1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Kreatifitas seseorang dalam menciptakan suatu karya perlu dihargai dan diapresiasi, dan dipublikasi keberadaannya agar meminimalisir terjadinya Plagiarism. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Plagiarism adalah penjiplakan yang melanggar Hak Cipta yang membuat seolah-olah hasil karya tersebut merupakan hasil karya sendiri. Plagiarism atau pelanggaran Hak Cipta ini banyak mengandung unsur yang merugikan, antara lain: 1. Dapat menurunkan Integritas Bangsa yang melakukan Plagiarism atau menjiplak. Sebuah Negara yang maju seharusnya memiliki Sumber Daya Manusia yang mempunyai kemampuan intelek, namun hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa ada yang melakukan tindakan Plagiarism demi keuntungan pribadi. 2. Dapat mematikan kreatifitas manusia dalam sebuah Negara. Dampak Negatif lainnya akan berpengaruh dengan kemampuan manusia dalam sebuah Negara, dimana masyarakatnya akan lebih cenderung tidak mau menggunakan hasil pemikiran sendiri melainkan menunggu hasil karya orang lain lalu pada akhirnya melakukan Plagiarism lagi.
2
Dampak
Negatif
ini
tidak
hanya
dirasakan
bagi
Negara
dan
Masyarakatnya saja tetapi juga berdampak pada pencipta asli karyanya. Dampak Negatif bisa dilihat dari: 1. Kehilangan Hak Cipta. Sebuah hasil karya cipta seseorang pada dasarnya mendapat perlindungan dari Undang-Undang, namun beberapa pencipta ada yang tidak mendaftarkan hasil karyanya untuk mendapat perlindungan dengan alasan tertentu. Ketika peristiwa penjiplakan terjadi, secara tidak langsung pencipta akan kehilangan hak untuk mengakui hasil karyanya sendiri. 2. Mengalami kerugian materi. Jika Plagiarism terjadi pada seorang pemahat perak maka kerugian yang dialami ialah materi atau uang konsumen akan beralih pada orang yang melakukan Plagiarism tersebut, sehingga pencipta karya asli tidak dapat menikmati hasil yang didapat dari membuat karya ciptaannya sendiri. Sebuah hasil karya memiliki nilai ekonomi. Indonesia memiliki sumber daya alam yang membuat Negara berstatus sebagai Negara Industri, terutama Bali yang terkenal dengan masyarakat yang bermata pencaharian sebagai pengrajin perak yang hasil karyanya murni dari pemikiran sendiri maupun dari warisan budaya. Hasil karya perak dari Bali sudah terkenal hingga setaraf Internasional, perkembangan perdagangan dilakukan hingga lintas negara dan hal ini membuat adanya Hak Kekayaan Intelektual. Pada Negara berkembang sendiri seperti di Indonesia kurang mendapat pemahaman dan pengertian tentang pentingnya Hak Kekayaan Intelektual dan tentang dampak dari tindakan Plagiarism.
3
Seorang pengrajin perak untuk membuat sebuah kerajinan perak biasanya pengrajin harus memiliki ide yang mempunyai ketentuan tidak boleh memiliki kesamaan atau kemiripan dengan karya orang lain. Hal ini jelas diatur di dalam peraturan mengenai Hak Cipta. Menurut Pasal 1 Butir 1 UU No. 19 Tahun 2002 disebutkan bahwa “Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangan-perundangan yang berlaku.” Perlindungan dalam hal HKI lebih dominan pada perlindungan individual, namun untuk menyeimbangkan kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat, maka sistem HKI mendasar diri pada prinsip sebagai berikut1: 1. Prinsip Keadilan (The Principle of Natural Justice) Pencipta sebuah karya, atau orang lain yang bekerja membuahkan hasil dari kemampuan intelektualnya, wajar memperoleh imbalan. Imbalan tersebut dapat berupa materi maupun bukan materi seperti adanya rasa aman karena dilindungi, dan diakui atas hasil karyanya. Hukum memberikan perlindungan tersebut demi kepentingan pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut, yang disebut hak. Setiap hak menurut hukum itu mempunyai title, yaitu suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya. Menyangkut hak milik intelektual, maka peristiwa yang menjadi alasan melekatnya itu, adalah penciptaan yang 1
Jumhana, 1999, Hak Kekayaan Intelektual teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 2526.
4
mendasarkan atas kemampuan intelektualnya. Perlindungan ini pun tidak sebatas di dalam negeri penemu itu sendiri, melainkan juga dapat meliputi perlindungan di luar batas Negaranya. Hal itu karena hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan (commission), atau tidak melakukan (omission) sesuatu perubahan. 2. Prinsip Ekonomi (the economic argument) Dalam praktik bisnis saat ini, hak kekayaan intelektual telah digolongkan sebagai industri kreatif yang bernilai ekonomis dan digolongkan sebagai suatu komoditas dagang yang menyentuh langsung sistem perekonomian dari suatu Negara. Para ekonom bisa mengalkulasikan nilai ekonomis dari hak kekayaan intelektual secara riil dalam bentuk royalti atau good will dan hak ekonomi lainnya seperti hak monopoli. Secara ekonomis, hak eksklusif yang terkandung dalam hak kekayaan intelektual berfungsi untuk melegalkan pemiliknya memonopoli penggunaannya atau untuk menikmati hasil yang diberikan oleh kekayaan intelektual tersebut. Hak eksklusif juga berfungsi sebagai controler bagi pemiliknya untuk melarang pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan atau memperoleh hak ekonomis dari kekayaan intelektual tersebut, mengontrol kualitas mutu barang, menjaga agar isi suatu ciptaan tidak diubah sembarangan, dan fungsi-fungsi lainnya. Dari aspek ekonomis, kepemilikan atas hak kekayaan intelektual lebih bersifat industrialis daripada sebagai personal property. Oleh karenanya, hak eksklusif atas suatu kekayaan intelektual dapat juga dilaksanakan oleh orang lain
5
dengan perjanjian lisensi di mana si penerima lisensi membayar sejumlah royalti kepada pemegang hak. Selain itu, hak kekayaan intelektual memiliki prospek ekonomi untuk melahirkan hak kekayaan intelektual yang baru atau hak turunan (derivative rights) yang juga memiliki nilai ekonomi industrialis yang dapat dimiliki oleh orang lain selain dari pemilik hak semula. Lebih unik lagi, hak turunan tersebut lahir dari suatu hak kekayaan intelektual yang telah ada tanpa melalui suatu prosedur peralihan hak atau perjanjian lisensi 3. Prinsip Kebudayaan (the culture argument) Kita mengkonsepsikan bahwa karya manusia itu pada hakikatnya bertujuan untuk memungkinkannya hidup, selanjutnya dari karya itu pula akan timbul suatu gerakan hidup yang harus menghasilkan lebih banyak karya lagi. Dengan konsepsi demikian, maka pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra sangat besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia. Selain itu juga akan memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa, dan Negara. Pengakuan atas kreasi, karya, karsa, cipta manusia yang dibakukan dalam sistem hak milik intelektual adalah suatu usaha yang tidak dapat dilepaskan sebagai perwujudan suasana yang diharapakan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru.
6
4. Prinsip Sosial (the social argument) Hukum tidak mengatur kepentingan manusia sebagai perseorangan yang berdiri sendiri, terlepas dari manusia yang lain akan tetapi hukum mengatur kepentingan
manusia
sebagai
warga
masyarakat.
Jadi
manusia
dalam
hubungannya dengan manusia lain, yang sama-sama terikat dalam satu ikatan kemasyarakatan. Dengan demikian hak apa pun yang diakui oleh hukum, dan diberikan kepada perseorangan atau suatu persekutuan atau kesatuan itu saja, akan tetapi pemberian hak kepada perseorangan persekutuan/kesatuan itu diberikan dan diakui oleh hukum, oleh karena dengan diberikannya hak tersebut kepada perseorangan, persekutuan atau kesatuan hukum itu, kepentingan seluruh masyarakat akan terpenuhi. Penerapan prinsip Hak Cipta memiliki nilai Ekonomi yang berguna bagi masyarakat dan bagi penciptanya itu sendiri. Nilai Ekonomi berupa kekayaan bagi pemiliknya dan berdampak bagi penciptanya karena mendapatkan keuntungan dari kepemilikan karyanya seperti dalam bentuk pembayaran sejumlah harga dari benda tersebut atau bahkan bentuk pembayaran royalti. Berbicara mengenai Nilai Ekonomi, ada Hak Ekonomi dari pencipta yakni hak untuk mengekploitasi secara ekonomis. Namun di dalam prakteknya, seringkali pihak lain diluar pencipta yang melakukan hal eksploitasi tersebut. Misalnya mengumumkan hasil karya ciptaan seseorang sebagai hasil karyanya serta memperbanyak tanpa ijin, dimana hal ini seharusnya memberikan keuntungan royalti kepada pemilik aslinya. Hal ini dapat sebenarnya penting untuk mendapat perlindungan. Pentingnya menghargai hasil
7
karya sendiri dan memperoleh perlindungan bagi hasil karya akan memudahkan pencipta di masa yang akan datang. Sebagai mahluk yang tradisional, masyarakat Bali sering dihadapkan pada jenis masyarakat yang dapat mengambil keuntungan dari masyarakat Bali itu sendiri, dan hal ini telah berlaku ke skala Internasional. Bali dengan segala kekayaan budaya dan tradisinya telah tersebar ke berbagai penjuru Negara. Keberadaan pencipta diperlukan untuk sebagai sebuah pengakuan baik oleh masyarakat maupun hukum 2 . Keputusan seorang pencipta untuk tidak memproteksi hasil karyanya terlebih ia adalah seorang pengrajin perak yang berasal dari Bali, hal ini dianggap merupakan sebagai perbuatan yadnya, warisan budaya yang memiliki nilai sakral dan telah ada secara turun temurun. Dengan sifat tradisional inilah para pengrajin perak dari Bali memegang teguh bahwa setiap hasil karya yang dihasilkan merupakan yadnya. Pengetahuan tradisional ini merupakan suatu bentuk karya intelektual yang tumbuh dan berkembang dari dan dalam masyarakat komunal yang kemudian dalam pelestariannya dilakukan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya3. Tetapi sebenarnya hal ini berdampak tidak baik kepada Pencipta dan masyarakat Bali. Tindakan tidak memproteksi hasil karya ini seakan-akan memberikan celah masuk bagi orang lain untuk mengklaim karya tersebut. Tindakan pengklaiman ini sebetulnya sudah ada sejak lama, kasus klaim budaya Indonesia oleh Malaysia yang dulu sempat ramai diberitakan. Ini menandakan bahwa pelanggaran hak cipta memiliki frekuensi 2
Gatot Supramono. 2010. Hak Cipta dan Aspek-aspek Hukum. Jakarta : PT. Rineka Cipta.Hlm.2 Arif Lutviansori. 2010. Hak Cipta Dan Perlindungan Folklor Di Indonesia. Yogyakarta : Graha Ilmu. Hlm. 2 3
8
yang cukup sering dilakukan oleh Warga Negara Asing. Perlu disadari efek buruk yang ditimbulkan oleh akibat dari tindakan klaim yang dilakukan oleh Warga Negara Asing terhadap hasil karya ciptaan Warga Negara Indonesia. Beberapa efek buruk tersebut antara lain: 1. Sang Pencipta karya akan menjadi takut untuk membuat karya selanjutnya karena merasa tidak mempunyai pelindung atas setiap hasil karya yang dihasilkannya 2. Hak Ekonomi yang seharusnya dapat dinikmati oleh Sang Pencipta Karya akan jatuh ke tangan orang lain yang mengklaim hasil karya tersebut sehingga tidak ada apresiasi yang ditujukan kepada Sang Pencipta Karya 3. Merugikan Pencipta dari banyak aspek seperti aspek Ekonomi dan aspek Moral 4. Merugikan kepentingan Negara dimana sebetulnya hasil karya tersebut adalah milik anak bangsa namun dengan pelanggaran yang dilakukan oleh Negara lain mengakibatkan Negara-Negara yang lain tidak mengetahui bahwa sebenarnya hasil karya tersebut adalah hasik karya bangsa Indonesia 5. Pelanggaran Hak Cipta sebenarnya merupakan suatu perbuatan hukum dan sudah dapat dikatakan sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Hak Ekonomi, Hak Moral, dan bentuk apresiasi lainnya seharusnya ditujukan kepada Pencipta Karya Asli dan akan membawa dampak buruk bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Dunia mengenai seni dan budaya. Ilmu seni dan budaya
9
akan menjadi rancu dan tidak jelas asal usulnya jika terjadi pelanggaran Hak Cipta. Karya budaya adalah warisan yang tidak ternilai, yang dipelihara oleh sejarah manusia. Karya budaya sudah ada jauh sebelum konsep Hak Cipta muncul. Selama bertahun-tahun karya budaya menjadi warisan budaya suatu suku, suatu kawasan atau sebuah negara. Pada waktu bersamaan, orang-orang yang lahir di setiap zaman dipengaruhi di satu pihak oleh warisan budayanya, orang-orang ini juga menambahkan karya-karya mereka kepada warisan budaya itu, dan dengan demikian mengembangkannya lebih lanjut. Berbagai karya budaya inilah yang memungkinkan seorang pencipta bertahan hidup, karena dari hasil karyanya itulah ia mendapat hak ekonomi. Karya budaya, merupakan hal yang penting sekali bagi kehidupan manusia. Konsep hak cipta timbul dari ide bahwa hak-hak hukum bagi karya-karya seperti itu harus ditetapkan dan dilindungi dan bahwa orang yang menghasilkan karya budaya harus dilindungi dari segi sosial dan ekonomi. Undang-Undang Hak Cipta pertama kali ada dan berlaku secara Internasional. Mula-mula lahirnya Paris Convention 1883 untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Masyarakat-masyarakat Negara yang sudah menggunakan konvensi – konvensi tersebut sebenarnya sudah mengetahui betul akibat yang ditimbulkan jika dalam dunia industri tersebut tidak diciptakan sebuah peraturan maka akan mudah terjadi pencurian karya pada kemudian harinya. Tujuan dari konvensikonvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukarmenukar informasi, perlindungan mimimum dan prosedur mendapatkan hak.
10
Sejak ditandatanganinya persetujuan umum tentang tariff dan perdagangan (GATT) pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh-Maroko, Indonesia sebagai salah satu negara yang telah sepakat untuk melaksanakan persetujuan tersebut dengan seluruh lampirannya melalui Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Jika dilihat dari latar belakang historis mengenai Hak Kekayaan Intelektual terlihat bahwa di Negara-negara bukan Asia penghargaan atas kekayaan intelektual atau apapun hasil olah pikir individu sudah sangat lama diterapkan dalam budaya mereka yang kemudian ditejemahkan dalam perundang-undangan. Sekilas sejarah dari munculnya Undang-Undang di bidang Kekayaan Intelektual sudah ada sejak tahun 1840 dan pertama kali dikenalkan oleh Kolonial Belanda kepada masyarakat Indonesia pada tahun 1845. Untuk khusus UndangUndang Hak Cipta pada tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888 dan anggota Berne Convention for the Protection of Literary and Aristic Works sejak tahun 1914. Tahun demi tahun terjadi perombakan Undang-Undang untuk memperketat aturan dibidang hasil karya manusia dibidangnya masing-masing. Dalam upaya untuk menyelaraskan semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI dengan Persetujuan TRIPS, pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia mengesahkan UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, dan UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Kedua Undang-Undang ini menggantikan Undang-Undang yang lama di bidang terkait.
11
Pada pertengahan tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UndangUndang yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak diundangkannya.4 Indonesia telah bergabung didalam persetujuan tentang Undang-Undang Hak Cipta secara Internasional dan mau bekerjasama secara bilateral maupun multilateral dengan beberapa Negara-negara serta mengikatkan diri pada beberapa Undang-Undang yang telah disepakati, antara lain: a. Perjanjian Bilateral -
Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1988 tentang Pengesahan Kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Masyarakat Eropa tentang Perlindungan Hak Cipta atas Rekaman Suara.
-
Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1989 tentang Pengesahan Kesepakatan
antara
Pemerintah
Republik
Indonesia
dengan
Pemerintah Amerika Serikat tentang Perlindungan Hak Cipta. -
Keputusan Presiden Nomor 38 Tahun 1988 tentang Pengesahan Kesepakatan
antara
Pemerintah
Republik
Indonesia
dengan
Pemerintah Australia tentang Perlindungan dan Pelaksanaan Hak Cipta. -
Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1988 tentang Pengesahan Kesepakatan
antara
Pemerintah
Republik
Indonesia
dengan
Pemerintah Kerajaan Inggris dan Irlandia Utara tentang Perlindungan Hak Cipta. 4
“Sekilas Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia”, https://www.dgip.go.id/tentang-kami/sekilas-sejarah. diakses pada hari Senin, 20 April 2015.
12
b. Perjanjian Multilateral -
Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1979 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention Establishing
the
World
Intellectual
Property
Organization,
sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997. -
Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1997 tentang Pengesahan Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulation under the PCT.
-
Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1997 tentang Pengesahan Trade Mark Law Treaty.
-
Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works.
-
Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO Copyright Treaty.
Pelanggaran Hak Cipta dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum. Penegakan hukum di Negara Indonesia merujuk pada adanya suatu bentuk kelembagaan5. Penjelasan ketentuan Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 istilah lembaga mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang adalah lembaga yang diberi kewenangan untuk mendaftarkan indikasi-geografi dan lembaga itu merupakan lembaga Pemerintah, atau lembaga resmi lainnya. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah dapat juga dilakukan oleh orang yang memproduksi barang tersebut atau pencipta pembuat barang-barang 5
Djulaeka. 2014. Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Malang: Cita Intrans Selaras. Hlm 101
13
kerajinan tangan. Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pelanggaran Hak Cipta yang dialami oleh Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing dan juga akibat hukum dari tidak didaftarkannya hasil karya desain oleh pengrajin yang menghasilkan karya desain industri maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus pelanggaran Hak Cipta ini dalam bentuk karya tulis dengan judul “PERLINDUNGAN HAK-HAK WARGA NEGARA ASING DALAM PT PENANAMAN MODAL ASING (PMA) ATAS SUATU CIPTAAN” 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah struktur kasus klaim hak cipta yang dilakukan oleh Warga Negara Asing yang berkedudukan sebagai pemegang saham di dalam PT PMA? 2. Apakah penerapan hukum oleh Pengadilan Negeri cukup melindungi hak-hak Warga Negara Asing yang berkedudukan sebagai pemegang saham dalam PT PMA atas suatu hak cipta? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Ruang
lingkup
penelitian
merupakan
bingkai
penelitian,
yang
menggambarkan batas penelitian, mempersempit permasalahan, dan membatasi
14
areal penelitian.6 Untuk mencegah agar isi uraian tidak menyimpang dari pokokpokok permasalahan, maka perlu diberikan batasan-batasan mengenai ruang lingkup masalah yang akan dibahas mengenai tindakan Claim hak cipta Warga Negara Indonesia yang dilakukan oleh Warga Negara Asing serta penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan di Pengadilan Indonesia dan penggunaan UndangUndang HKI. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari pembahasan terhadap permasalahan yang diangkat berkaitan dengan peristiwa adanya tindakan Klaim atas Hak Cipta dari Warga Negara Indonesia yang dilakukan oleh Warga Negara Asing di dalam skripsi ini ada 2 (dua) yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan tersebut antara lain: a. Tujuan umum Mengenai tujuan umum dari penelitian ini sesuai dengan analisa yang dibahas dalam penelitian adalah: 1. Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya pada penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa 2. Melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis 3. Mengembangkan ilmu pengetahuan hukum
6 Bambang Suggono, 2005, Metodelogi Penelitian Hukum, Cet.7 , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.111.
15
4. Pembulat studi mahasiswa untuk memenuhi persyaratan SKS dari jumlah beban studi untuk memperoleh gelar sarjana hukum b. Tujuan khusus Mengenai tujuan khusus dari penelitian ini sesuai dengan analisa yang dibahas dalam penelitian adalah: 1.
Untuk mengetahui struktur kasus klaim hak cipta yang dilakukan oleh Warga Negara Asing terhadap Warga Negara Indonesia.
2.
Untuk mengetahui mengapa pengadilan memiliki kompetensi untuk menyelesaikan kasus tersebut dan mengapa hanya menerapkan UndangUndang HKI dalam kasus tersebut.
1.5 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat Indonesia terutama yang memiliki potensi yang besar untuk menciptakan suatu hasil karya dan ingin menjual hasil karyanya secara skala internasional, mendaftarkan hasil karyanya ke Dirjen HKI agar mendapatkan hak cipta dan hak paten atas hasil karya yang telah dihasilkan. Agar sekiranya hasil karya yang dihasilkan dapat memberikan hak ekonomi dan hak moral bagi pencipta karya dan juga dapat menguntungkan bagi Negara Indonesia. Segala tindakan yang dapat dilakukan oleh Warga Negara Asing kepada Warga Negara
16
Indonesia dapat diatasi oleh hukum yang ada di Indonesia, itu sebabnya ada peraturan yang dapat dijadikan panutan dalam bertindak. b. Manfaat Praktis Penelitian skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pelaksanaan dan prakteknya bagi Pencipta sebuah karya yang hendak dipublikasikan baik di dalam negeri maupun hingga ke luar negeri sehingga ada kekuatan hukum yang menjamin keamanan dari sebuah karya orisinil dari penciptanya. 1.6 Landasan Teoritis Pada dasarnya setiap hal yang dilakukan berkaitan dengan suatu objek di sebuah Negara ada hukum yang mengaturnya. Hukum memiliki peranan pengikat yang kuat pada saat terjadi suatu permasalahan. Dalam Undang-Undang no. 19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta, fungsi dari hak cipta adalah sebagai pembatas dan penjaga pada sebuah hasil karya yang dihasilkan oleh seseorang. Ketika seseorang ingin meniru sebuah hasil karya, akan ada hukum dari Hak Cipta itu sendiri sebagai pelindung dari hasil karya tersebut. Ciptaan dari pencipta seni merupakan Hak Kekayaan Intelektual yang merupakan hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio, hasil dari pekerjaan manusia yang menalar7. Definisi operasional dari istilah-istilah yang terdapat dalam hak cipta berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 adalah sebagai berikut:
7
OK Saidin, 2010, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right), Cetakan ke IV, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.9
17
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengungumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. 3. Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra. 4. Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemiliki Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut. Dalam setiap perbuatan hukum yang menimbulkan akibat hukum selalu diletakkan syarat-syarat tertentu. Menurut Vollmar, penggunaan wewenang yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang sudah pasti tidak memperoleh perlindungan hukum 8 . Dengan kata lain perbuatan hukum mengenai Hak Cipta pada suatu karya sudah jelas tindakan kesalahannya. Secara internasional pun sekarang telah diberlakukan mengenai peraturan yang bersangkutan dengan Hak Cipta atau Hak Kekayaan Intelektual, yakni antara lain: 8
Vollmar, HFA, terjemahan I.S. Adiwimarta, Pengantar Studi Hukum Perdata, (1), Rajawali Pers, Jakarta, 1983, hlm. 9
18
1. TRIP’S Agreement 2. Paris Convention for Protection of Industrial Property 3. Patent Cooperation Treaty ( PCT ) 4. Trademark Law Treaty Dengan adanya peraturan internasional mengenai Hak Kekayaan Intelektual semakin membuat adanya kejahatan pelanggaran Hak Cipta antar Negara semakin berkurang. Bentuk pelanggaran Hak Cipta merupakan sebuah perbuatan yang merugikan pencipta dan juga Negara pencipta apabila pelaku berasal dari Negara lain. Mengenai pelanggaran Hak Cipta akan berlaku gugatan perdata dan juga dapat dikenai sanksi pidana, dan penyelesaian dari sengketa mengenai Hak Cipta dapat dibedakan menjadi dua, yakni; Pertama, penyelesaian sengketa melalui proses peradilan/penghakiman (adjudikasi) dan Kedua, penyelesaian sengketa melalui proses konsensual/non adjudikasi. Proses penyelesaian sengketa melalui peradilan berupa litigasi (proses pengadilan) dan arbitrase, sedangkan proses penyelesaian sengketa melalui konsensual/non adjudikasi dapat berupa alternatif penyelesaian sengketa (APS). Di dalam Undang-Undang terdapat juga beberapa aturan mengenai sanksi pidana jika terjadi sengketa yang mengandung unsur pidana, maka proses penyelesaian sengketa desain industri dapat dilakukan melalui proses pidana itu sendiri.
19
1.7 Metode Penelitian a.
Jenis Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini, penulis melakukan jenis penelitian hukum
empiris. Penelitian hukum empiris adalah penelitian berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya sebuah masalah dan mengenai proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Penelitian hukum empiris dilakukan dengan cara mengkaji permasalah yang muncul dengan berlandaskan pada peraturan-peraturan hukum dan teori-teori yang ada, untuk selanjutnya dihubungkan dengan kenyataan yang ada di lapangan. b. Jenis pendekatan Dalam pendekatan ini menggunakan penulisan deskriptif yaitu upaya pengolahan data menjadi sesuatu yang dapat diutarakan secara jelas dan tepat dengan tujuan agar dapat dimengerti oleh orang yang tidak langsung mengalaminya sendiri dan juga menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala – gejala dalam masyarakat. Dengan menggambarkan permasalahan yang ada dengan apa adanya, sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan9.
9
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2007, Dualisme Penelitian Hukum, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta, h.131.
c.
20
Sumber Data Dalam penulisan skripsi ini pada umumnya dibedakan antara data yang
diperoleh secara langsung dari masyarakat yang dinamakan data primer (data dasar) dan diperoleh dari bahan-bahan pustaka dinamakan data sekunder.10 Adapun data-data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dua sumber, yaitu: 1.
Data primer Untuk mendapat data primer penulis menggunakan bahan antara lain: 1.
Wawancara adalah cara untuk mendapatkan data dengan jalan tanya jawab secara langsung antara penulis dengan narasumber terkait. Wawancara langsung dilakukan di tempat narasumber dengan bertemu langsung untuk melakukan tanya jawab mengenai masalahmasalah yang akan dibahas di dalam skripsi ini.
2.
Observasi dengan cara melihat pada kenyataan di lapangan. Tindakan ini adalah suatu pengamatan yang sistematis yang penulis lakukan dengan langsung mendatangi lokasi penelitian serta melihat fenomena-fenomena dengan kasus serupa di berbagai media, baik media cetak maupun media elektronik.
10 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, 2001, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta hal.12
21
2. Data Sekunder Untuk mendapatkan data sekunder dilakukan teknik penelitian studi kasus dan studi dokumen. Studi dokumen dilakukan dengan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian. Bahan-bahan hukum ini dikumpulkan dari berbagai data yang diperoleh dari menelaah literatur di bidang Hak Kekayaan Intelektuan khususnya Hak Cipta, hukum Internasional dan hukum Nasional guna menemukan teori yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas. Mengenai sumber hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang isinya bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan ini berupa rancangan peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal ilmiah, surat kabar, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa, dan berita di internet terkait dengan Hukum Hak Kekayaan Intelektual beserta sumber yang lebih mengkhusus kepada Hukum yang mengatur mengenai Hak Cipta. d. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah dengan cara card system. Sistem kartu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kartu kutipan untuk mencatat dan mengutip sumber bahan hukum yang dianggap penting dan digunakan sebagai ulasan guna menjawab permasalahan.11 Penelusuran bahanbahan hukum juga dapat dilakukan dengan melakukan studi dokumen yaitu dengan membaca, melihat, mendengar, kemudian mencatat apa yang didapat ke 11
Jhony Ibrahim, 2005, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Cet-1, PT. Bayu Media Publishing, Malang, h.296
22
dalam suatu tulisan yang disusun secara sistematis yang nantinya akan dijadikan suatu laporan penelitian, selain dengan cara studi dokumen juga dapat melakukan penelusuran bahan hukum melalui media internet serta media cetak.12 e. Teknik Analisis Apabila keseluruhan data yang diperoleh dan sudah terkumpul baik melalui studi kepustakaan ataupun dengan mengutip sumber bahan hukum yang dianggap penting dan digunakan sebagai ulasan, kemudian mengolah dan menganalisis secara kualitatif yaitu dengan menghubungkan antara data yang ada yang berkaitan dengan pembahasan dan selanjutnya disajikan secara deskriptif analisis. Maksudnya data yang telah rampung tadi dipaparkan dengan disertai analisis sesuai dengan teori yang terdapat pada buku-buku literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, guna mendapatkan kesimpulan sebagai akhir dari penulisan skripsi ini.
12 Mukti Fajar, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 160.