untuk selalu menjaga kesehatan anak-anaknya dengan membiasakan diri untuk berolah raga, dan mengobati penyakitnya ketika mereka terkena penyakit. Demikianlah yang dicontohkan oleh Rasulullah. Prihatin yang dilakukan oleh para pejuang itu sesungguhnya merupakan aktivitas kejiwaan yang berbeda sekali. Prihatin
tidak berarti menjauhi
kesenangan hidup, mereka itu, tanpa terkecuali, sebenarnya memiliki gairah yang besar dan daya hidup yang kuat. Hanya saja, disamping itu kedudukan mereka lebih tinggi dari diri mereka sendiri dan meninggalkan kesenangan duniawi ini. Sedangkan kekuatan jiwa mereka yang besar dapat mengekang keinginankeinginan dan kekuatan mereka yang meluap itu, itulah yang membuat mereka bertekad bulat dalam memerangi kebatilan dan berjuang. Dengan demikian yang dimaksud prihatin adalah prihatin aktif dan bukan prihatin pasif.112 Pemikiran 'Ulwan sangat sejalan dengan pendapat di atas, dimana seorang muslim tidak boleh larut dalam kesenangan, dan hendaknya dia mampu mengendalikan dan mengarahkan nafsunya untuk melakukan hal-hal yang diridloi Allah. Prihatin
bukanlah sama sekali mengabaikan kehidupan duniawi, akan
tetapi hati tidak cenderung kepada dunia dan menggunakan dunia sebagai alat taqwa.
111 112
Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, 3. Harun, Sistem Pendidikan Islam, 204.
89
Logikanya, kita boleh kaya tapi hati tidak boleh cenderung pada kekayaan kita. Karena bila hati sudah terpaut dengan dunia meskipun sedikit maka sulit untuk mendapat rahmat dan hidayah Allah. Allah tidak akan masuk ke dalam hati yang sudah ada selain-Nya di dalamnya. Orang miskin pun bila hatinya masih cenderung dengan dunia, dia belum dikatakan prihatin . Pendidikan secara umum diawali dalam suatau keluarga, orang tua bertanggung jawab dengan kelanjutan kehidupan pendidikan anak-anaknya, karena pengaruh yang diterima anak waktu kecil sangat menentukan kehidupan anak dikemudian hari. Apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan waktu kecil masih terjalin ke dalam kehidupan kepribadiannya.113 Dari sini dapat diketahui bahwa pendapat 'Ulwan tentang tanggung jawab orang tua dalam mendidik fisik anak tentang menghindari penyimpangan, pengangguran dan kenakalan sesuai dengan pemikiran Zakiah Darajat. Bila, kondisi dalam rumah tangga senantiasa dinaungi oleh cahaya Islam, maka resiko anak terjerumus ke dalam penyelewengan dapat dihindarkan. Satu hal yang menyebabkan kedudukan orang tua sebagai pendidik terhadap anak-anaknya menjadi sangat penting ialah adanya hubungan psikologis yang panjang.114 Perilaku penyimpangan seksual dapat terjadi apabila orang tua tidak meletakkan dasar-dasaa agama yang kuat terhadap anak-anak. Apabila telah terjadi penyimpangan seksual, jalan yang paling tepat adalah kembali kepada ajaran Islam karena seks yang dibimbing melalui ajaran Islam merupakan 113
Zakiah Darajat, Pembinaan Remaja, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1982), 19 Kasijan, Z. Tinjauan Psikologis, Larangan Mendekati Zina dalam Al-Qur’an, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1992), 112. 114
90
kekuatan yang menjadikan manusia senang, menciptakan manusia bahagia dan sejahtera, cinta kasih, merupakan dasar rumah tangga tempat meneruskan keturunan yang baik dan beradab sesuai dengan ajaran Islam.115 Dalam Kitabnya, 'Ulwan mengulas secara panjang lebar tentang upaya penghindaran orang tua terhadap penyimpangan perilaku anak. Apa yang 'Ulwan ungkapkan sangat sesuai dengan apa yang telah dituntuinkan oleh Rasulullah Saw. Dan relevan untuk diterapkan di zaman ini. Di akhir pembahasan pada Kitabnya, 'Ulwan berpesan kepada para pendidik terutama orang tua, menanamkan rasa tanggung jawab ke dalam jiwa anak dengan menjaga anak dari hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Penulis berpendapat bahwa pemikiran 'Ulwan sangat relevan dengan kondisi zaman sekarang, apa yang ia paparkan dalam kitabnya saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Pembahasan tentang tanggung jawab pendidikan fisik berhubungan erat dengan aspek moral, akhlak, keimanan dan kejiwaan.
115
Ibid, 113.
91
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan: 1. ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân adalah salah seorang tokoh Pendidikan Islam kontemporer yang terkenal dengan kegigihannya peduli terhadap dunia pendidikan, karya-karyanya sedikit banyak telah memberikan khazanah keilmuan bagi umat Islam. Setiap pemikiran beliau sangat di pengaruhi oleh situasi sosial yang terjadi pada waktu itu. Dengan memahami kondisi sosial tersebut seseorang akan mudah memahami alur pemikirannya yang tertuang dalam berbagai karyanya, di antaranya adalah kitab Tarbiyat alAulâd fî al-Islâm. 2. Diantara tanggung jawab yang dipikulkan Islam di atas pundak para pendidik, termasuk ayah, ibu dan para pengajar menurut ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân adalah tanggung jawab pendidikan fisik. ‘Ulwân mengungkapkan beberapa dasar ilmiah yang digariskan Islam dalam mendidik fisik anak, di antaranya adalah: Kewajiban memberi nafkah kepada keluarga dan anak, mengikuti aturan-aturan yang sehat dalam makan, minum dan tidur, melindungi diri dari penyakit menular, pengobatan terhadap penyakit, merealisasikan prinsip-prinsip “Tidak boleh menyakiti diri sendiri dan orang lain, membiasakan anak berolah raga dan bermain ketangkasan, membiasakan anak untuk zuhud dan tidak larut dalam kenikmatan, dan,
92
membiasakan anak bersikap tegas dan menjauhkan diri dari pengangguran, penyimpangan, dan kenakalan. 3. Pemikiran ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân sangat mendasar dan mendalam sekali, hingga persoalan yang paling sepele yang biasa dilupakan orang akan tetapi memiliki dampak yang tidak ringan beliau utarakan dalam bukunya. Pemikirannya sejalan dengan apa yang di ajarkan oleh Rasulullah, dan tidak ada pertentangan dengan para tokoh pendidikan lainnya dalam hal ini.
B. Saran Pada akhir kajian ini, beberapa saran yang dapat diberikan adalah: 1. Kepada para orang tua, hendaknya mempersiapkan sejauh mungkin pengetahuannya tentang hukum-hukum syar’iat yang berkaitan dengan pendidikan fisik. Selain itu, hendaknya orang tua selalu mengawasi perkembangan fisik anaknya dan tahu apa yang harus ia ajarkan sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw. 2. Kepada peneliti selanjutnya, bahwa masih banyak dimensi atau aspek yang dapat digunakan untuk menganalisa pemikiran ‘Abdullâh Nâshih ‘Ulwân ini.
93
DAFTAR PUSTAKA
Abi Husain Muslim Bin Hajjaj Qusyairi al-Nishaburi, Soheh Muslim. Damaskus: Darul Fikri, 1993 Abdurrahman, Jamal. Pendidikan Ala Kanjeng Nabi. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004. Abu ‘Abdullah Muhammad bin Yazid Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Terj. Ahmad Sunarto, dkk. Semarang: Asy Syifa’, 1993 Adz-Dzufairi, Marzuq Ibrahim. Mendidik Generasi sesuai Petunjuk Nabi. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2006. Ali, Muhammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja Garafindo Persada. Al-Imam Abu ′Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Soheh Bukhori, Terj. Achmad Sunarto. Semarang: Asy-Syifa, 1993. An-Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani, 1995. Arief, Armai Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers, 2002. Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya: Pustaka Agung Harapan, 2006. Dradjat, Zakiyah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1991. Hasyim, Umar. Anak Shaleh II “Cara Mendidik Anak dalam Islam”. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983. Hafizh, Muhammad Nur Abdul. Mendidik Anak Bersama Rasulullah. Bandung: Al-Bayan, 1997). Imam Abu Husain Muslim Bin Hajjaj al-Qusyairy, Soheh Muslim. Terj. KH. Adib Bisri Mustofa. Semarang: Asy-Syifa, 1993. Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, Terj. Moh. Zuhri, Terjemah Ihya’ Ulumiddin. Semarang: CV. Asy-Syifa’, 2003.
94
Imam Abi ′Abdillah Muhammad Bin Ismail Bin Ibrahim Ibnu Mughirah Bin Bardisbah al-Bukhori al-Jufi, al-Bukhori. Beirut: Darul Fikri, 1995. Kasijan, Z. Tinjauan Psikologis, Larangan Mendekati Zina dalam Al-Qur’an. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1992. Muhammad Isa bin Surah al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi. Damaskus: Darul Fikri, 1993. Muhammad Isa bin Surah al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, Terj. Terj. Moh. Zuhri. Semarang: Asy-Syifa, 1993. Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, Terj. Syamsuddin Asyrofi, dkk. Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996. Musthafa ibnu al-‘Adawi, Abu Abdullah. Fikih pendidiakan Anak-Anak “Membentuk Kesalehan Anak Sejak Dini”. Jakarta: Qisthi Press, 2006. Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis). Jakarta: Ciputat Pers, 2002. Quthb, Muhammad. Sistem Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1984. Salman Harun, Sistem Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif, tt Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994. Ulwan, Abdullah Nashih. Tarbiyatu al-Aulad fi al-Islam. Beirut: Dar as-Salam, 1997. _________. Pendidikan Anak dalam Islam. Terj. Jamaluddin Miri. Jakarta: Pustaka Amani, 1999. Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Bandung: CV. Ruhama, 1993