BAB I PENDAHULUAN
I. Latar belakang Pada 1895, para investor di Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis dalam waktu yang hampir bersamaan berhasil menemukan dan mendemonstrasikan alat yang bisa memproyeksikan gambar-gambar yang bisa bergerak ke atas latar. Penemu Inggris Robert Paul mendemonstrasikannya di London, Lumiere bersaudara di Paris, dan Thomas Alva Edison di pameran kapas, Atlanta, Amerika Serikat. Lima tahun kemudian, tepatnya 5 Desember 1900, film mulai diperkenalkan, dan sistem bioskop—baik yang di dalam ruangan atau model layer tancap—mulai dipraktekkan di Indonesia. Berawal pada 30 November 1900 di harian Bintang Betawi, memuat pengumuman dari perusahaan Nederlandsche Bioskop Maatschappij, bahwa sedikit hari lagi mereka akan memperlihatkan tontonan amat bagus, yaitu “gambargambar idoep” tentang kejadian-kejadian di Erioa dan Africa Selatan—saat itu masih dokumenter. Diantaranya gambar Sri Baginda Maharatu Belanda bersama Yang Mulia Hertog Hendrik saat memasuki Den Haag. Pertunjukan ini berlangsung di sebuah rumah di sebelah toko mobil Maatschappij Fuchs di Tanah Abang. Inilah iklan pertama tentang film Indonesia. Pertunjukan itu dimulai pada 5 Desember 1900. menurut iklan dalam Bintang Betawi tanggal itu, pertunjukan itu adalah “pertoenjoekan besar jang pertama” dan beralamat di Tanah Abang Kebon jae (Anege) mulai jam tujuh malam. Ada pun
1
karcisnya terdiri dari tiga peringkat, kelas satu f 2 (dua gulden), kelas dua f 1, dan kelas tiga f 0.50.(Ekky Imanjaya : http://www.filmalternatif.org) Namun dalam perkembangannya kini, Perkembangan Bioskop di Indonesia menghadapi banyak tantangan dari dalam berbagai segi aspek, dari semakin banyaknya muncul berbagai macam jenis hiburan yang baru .Digital video game, permainan simulasi (paintball dll) adalah sebagian kecil dari berbagai macam contoh hiburan lainnya yang secara tidak langsung mempengaruhi konsumen dalam memilih hiburan yang ada. Dari kemajuan teknologi sendiri, Perkembangan Bioskop ini menghadapi tantangan yang langsung bisa mempengaruhi seseorang individu dalam mengambil keputusannya dalam akan menonton film, dimana telah menjamurnya televisi berlangganan di Indonesia dan disertai dengan beredar luasnya VCD dan DVD baik original maupun bajakan disertai mudahnya untuk melakukan Download dari dunia maya. Selain itu, perusahaan-perusahaan elektronik juga mengembangkan produk-produk yang bersifat “bring theater to your home”, seperti Home theater , TV plasma, Audio system dll. Oleh karena ini, perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam ini harus memiliki kiat-kiat khusus agar bisa bertahan sehingga menawarkan suatu experience kepada para penontonnya sehingga penonton tersebut puas dan bisa kembali menonton (repeat) bioskop tersebut. Blitzmegaplex, yang belum lama ini berdiri, sudah memiliki 4 bioskop di Indonesia, mencoba menawarkan suatu experience berbeda dalam menonton film di bioskop. Dari cara membeli tiket, informasi film, pilihan film, promosi, pengaturan
2
jadwal film, konsep ruang tunggu, makanan dan minuman, merchandise hingga suasana dalam studio.
II. Perumusan Masalah Sebagaimana telah dijabarkan diparagraf sebelumnya, Blitzmegaplex sebagai Pemain baru, mencoba mencoba menawarkan suatu experience berbeda dalam menonton film di bioskop.
Dalam penelitian ini, perumusan masalah yang coba untuk
dikembangkan adalah : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumen menonton di bioskop. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumen dalam memilih tempat menonton bioskop 3. Mengidentifikasi diferensiasi apa saja yang terdapat pada Blitzmegaplex dan Bioskop-bioskop yang ada di Indonesia. 4. Mengklarifikasi faktor-faktor apa saja yang menjadi kelebihan dan kekurangan dari fasiltas-fasilitas Blitzmegaplex menurut sudut pandang konsumen. 5. Mengidentifikasi apakah dengan faktor-faktor yang menjadi kelebihan dari Blitzmegaplex dapat membuat konsumen menjadi loyal. Dari proses pengembangan faktor-faktor diatas, maka dapat diidentifikasi, hal-hal apa sajakah yang menjadi bagian elemen penting yang menjadi sebuah experience dalam menonton film di bioskop. Namun dalam pertimbangan setiap individu tidak selalu sama, maka diperlukan suatu studi analisa mengenai perilaku konsumen dari sudut pandang experiential
marketing
sehingga
teridentifikasi
elemen-elemen
apa
saja
pada
3
Blitzmegaplex sehingga dapat mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusannya dalam menonton film di bioskop.
III. Ruang Lingkup Dikarenakan kompleksitas dalam penelitian dari konsep Experiential Marketing, Peneliti perlu mendalami sudut pandang konsumen dari saat merencanakan untuk menonton (planning), pertimbangan untuk memilih bioskop (choosing),
hasil dari
menonton film tersebut (experience), kembali menonton di bioskop tersebut (repeat). Dari hal-hal tersebut dimaksud agar penelitian mendapatkan hasil yang relevan dan akurat. Dari Model penelitian ini, peneliti akan dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut : 1. Penelitian hanya dilakukan kepada konsumen di Blitzmegaplex sebagai opini. 2. Pengambilan data dilakukan diBliztmegaplex. 3. Pengambilan data dilakukan dengan cara penyebaran kuisioner 4. Ruang lingkup penelitian hanya pada aspek perilaku konsumen berdasarkan penerapan Strategy Experience Modules (SEMs)
IV. Tujuan Penelitian Dalam tujuan penelitian ini, secara garis besar adalah sebagai berikut : 1. Faktor apa yang mendorong seorang individu menonton di bioskop. 2. Faktor apa saja yang menjadi pertimbangan dari konsumen memilih bioskop. 3. Faktor apa yang membuat konsumen tersebut kembali menonton di bioskop tersebut atau tidak.
4
4. Faktor apa saja yang dialami oleh konsumen pada saat sesudah menonton di Blitzmegaplex dibandingkan dengan menonton di bioskop lainnya. 5. Mengidentifikasi
diferensiasi
apa
yang
diberikan
pada
Blitzmegaplex
dibandingkan dengan bioskop-bioskop lainnya dan mengklarifikasinya menjadi sebuah kelebihan /kekurangan dari Blitzmegaplex.
5