BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pada saat dekade terakhir ini, pemerintah terus berupaya melakukan
perubahan yang cukup substansial dalam sistem, prosedur, dan mekanisme pengelolaan keuangan negara dan daerah. Tujuan utama perubahan-perubahan tersebut adalah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (Good
Governance
dan
Clean
Government),
berorientasi
pada
hasil,
profesionalitas, proporsionalitas, dan menghasilkan laporan keuangan yang transparan dan akuntabel. Implementasi dari kebijakan tersebut adalah dengan keluarnya secara berturut-turut 8 (delapan) paket kebijakan pengelolaan keuangan Negara, yaitu : (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, (3) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, (4) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, (5) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, (6) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, (7) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, serta (8) Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007. Pelaporan keuangan harus memiliki nilai akuntabilitas yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan pertanggungjawaban pemanfaatan APBN/APBD untuk berbagai bidang yang telah ditentukan. Akuntabilitas inilah menjadi bagian yang penting untuk mengatasi berbagai penyalahgunaan yang sering terjadi dalam penggunaan anggaran. Disamping itu, setiap lembaga pemerintah harus lebih transparan dalam mengelola anggaran untuk dapat memudahkan kontrol dari publik. Keberhasilan penerapan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih ditentukan oleh berbagai macam faktor, mulai dari proses perencanaan, penatausahaan sampai kepada pelaporan. Penerapan tata kelola yang baik tidak hanya ditentukan oleh sistem perencanaan dan penatausahaan tetapi juga akan sangat ditentukan oleh sistem pelaporan. Dalam upaya menciptakan pelaporan keuangan yang baik dan benar, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Terlepas dari kelemahan yang dimiliki oleh peraturan ini, Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) diharapkan dapat memenuhi tuntutan masyarakat akan adanya transparansi dan akuntabilitas. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Sehingga, Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia. Oleh karena itu, maka pemerintah pusat dan
pemerintah daerah selaku entitas pelaporan wajib menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Penerapan SAP Tahun 2005 di daerah belum terwujud sepenuhnya sedangkan berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah dalam bidang keuangan negara masih saling bertentangan antara satu dengan lainnya misalnya, PERMENDAGRI Nomor
13 Tahun 2006 dan PERMENDAGRI Nomor 59
Tahun 2007 pada kenyataannya bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan belum sepenuhnya SAP diterapkan yaitu anggaran berbasis akrual belum tewujud, rendahnya kinerja pegawai yang disebabkan karena terbatasnya kemampuan dan pemahaman pegawai dalam bidang akuntansi dan sistem pengendalian internal belum berfungsi. Begitu pentingnya sumber daya manusia, Moses N. Kingsgundu (2005:13) mengatakan bahwa : “human resource management is the development and utilization of personnel for the effective achievement of individual, organizational, community, national and international goals and objectives”. (manajemen sumber daya manusia adalah pengembangan dan pemanfaatan personal bagi pencapaian yang efektif mengenai sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan individu, organisasi, masyarakat nasional dan internasional).
Terkait dengan hal tersebut, maka kemampuan sumber daya manusia akan berpengaruh terhadap kinerja pegawai dalam rangka mewujudkan akuntabilitas laporan keuangan daerah. Kinerja ini akan diukur dari output yang dihasilkan pegawai. Kaitannya dengan akuntansi pemerintah maka, output pegawai ini akan diukur dari pelaporan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel.
Belum terwujudnya akuntabilitas laporan keuangan daerah di berbagai daerah di Indonesia dapat terlihat dari opini auditor BPK. Selama periode 2006 2008 BPK melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dan menghasilkan opini bahwa dari 33 provinsi di Indonesia hanya 15 Pemda yang memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), yaitu hanya Provinsi Gorontalo dan dari 440 Kabupaten/Kota hanya 12 Kabupaten /Kota yang wajib menyerahkan LKPD kepada BPK. Kabupaten/Kota yang memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) diantaranya yaitu Kota Tangerang dan Kabupaten Aceh Tengah. Sebagian besar dari Provinsi serta Kabupaten/Kota mendapatkan Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dan sebanyak 21 Pemda pada tahun 2008 mendapatkan Opini Tidak Wajar. Dengan kondisi tersebut, maka akan sangat menyulitkan Pemerintah Daerah selaku entitas pelaporan untuk melakukan konsolidasi penyusunan laporan keuangan daerah sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pelaksanaan APBD selama tahun anggaran. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Nita Garnita (2008) dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Akuntabilitas Terhadap Kinerja Instansi Pemerintah Pada Balai Besar Bahan dan Barang Teknik” yang menyimpulkan bahwa akuntabilitas terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengukuran kinerja instansi pemerintah. Terdapat perbedaan posisi variabel dan penambahan variabel dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nita Granita, penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih menekankan bagaimana pengaruh kebijakan akuntansi dan kinerja pegawai terhadap akuntabilitas laporan keuangan
daerah. Selain itu, lokasi dan waktu penelitian yang dilakukan penulis memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nita Granita. Adapun penelitian yang dilakukan oleh penulis pada Pemerintah Kabupaten Majalengka, dengan maksud untuk mengetahui dan memahami sejauh mana tingkat kebijakan akuntansi diterapkan di Pemerintah Kabupaten Majalengka dan untuk mengetahui seberapa besar kinerja pegawai, serta untuk melihat apakah laporan keuangan daerah kabupaten majalengka telah akuntabel. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian guna menyelesaikan skripsi dengan judul : “Pengaruh Kebijakan Akuntansi dan Kinerja Pegawai Terhadap Akuntabilitas Laporan Keuangan Daerah Pada Pemerintah Kabupaten Majalengka”.
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah sebagai
berikut : 1.
Bagaimana kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Majalengka ?
2.
Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai ?
3.
Bagaimana pengaruh kebijakan akuntansi dan kinerja pegawai terhadap akuntabilitas Laporan Keuangan Daerah pada Pemerintah Kabupaten Majalengka?
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini, untuk mengkaji secara ilmiah pengaruh kebijakan akuntansi dan kinerja pegawai terhadap akuntabilitas laporan keuangan daerah pada Pemerintahan Kabupaten Majalengka. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Mengetahui bagaimana kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Majalengka.
2.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai.
3.
Mengetahui
pengaruh
kebijakan
akuntansi
dan
kinerja
pegawai
berpengaruh positif terhadap akuntabilitas laporan keuangan daerah pada Pemerintah Kabupaten Majalengka.
1.4
Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Kegunaan Teoritis Sebagai
media untuk
menambah wawasan khususnya
mengenai
penyusunan laporan keuangan daerah dan merupakan bahan perbandingan antara pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah dengan kondisi nyata di lapangan. 2.
Kegunaan Praktis
a.
Bagi kepentingan Pemerintah Hasilnya diharapkan menjadi masukan dan informasi tambahan bagi
Pemerintah khususnya Pemerintah Kabupaten Majalengka dalam menetapkan kebijakan dimasa yang akan datang, terutama dalam hal penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
b.
Bagi Pihak Lain Diharapkan hasilnya dapat menjadi bahan rujukan terhadap penelitian
yang sejenis sebagai dasar informasi dan referensi bagi pihak yang memerlukan.
1.5
Kerangka Pemikiran Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan daerah adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip akuntansi yang disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah diterima secara umum. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensikonvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Kebijakan akuntansi yang digunakan oleh suatu pemerintahan daerah perlu diperhatikan kesesuainnya dengan SAP. Berdasarkan PSAP terdapat 8 (delapan) prinsip yang digunakan pemerintah daerah untuk menetapkan dan menerapkan kebijakan akuntansi keuangan daerah, yaitu : (a)
Prinsip basis akuntansi
Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam neraca. (b)
Prinsip nilai historical Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar atau
sebesar nilai wajar dari imbalan untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah. (c)
Prinsip realisasi Bagi pemerintah, pendapatan yang tersedia yang telah diotorisasikan
melalui anggaran pemerintah selama suatu tahun fiskal akan digunakan untuk membayar utang dan belanja dalam periode tertentu. (d)
Prinsip substansi mengungguli bentuk formal Informasi disajikan dengan wajar transaksi serta peristiwa lain yang
seharusnya disajikan maka transaksi atau peristiwa lain tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi. (e)
Prinsip periodisitas Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perlu dibagi
menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur dan posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan. (f)
Prinsip konsistensi
Metode akuntansi yang digunakan dalam pelaporan keuangan setiap periodenya harus sama atau tidak boleh berubah. Menurut PSAP metode akuntansi dapat berubah dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan dapat memberikan informasi yang lebih baik dibandingkan metode yang lama. (g)
Prinsip pengungkapan lengkap Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan
oleh pengguna. (h)
Prinsip penyajian wajar Laporan keuangan menyajikan dengan wajar laporan realisasi anggaran,
neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Dalam aplikasinya, pada tahun 1999 terjadi perubahan pencatatan akuntansi sederhana single entry berbasis kas menjadi praktik akuntansi double entry berbasis akrual yang relatif lebih rumit agar dapat menghasilkan neraca dan laporan arus kas. Meskipun rumit tetapi pencatatan double entry memiliki kelebihan yaitu dapat lebih jelas menggambarkan potensi maupun kinerja keuangan pemerintah daerah dibanding dengan menggunakan pencatatan akuntansi single entry. Untuk menerapkan kebijakan akuntansi pemerintah daerah serta mewujudkan akuntabilitas laporan keuangan diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat memahami logika akuntansi secara baik. Dengan kata lain, upaya untuk mewujudkan akuntabilitas sangat dipengaruhi oleh kinerja pegawai. Menurut Mangkunegara yang dikutip oleh Harabani Pasolong (2008:197) kinerja adalah merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Selanjutnya, Prawirosentono Mangkunegara yang dikutip oleh Harabani Pasolong (2008:197) menyatakan bahwa : “Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika”.
Selajutnya
menurut
pendapat
Wahyudi
Kumorotomo
(2008:4),
akuntabilitas adalah ukuran yang menunjukkan apakah aktivitas birokrasi publik atau pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut. Selain itu akuntabilitas laporan keuangan adalah laporan keuangan yang dapat di pertanggungjawabkan selaras dengan kebijakan akuntansi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan akuntansi dan kinerja pegawai berpengaruh terhadap terwujudnya akuntabilitas. Kebijakan akuntansi dapat diartikan sebagai aturan-aturan atau pedoman yang digunakan oleh setiap pemerintah daerah dalam melaksanakan pemerintahannya. Kinerja pegawai juga merupakan faktor utama di dalam menjalankan kebijakan
akuntansi karena dengan semakin meningkatnya kualitas pegawai khususnya dalam memahami setiap kebijakan-kebijakan akuntansi yang berlaku maka akan memudahkan bagi pihak Pemerintah Daerah dalam mewujudkan akuntabilitas laporan keuangan daerah. Oleh karena itu, penulis merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: “Terdapat pengaruh positif antara kebijakan akuntansi dan kinerja pegawai terhadap akuntabilitas laporan
keuangan
daerah pada Pemerintah
Kabupaten Majalengka”.
1.6
Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang digunakan ialah metode deskriptif analisis,
Moch Nazir (2003:71) menyatakan bahwa penelitian deskriptif analisis adalah Penelitian yang ditujukan untuk menyelidiki secara rinci, aktivitas dan pekerjaan manusia, dan hasil penelitian tersebut dapat memberikan rekomendasirekomendasi untuk keperluan masa yang akan datang. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriptif analisis adalah suatu metode yang bertujuan untuk menggambarkan suatu keadaan perusahaan secara sistematis, aktual, dan akurat dengan cara mengumpulkan data berdasarkan fakta yang nampak dalam organisasi, dimana fakta tersebut dikumpulkan, diolah dan dianalisis sehingga dapat memberikan saran-saran untuk masa yang akan datang.
1.6.1 Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data dan informasi yang dilakukan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini, yaitu dengan cara : 1.
Penelitian lapangan ( field research ) Yaitu pengumpulan data secara langsung dengan mengadakan penelitian
terhadap objek yang diteliti untuk memperoleh data primer dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner, merupakan teknik pengumpulan data dengan membuat pertanyaan-pertanyaan tertulis mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti kepada responden. 2.
Penelitian kepustakaan ( library research ) Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh landasan teori guna
mendukung data primer yang diperoleh selama penelitian. Data ini diperoleh dari buku-buku serta referensi lainnya. 1.6.2. Teknik Analisis Data Sebelum sampai pada kegiatan analisis data, penulis perlu melakukan pengolahan data dengan langkah yang ditempuh sebagai berikut : a.
Seleksi angket, dimaksudkan untuk mengetahui apakah responden telah mengisi angket dengan baik.
b.
Klasifikasi data, kegiatan pengelompokan data yang sudah tekumpul sesuai dengan problematik penelitian agar memudahkan dalam pengolahan data.
c.
Penelitian data, kegiatan penelitian terhadap data yang tekumpul melalui angket.
d.
Tabulasi data, kegiatan melihat kecenderungan dari tiap-tiap item.
1.6.3. Rancangan pengujian hipotesis Tahapan rancangan pengujian hipotesis dimulai dengan penetapan hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha), pemilihan uji statistik berikut perhitungan, penerapan taraf signifikan, dan penerimaan atau penolakan Ho serta penarikan kesimpulan. Perumusan Ho dan Ha adalah sebagai berikut : Ho : tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kebijakan akuntansi dan kinerja pegawai terhadap akuntabilitas laporan keuangan daerah. Ha : terdapat pengaruh yang positif dan signifikan anatara kebijakan akuntansi dan kinerja pegawai terhadap akuntabilitas laporan keuangan daerah Sedangkan untuk pengujian hipotesisnya, penulis akan mempergunakan metode korelasi Product Moment dan koefisien determinasi, hal ini disebabkan data bersifat ordinal sehingga, dari hasil perhitungan yang dilakukan akan menunjukan derajat pengaruh antara variabel X1 dan X2 terhadap variabel Y.
1.7
Lokasi dan Waktu Penelitian Di dalam penyusunan skripsi, penulis mengadakan penelitian di
Pemerintah Daerah Kabupaten Majalengka Jalan Ahmad Yani No. 1 Majalengka, Telepon (0233) 281022 dan waktu penelitian dimulai pada Oktober 2009 sampai dengan Maret 2010.