BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Fungsi bahasa dalam komunikasi verbal maupun tertulis adalah untuk menyampaikan pesan. Pesan ini tersampaikan dengan baik jika penerima pesan/pembaca mampu menguasai bahasa penutur/penulis. Jika terdapat perbedaan antara bahasa penulis dan pembaca, maka diperlukan penerjemah atau kamus. Sebagai contoh, orang Indonesia tidak mengerti isi novel berbahasa Prancis jika dia tidak mempelajari bahasa Prancis, sehingga untuk mengetahui isi/ pesan novel tersebut, ia harus membutuhkan translator atau hasil terjemahan novel tersebut dalam bahasa Indonesia. Pada prinsipnya, penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan pesan dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa). Nida dan Taber dalam bukunya The Theory and Practice of Translation menjelaskan: “Translating concist of reproducing in the receptor languange to the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style.”(Nida and Taber, 1964: 166) ‘Terjemahan terdiri dari proses reproduksi pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan kesepadanan yang sealami mungkin dengan bahasa sumber, baik itu pada makna maupun gaya bahasa.’ (Nida dan Taber, 1964: 166)
Dalam menerjemahkan, terdapat dua komponen penting prinsip dasar penerjemahan, yaitu padanan tekstual (textuel equivalent) dan kesejajaran bentuk (formal correspondence). Walaupun keduanya sama-sama merupakan unsur terjemahan, tetapi kesepadanan pesan lah yang harus lebih diprioritaskan.
2
Jika dilihat dari segi semantik, padanan adalah bentuk pesan BSa yang mengandung pesan yang sama dengan bentuk dalam BSu (Catford, 1965: 27). Padanan berkaitan dengan 1) kriteria estetika, 2) untuk apa terjemahan itu dibuat, 3) untuk siapa terjemahan itu dibuat, serta 4) selera penerjemah dan 5) selera pembaca. Kesejajaran bentuk (formal correspondence) terbentuk jika unsur yang berpadan dalam BSa menduduki kategori (unit, kelas, struktur) sejenis dalam BSu. novel tersebut dalam bahasa Indonesia. contoh (1)
:
(a) On contait de lui que son père, le réservant pour heriter de sa charge. (LM, p 4, par. 2, lign, 8) (b) ‘(pron) – menceritakan (v) – tentang (prép) – dia (m.) - (prép) – nya (pron.pers, m) – ayah (n) – nya (compl., m) – menunggu – untuk (prép) – warisan – (prép) –nya (pron, f)- jabatan.’ (c) ‘Dikabarkan bahwa ayahnya hendak menjadikan dia pewaris jabatannya’ (LM, hal 3, par. 2, bar 8)
Contoh (1a) adalah TSu bahasa Prancis sementara contoh (1b) dan (1c) adalah terjemahan dalam bahasa Indonesia. Dari contoh (1a) diketahui bahwa terjemahan yang utuh dan sesui kelas katanya seharusnya seperti contoh (1b) tetapi justru diterjemahkan seperti contoh (1c) meskipun tidak sepenuhnya mengalihkan amanat dari BSu-nya karena terjemahan (1c) dianggap lebih sesuai dan sepadan. Agar terjemahan sesuai dan sepadan, translator harus menggunakan teknik-teknik tertentu dalam menerjemahkan. Hasilnya biasanya berbeda jika
3
dibandingkan dengan metode menerjemahkan apa adanya. Penggunaan teknik penerjemahan ini penting dilakukan karena pada intinya penerjemah diharuskan untuk mengalihbahasakan pesan yang terkandung dalam suatu teks, bukan hanya mengalihbahasakan kata. contoh (2)
:
BSu
: Pendant un carême, ... (LM, p.19. par.3, lign.2)
BSa
: ‘Suatu kali ketika bulan puasa Masehi, ...’ (LM, hal 19, par 3, bar. 2) Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa terdapat perubahan dari bP yang
diterjemahkan ke bI. Kata un carême diparafrasekan menjadi ‘bulan puasa Masehi’ agar bisa dipahami oleh pembaca Indonesia. Penerjemah memberikan informasi implisit yang ada karena kata un carême tidak dikenal baik dalam bahasa Indonesia. contoh (3) BSu
:
: Ne provençal, ... (LM, p.20. par.7, lign.1)
BSa : ‘Terlahir sebagai orang dari bumi bagian selatan, ...‘ (LM, hal 21,par 2,bar.1) Teknik penerjemahan dengan mendeskripsikan kata dari BSu seperti contoh (3) di atas juga bisa dilakukan guna menyampaikan pesan yang terkandung dalam TSu meskipun harus mengubah kategorinya. Frasa ne provençal diterjemahkan dengan memberikan penggambaran letak atau ciri sehingga diterjemahkan ke ‘terlahir sebagai orang dari bumi selatan’ agar informasi yang terkandung dalam bP tersebut bisa diterima pembaca Indonesia.
4
Penerapan teknik penerjemahan mengakibatkan terjadinya pergeseran pada TSa. Pergeseran yang meliputi makna dan bentuk ini ditemukan pada teks Les Misérables yang diterjemahkan ke bI. Di Indonesia, Les Misérables diterjemahkan menjadi tiga versi. Pertama, dilakukan oleh Gramedia Pustaka Utama yang meringkas, menerbitkan serta menerjemahkan judul novel ini menjadi Orang-Orang yang Malang. Kedua, oleh Anton Kurnia dengan menerjemahkan novel ini ke 692 halaman. Penerbitan ketiga novel yang pernah difilmkan ini dilakukan oleh Visimedia dengan menggandeng penerjemah Muthia Esfand pada tahun 2012. Selain bahasa Indonesia, novel Les Misérables diterjemahkan ke dalam 21 bahasa lain di dunia. Novel yang ditulis saat Victor Hugo dalam pengasingan di Pulau Guensey ini menginspirasi dunia opera di 42 negara dan menyabet 125 major theatre award seperti Olivier, 8 Tonys, Grammy dan 5 Helpman1. Selain terkenal dengan sebagai inspirasi bagi kesenian, Les Misérables menarik untuk diteliti karena muatan isinya yang berkualitas dan pilihan kata (diksi) yang berbeda dari novel yang lain. Dalam perjemahannnya ke bahasa Indonesia, novel ini mengalami pergeseran (transposisi) dan memuat banyak teknik penerjemahan. Novel dengan tema agama, hukum dan kehidupan ini juga memiliki nilai-nilai dan realita yang relevan dengan kehidupan saat ini.
1
Sumber : http://www.lesmis.com/uk/history/facts-and-figures/
5
1.2 Rumusan Masalah Teknik penerjemahan dibutuhkan untuk menyampaikan secara optimal pesan dari suatu tataran BSu ke BSa agar hasil terjemahannya tidak aneh atau lucu. Dalam penerjemahan teks Les Misérables, ditemukan beberapa data mengenai teknik penerjemahan dan pergeseran, sehingga beberapa masalah yang perlu diteliti, antara lain: 1. Jenis teknik penerjemahan apa yang terdapat pada teks Les Misérables? 2. Bagaimana bentuk pergeseran terjemahan teks Les Misérables ke bahasa Indonesia sebagai dampak penerapan teknik penerjemahan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis jenis-jenis teknik penerjemahan yang terdapat pada penerjemahan teks Les Misérables dan untuk memaparkan bentuk pergeseran terjemahan teks Les Misérables ke bahasa Indonesia sebagai dampak penerapan teknik penerjemahan. 1.4
Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai terjemahan sering dilakukan sebagai topik penelitian.
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan antara lain sebagai berikut. (1) Febita Nur Tisani (2005) yang melakukan penelitian terjemahan dengan judul “Pergeseran Terjemahan Nomina Novel L'Aube pada Novel
6
Terjemahan Fajar”. Penelitian tersebut memaparkan mengenai pergeseran, tetapi tidak menggunakan teks novel Les Misérables dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Penelitian tersebut juga memiliki perbedaan pembahasan dengan penelitian ini. Penelitian ini membahas mengenai teknik penerjemahan dan pergeseran sementara penelitian tersebut membahas mengenai pergeseran kategori (nomina). (2) Nikita Daning Pratami pada tahun 2014 dengan skripsinya berjudul Deiksis Endofora Bahasa Prancis dan Penerjemahannya dalam Bahasa Indonesia. Skripsi tersebut menjelaskan mengenai kata ganti dalam beberapa karya sastra. Teori terjemahan yang digunakan dalam penelitian ini juga digunakan dalam skripsi tersebut tetapi terdapat perbedaan variabel penelitian. Pada penelitian ini variabel yang diulas adalah teknik penerjemahan sementara pada skripsi tersebut, variabel penelitian yang digunakan adalah deiksis endofora. (3) Bena Yusuf Pelawi (2014) dengan judul “Penerapan Teknik, Metode, dan Ideologi Penerjemahan beserta Dampaknya terhadap Hasil Terjemahan Teks The Gospel According to Matthew dalam Teks Bahasa Indonesia”. Dalam disertasi tersebut, dijelaskan proses penerjemahan dan implikasinya terhadap terjemahan. Teori dalam penelitian tersebut juga digunakan dalam penelitian ini, tetapi variabel yang digunakan dalam penelitian ini lebih sempit dan terdapat perbedaan obyek materi penelitian. Dari uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai penerjemahan dengan variabel teknik penerjemahan
7
dan pergeseran dalam bP ke bI belum pernah ada sehingga penelitian ini layak untuk dilakukan. 1.5
Landasan Teori Terjemahan merupakan proses pemindahan pesan dari satu bahasa ke
bahasa lain sesuai padanannya. Pemindahan ini meliputi kosa kata, penyesuaian tata bahasa dan bentuk tulisan (Catford, 1965:20). Terjemahan juga merupakan cabang linguistik untuk menguraikan aspek bahasa, budaya, komunikasi serta fakta-fakta dari TSu ke TSa. Dalam penulisan TSu, terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam terjemahan menurut Newmark (1988:4) yaitu: 1. Penulis, 2. Norma yang berlaku di dalam bahasa sumber (BSu), 3. Latar belakang kebudayaan BSu, 4. Hal yang dibicarakan. Sementara faktor yang mempengaruhi teks sasaran (TSa), yaitu: 1. Pembaca, 2. Norma yang berlaku di dalam bahasa sasaran (BSa), 3. Latar belakang kebudayaan BSa, 4. Penerjemah. Kegiatan menerjemahkan bukan merupakan hal yang mudah karenaantara BSu dan BSa terdapat perbedaan semantik, budaya, sistem, struktur serta karakter.
8
Contohnya dalam Bahasa Prancis dan bahasa Indonesia. Dalam bP, struktur kata terbentuk dari perubahan bentuk kata atau disebut fleksional. Fleksional terjadi melalui deklinasi (pembedaan jenis, jumlah dan kasus) serta konjugasi (pembedaan persona, jumlah, kala). Sementara bI adalah bahasa yang karakternya bisa dilihat dari struktur morfologis. Tipe bI adalah aglunatif atau bahasa yang struktur katanya terbentuk dari penggabungan unsur pokok dan unsur tambahan (afiksasi). Terjemahan ada yang mengutamakan bentuk/struktur dan ada yang mengutamakan makna/pesan. Tetapi terjemahan yang baik adalah terjemahan yang mampu menyampaikan amanat dari BSu kemudian dapat diterima secara mudah dan wajar oleh pengguna BSa. Jika pesan dalam BSa dipahami sama seperti pemahaman BSu maka keduanya dikatakan sepadan. Kesepadanan bentuk perlu diutamakan karena betul atau tidaknya terjemahan didasarkan pada teralihkan atau tidaknya pesan dari BSu ke BSa (Hoed, 1992:88). 1.5.1
Teknik Penerjemahan Teknik penerjemahan adalah cara untuk mempermudah penerjemahan baik
dari tingkatan kata, frasa, maupun kalimat. Mona dan Albir (2002:509-511) telah mengemukakan 18 teknik penerjemahan yaitu: 1) Deskripsi (la description) Deskripsi adalah teknik pemaparan bentuk atau fungsi guna menggantikan ungkapan BSu. Contoh: ne provençal yang dideskripsikan sebagai ‘lahir sebagai orang dari bumi bagian selatan’.
9
2) Adaptasi (l’adaptation) Adaptasi adalah teknik penggantian unsur BSu dengan unsur yang familiar dalam BSa misalnya ungkapan un sou diterjemahkan menjadi ‘uang receh’ dalam bI karena ‘uang perancis seperduapuluh sen lama’ bukan unsur yang ada di Indonesia. 3) Amplifikasi (l’amplification) Amplifikasi
adalah
teknik
menyampaikan
informasi
dengan
memparafrasekan unsur implisit dalam BSu agar dimengerti dalam BSa. Contohnya kata un câreme, yang diparafrase menjadi ‘bulan puasa Masehi’ atau no way yang diterjemahkan menjadi ‘de ninguna de las maneras’ (bahasa Spanyol). 4) Generalisasi (la generalisation) Generalisasi adalah perubahan bersifat subordinat ke superordinat agar mendapatkan istilah umum, misalnya le fromage, le camembert atau le roquefort yang diterjemahkan dengan mencari istilah umum, yaitu ‘keju’. 5) Kalke (le calque) Teknik kalke adalah teknik yang dilakukan dengan menerjemahkan frasa atau kata BSu secara literal misalnya Directorate General yang diterjemahkan menjadi ‘Direktorat Jendral’. 6) Kompensasi (la compensation) Kompensasi adalah teknik yang digunakan penerjemah untuk memberikan unsur informasi atau pengaruh stilistik (gaya) dari BSu yang tidak bisa diterapkan dalam BSa. Contoh: Vous avez mon logis yang diterjemahkan menjadi ‘begini’.
10
7) Kreasi diskursif (discursive creation) Kreasi diskursif adalah teknik penggunaan padanan yang keluar konteks guna menarik perhatian calon pembaca misalnya Nyi Roro Kidul yang diterjemahkan menjadi ‘La reine de la côte du Sud, Nyi Roro Kidul’ 8) Modulasi (modulation) Modulasi adalah teknik penggeseran sudut pandang, fokus atau kategori kognitif yang bersifat leksikal atau stuktural dengan memberikan padanan semantik berbeda pada cangkupan maknanya. Contohnya kalimat on divisée en terrain entre deux yang diterjemahkan menjadi ‘Tanah itu dibagi menjadi dua’. 9) Padanan Lazim (l’etablir l’equivalent) Padanan Lazim adalah teknik penggunaan kata yang lazim didengar pengguna BSa, misalnya penggunaan kata ‘efisien’ dan ‘efektif’ yang lebih sering digunakan dibanding kata ‘sangkil’ dan ‘mangkus’. 10) Peminjaman (l’emprunt) Peminjaman adalah teknik peminjaman kata dari BSu baik bersifat murni maupun naturalisasi. Contohnya la théologie yang menjadi ‘theologi’ dalam bI (l’emprunt naturalisée) dan jabatan kerajaan le marquis yang tetap diterjemahkan menjadi marquis dalam bI (l’emprunt pur). Kamus resmi dalam BSa menjadi pengukur untuk menentukan kata atau ungkapan tersebut bersifat murni atau naturalisasi. 11) Partikularisasi (la particularisation) Partikularisasi merupakan teknik kebalikan dari generalisasi atau bersifat umum ke khusus. Contoh le riz yang diterjemahkan ‘gabah’.
11
12) Penambahan (l’addition) Teknik penambahan adalah teknik pemberian informasi pada ungkapan yang tidak ada dalam BSu. Misalnya kalimat tanya vous vérifiez les tomptes? yang mendapat tambahan penerjemahan ‘apakah kalian semuanya yang memeriksa pembukuan?’. 13) Penerjemahan harafiah (la traduction literale) Penerjemahan harafiah adalah teknik dengan menerjemahkan kata demi kata tanpa menilai konteks teks. Contoh: Killing two birds with one stone. yang diterjemahkan menjadi‘Membunuh dua burung dengan satu tangan’. 14) Penghilangan (l’omission) Teknik penghilangan adalah teknik penghapusan seluruh informasi pada dari TSu karena dianggap kurang penting atau sudah tersirat di unsur TSu yang lain. 15) Reduksi (la reduction) Reduksi
merupakan
kebalikan
dari
amplifikasi.
Teknik
ini
mengimplisitkan informasi yang eksplisit di BSu, karena penghilangan tersebut dianggap tidak menimbulkan distorsi makna. Contoh: SBY, le president d’Indonésie yang diterjemahkan menjadi ‘SBY’. 16) Substitusi (la substitution) Teknik substitusi dilakukan dengan cara mengubah unsur linguistik ke paralingustik (intonasi atau isyarat) atau sebaliknya, misalnya menggeleng yang diterjemahkan dengan tidak menyetujui sesuatu.
12
17) Transposisi (la transposition) Transposisi adalah teknik perubahan kategori gramatikal misalnya perubahan kata ke frasa dalam terjemahan votre espérance yang menjadi ‘harapan-harapanmu’. 18) Variasi (la variation) Variasi adalah teknik mengganti elemen linguistik atau paralingusitik (intonasi dan isyarat) yang berdampak pada variasi linguistik. Teknik ini biasanya digunakan dalam penerjemahan drama. 1.5.2
Pergeseran Bentuk Pergeseran adalah perubahan yang terjadi dalam terjemahan dari BSu ke
BSa yang berupa penyempitan atau perluasan. Pergeseran ini meliputi perubahan gramatikal dan menyebabkan TSa tidak benar-benar utuh dari TSu. Menurut Catford (1965:73-82), terdapat dua jenis pergeseran bentuk yang dihasilkan dalam penerjemahan, yaitu 1) Pergeseran tataran dan 2) Pegeseran Kategori. 1.5.2.1 Pergeseran Tataran Pergeseran tataran adalah pergeseran yang terjadi pada unsur BSa yang berbeda dengan tatarannya dalam BSu. Tataran yang dimaksud meliputi fonologi, grafologi, gramatikal dan leksikal. Namun, pergeseran yang paling sering terjadi adalah pergeseran dari tataran gramatikal ke tataran leksikal maupun sebaliknya 1.5.2.2 Pergeseran Kategori Pergeseran kategori adalah pergeseran yang menghasilkan perbedaan antara BSu dan BSa dari segi struktur, kelas kata, unit atau intrasistem. Keempat
13
segi tersebut yaitu: 1) Pergeseran struktur, 2) Pergeseran Kelas Kata, 3) Pergeseran Unit dan 4) Pergeseran Sistem 1) Pergeseran Struktur Pergeseran struktur adalah pergeseran yang sering terjadi dibandingkan pergeseran-pergeseran kategori yang lain karena hampir semua bahasa memiliki struktur bahasa yang berbeda. Pergeseran ini meliputi tataran kata, frasa, klausa dan kalimat yang setingkat antara BSu dan BSa. Contoh (4): (a) Dans la salle à manger, longe et superbre galeri ..., ------------------------------ (Menerangkan) (Diterangkan) (b) ‘Di ruang makan terdapat sebuah galeri yang luar biasa ...,’ ------------------------------ (Diterangkan) (Menerangkan)
Dari contoh (4) di atas, dapat diketahui bahwa terdapat pergeseran dari pola bP (M – D) yang berubah menjadi (D – M) pada penerjemahan bI. 2) Pergeseran Kelas Kata Pergeseran kategori kedua adalah pergeseran kelas kata. Pergeseran ini menyebabkan pergeseran kelas kata dari BSu ke BSa. Salah satu contoh pergeseran ini adalah pergeseran dari preposisi yang berubah menjadi konjungsi pada contoh after that, I walked her home yang diterjemahkan ‘setelah kami berbelanja, aku mengantarnya pulang’ 3) Pergeseran Unit Pergeseran unit adalah pergeseran yang sepadan antara dua tingkat gramatikal dari BSu dan BSa yang berbeda. Misalnya perubahan frasa ke kata pada donner à manger yang diterjemahkan menjadi ‘menjamu’.
14
4) Pergeseran Sistem Pergeseran sistem terjadi karena terdapat perbedaan sistem antara BSu dan BSa, misalnya perubahan bentuk jamak di TSu menjadi tunggal di TSa. 1.5.3
Pergeseran Makna Dalam menerjemahkan suatu teks dari BSu ke BSa, penerapan teknik
penerjemahan tidak mungkin tidak menghasilkan pergeseran makna. Pergeseran makna, menurut Simatupang (1999: 92-95), terdiri dari dua jenis yaitu: 1.5.3.1 Pergeseran Makna Generik ke Spesifik dan sebaliknya Pergeseran makna generik ke spesifik adalah pergeseran yang disebabkan tidak adanya padanan kata yang tepat dari BSu ke BSa, misalnya penerjemahan foot yang diterjemahkan menjadi lebih general yaitu ‘kaki’. 1.5.3.2 Pergeseran Makna karena Perbedaan Sudut Pandang Budaya Pergeseran makna yang kedua ini terjadi karena terdapat perbedaan budaya antara BSu dan BSa sehingga penulis harus mengubah sudut pandangnya. Misalnya: Je pense c’est une bonne idée yang diterjemahkan menjadi ‘aku rasa itu ide yang bagus’. Penerjemah mengubah sudut pandangnya sehingga terdapat pergeseran dari pense ‘berpikir’ menjadi ‘rasa’. 1.5.4
Rangkuman dan Kerangka Konseptual
a. Penerjemahan adalah proses pengalihan pesan dari BSu ke BSa b. Terdapat dua komponen penting prinsip dasar penerjemahan, yaitu padanan tekstual dan kesejajaran bentuk. c. Padanan adalah kesamaan bentuk pesan antara BSu dan BSa.
15
d. Kesejajaran bentuk adalah kesamaan kategori (unit, kelas dan struktur) antara BSu dan BSa. e. Kesepadanan antara TSu dan TSa lebih diutamakan karena menerjemahkan mengalihbahasakan pesan, bukan teks. Untuk mencapai kesepadanan diperlukan teknik penerjemahan. f. Teknik penerjemahan adalah teknik yang digunakan untuk mempermudah sampainya pesan dari BSu ke BSa. Terdapat 18 teknik penerjemahan menurut Molina dan Albir, yaitu : 1) adaptasi, 2) amplifikasi, 3) deskripsi, 4) generalisasi, 5) kalke, 6) kompensasi, 7) kreasi diskursif, 8) modulasi, 9) padanan lazim, 10) partikularisasi 11) peminjaman, 12) penambahan, 13) penerjemahan harafiah, 14) penghilangan 15) reduksi, 16) substitusi, 17) transposisi dan 18) variasi. g. Penerapan
teknik
penerjemahan
mengakibatkan
adanya
pergeseran.
Pergeseran adalah berubahnya teks terjemahan berupa penyempitan atau perluasan. h. Terdapat dua jenis pergeseran, yaitu bentuk dan makna. i. Pergeseran bentuk meliputi perubahan gramatikal dan dibagi menjadi pergeseran tataran dan kategori.
Kategori dibagi menjadi empat (unit,
struktur, kelas kata, sistem). j. Pergeseran makna meliputi pergeseran generik dan pergeseran karena perbedaan budaya.
KERANGKA KONSEPTUAL sama
Pesan
Pesan
Sepadan, terjemahan berhasil
mengandung
PROSES PENERJEMAHAN
TEKS SUMBER
2. Amplifikasi
3. Deskripsi
4. Generalisasi
5. Kalke
6. Kompensasi
7. KreasiDiskursif
8. Modulasi
9. PadananLazim
10. Partikulasi
11. Peminjaman
12. Penambahan
13. Harafiah
14. Penghilangan
15. Reduksi
16. Subsitusi
17. Transposisi
18. Variasi
TEKS SASARAN
PENERJ menerapkan
meliputi : 1. Adaptasi
mengandung
TEKNIK PENERJEMAHAN
mengakibatkan
PERGESERAN TERJEMAHAN
berupa : 1. Tataran
2. Sistem
3. Struktur
4. Kelas Kata
5. Unit
6. Generik
7. Budaya
menghasilkan
17
1.6 Data dan Sumber Data 1.6.1. Data Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis data tulis, berupa TSu dan TSa. Data yang digunakan terdiri dua bahasa yaitu bahasa Prancis sebagai TSu dan bahasa Indonesia sebagai TSa. Data dari penelitian ini digunakan untuk mengungkapkan penerapan teknik penerjemahan dan pergeseran sebagai dampak penerapan teknik penerjemahan. 1.6.2 Sumber Data Sumber data diambil dari novel karena penerjemahan novel membutuhkan kemampuan yang tinggi sehingga di dalamnya terdapat banyak penggunaan teknik penerjemahan yang riil dan jelas. Bentuk novel yang berupa tulisan dan bersifat naratif memberi kesan lugas dalam menyampaikan pesan dan informasi. Dalam penelitian ini digunakan novel 1) Les Misérables TOME I Fantine karya Victor Hugo dalam bahasa Prancis dan 2) terjemahannya ke bahasa Indonesia dengan judul Les Misérables Jean Valjean-Fantine karya Muthia Esfand yang diterbitkan Visimedia pada tahun 2012. Pemilihan novel tersebut didasarkan pada sedikitnya ulasan mengenai Les Misérables meskipun karya ini telah mendapatkan banyak pujian dan penghargaan. Novel ini terdiri dari delapan babak dan memiliki 69 bab, yaitu 14 bab (babak pertama), 13 bab (babak kedua), 8 bab (babak ketiga), 3 bab (babak keempat), 13 (bab kelima), 2 bab (babak keenam), 11 bab (babak ketujuh), dan 5 bab (babak kedelapan). Dari delapan babak tersebut, penelitian ini hanya akan
18
difokuskan pada babak satu yang mencangkup 14 bab, dengan pertimbangan sebagai berikut. (1) Babak pertama merupakan babak pembuka yang mewakili bab yang lainnya karena novel ini dipelajari secara paralel, sehingga memiliki garis besar yang sama, menggunakan kata yang sama dan dengan latar yang sama; (2) Babak pertama mengandung muatan pesan paling banyak di antara bab-bab yang lain. Dengan fokus Sang Uskup, pemaparan tokoh di babak pertama ditonjolkan secara dominan dan mempengaruhi babak-babak lain; (3) Penggambaran latar pada babak pertama lebih mendetail dan sedikit mengandung percakapan, sehingga releven digunakan sebagai data penelitian; dan; (4) Babak pertama merupakan gambaran dari keseluruhan babak, sehingga teknik penerjemahan dan bentuk pergeseran yang terdapat pada babak pertama mencerminkan teknik dan pergeseran pada babak-babak selanjutnya. Muthia Esfand, penerjemah novel ini, adalah seorang penerjemah dengan kemampuan yang tidak diragukan lagi. Ia tidak hanya mampu menerjemahkan bahasa Prancis, tetapi juga bahasa Inggris sehingga sudah cukup memiliki pengalaman dalam menerjemahkan. Babak-babak yang telah ia terjemahkan antara lain: Beyond Sherlock Holmes dan Women Self Defense. Selain penerjemah, ia menjabat sebagai Editor in Chief, Promotion Coordinator dari sebuah percetakan di Jakarta.
19
1.7 Metode Penelitian Sumber data dari penelitian diperoleh dengan metode simak, yaitu kegiatan menyimak novel Les Misérables dalam bahasa asli (bP) dan terjemahannya (bI). Data dicatat secara menyeluruh baik dalam TSu dan TSa kemudian dianalisis menggunakan teori terjemahan. Dalam tahap ini, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sudaryanto (1993:133), data dikelompokkan dan dikomparasikan menggunakan metode padan intralingual untuk melihat hubungan antar data di dua variabel berbeda (novel dalam bP dan bI). Data tersebut dibandingkan melalui teknik hubung banding menyamakan, hubung bading membedakan dan hubung banding meyamakan hal pokok. Pembandingan tersebut menjurus deretan data dengan pola yang sama. Pola-pola ini diidentifikasi sehingga terdapat kecenderungan penerapan teknik penerjemahan yang digunakan. Data-data dengan teknik penerjemahan tersebut kemudian dianalisis bentuk pergeserannya menggunakan prosedur yang sama dengan mencari penerapan teknik penerjemahan. Dalam penyajian data, metode yang dilakukan bersifat informal yakni metode penyajian data yang menggunakan perumusan dengan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:145).
20
1.8 Sistematika Penelitian Penelitian ini terdiri dari empat bab, yaitu : Bab pertama yang merupakan bab pendahuluan. Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, data dan sumber data, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab kedua merupakan paparan penerapan teknik penerjemahan Les Misérables ke dalam bahasa Indonesia. Bab ketiga merupakan analisis bentuk pergeseran terjemahan teks Les Misérables ke bahasa Indonesia sebagai dampak penerapan teknik penerjemahan. Bab keempat merupakan penutup berisi kesimpulan.