1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. Chaer dan Leonie (2010:14—15) mengungkapkan bahwa dalam komunikasi, bahasa berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Hal tersebut disampaikan baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa lisan adalah bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Sementara itu, bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan sebagai sarana pengungkapan ide. Manusia memanfaatkan potensi bahasa dalam berbagai bentuk, salah satunya terdapat pada Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB). Selain sebagai identitas kendaraan, TNKB dimanfaatkan oleh pemilik kendaraan untuk tujuan lain. Kombinasi huruf dan angka pada TNKB dapat membentuk satuan kebahasaan tertentu yang mewakili pikiran atau gagasan si pemilik kendaraan. Unsur dalam TNKB ialah kode wilayah, nomor registrasi, kode akhir wilayah, dan masa berlaku. Akan tetapi unsur yang dimanfaatkan untuk membentuk satuan kebahasaan tertentu hanya kode wilayah, nomor registrasi, dan kode akhir wilayah. Hal tersebut dikarenakan posisi ketiga unsur tersebut terletak sejajar dan berukuran sama. Kode wilayah dan kode akhir wilayah berupa huruf, sedangkan nomor registrasi berupa angka. Pada dasarnya, angka bukanlah objek kajian linguistik. Akan tetapi, angka pada TNKB dimanipulasi sehingga
1
2
membentuk huruf tertentu. Ketika sudah dimanipulasi menjadi huruf, angka dapat menjadi objek kajian linguistik. Satuan kebahasaan yang terbentuk dengan memanipulasi unsur-unsur TNKB dipengaruhi oleh ruang penulisan yang terbatas. Hal tersebut dikarenakan jumlah karakter pada TNKB hanya berkisar tiga hingga sembilan karakter saja. Kode wilayah biasanya terdiri atas satu atau dua huruf. Nomor registrasi biasanya terdiri atas satu hingga empat angka. Sementara itu, kode akhir wilayah biasanya terdiri atas satu hingga tiga huruf. Beberapa kendaraan bahkan tidak memiliki atau tidak mencantumkan kode akhir wilayah. Setiap kota di Indonesia memiliki ketentuan kode wilayah, nomor registrasi, dan kode akhir wilayah yang berbeda-beda. Misalnya kendaraan yang berasal dari Jakarta memiliki ketentuan sebagai berikut. B [1 – 4 angka] XYZ Huruf B merupakan kode wilayah Jakarta. Kemudian diikuti nomor registrasi yang berjumlah antara satu hingga empat angka. Selanjutnya X umumnya mewakili tempat kendaraan tersebut terdaftar, misalnya U untuk Jakarta Utara, B untuk Jakarta Barat, P untuk Jakarta Pusat, S untuk Jakarta Selatan, dan lain sebagainya. Y pada umumnya mewakili jenis kendaraan berdasarkan golongan, misalnya A untuk sedan/pickup, C/D untuk truk, T untuk taksi, Q/U untuk kendaraan staf pemerintah, dan lain sebagainya. Sementara itu, Z merupakan huruf acak yang diberikan untuk pembeda. Walaupun bersifat pembeda, huruf ini memiliki pola atau siklus dalam kurun waktu tertentu.
3
Aturan tersebut merupakan aturan yang dibuat oleh instansi yang berwenang dalam pembuatan TNKB. Akan tetapi, dalam upaya membentuk satuan kebahasaan pada TNKB, pemilik kendaraan dapat memesan jumlah nomor registrasi dan kode akhir wilayah. Dalam pemesanan tersebut pemilik kendaraan harus mengeluarkan biaya tambahan. Berikut adalah TNKB yang membentuk satuan kebahasaan.
(1) B 53 GER (2) AA 61 FT (3) AB 1155 ON (observasi Desember 2013) (observasi Januari 2014) (observasi Januari 2014) Kombinasi huruf dan angka pada unsur-unsur TNKB di atas membentuk satuan kebahasaan tertentu. Pada data (1), kode wilayah B tidak membentuk satuan kebahasaan. Angka 5 dan 3 dimanipulasi menjadi huruf S dan E, sehingga bila digabungkan dengan kode akhir wilayah GER akan membentuk kata SEGER. Pada data (2), angka 6 dan 1 dimanipulasi menjadi huruf G dan I. Gabungan huruf AA pada kode wilayah, angka 61, dan huruf FT pada kode akhir wilayah membentuk frasa A GIFT ‗sebuah hadiah‘. Sementara itu, angka 1 dan 5 pada data (3) dimanipulasi menjadi huruf I dan S. Gabungan kode wilayah AB, angka 1155, dan kode akhir wilayah ON membentuk frasa ABIS ON. Ketiga data di atas menggunakan kode bahasa yang berbeda-beda. Data (1) menggunakan bahasa Indonesia, data (2) menggunakan bahasa Inggris, dan data (3) menggunakan campuran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
4
Oleh karena ruang penulisan yang terbatas, satuan kebahasaan yang terbentuk melalui manipulasi huruf dan angka pada TNKB memiliki kekhasan tersendiri. Satuan kebahasaan yang terbentuk dapat berupa kata, frasa, dan kalimat. Selain itu, kekhasan bentuk dan karakteristik kebahasaan yang terdapat pada TNKB dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya yaitu berasal dari luar bahasa yang meliputi konteks sosial budaya yang melatarbelakangi terbentuknya satuan kebahasaan pada TNKB.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut 1. apa saja bentuk pemanfaatan huruf dan angka TNKB yang membentuk satuan kebahasaan tertentu? 2. bagaimana karakteristik satuan kebahasaan yang terbentuk dalam TNKB? 3. faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi terbentuknya satuan kebahasaan pada TNKB?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut 1. mendeskripsikan bentuk pemanfaatan huruf dan angka TNKB yang membentuk satuan kebahasaan tertentu, 2. menjelaskan karakteristik satuan kebahasaan yang terbentuk dalam TNKB,
5
3. mendeskripsikan faktor-faktor yang melatarbelakangi terbentuknya satuan kebahasaan pada TNKB. Selain itu, terdapat manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan terhadap perkembangan ilmu bahasa, khususnya mengenai perkembangan bahasa yang memanfaatkan huruf dan angka pada TNKB yang sangat dipengaruhi oleh faktor sosial masyarakat. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya pengetahuan pembaca terkait pemanfaatan huruf dan angka pada TNKB yang memuat satuan kebahasaan tertentu. Hal tersebut mencerminkan kreativitas manusia yang mampu memanipulasi huruf dan angka menjadi satuan kebahasaan tertentu.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ini akan membahas tentang TNKB. Kendaraan yang dijadikan objek kajian ialah sepeda motor dan mobil pribadi. Hal ini dikarenakan kedua kendaraan tersebut merupakan kendaraan pribadi, sehingga berpotensi memiliki identitas kendaraan berupa TNKB yang membentuk satuan kebahasaan tertentu. Sementara itu, kendaraan bermotor lainnya seperti kereta api, bus, truk, dan kontainer tidak memiliki identitas kendaraan berupa TNKB yang membentuk satuan kebahasaan tertentu. Kereta api dan bus merupakan kendaraan umum milik instansi tertentu sedangkan truk dan kontainer merupakan kendaraan pengangkut. Jenis kendaraan tersebut tidak memiliki TNKB yang membentuk satuan
6
kebahasaan tertentu karena tidak ada nilai prestise yang didapatkan oleh pemilik kendaraan. TNKB yang digunakan dalam penelitian ini ialah TNKB yang membentuk satuan kebahasaan tertentu. TNKB yang acak seperti G 2660 FJ, AB 2630 HJ, dan lain-lain tidak digunakan dalam penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan TNKB yang acak tidak dapat dianalisis secara linguistik. Data diambil dari lapangan dengan mendokumentasikan dan mencatat TNKB. Pengambilan data lapangan dilakukan dengan mencatat TNKB pada kendaraan yang melintas di jalan protokol kota Yogyakarta, Brebes, dan Banyumas. Selain itu, data juga diperoleh dari situs internet. Pengambilan data melalui situs internet dilakukan karena keterbatasan waktu peneliti dalam pengambilan data lapangan. Penelitian terbatas pada beberapa hal. Pertama, bentuk pemanfaatan huruf dan angka TNKB. Kedua, karakteristik
satuan
kebahasaan.
Ketiga,
faktor
yang
melatarbelakangi
terbentuknya satuan kebahasaan pada TNKB.
1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan huruf dan angka dalam TNKB sudah pernah dilakukan sebelumnya. Namun, penelitian tersebut belum spesifik menjelaskan pemanfaatan huruf dan angka, bentuk kebahasaan yang terbentuk, dan faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Adapun penelitian yang berkaitan dengan tulisan ini disajikan sebagai berikut. Penelitian Dessy Saputry (2015:1—14) yang berjudul ―Permainan Bahasa pada Plat Nomor Kendaraan Bermotor (Suatu Kajian Sosiolinguistik)‖
7
mendeskripsikan cara membaca beserta maknanya. Penelitian tersebut juga menjelaskan tujuan pengguna bahasa menuliskannya di plat kendaraan mereka. Data yang digunakan dalam penelitian ini hanya tanda nomor kendaraan bermotor berkode wilayah BE atau Lampung. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode simak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumusan atau mekanisme pembacaan angka, bilangan, dan huruf pada plat nomor kendaraan bermotor variatif. Angka 0 menjadi huruf O, angka 1 menjadi huruf I atau L, angka 2 menjadi huruf L, angka 3 dapat menjadi huruf B dan E, angka 4 menjadi huruf A, angka 5 menjadi huruf S, angka 6 dapat menjadi huruf B atau G, angka 7 menjadi huruf J, angka 8 menjadi huruf E, dan angka 9 menjadi huruf G. Dari hasil pengamatan Dessy Saputry juga dapat diketahui bahwa tujuan pengguna bahasa menuliskan permainan bahasa di plat kendaraannya adalah sebagai representasi sejarah, perasaan, cita-cita, hal keberuntungan, dan keberadaannya sebagai anggota masyarakat. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah TNKB berkode wilayah BE atau Lampung sehingga tidak dapat digunakan untuk menjelaskan pola pemanfaatan huruf dan angka pada TNKB secara umum. Hasil rumusan pembacaan angka, bilangan, dan huruf dalam penelitian ini juga belum lengkap. Misalnya adalah angka 12 menjadi huruf R, angka 13 menjadi huruf B, angka 17 menjadi huruf D, angka 7 dapat menjadi huruf T, dan lain sebaginya. Selain itu, penelitian ini juga belum menjelaskan faktor-faktor yang melatarbelakangi satuan kebahasaan yang terbentuk pada TNKB.
8
Penelitian I Dewa Putu Wijana (2000:271—277) berjudul ―Angka, Bilangan, dan Huruf dalam Permainan Bahasa‖. Pada penelitian ini, Wijana mendeskripsikan permainan bilangan, permainan angka sebagai representasi kata bahasa Indonesia atau bahasa daerah, angka sebagai representasi kata bahasa Inggris, angka sebagai visualisasi lambang bunyi, angka sebagai representasi not lagu, angka sebagai lambang frekuensi pembacaan, permainan
huruf
sebagai
representasi nama, dan nama huruf sebagai representasi lambang. Skripsi Nurul Hanifah (2011) yang berjudul ―Wacana Grafiti Di Truk: Analisis Sosiopragmatik‖ mendeskripsikan bentuk grafiti di truk, satuan lingual dalam wacana grafiti di truk, unsur-unsur pragmatis, serta faktor-faktor dari masyarakat yang mempengaruhi wacana grafiti di truk. Dari hasil analisis diketahui bahwa grafiti truk terdiri atas tiga jenis, yaitu grafiti tulisan, gambar, dan perpaduan tulisan dan gambar. Satuan lingual dalam wacana grafiti di truk ini terdiri atas kata, frasa, klausa, dan kalimat. Dilihat dari segi pragmatis, unsurunsur pragmatis berperan untuk mengidentifikasi jenis tuturan seperti bentuk perintah, nasehat, makian, dan media promosi. Selain itu representasi digunakan melalui angka, simbol, kata tertentu, dan gambar lebih banyak ditemukan agar tidak langsung ditemukan maksudnya. Sementara itu, dari segi sosial, bentukbentuk tuturan yang terjadi dalam wacana grafiti di truk merupakan cerminan dari hal-hal yang ada di masyarakat. Penelitian ini menjelaskan bahwa wacana grafiti di truk dipengaruhi oleh faktor-faktor dari masyarakat sebagai pemakai bahasa, yang di dalamnya berhubungan dengan latar, pihak-pihak yang terlibat, tujuan, isi pesan, penjiwaan, saluran bahasa yang digunakan, norma-norma, dan tipe tuturan.
9
Skripsi Angga Prasdianto (2011) yang berjudul ―Ragam Bahasa Poster Demonstrasi (Kajian Sosiolinguistik)‖ membahas bentuk kebahasaan, fungsi bahasa, dan faktor yang melatarbelakanginya. Dari segi bentuk kebahasaannya terdiri dari bahasa yang digunakan, campur kode, pemendekan kata, dan tanda baca. Dari segi fungsi kebahasaannya Ragam Bahasa Poster Demonstrasi (RBPD) mempunyai fungsi memberitahukan, menolak atau memprotes, menuntut, memberikan solusi, menanyakan, menyindir, mendukung, dan menghujat. Adapun dari segi faktor yang melatarbelakangi RBPD berupa situasi tutur yang tidak resmi, latar belakang penutur, sasaran yang dituju, ruang penulisan yang terbatas, dan tujuan penulisan. Penelitian mengenai pemanfaatan huruf dan angka sudah pernah dilakukan. Akan tetapi, hasil penelitian tersebut belum menjelaskan secara spesifik pemanfaatan dan manipulasi huruf dan angka serta faktor-faktor yang melatarbelakanginya.
Berbagai
kreativitas
manipulasi
huruf
dan
angka
merepresentasikan bagian dari bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing dengan maksud dan tujuan yang beragam. Pesan atau isi yang disampaikan melalui manipulasi huruf dan angka pada TNKB juga beragam. Selain itu, terbentuknya satuan kebahasaan yang memanfaatkan huruf dan angka pada TNKB juga ditentukan oleh faktor sosial di masyarakat.
1.6 Landasan Teori Landasan teori sangat diperlukan dalam suatu penelitian. Teori yang digunakan sebagai landasan dalam menganalisis manipulasi huruf dan angka pada
10
TNKB ialah teori morfologi, sintaksis, teori tentang permainan bahasa, dan sosiolinguistik. Teori morfologi diperlukan karena dalam penelitian ini akan dijelaskan mengenai kata dan kelas kata yang terbentuk dalam TNKB. Wijana (2011:55) menyatakan bahwa morfologi adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji selukbeluk bentuk kata. Kata merupakan satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri (Wijana, 2011:78). Huruf dan angka pada TNKB dimanipulasi untuk membentuk kata tertentu. Kata tersebut dapat berkategori nomina, verba, adjektiva, pronomina, numeralia, dan adverbia. Selain morfologi, teori sintaksis juga diperlukan dalam penelitian ini. Teori sintaksis digunakan untuk menjelaskan frasa dan kalimat yang dibentuk dengan memanipulasi huruf dan angka pada TNKB. Frasa secara umum didefinisikan sebagai gabungan kata. Akan tetapi, tidak semua gabungan kata dapat disebut frasa. Hanya gabungan kata yang memenuhi syarat tertentu dapat dikatakan frasa, yakni gabungan kata yang tidak melewati batas fungsi (Wijana, 2011:77). Sementara itu, kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh (Alwi, 2003:311). Bentuk frasa dan kalimat pada TNKB sangat sederhana karena ruang penulisan yang terbatas. Sebagai salah satu milik manusia yang sangat berharga, bahasa digunakan sebagai
sarana
permainan.
Permainan
bahasa
dapat
dilakukan
dengan
memanfaatkan huruf, angka, dan bilangan. Bilangan adalah semua kata yang mengacu pada jumlah, seperti satu, dua, tiga, dst., sedangkan angka adalah semua
11
lambang bilangan yang merepresentasikan bilangan-bilangan itu, seperti 1, 2, 3, dst. Adapun huruf adalah lambang-lambang bunyi. Dalam sistem ortografi pada umumnya sebuah huruf melambangkan sebuah bunyi. Ada juga dua huruf yang melambangkan satu bunyi, atau sebaliknya satu huruf melambangkan dua bunyi atau lebih. Teori tentang permainan bahasa digunakan untuk menjelaskan bentuk pemanfaatan huruf dan angka pada TNKB yang memuat satuan kebahasaan tertentu. Angka dalam permainan bahasa dapat merepresentasikan berbagai hal, yaitu sebagai representasi kata atau bagian kata bahasa Indonesia, sebagai representasi kata bahasa Inggris, angka sebagai visualisasi lambang bunyi, sebagai representasi not lagu, sebagai representasi formula satuan matematis, dan sebagai representasi frekuensi pembacaan. Ada dua hal yang berkaitan permainan huruf dalam permainan bahasa. Pertama, lambang huruf merepresentasikan nama (bunyinya), dan yang kedua sebaliknya nama huruf merepresentasikan lambang (Wijana, 2000:274—276). Teori sosiolinguistik diperlukan dalam penelitian untuk menjelaskan penggunaan bahasa pada TNKB. Selain itu, teori sosiolinguistik juga diperlukan untuk menjelaskan faktor-faktor yang melatarbelakangi bentuk satuan kebahasaan yang memanfaatkan huruf dan angka pada TNKB. Sosiolinguistik adalah suatu cabang linguistik yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat dengan tujuan memahami secara lebih baik struktur bahasa dan bagaimana berfungsi dalam berkomunikasi (Wardhaugh, 1992:13). Wijana dan Rohmadi
12
(2006:7) mengungkapkan bahwa sosiolinguistik menyangkut permasalahan yang terkait dengan faktor-faktor sosial, situasional, dan kultural. Dengan mengaitkan antara bahasa dengan gejala kemasyarakatan, akan diketahui gambaran yang lengkap mengenai manipulasi huruf dan angka pada TNKB yang membentuk satuan kebahasaan tertentu. Ciri-ciri kebahasaan yang terdapat dalam manipulasi huruf dan angka pada TNKB dapat dijelaskan memalui dimensi kemasyarakatannya. Dimensi kemasyarakatan ini yang memberi makna kepada
bahasa
serta
berfungsi
sebagai
petunjuk
perbedaan
golongan
kemasyarakatan penuturnya, indikasi situasi tutur berbahasa, mencerminkan tujuan, topik, aturan-aturan, dan modus penggunaan bahasa (Nababan, 1986:1— 2). Tiap-tiap bahasa mempunyai fungsinya masing-masing. Secara umum, bahasa mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai alat komunikasi dan interaksi. Selain itu, bahasa juga merupakan sarana untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, dan perasaan penuturnya. Dalam pemanfaatan huruf dan angka ini, pikiran, gagasan, dan perasaan penuturnya disampaikan melalui Tanda Nomor Kendaraan Bermotor. Faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya sebuah tuturan terdiri dari berbagai unsur. Menurut Hymes (via Chaer dan Leoni, 2010:48—49), peristiwa tutur dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disebut SPEAKING. Kedelapan unsur tersebut adalah S (setting/scene) yaitu tempat bicara dan suasana pembicaraan, P (participant) yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, E (end) yaitu tujuan dan maksud pembicaraan, A (act sequence) yaitu bentuk dan isi suatu
13
pesan, K (key) yaitu cara, sikap, atau penjiwaan sebuah tuturan, I (instrument) yaitu saluran dan bentuk bahasa yang digunakan dalam penyampaian pesan, N (norm) yaitu norma atau aturan dalam berinteraksi, G (genre) yaitu jenis bentuk penyampaian atau tipe-tipe tuturan. Dalam
menganalisis
faktor-faktor
yang
melatarbelakangi
satuan
kebahasaan pada TNKB, tidak semua komponen tutur akan dijelaskan. Unsur yang akan dijelaskan hanya unsur yang berkaitan dengan gejala kebahasaan pada TNKB. Hal ini disebabkan setiap komponen tutur memiliki fungsi dan peran masing-masing. Maka sebenarnya tuturan seseorang mencerminkan masyarakat tuturnya, dan oleh sebab itu tuturan itupun berkaitan erat dengan norma dan nilai sosial budaya dari masyarakatnya sehingga ada beberapa komponen tutur yang memang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh norma tutur yang ada di masyarakat (Rahardi, 2001:28). Bahasa yang digunakan dalam pemanfaatan huruf dan angka pada TNKB berbeda-beda, antara lain bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Inggris, dan bahasa Arab. Untuk menjelaskan hal tersebut, digunakanlah teori campur kode. Salah satu akibat kontak bahasa yang akan dibicarakan dalam penelitian ini adalah campur kode. Campur kode (code mixing) adalah suatu fenomena kebahasaan yang berbentuk penggunaan suatu bahasa tertentu dalam satu kalimat atau wacana bahasa lain (Ohoiwutun, 1997:69). Chaer (1995:158) menambahkan bahwa campur kode adalah digunakannya serpihan-serpihan dari bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa yang mungkin memang diperlukan sehingga tidak dianggap suatu kesalahan atau penyimpangan.
14
Ada tiga hal yang melatarbelakangi campur kode, yaitu (1) identifikasi peranan, (2) identifikasi ragam, dan (3) keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan (Suwito, 1985:77). Suwito menambahkan pula bahwa berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, campur kode dapat berwujud kata, frasa, bentuk baster, bentuk ulang, ungkapan atau idiom, dan klausa (1985:78—80).
1.7 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan strategis, yaitu pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data (Sudaryanto, 1993:5). Metode merupakan cara yang harus dilaksanakan, sedangkan teknik adalah cara untuk melakukan metode. Metode simak dilakukan dengan cara mengamati objek yang terdapat pada TNKB. Tahap pertama adalah tahap pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak. Sementara itu, teknik yang digunakan ialah teknik catat dan dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan dengan menyimak pemanfaatan huruf dan angka pada TNKB yang membentuk satuan kebahasaan tertentu baik secara langsung maupun melalui situs internet. Data yang diambil dari internet ialah data yang berupa foto TNKB. Data yang sudah terkumpul kemudian diklasifikasikan berdasarkan bentuk-bentuk kebahasaannya. Tahap kedua adalah analisis data. Data yang sudah diklasifikasikan dianalisis dengan menggunakan analisis kontekstual. Metode kontekstual digunakan dalam analisis sosiolinguistik. Metode kontekstual dalam analisis
15
sosiolinguistik diterapkan pada data dengan mendasarkan, memperhitungkan, dan mengaitkan konteks. Tahap ketiga adalah tahap penyajian analisis data. Dalam penelitian ini, data disajikan dengan metode formal dan informal. Metode formal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kaidah yang berbentuk rumus, tabel, dan gambar demi kemudahan pemahaman. Metode informal adalah penyajian hasil analisis data dengan kata-kata biasa.
1.8 Sistematika Penyajian Penelitian ini disajikan dalam lima bab. Bab I, Pendahuluan, memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup, tinjauan pustaka, landasan teori, data dan metode penelitian, serta sistematika penyajian. Bab II, Bentuk Pemanfaatan Huruf dan Angka pada TNKB, membahas pola pemanfaatan unsur TNKB, manipulasi huruf dan angka pada TNKB, dan upaya-upaya verbalisasi huruf dan angka. Bab III, Karakteristik Satuan Kebahasaan, membahas satuan kebahasaan, bentuk pemendekan, dan bahasa yang digunakan. Bab IV, Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi, membahas situasi tutur tidak resmi, latar belakang pemilik kendaraan, sasaran yang dituju, ruang penulisan, dan tujuan penulisan. Bab V memuat Kesimpulan dan Saran.