BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Film merupakan salah satu ikon dari negara Prancis. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Dayna Oscherwitz dan Mary-Ellen Higgins dalam bukunya yang berjudul The A to Z of French Cinema (2007). Film Prancis juga telah mempengaruhi dunia perfilman dari bekas negara jajahan Prancis yang disebut francophone. Kesamaan budaya dan bahasalah yang menjadikan film-film di negara francophone identik dengan film Prancis (Sanaker, 2006:3 via Maryam, 2012). Salah satu negara francophone yang produktif menghasilkan film adalah Kanada. Film Kanada dikenal dunia sebagai film berkualitas yang dibuktikan dengan masuk menjadi nominasi dan meraih penghargaan di berbagai ajang festival bergengsi. Kebanyakan dari film-film tersebut bertemakan sosial. Salah satu tema sosial yang diangkat dalam perfilman Kanada adalah isu mengenai dunia pendidikan dan permasalahan yang terjadi di dalamnya. Isu mengenai dunia pendidikan ini diangkat dan diproduksi pada tahun 2011 melalui salah satu film yang berjudul Monsieur Lazhar oleh seorang sineas Kanada bernama Philippe Falardeau. Tema sosial mengenai dunia pendidikan dalam Monsieur Lazhar berkaitan dengan dinamika sekolah dasar serta hubungan guru dan murid yang ada di
1
dalamnya. Film Monsieur Lazhar mengangkat cerita tentang permasalahan yang dialami murid dalam kesehariannya di sebuah sekolah dasar. Dunia pendidikan memang tidak bisa lepas dengan dunia guru dan murid. Hubungan keduanya merupakan relasi yang saling membutuhkan. Guru mendidik dan mengajar sementara murid belajar. Keduanya berada dalam suatu proses interaksi belajarmengajar di sekolah. Berawal dari sekolah lah, tujuan pendidikan yakni mempersiapkan manusia yang berguna bagi negara ingin dicapai. Terkadang dalam perjalanan mencapai tujuan tersebut, berbagai permasalahan muncul menghambat keberhasilan murid menjadi manusia berguna yang diinginkan. Kegagalan murid dalam berperilaku akan dikaitkan dengan ketidakmampuan guru membimbingnya, padahal perilaku murid yang buruk bisa bersumber dari mana saja. Apabila terjadi masalah dengan murid di sekolah, guru dengan keteladanannya semestinya berusaha membantu murid mengatasi masalah yang dialami. Film Monsieur Lazhar ini diawali dengan kehadiran tokoh bernama Bashir Lazhar, seorang imigran asal Aljazair yang ingin memulai kehidupan baru di Quebec, Kanada. Kedatangannya ke Kanada disebabkan oleh ancaman kematian yang terjadi terhadap keluarganya di Aljazair. Ancaman yang menjadi kenyataan setelah ia kehilangan istri dan kedua anaknya. Lazhar kemudian berusaha untuk hidup di tempat barunya tersebut melalui jalan menjadi seorang guru di sebuah sekolah dasar. Ia mendapat kesempatan mengajar tersebut setelah mendapat kabar bahwa telah terjadi peristiwa bunuh diri yang dilakukan salah seorang guru. Lazhar datang ke sekolah itu untuk menjadi guru pengganti. Proses adaptasi
2
Lazhar terhadap lingkungan barunya tidak berjalan lancar. Seringkali ia mengalami perbedaan budaya dalam mengajar, menemukan hambatan ketika berhadapan dengan aturan sekolah, komunikasi yang masih kaku terhadap rekan kerja dan muridnya, serta tidak banyaknya pengetahuan mengenai kehidupan dan sistem pendidikan di Quebec Kanada yang berbeda dengan kehidupan pendidikan tempatnya berasal yakni Aljazair. Selain Lazhar sebagai guru pendatang yang harus beradaptasi dengan budaya baru, ia juga harus mengerti permasalahan yang dialami murid di sekolah sepeninggal guru yang mati bunuh diri. Para guru termasuk Lazhar dihadapkan untuk mencari cara agar kegiatan belajar mengajar berlangsung normal seperti sebelum terjadi peristiwa tersebut. Diperlukan pendekatan komunikasi dan interaksi yang baik oleh semua orang agar hubungan antarpihak yang berada di sekolah tetap berjalan harmonis. Film Monsieur Lazhar berusaha menyajikan suatu representasi dari realita budaya yang ada dan hidup dalam masyarakat. Realita budaya yang ditonjolkan dalam film Monsieur Lazhar merupakan perwujudan mengenai keadaan pendidikan dasar di Kanada. Menurut Rachmat Djoko Pradopo dalam bukunya Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan Penerapannya (2008) bahwa karya sastra yang diciptakan seseorang tidak dapat terlepas dari masyarakat dan budayanya. Seringkali seorang pengarang sengaja menonjolkan kekayaan budaya masyarakat, suku bangsa, atau bangsanya (Pradopo, 2008:113). Hal ini tampak juga dalam film Monsieur Lazhar karya Philippe Falardeau. Walaupun karya ini merupakan adaptasi dari cerita drama berskrip, Falardeau berusaha memasukkan
3
unsur-unsur pembangun cerita sebuah film. Dalam sebuah wawancara1, ia mengatakan bahwa Monsieur Lazhar merupakan sebuah film yang mencoba memasukkan pengalaman-pengalaman pribadinya ketika berada di Aljazair. Selain itu, kehidupan pengarang dari sejak lahir sampai sekarang lebih banyak dihabiskan dengan berada di Kanada. Karya film Monsieur Lazhar ini merupakan adaptasi dari sebuah cerita teater berskrip dengan judul Bashir Lazhar karya Evelyne de la Chenelière. Film Monsieur Lazhar inilah yang akan dijadikan objek materi dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan selain mengisahkan dan menggambarkan sesuatu dari sebuah cerita teater yang menjadi keunggulan dari film ini, karya Monsieur Lazhar ini juga telah memenangkan enam penghargaan dalam 32nd Annual Genie Awards 2012 dan masuk dalam nominasi Oscar di 84th Academy Awards kategori film asing terbaik 2012 (oscar.go.com). Sutradara dan penulis skenario asal Kanada ini, bernama lengkap Philippe Falardeau. Ia lahir di Hull, Quebec pada tahun 1968. Ia memiliki latar belakang pendidikan Politik Kanada dan Hubungan Internasional. Sebelum menghasilkan karya Monsieur Lazhar, Falardeau berhasil membuat sejumlah film adaptasi yang telah mendapatkan berbagai penghargaan. Ada sekitar delapan karya yang ia hasilkan. Karyanya yang pertama yakni La Moitié Gauche du Frigo (2000) dalam Festifal Film Taronto mendapatkan City TV award sebagai film produksi perdana terbaik. Pada tahun 2006, karya Congorama mendapat lima penghargaan
1
Wawancara dilakukan oleh Drian Sebastian dari moviereviewsandmore.com bersama Philippe Falardeau dalam sebuah acara Monsieur Lazhar 2012 TV Interviews with Movie Reviews & more.
4
sekaligus dalam Jutra’s Award termasuk film terbaik, sutradara terbaik dan skenario terbaik. Selain mendapat penghargaan Film Kanada terbaik di Festifal Film Atlantik, Congorama ini juga mendapat penghargaan skenario terbaik di Genies 2007 (imdb.com). Munculnya film Monsieur Lazhar, tak lepas dari sebuah cerita karya Evelyne de la Chenelière dalam teater Bashir Lazhar. Evelyne de la Chenelière yang lahir pada tahun 1975 ini adalah seorang penulis dan aktris. Ia terkenal berkat pertunjukkan teaternya berjudul Désordre Public yang memenangkan Governor General's Award for French-Language di tahun 2006. Selain itu, pada tahun 2011 ia berperan besar atas terciptanya karya film Monsieur Lazhar. Ada sekitar lima belas lebih karya drama teater yang telah dihasilkannya, termasuk sebuah karya novel berjudul La Concordance Des Temps yang dia buat pada tahun 2011 (lesfrancophonies.com). 1.2. Rumusan Masalah Film Monsieur Lazhar menceritakan tentang dinamika kehidupan di sebuah sekolah dasar di Quebec, salah satu negara bagian di Kanada. Pada kenyataannya bahwa pendidikan di Kanada, termasuk pendidikan dasarnya, berada dalam jajaran berperingkat terbaik di dunia saat ini.2 Berdasarkan kondisi tersebut, masyarakat dunia disuguhkan dengan gambaran terbaik akan dunia 2
Berdasarkan laporan tabel liga global tahun 2012 yang diterbitkan oleh firma pendidikan Pearson, peringkat pendidikan Kanada berada di urutan kesembilan setelah Finlandia, Korea Selatan, Hongkong, Jepang, Singapura, Inggris, Belanda, Selandia Baru. Perbandingan Internasional dalam dunia pendidikan ini dilihat dari serangkaian hasil tes global yang dikombinasikan dengan ukuran sistem pendidikan seperti jumlah orang yang masuk pendidikan tinggi universitas, status tinggi pada guru dan memiliki “budaya” pendidikan. (http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2012/11/121127_education_ranks.shtml)
5
pendidikan di Kanada. Namun, film Monsieur Lazhar menyuguhkan sesuatu yang berbeda. Dalam film ini tidak hanya disoroti tentang hal-hal positif dari pendidikan dasar Kanada, tetapi juga digambarkan sisi yang lainnya, bahwa terdapat juga permasalahan dalam dunia pendidikannya, khususnya permasalahan yang ada pada pendidikan dasar. Dengan demikian permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa saja permasalahan yang terjadi pada murid sekolah dasar seperti yang tergambar dalam film Monsieur Lazhar? 2. Bagaimana peran guru dalam mengatasi permasalahan yang terjadi pada murid di sekolah dasar seperti yang tergambar dalam film Monsieur Lazhar? 1.3. Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mendeskripsikan permasalahan yang terjadi pada murid di sekolah dasar dan bagaimana peran guru dalam mengatasi masalah tersebut seperti yang tergambar di dalam film. Tujuan lain yang hendak dicapai melalui penelitian ini yakni menambah wawasan mengenai bagaimana seorang guru melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengatasi permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan dasar melalui sudut pandang film Monsieur Lazhar. Ruang lingkup penelitian film Monsieur Lazhar hanya berfokus pada permasalahan murid di sekolah dasar dan cara-cara mengatasinya yang dimunculkan di dalam film. Pengumpulan data dilakukan dengan cara memilih
6
scene-scene yang berhubungan dengan tema penelitian. 1.4. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang permasalahan pendidikan dalam karya sastra telah dilakukan oleh Fikriatun Hidayat (2012), mahasiswi jurusan Sastra Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dengan judul Problem Pendidikan dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata: Analisis Sosiologi Sastra Ian Watt. Dalam penelitiannya, Fikriatun membahas mengenai latar belakang penciptaan novel melalui identifikasi konteks sosial pengarang dan menggali keterkaitan antara karya fiksi dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat. Selain itu, ditemukan pula penelitian dengan objek formal yang mendekati yakni Skripsi yang ditulis oleh Gahayu C. Rindra (2003), mahasiswi jurusan Sastra Jepang, berjudul Interaksi Sosial antara Guru dan Murid dalam Cerpen Chiisana Ookoku Karya Tanizaki Jun'ichiroo. Dalam skripsinya, Gahayu menggunakan pendekatan psikologi sosial untuk mengetahui interaksi sosial yang terjadi antara guru dan murid. Penelitian lain yang hampir mendekati adalah skripsi mahasiswa Sastra Jepang Universitas Gadjah Mada, Yendri Amela dengan judul Perbandingan Novel Modogiwa No Totto-Chan dengan Novel Laskar Pelangi: Analisis Struktural dan Sosiologi Pendidikan. Dalam skripsinya, ia menganalisis kedua novel tersebut secara struktural dan meneliti sosiologi pendidikan yang terkandung kemudian membandingkan keduanya. Yendri menyimpulkan bahwa terdapat kesamaan dan perbedaan antara novel Madogiwa No Totto-Chan dengan
7
novel Laskar Pelangi dalam strukturnya dan unsur sosiologi pendidikannya. Adapun penelitian yang menggunakan data primer dari film Monsieur Lazhar telah dilakukan oleh seorang Mahasiswi S1 Jurusan Sastra Prancis, Universitas Indonesia, Desiana Maryam (2012) dalam skripsinya yang berjudul ‘Konstruksi Identitas Nasional Tokoh Utama dalam Film Monsieur Lazhar’. Dalam skripsinya tersebut, Maryam memaparkan bagaimana tahapan konstruksi identitas nasional yang dialami tokoh Bashir Lazhar dalam film Monsieur Lazhar. Berdasarkan pengamatan yang ditulis di atas mengenai penelitian sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian mengenai peran guru dalam mengatasi permasalahan murid di sekolah dasar dalam film Monsieur Lazhar layak untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan pada objek material yakni berupa film Monsieur Lazhar, serta perbedaan pada objek formal yakni ‘interaksi guru dan murid di dalam film’ dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini akan memusatkan perhatian pada interaksi yang terjadi antara gurumurid dalam mengatasi permasalahan murid berdasarkan pada gambaran yang dimunculkan dalam film tersebut. Kemudian disajikan dengan menerapkan teori yang sesuai, dalam hal ini menggunakan teori sosiologi pendidikan. 1.5. Landasan Teori 1.5.1 Sosiologi Pendidikan Terdapat berbagai pengertian mengenai sosiologi pendidikan. Menurut Nasution (2011:1-2), Sosiologi Pendidikan adalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan
8
kepribadian individu agar lebih baik. Menurut Robbins via Gunawan (2000 :45), Sosiologi Pendidikan ialah sosiologi khusus yang bertugas menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan. Sementara menurut Gunawan (2000:46), Sosiologi Pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat (Gunawan, 2000:51). Sekolah memiliki pengaruh terhadap kelakuan anak dan kepribadian semua pihak di sekolah. Selain perkembangan pribadi anak, kepribadian guru juga merupakan pokok penelitiannya (Gunawan, 2000:54). Adapun menurut S. Nasution dalam bukunya Sosiologi Pendidikan (2011), dijelaskan bahwa sosiologi pendidikan diantaranya membahas hal-hal berikut: 1. Hubungan antarmanusia di dalam sekolah Dalam kategori ini, dianalisis struktur sosial di dalam sekolah. Pola kebudayaan di dalam sistem sekolah menunjukkan perbedaan dengan apa yang terdapat di dalam masyarakat dan di luar sekolah. Di dalam bidang ini dapat dipelajari : a. Hakikat kebudayaan sekolah sejauh apa perbedaannya dengan kebudayaan di luar sekolah. b. Pola interaksi sosial atau struktur masyarakat sekolah, yang antara lain meliputi berbagai hubungan antar berbagai unsur di sekolah, kepemimpinan
9
dan hubungan kekuasaan, sertifikasi sosial dan pola interaksi informal sebagai terdapat dalam clique serta kelompok-kelompok murid lainnya. 2. Pengaruh sekolah terhadap kelakuan dan kepribadian semua pihak di sekolah Dalam bidang ini diutamakan aspek proses pendidikan itu sendiri. Di sini dianalisis kepribadian dan kelakuan guru, murid dan lain-lain atas pengaruh partisipasi dalam keseluruhan sistem pendidikan. Para ahli psikologi dan sosiologi telah banyak mengadakan penelitian serta mencetuskan teori-teori tentang masalah pengaruh sekolah atas murid. Mereka juga menyelidiki peranan murid terhadap guru dan terhadap murid-murid lainnya di sekolah. Selain perkembangan pribadi anak, juga kepribadian guru merupakan pokok penelitian. Menurut S. Nasution (2011:6-7) ada beberapa pokok yang dapat diteliti dalam sosiologi pendidikan, yakni: a. Peranan sosial guru-guru b. Hakikat kepribadian guru c. Pengaruh kepribadian guru terhadap kelakuan anak d. Fungsi sekolah dalam sosialisasi murid Sejalan dengan uraian yang disampaikan S. Nasution (2011), Francis J. Brown (1947), memberi batasan sosiologi pendidikan sebagai berikut: “Educational sociology is the study of the interaction among individuals, between the individual and the group, and between and among group. More specifically it is "the science which describe and explains the institutions, social groups, and social processes, that is, the social relationship in which and through
10
which the individual gains and organizes his experiences” (Brown, 1947 via Tanlain, 1989:99).
Menurut penjelasan Francis J. Brown tersebut, terdapat kaitan antara sosiologi pendidikan dengan interaksi sosial yang terjadi di dalamnya. Interaksi sosial dalam batasan ini adalah pergaulan. Menurut Tanlain (1989:99), pergaulan merupakan suatu proses yang dapat berkembang (berubah) menjadi interaksi pendidikan. Ia mengatakan bahwa interaksi sosial (pergaulan) berubah menjadi interaksi pendidikan, bilamana ada maksud untuk mengubah tingkah laku pihak tertentu (pendidik anak didik). Interaksi sosial dan interaksi pendidikan sebagai proses dialami oleh pendidik dan anak didik di dalam keluarga, lingkungan tetangga, kampung, sekolah, dan lain kelompok di mana anak didik menjadi anggotanya (Tanlain, 1989:100). Hal ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Francis J. Brown mengenai interaksi sosial: “Social interaction is a process, not a structure, and is ever in a state of flux. It is a two-way process whereby each individual or group stimulates the other, and, in varying degree, modifies the behavior of the participants.” (Brown, via Tanlain, 1989:100)
1.5.2 Konsep Pendidikan Dasar Menurut Abdul Rajak Husain (1995), pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya 9 tahun diselenggarakan selama 6 tahun di sekolah dasar dan 3 tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama atau satuan pendidikan yang sederajat. Sekolah Dasar adalah bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun (Husain, 1995:28). Hal senada juga diungkapkan Suharjo (2006:1) menyatakan bahwa sekolah dasar pada dasarnya merupakan
11
lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun bagi anak-anak usia 6-12 tahun. Pernyataan tentang sekolah dasar lainnya dikemukakan oleh Harmon & Jones (2005:1 via Rosidah, 2012) bahwa: “Elementary schools usually serve children between the ages of five and eleven years, or kindergarden throught sixth grade. Some elementary schools comprise kindergarten throught fourth grade and are called primary schools are usually followed by a middle school, which includes fifth through eighth grades. Elementary schools can also range from kindergarten to eighth grade.”
Terlihat perbedaan dari pernyataan Harmon & Jones dengan yang dikemukakan oleh Husain dan Suharjo yakni terletak pada batasan usia. Jika Husain dan Suharjo menyatakan sekolah dasar lebih ditujukan pada anak yang berusia 6-12 tahun, maka Harmon dan Jones menyatakan sekolah dasar biasanya terdiri atas anak-anak antara usia 5-11 tahun, atau Taman Kanak-kanak sampai kelas enam. Perbedaan konsep usia sekolah dasar seperti ini terletak pada aturan sistem dan fisik anak yang berbeda di setiap kawasan negara dan benua. Adapun tujuan dari diselenggarakannya pendidikan dasar adalah untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah (Husain, 1995:29).
12
1.5.3 Interaksi Sosial Guru dengan Murid Peranan guru dalam hubungannya dengan murid bermacam-macam menurut situasi interaksi sosial yang dihadapinya. Menurut S. Nasution (2011), terdapat dua macam situasi yang dapat menjelaskan bagaimana interaksi sosial terjadi antara guru dengan murid, situasi tersebut yakni situasi formal dalam proses belajar mengajar dalam kelas dan dalam situasi informal. Di dalam situasi formal, yakni dalam usaha guru mendidik dan mengajar anak dalam kelas, guru harus sanggup menunjukkan kewibawaan atau otoritasnya. Artinya, ia harus mampu mengendalikan, mengatur, dan mengontrol kelakuan anak. Kalau perlu, ia dapat menggunakan kekuasaannya untuk memaksa anak belajar, melakukan tugasnya, atau mematuhi peraturan. Dengan kewibawaan yang ia miliki, ia menegakkan disiplin demi kelancaran proses belajar mengajar (Nasution, 2011:92). Dalam situasi sosial informal, guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak sosial, misalnya sewaktu rekreasi, berolahraga, berpiknik, atau kegiatan lainnya. Murid-murid menyukai guru yang pada waktu-waktu demikian dapat bergaul dengan lebih akrab dengan mereka, sebagai manusia terhadap manusia lainnya, dapat tertawa dan bermain lepas dari kedok formal. Jadi guru hendaknya dapat menyesuaikan peranannya menurut situasi sosial yang dihadapinya (Nasution, 2011:94). Lebih lanjut S. Nasution (2011) menjelaskan, walaupun guru bertindak otoriter dengan menggunakan wibawanya, namun ia tidak akan dicap sebagai
13
kejam. Guru dapat bertindak tegas bahkan keras namun dapat menjaga jangan sampai menyinggung perasaan dan harga diri murid. Ini mungkin selama ia mengecam kesalahan yang dibuat murid agar diperbaiki tanpa menyentuh pribadi anak itu sendiri. Kebanyakan murid-murid akan tetap menyukainya dan memandangnya sebagai guru yang baik asal ia selalu berusaha memahami murid dan bersedia untuk membantunya (Nasution, 2011:94-95). Pada satu pihak guru harus bersikap otoriter, dapat mengontrol kelakuan murid, dapat menjalankan kekuasaannya untuk menciptakan suasana disiplin demi tercapainya hasil belajar yang baik dan untuk itu ia menjaga adanya jarak sosial dengan murid. Di lain pihak, ia harus dapat menunjukkan sikap bersahabat dan dapat bergaul dengan murid dalam suasana yang akrab (Nasution, 2011: 95). Hubungan antara guru dan murid mempunyai sifat yang relatif stabil. Menurut S. Nasution dalam bukunya Sosiologi Pendidikan (2011), terdapat tiga aspek dalam menyoroti hubungan antara guru dan murid: (1) Ciri khas dari hubungan ini ialah bahwa terdapat status yang tak sama antara guru dan murid. Guru diakui secara umum mempunyai status yang lebih tinggi dan karena itu dapat menuntut murid untuk menunjukkan kelakuan yang sesuai dengan sifat hubungan itu. (2) Dalam hubungan guru-murid biasanya hanya murid yang diharapkan mengalami perubahan kelakuan sebagai hasil belajar. Setiap orang yang mengajar akan mengalami perubahan dan menambah pengalamannya, akan tetapi ia tidak diharuskan atau diharapkan menunjukkan perubahan kelakuan,
14
sedangkan murid harus memperlihatkan dan membuktikan bahwa ia telah mengalami perubahan kelakuan. (3) Aspek ketiga ini bertalian dengan aspek kedua, yakni bahwa perubahan kelakuan yang diharapkan mengenai hal-hal tertentu yang lebih spesifik, misalnya agar anak menguasai bahan pelajaran tertentu. Mengenai hal-hal yang umum dan kabur, tidak mudah tercapai kesamaan pendapat, misalnya apakah guru harus menunjukkan cinta kasih kepada murid, apakah ia harus bertindak sebagai orang tua, atau sebagai sahabat. Karena sifat tak sama dalam kedudukan guru-murid, maka sukar bagi guru untuk mengadakan hubungan akrab, kasih sayang atau sebagai teman dengan murid. Demi hasil belajar yang diharapkan, diduga guru itu harus dihormati dan dapat memlihara jarak dengan murid agar ia dapat berperan sebagai model bagi muridnya (Nasution, 2011:78-79). 1.5.4 Interaksi Kependidikan Guru dan Murid Interaksi belajar mengajar merupakan interaksi kependidikan. Di sekolah terjadilah interaksi belajar-mengajar. Interaksi terdiri dari kata inter (antar), dan aksi (kegiatan). Jadi interaksi adalah kegiatan timbal balik. Interaksi belajarmengajar ialah kegiatan timbal balik antara guru dengan anak didik. Interaksi belajar mengajar adalah suatu kegiatan sosial, karena antara anak didik dengan temannya, antara anak didik dengan gurunya ada suatu komunikasi sosial atau pergaulan (Idris, 1982:69).
15
Dalam interaksi belajar mengajar terdapatlah interaksi sosial seperti berikut: a. Interaksi sosial yang ditandai dengan hubungan tugas. Pertama kali hubungan anak didik dengan guru tidaklah didasarkan rasa cinta seperti pada hubungan orangtua dengan anaknya. Hubungan pribadi timbul karena tugas masing-masing, yang tugas anak didik belajar dan tugas guru mengajar. b. Interaksi sosial yang punya tujuan untuk mencapai sesuatu bagi kepentingan si anak didik. Seluruh kegiatan harus punya tujuan yang pada dasarnya untuk kepentingan si anak didik. c. Interaksi sosial yang ditandai dengan kemauan guru untuk membantu si anak didik guna memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan. d. Interaksi sosial yang ditandai dengan keyakinan si anak didik, bahwa guru akan membantunya dalam hal-hal tertentu di dalam perkembangannya. Oleh karena itu, lahirlah sikap menghargai, menghormati, serta mentaati guru, sebagai pernyataan pengakuan anak didik atas kewibawaan guru (Idris, 1982:70). 1.5.5 Pola Komunikasi dalam Interaksi Belajar Mengajar Pola komunikasi dalam interaksi belajar mengajar terbagi dua, yaitu: 1. Pola komunikasi satu arah Pada pola ini guru menjadi pusat belajar mengajar (teacher centered). Guru menyampaikan pelajaran dengan berceramah, si anak didik mendengarkan
16
dan mencatat (si anak didik pasif). Gurulah yang merencanakan, mengendalikan, dan melaksanakan segala sesuatu. Pola komunikasi ini lebih banyak kelemahannya dibandingkan dari keuntungannya kalau dilihat dari segi si anak didik. Di antara kelemahannya ialah; suasana kelas kaku, guru cenderung menjadi otoriter, sebab hubungan guru dengan si anak didik seperti majikan dengan bawahan, mengerti atau tidak mengertinya si anak didik tidak dengan cepat diketahui guru, dan guru payah berbicara terus menerus dan lain-lain. 2. Pola komunikasi dua arah Pada pola ini si anak didik memperoleh pengetahuan di dalam kelas di bawah bimbingan guru atau dengan bantuan tenaga temannya sendiri. Terjadilah suatu proses saling bertukar pikiran atau saling memberi informasi yang menantang si anak didik dalam segala perbuatan belajar. Pola komunikasi dua arah terbagi tiga yaitu: a. Jalur dua arah guru dan anak didik Pada jalur ini si anak didik punya kesempatan untuk bertanya, mengajukan pendapat, keberatan atau tidak setuju tentang apa-apa yang disampaikan kepadanya, atau tentang apa-apa yang terjadi dalam proses belajar mengajar. b. Jalur dua arah guru-anak didik dan anak berdampingan Jalur ini lebih memberi kesempatan lagi kepada anak didik, tidak hanya
17
kepada guru dia menanyakan, dan mengemukakan pendapatnya, akan tetapi juga kepada teman-teman yang duduk di kiri kanannya. c. Jalur dua arah guru-anak didik dan antara anak didik Jalur ini dapat menghasilkan hasil belajar yang lebih berarti, lebih berdaya guna, dan lebih berhasil guna pada diri anak didik dan masyarakat, sebab jalur ini lebih memberi kesempatan lagi pada anak didik untuk bertanya dan mengemukakan pendapatnya tidak hanya kepada guru, akan tetapi juga dapat antar anak didik (Idris, 1982: 71-72). 1.6. Metodologi Penelitian Sumber data utama penelitian ini adalah film yang berjudul Monsieur Lazhar karya Philippe Falardeau yang berdurasi 94 menit. Film tersebut mulai dirilis di bioskop-bioskop pada tanggal 28 Agustus 2012. Tahap pertama dalam penelitian ini adalah menonton film secara keseluruhan, tahap selanjutnya adalah menetapkan permasalahan yang akan diteliti, yaitu permasalahan murid dan peranan guru dalam mengatasi permasalahan murid di sekolah dasar dalam film Monsieur Lazhar. Setelah menentukan permasalahan yang hendak dikaji, selanjutnya mengambil beberapa potongan adegan, gambar maupun dialog dalam film yang menunjuk kepada permasalahan yang diangkat. Untuk mengetahui lebih dalam gambaran pendidikan di sekolah dasar dalam film Monsieur Lazhar, dilakukan juga analisis kajian sinema. Analisis kajian sinema pada penelitian ini hanya menitikberatkan pada aspek naratif saja termasuk tokoh, latar, dan alur. Menurut Himawan Pratista (2008), unsur naratif
18
berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap film cerita tidak mungkin lepas dari unsur naratif. Setiap cerita pasti memiliki unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu, serta lainnya. Seluruh elemen tersebut membentuk unsur naratif secara keseluruhan. Elemen-elemen tersebut saling berinteraksi serta berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk sebuah jalinan peristiwa yang memiliki maksud dan tujuan. Seluruh jalinan peristiwa tesebut terikat oleh sebuah aturan yakni, hukum kausalitas (logika sebab-akibat). Aspek kausalitas bersama unsur ruang dan waktu adalah elemen-elemen pokok pembentuk naratif (Pratista, 2008:2). Tahap selanjutnya adalah menganalisis data dengan menggunakan teori sosiologi pendidikan. Analisis sosiologi pendidikan bermaksud untuk mengetahui peranan guru terhadap murid, juga untuk mengetahui pola interaksi sosial dan kependidikan yang terjadi di sekolah. Terakhir, setelah melakukan analisis dengan teori-teori tersebut, maka akan ditarik kesimpulan dalam rangka memberikan jawaban atas permasalahanpermasalahan yang telah terangkum dalam rumusan masalah. 1.7. Sistematika Penyajian Untuk memberikan kemudahan dalam pengerjaan maupun pembacaan penelitian ini, maka penulisan penelitian ini disajikan dalam 4 (empat) BAB, yaitu: BAB I PENDAHULUAN yang terdiri dari (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan dan ruang lingkup penelitian, (4) tinjauan pustaka, (5) landasan teori, (6) metodologi penelitian, (7) sistematika penyajian. 19
BAB II PERMASALAHAN MURID DALAM FILM MONSIEUR LAZHAR berisi permasalahan yang terjadi pada murid sekolah dasar yang dimunculkan dalam film. Permasalahan yang dialami murid terbagi dua, yakni permasalahan murid dengan diri sendiri dan permasalahan murid dengan orang lain. BAB III PERAN GURU DALAM FILM MONSIEUR LAZHAR berisi uraian mengenai interaksi sosial dan pola interaksi kependidikan yang terjadi di dalam film yang dilakukan guru untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada muridnya. BAB IV KESIMPULAN berisi kesimpulan dari hasil analisis penelitian secara keseluruhan.
20