BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi di dalam suatu sistem sosial. Aliran waktu menyiratkan adanya perbedaan antara masa lalu, masa kini dan masa mendatang. Peristiwa di masa lalu telah terjadi, kejadian di masa kini sedang dialami, dan kejadian di masa akan datang belum di ketahui. Masa lalu tidak dapat lagi dipengaruhi, masa kini sedang dipengaruhi, dan masa depan dapat direncanakan ( Adam, 1990 : 22 ). Penekanan pada masa lalu atau masa mendatang bergantung dari cara kelompok menghubungkan diri mereka sendiri dari masa lalu ke masa mendatang. Pandangan waktu adalah bagian dari integral dan nilai masyarakat dan orientasi individu terhadap tindakan mereka di masa kini dan ke masa depan dengan mengacu pada nilai kelompok yang mereka miliki bersama ( Coser & Coser, 1990 : 191-192 ). Ada masyarakat atau kelompok yang berpandangan ke masa lalu, mereka lebih menghargai tradisi, memusatkan perhatian pada prestasi masa lalu, sedangkan masyarakat lain yang melihat masa depan, memutuskan hubungan dengan tradisi, mengabaikan masa lalu, dan memusatkan pada masa depan. Perubahan memang tidak mungkin ditolak, karena perubahan adalah sifat utama dari masyarakat dan kebudayaannya. Tidak ada masyarakat atau kebudayaan yang tidak berubah. Semua berubah sesuai dengan ketentuan alam dan sosial yang berlaku. Berbicara tentang kebudayaan maka tidak
1
terlepas dari tradisi dan mitos. Mitos merupakan cerita atau kenyataan yang terjadi di masa lalu yang berkaitan dengan tempat, alam, dongeng suci, kata-kata suci maupun adat istiadat yang terjadi di suatu daerah. Mitos juga merujuk pada satu cerita dalam sebuah kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai suatu peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu. Mitos yang ada pun menjadi turun temurun dipercaya dan dilestarikan oleh masyarakat di tiap generasi, sebab masyarakat beranggapan bahwa mitos sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Mereka kebanyakan mengabaikan logika dan lebih mempercayai halhal yang telah turun temurun ada dari pendahulunya. Penelitian ini berangkat dari adanya ketertarikan peneliti terhadap mitos yang ada di Dusun Kasuran Kulon Kecamatan Seyegan, tentang kepercayaan masyarakat terhadap mitos tidur tanpa kasur kapuk yang telah beratus-ratus tahun dipercaya. Singkat cerita perintah dari Sunan Kalijaga yang disalah artikan dan menyebabkan masyarakat Dusun Kasuran sejak dulu hingga saat ini tidak berani tidur dengan beralaskan kasur yang berbahan kapuk. Jika ada yang tidur diatas kasuk kapuk, biasanya terjadi hal-hal aneh seperti kesialan, musibah atau penyakit. Ada beberapa warga yang telah mencoba untuk melawan mitos tersebut dan akhirnya mendapatkan kesialan, ada yang sakit, ada pula yang terkena musibah. Namun seiring dengan perkembangan zaman, sebagian masyarakat modern telah memilih alternatif berupa kasur busa dan sejenisnya sebagai alas tidur menggantikan dipan dan tikar. Muncul pertanyaan apa yang mendasari perubahan perilaku demikian, beberapa masyarakat masih tidur di atas dipan yang beralaskan tikar, dan beberapa masyarakat lain dengan menggunakan kasur busa.
2
Selera ( keinginan ) dan perintah orang tua yang menjadi penyebab perubahan tersebut dikaitkan dengan kepercayaan masyarakat yang masih kuat terhadap mitos, dan menyebabkan adanya tindakan dalam pemilihan alas tidur yang aman digunakan untuk menghindari kasur yang berbahan kapuk. Pertanyaan tersebut menjadi tanda tanya besar yang membutuhkan jawaban. Bagaimana respon masyarakat terhadap mitos dan seperti apa bentuk perubahan perilaku tidur masyarakat menanggapi mitos yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya.
B. RUMUSAN PERMASALAHAN 1. Bagaimana mitos tidur tanpa kasur kapuk masih dipercaya oleh masyarakat Kasuran Kulon di era modern saat ini ? 2. Bagaimana perubahan perilaku tidur masyarakat Dusun Kasuran setelah adanya kasur busa sebagai respon atas mitos “tidur tanpa kasur kapuk” yang ada di Dusun Kasuran Kulon?
C. TUJUAN Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana proses perubahan perilaku masyarakat yang terjadi di Dusun Kasuran sebagai respon mitos yang ada di Kasuran dan menjelaskan faktor selera dan perintah orang tua sebagai pendorong perubahan perilaku tidur masyarakat serta bagaimana pengaruh mitos tersebut membentuk tindakan masyarakat dalam pemilihan alternatif alas tidur pokok yang digunakan.
3
Sedangkan tujuan khususnya adalah : 1. Mengetahui bagaimana mitos Kasuran masih dipercaya di era modern saat ini 2. Mengetahui perubahan perilaku tidur masyarakat setelah masuknya kasur busa, dan 3. Mengetahui faktor pendorong perubahan perilaku
tidur
yaitu
selera
( keinginanan ) perintah orang tua
D. TINJAUAN PUSTAKA Ada beberapa contoh tinjauan pustaka yang berkaitan dengan fokus penelitian ini : Pertama, Ikma Citra Ranteallo dengan judul Pemaknaan Ritual Mantunu Dalam Upacara Pemakaman Rambu Solo ( Studi Kasus tentang Pemaknaan Ritual Mantunu dalam Upacara Pemakaman Rambu Solo Tingkat Rapusan Sapu Pandanan di Tongkonan Batu Kalambe, Tana Toraja, Sulawesi Selatan ) Penelitian ini mengkaji bagaimana perubahan atau pergeseran pemaknaan ritual mantunu baik dalam kerangka religi maupun sosial budaya. Peneliti membandingkan pemaknaan ritual di masa lalu dan pemaknaan sosial budaya di masa kini ( reinterpretasi ) . Persamaan dalam penelitian ini, jika dalam penelitian Ikma Citra Ranteallo menekankan pada reinterpretasi sosial budaya pada masa dulu dan masa kini dalam adat ritual mantunu di Toraja, maka dalam penelitian kami melihat
4
kepercayaan terhadap tradisi yaitu mitos yang berkembang di Kasuran dengan kepercayaan masyarakat tidur tidak menggunakan kasur kapuk. Perbedaannya terletak pada pemaknaan yang terjadi, jika dalam pelaksanaan ritual mantunu sebagai reinterpretasi sosial budaya saat ini mengacu pada penguatan solidaritas sosial diantara para aktor yang terkait dalam ritual tersebut, sedangkan pada penelitian kami ini, berusaha mempertahankan tradisi atau mitos agar terhindar dari musibah yang tidak di inginkan. Kedua, Rahmiyanti dengan judul Perubahan Makna Budaya Bersih Desa Dalam Masyarakat Jawa ( Studi terhadap Masyarakat Desa Wonodadi, Pracimantoro, Wonogiri, Jawa Tengah ). Dalam penelitian ini, peneliti melihat bahwa terjadi perubahan dalam tradisi bersih desa ( rasulan ) yang ada di Desa Wonodadi Wonogiri, dahulu keja bakti diikuti oleh semua warga dan sekarang hanya diikuti oleh bapak-bapak dan pemudanya saja. Jika dahulu sesajen adalah wujud aslinya, maka sekarang diganti dengan simbol-simbol tertentu seperti pagelaran wayang dan turnamen bola volly. Sedangkan dalam pemaknaan terjadi keyakinan bahwa cuaca melebihi segalanya, bukan karena ada bahaya dan penyakit masyarakat, yang kedua adalah bahwa tradisi rasulan hanyalah sekedar upacara seremonial biasa yang memang setiap tahun sekali dilaksanakan. Penelitian ini sama-sama melihat bagaimana tradisi dipertahankan keasliannya dan menimbulkan dampak atau keyakinan yang tidak baik jika dilanggar, jika dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahmiyanti, yang menjadi kajian adalah tradisi rasulan maka dalam penelitian kami ini membaca mitos di
5
Dusun Kasuran yang juga sama-sama dipercaya dan dilestarikan oleh masyarakat hingga saat ini. Perbedaannya adalah jika dalam penelitian yang dilakukan oleh Ramhiyanti berusaha menunjukkan perubahan simbol dalam tradisi rasulan yang masih berlangsung hingga saat ini, maka dalam penelitian ini, kami ingin menunjukkan adanya alternatif pilihan dari simbol ( baca : tempat tidur ) yang digunakan oleh masyarakat Dusun Kasuran yang tadinya hanya dipan dan tikar kemudian beralih ke kasur busa dan sejenisnya. Ketiga, Nur Dina Fitriya dengan judul Pergeseran dan Pemaknaan Nyumbang ( Studi tentang Konstruksi Masyarakat Mengenai Tradisi Nyumbang pada Pernikahan di Desa Ngrombo, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah ). Penelitian ini melihat pergeseran makna nyumbang yang terdapat di Desa Ngrombo Sukoharjo, peneliti melihat bagaimana proses konstruksi sosial masyarakat dalam memaknai dan memahami tradisi nyumbang di masa sekarang. Pergeseran tradisi ini dilihat berdasarkan pergeseran waktu, pergeseran wujud, dan
pergeseran
nilai.
Dalam
proses
yang
panjang itulah
masyarakat
mengkonstruksikan makna tradisi nyumbang. Persamaan dalam penelitian yang dilakukan oleh Nur Dina Fitriya ini terletak pada perubahan tradisi dalam bentuk pergeseran nilai, bahwa saat ini uang merupakan alat yang praktis, hemat dan lebih dihargai, sama halnya dengan penelitian yang kami lakukan, bahwa perubahan alat tidur yang tadinya hanya
6
berupa dipan dan tikar kemudian menjadi kasur busa, ada kepentingan nilai guna yang praktis sebagai alternatif tempat tidur di era modern seperti sekarang ini. Sedangkan perbedaannya, jika dalam penelitian yang dilakukan oleh Nur Dina Fitriya menunjukkan perubahan ke arah yang lebih modern dan menggantikan tradisi nyumbang pada zaman dahulu, akan tetapi pada penelitian kami di Kasuran, pengaruh mitos masih sangat kuat dan tidak luntur, masyarakat hanya memanfaatkan alternatif alas tidur yang ada dan tetap berjalan di dalam mitos yang berkembang. Dari ke-tiga contoh tinjauan pustaka diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, suatu tradisi yang telah turun temurun dilestarikan oleh suatu masyarakat tidak selamanya bersifat statis, lambat laun akan terjadi perubahan kearah yang lebih konkrit dan modern. Suatu perubahan tidak dapat dielakkan selama proses masih terus berjalan, dan suatu pemaknaan atau konstruksi terhadap suatu tradisi atau mitos tertentu akan memunculkan tanggapan yang berbeda dari tiap generasinya.
E. KERANGKA TEORI 1. Perubahan Sosial : Sztompka Menurut Sztompka (2007 : 70) tradisi dapat berupa gagasan yang mempengaruhi pikiran dan perilaku, serta dapat melukiskan makna khusus dan legitimasi dari masa lampau. Aspek gagasan ini meliputi keyakinan, kepercayaan, simbol, nilai, norma, aturan dan ideologi. Dalam hal ini, konsep tentang
7
demokrasi, keadilan, mitos, asal-usul suatu wilayah, bahkan teknik perdukunan dan resep kuno dapat digolongkan sebagai contoh tradisi berupa gagasan. Ada dua cara yang menyebabkan lahirnya sebuah tradisi, pertama melalui mekanisme alamiah dan melibatkan orang banyak. Ketika kekaguman terhadap suatu hal atau nilai dan tindakan individual menjadi tindakan bersama, maka disitulah tradisi dilahirkan. Dalam cara pertama ini, kelahiran tradisi berarti penemuan kembali sesuatu yang telah ada di masa lampau, ketimbang penciptaan sesuatu yang baru. Cara kedua adalah melalui mekanisme paksaan. Sesuatu dianggap atau dijadikan tradisi karena adanya paksaan dari individu yang berkuasa. Cara kelahiran tradisi yang berbeda mengakibatkan muncul perbedaan berupa tradisi asli dan tradisi buatan. Dua jalan kelahiran tidak membedakan kadarnya. Perbedaannya terdapat antara : “tradisi asli‟‟yang telah ada di masa lampau dan “tradisi buatan” murni khayalan pemikiran masa lampau. ( Sztompka, 2007 : 72). Dalam perjalanannya tradisi mengalami perubahan dan tidak pernah lagi sesama persis dengan warisan yang diberi mula-mula. Hal ini disebabkan karena manusialah yang memberikan makna bagi tradisi yang ada. Sifat bawaan manusia ialah terus berjuang mendapat kesenangan baru dan keaslian, kreatif, penuh semangat baru dan imajinasi. Manusia terus mempertanyakan ulang tradisi yang dianut, terus meragukan, meneliti, dan berusaha menemukan lagi tradisi yang lebih sesuai dengan pemaknaan mereka. Jika tradisi bersifat statis, maka tradisi akan mudah lenyap karena tidak relevan dengan perubahan zaman. Selain itu perubahan tradisi juga
8
dapat disebabkan terjadinya bentrokan dengan tradisi lain atau dengan tradisi saingannya ( Sztompka, 2007 : 73 ). Melalui pendekatan Sztompka ini, peneliti ingin melihat perubahan perilaku masyarakat Kasuran dari sebelum masuknya kasur busa, hingga setelah kasur busa ada dan mulai digunakan oleh beberapa masyarakat. Apakah perubahan tersebut berkaitan dengan mitos pantangan terhadap kasur kapuk, sehingga masyarakat memilih alternatif kasur busa untuk alas
tidur ataukah
karena alasan lain, misalnya untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan baru.
2. Tindakan Sosial : Max Weber Weber menekankan pada verstehen (pemahaman subyektif) sebagai metode untuk mendapatkan pemahaman yang valid mengenai arti subyektif tindakan sosial. Dalam metode ini yang dibutuhkan adalah empati atau kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang yang melakukan tindakan. Pemahaman mengenai tindakan rasional menurut Weber merupakan tindakan dan pertimbangan yang dilakukan secara sadar dan terpilih. Ada 4 jenis tindakan rasional yang dijelaskan oleh Weber : - Rasionalitas instrumen, yakni dengan menggunakan pertimbangan dan pilihan yang sadar berhubungan dengan tujuan dan alat yang digunakan untuk mencapainya. Untuk mencapai tujuan, seseorang memilih alat yang dianggap memiliki tingkat efektivitas dan efisiensi yang cukup tinggi. Hal itu tentu dipertimbangkan pula resiko yang dihadapi dengan penentuan tujuan dan alat tersebut.
9
- Rasionalitas yang berorientasi nilai, alat-alat hanya merupakan obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar, karena tujuan yang berhubungan dengan nilai-nilai individu bersifat absolut dan non rasional. Dengan demikian, pertimbangan rasional mengenai kegunaan dan efisiensi tidak relevan lagi. Tindakan religius mrupakan contoh rasionalita yang berdasarkan nilai ini. - Rasionalitas tradisional, tindakan sosial ini bersifat tradisi yang diperoleh secara turun temurun. Tindakan seseorang yang didasarkan pada kebiasaan tanpa adanya refleksi yang sadar atau perencanaan yang jelas. - Rasionalitas afektif, tindakan ini didominasi oleh perasaan atau emosi semata. Didapati adanya pertimbangan yang didasarkan pada kasih sayang. Kegembiraan, kemarahan, dan ketakutan misalnya menunjukkan terjadinya tindakan afektif. Pada prinsipnya tipe tindakan sosial sebagaimana disebutkan diatas merupakan tindakan sosial yang ideal. Weber mengakui, bahwa tidak banyak tindakan sosial yang sepenuhnya sesuai dengan tipe ideal yang disebutkannya. Sebagai contoh, tindakan tradisional untuk mengikuti nilai-nilai sakral tradisi dalam suatu masyarakat pada dasarnya juga mengandung rasionalitas yang berdasarkan pada nilai. Dengan kata lain, dapat pula dinyatakan baha meskipun merupakan tindakan tradisional namun perilaku menilai secara sadar akan alternatif yang dianggap paling baik dalam mencapai tujuan yang diinginkannya. Ini berarti bahwa tindakan itu bersifat rasional instrumental. Kesesuaian pendekatan Weber dalam konteks penelitian ini untuk melihat bagaimana rasionalitas masyarakat membentuk suatu perubahan perilaku dalam
10
pemilihan alas tidur pokok yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat Kasuran. Apakah pola pemikiran tradisional masih dipertahankan oleh masyarakat setempat ataukah ada perubahan ke arah modern dengan munculnya perubahan yang secara sadar dan dikehendaki bersama oleh masyarakat.
3. Teori DBO ( Desires, Beliefs, Opportunities ) : Peter Hedstrom
Sumber : Dessecting the Social Peter Hedstrom
Lingkup yang mendasari komponen-komponen DBO adalah aksi dan interaksi. Dengan kata lain DBO theory adalah penjelasan baru mengenai aksi dan interaksi. Konsep aksi merujuk pada tindakan yang telah “diniatkan” dilakukan. Seperti gambar diatas aksi atau tindakan aktor i, dipengaruhi oleh desires, beliefs maupun opportunities aktor i. Desire adalah keinginan atau kehendak. Belief adalah preposisi mengenai keyakinan yang dipegang sebagai benar, sementara Opportunities digambarkan sebagai “menu” bagi alternatif tindakan yang tersedia bagi aktor. Baik desire maupun belief adalah fenomena mental yang bisa dikatakan sebagai alasan mengapa aktor melakukan suatu tindakan.
11
Jika diterapkan dalam penelitian ini mengapa individu (dalam gambar diatas disebut actor i ) memilih kasur busa sebagai alas tidur yang digunakan sehari-hari, desire-nya bisa jadi dia ingin memiliki dan membeli alas tidur tersebut tidak peduli bagaimana individu tersebut memperoleh kasur busa tadi. Beliefs keinginan tersebut didasarkan pada keyakinannya bahwa alas tidur yang dia gunakan itu aman dan praktis digunakan, sedangkan opportunities-nya karena actor sadar dengan adanya mitos pantangan terhadap penggunaan kasur kapuk, maka setelah masuknya kasur busa, masyarakat berganti dengan menggunakan busa sebagai alas tidur yang dinilai baik dan aman. Satu penjelasan yang mungkin untuk ini adalah bahwa mereka melakukan pemilihan alas tidur yang sama karena mereka telah berinteraksi dan mempengaruhi keyakinan dan keinginan satu sama lain, sehingga ditiru oleh individu lainnya. ( Mis.Latane: 1981 )
F. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Dengan metode ini peneliti membuat suatu gambaran yang kompleks, meneliti kata-kata, laporan terperinci dari pandangan informan dan melakukan studi pada situasi yang alami. Metode penelitian kualitatif digunakan karena dapat melihat bagaimana proses terbentuknya pemaknaan dan tindakan oang-orang yang ada di dalam dunia tersebut. Metode ini lebih mampu menemukan definisi sosial
12
dan gejala sosial dari subyek, perilaku motif-motif subyektif, tindakan, persepsi, perasaan dan emosi orang yang diamati secara holistik. Selain itu metode kualitatif dapat meningkatkan pemahaman peneliti terhadap cara subyek memandang dan menginterpretasikan kehidupannya, karena hal tersebut berhubungan dengan subyek dan dunianya sendiri, bukan dalam dunia yang tidak wajar yang diciptakan oleh peneliti. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Analisis
ini
berusaha
menggambarkan
situasi
atau
kejadian
dengan
mengumpulkan data-data yang deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesa, membuat prediksi, maupun mempelajari implikasi, dan kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga semuanya dapat dikembalikan lamgsung pada data yang diperoleh. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi. menurut Edmund Husserl dalam Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik ( Mudjiyanto, 2011 ) , pendekatan fenomenologi mempelajari dan melukiskan ciriciri intrinsik fenomena-fenomena sebagaimana fenomena-fenomena itu sendiri menyingkapkan diri kepada kesadaran. Peneliti harus bertolak dari subyek (manusia) serta kesadarannya dan berupaya untuk kembali kepada “kesadaran murni”. Fenomenologi membantu peneliti memasuki sudut pandang orang lain, dan berupaya memahami mengapa mereka demikian. Metode ini tidak saja melihat sisi perspektif para partisipan saja melainkan berusaha memahami kerangka yang telah dikembangkan oleh masing-masing individu, dari waktu ke
13
waktu, hingga membentuk tanggapan mereka terhadap peristiwa dan pengalaman dalam kehidupannya. Metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi ini dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui bagaimana bentuk dan proses perubahan perilaku tidur masyarakat di Dusun Kasuran yang mayoritas masyarakatnya tidur tidak menggunakan kasur kapuk dan kemudian terjadi perubahan perilaku setelah adanya kasur busa. Beberapa masyarakat mulai terbuka dengan memutuskan alternatif kasur busa sebagai alas tidur. Melalui analisis fenomenologi ini juga, peneliti ingin melihat sejauh mana kepercayaan mitos yang ada di Kasuran kuat dipercaya dan memberikan pengaruh pada tindakan masyarakat dalam pemilihan alas tidur yang aman digunakan.
2. Lokasi Penelitian dan Subyek Penelitian Lokasi penelitian ini terletak di Dusun Kasuran Kulon, Desa Margodadi, Kecamatan Seyegan, Sleman, Yogyakarta. Subyek penelitian berasal dari masyarakat Dusun Kasuran, 6 informan dengan ciri-ciri masih mempercayai mitos dan telah menggunakan kasur busa, sedangkan 2 informan yang tidak menerima keberadaan mitos dan berani tidur dengan kasur kapuk. Pemilihan informan disesuaikan dengan kebutuhan data yang di perlukan di lapangan. Keunikan dusun ini adalah penduduknya mayoritas tidak tidur menggunakan kasur yang berbahan kapuk. Ini menjadi satu alasan yang menarik bagi peneliti untuk mengetahui sekuat apa kepercayaan masyarakat terhadap mitos pantangan terhadap alas tidur
14
berbahan kapuk dan seperti apa tindakan masyarakat dalam memilih alternatif alas tidur yang aman digunakan.
3. Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian di Dusun Kasuran Kulon ini berlangsung dari bulan Mei sampai Juli tahun 2013. Tahap penelitian awal berupa observasi awal kepada 8 informan yaitu IW, IM, BW, BS, BN, BSP, BK, dan MK. Sebagai permulaan penelitian, yang dilakukan lebih kepada pendekatan dengan masyarakat secara umum untuk mencari informasi-informasi umum mengenai mitos yang ada di Dusun Kasuran, sedangkan wawancara mendalam kepada 8 informan disesuaikan dengan waktu luang informan yang telah disepakati terlebih dahulu.
F.1 TEKNIK PEMILIHAN INFORMAN Informan penelitian ini dipilih sesuai tujuan ( purposive). Prosedur pemilihan informan memiliki karakter sebagai berikut : tidak diarahkan pada jumlah yang besar, dalam hal ini ada 8 informan yang dianggap mampu memberikan informasi yang lengkap kepada peneliti, tidak ditentukan secara kaku sejak awal, namun bisa berubah di tengah jalan sesuai dengan kebutuhan data yang dikehendaki oleh peneliti sesuai dengan tema penelitian ( pemilihan subjek sebagai informan dapat berubah setelah ada penentuan jenis informasi baru yang hendak dipahami ), tidak diarahkan pada keterwakilan atau representasi, melainkan kecocokan pada fokus penelitian yaitu mengetahui bagaimana kepercayaan masyarakat terhadap mitos kasuran di era modern seperti saat ini dan
15
seperti apa tindakan masyarakat merespon mitos yang berkembang tersebut, sehingga dapat diperoleh sumber data yang dapat dipercaya sesuai dengan informasi yang telah didapatkan selama proses di lapangan. Informan diambil berdasarkan tujuan penelitian, yang mana dalam penelitian berusaha mengetahui perubahan perilaku tidur masyarakat Kasuran setelah adanya kasur busa sebagai alternatif tempat tidur, selera ( keinginan ) dan perintah orang tua sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku tidur masyarakat.
F.2 TEKNIK PENGUMPULAN DATA a. Observasi Pengamatan ini dilakukan agar peneliti dapat mengetahui lebih dalam obyek penelitiannya. Observasi itu sendiri adalah suatu teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap subyek dimana sehari-hari mereka berada dan biasa melakukan aktivitasnya. Beberapa informasi yang diperoleh melalui observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu dan perasaan. Peneliti melakukan pengamatan berperan serta ketika terjun di lokasi penelitian. Peneliti mengutarakan maksud dan tujuan peneliti kepada informan sebelum melakukan wawancara, agar memperoleh informasi yang jelas peneliti juga bersifat netral kepada informan untuk memberi rasa nyaman dan informan tidak merasa takut memberi jawaban wawancara. Untuk mengetahui perubahan perilaku masyarakat Kasuran sebelum dan setelah adanya kasur busa, maka peneliti mencari informasi
16
bagaimana perubahan perilaku tersebut dapat terjadi dalam periode waktu yang berlangsung selama perubahan tersebut berproses. Proses penelitian ini dimulai dengan tahap awal ( go to people ), mempersiapkan pedoman pengamatan dan pedoman wawancara. Pertama, pertanyaan substantive, merupakan pertanyaan-pernyataan yang berkaitan dengan masalah substantif dalam lingkungan yang khusus. Kedua, pertanyaan yang lebih dekat dengan masalah sosiologi yang mendasar dan masalah teoritis yang lebih luas. Tahap selanjutnya melakukan pengamatan yang berperan serta ketika memasuki lapangan, peneliti menjalin hubungan baik dengan lingkungan yang diamati, tetapi tetap membatasi partisipasi sampai peneliti merasakan situasi sosial lokasi yang diteliti. Tahapan terakhir membuat laporan mengenai makna dan esensi dari realitas lapangan.
b. Wawancara Mendalam Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada informan dan jawaban-jawaban informan dicatat atau direkam. Wawancara dilakukan dua pihak yaitu pewawancara
(interviewer)
yang
mengajukan
pertanyaan
dengan
yang
diwawancarai (interviewee). Wawancara ini digunakan untuk mencari dan mengumpulkan data, sedangkan wawancara mendalam digunakan untuk menggali informasi lebih dalam atau menggali tambahan informasi apabila jawaban informan tidak jelas dengan menyampaikan pertanyaan yang tepat dan netral. Teknik pengambilan data ini membutuhkan kedekatan antara informan dengan
17
pewawancara dan penelitian berakhir jika sudah terjadi pengulangan. Ketika penelitian berlangsung, peneliti semaksimal mungkin dapat mendengarkan, memperhatikan dan merasakan, peka terhadap setiap perkataan yang dilontarkan dan mencatat seobyektif mungkin untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan sesuai tujuan penelitian. Peneliti tidak dengan mudah segera menjalin hubungan dengan subyek yang mampu membuahkan hasil pengumpulan data, tetapi harus “berusaha mengenal keadaan” dan mempelajari seluk-beluk lingkungan penelitian. Dan yang terpenting adalah peneliti tidak boleh menentang perilaku atau pernyataan subyek dan tidak mengajukan pertanyaan yang mungkin akan menempatkan subyek pada posisi defensif. Wawancara mendalam dilakukan bulan Mei pada tanggal 7, 21, dan 31, sedangkan bulai Juni pada tanggal 2, 5, dan 14. Tanggal wawancara tersebut dipilih menyesuaikan dengan waktu luang informan. Wawancara mendalam terhadap 8 informan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan data deskriptif mengenai kepercayaan masyarakat terhadap mitos dan perubahan perilaku masyarakat Kasuran dalam menggunakan alas tidur pokok yang aman dan nyaman digunakan yaitu kasur busa. . c. Dokumentasi Teknik ini dilakukan untuk mendokumentasikan segala peristiwa atau kejadian pada saat penelitian berlangsung, meliputi hasil gambar, rekaman, bukti tertulis, dan membuat catatan lapangan selama penelitian di Dusun Kasuran. Hasil dokumentasi yang dilampirkan dalam penelitian berupa bukti foto beberapa
18
informan penelitian dan foto alas tidur berupa, kasur busa dan kasur kapuk yang digunakan di Kasuran.
F.3 METODE ANALISIS DATA F.3.1 Analisis Fenomenologi Van Kaam dalam Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik ( Mudjiyanto, 2011 ) menyebutkan langkah-langkah analisis data fenomenologi yaitu: (1) mencatat seluruh ekspresi tindakan aktor yang relevan dengan tema penelitian; (2) mereduksi data sehingga tidak terjadi overlapping; (3) mengelompokkan data berdasarkan tema; (4) mengidentifikasi data dengan cara mengecek ulang kelengkapan transkrip wawancara dan catatan lapangam mengenai ekspresi actor; (5) menggunakan data yang benar-benar valid dan relevan; (6) menyusun variasi imaginative masing-masing sumber; dan (7) menyusun makna dan esensi tiap-tiap kejadian sesuai dengan tema.
1. Pengolahan Data Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah. Peneliti melakukan pemilihan dan penyederhanaan data hasil penelitian di lapangan. Catatan-catatan tertulis yang masih bersifat kasar diubah menjadi data yang bersifat halus kemudian membuang data yang tidak diperlukan. Reduksi data berlangsung terusmenerus selama penelitian agar tidak terjadi overlapping.
19
2. Penyajian Data Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam melihat hasil penelitian. Karena banyaknya data yang diperoleh, peneliti kesulitan dalam menganalisisnya, kemudian dapat melihat hubungan antara detail yang ada, sehingga dapat dipahami apa yang sedang terjadi, apa yang harus dilakukan oleh peneliti lebih jauh lagi dalam menganalisis pengambilan tindakan selanjutnya.
3. Penarikan Kesimpulan Tahapan ini merupakan serangkaian sajian data yang dituangkan dalam bentuk kalimat yang ringkas, singkat dan padat. Dalam analisa data ini, peneliti dituntut ketajaman, kedalaman, dan keluasan peneliti agar dapat menyentuh pada akar kebenaran sesungguhnya. Artinya selain harus mampu mengungkapkan melalui pisau analisisnya pada permukaan luar dari suatu perilaku atau setting social subyek, juga mampu mengungkapkan aspek permukaan dalam lapisan mengapa sesuatu tersebut terjadi.
F.4 SISTEMATIKA PENULISAN Hasil data dari penelitian disajikan dalam bentuk penjelasan data dengan uraian kalimat temuan dan analisa. Bentuk dari penyajian data tertulis dalam lima bab. Pada Bab 1 adalah pendahuluan, merupakan awal penulisan skripsi yang dimulai dengan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
20
tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian, dan sistematika penyusunan skripsi yang peneliti gunakan. Bab berikutnya adalah Bab II, mengenai obyek penelitian, termasuk didalamnya menjelaskan deskripsi wilayah penelitian yaitu wilayah Kasuran Kulon Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman Yogyakarta sebagai daerah penelitian dan keadaan demografis penduduk, penjelasan mitos, serta profil informan. Bab selanjutnya adalah Bab III, Kepercayaan terhadap mitos mempengaruhi tindakan masyarakat dalam pemilihan alas tidur, mulai masuk ke bagian analisa, mendeskripsikan jawaban dari rumusan masalah pertama yakni “Bagaimana mitos tidur tanpa kasur kapuk dipercaya oleh masyarakat Kasuran Kulon di era modern saat ini ?”. Pada Bab IV yaitu mendeskripsikan rumusan masalah yang kedua tentang “Bagaimana perubahan perilaku tidur masyarakat Dusun Kasuran setelah adanya kasur busa sebagai respon atas mitos “tidur tanpa kasur kapuk” yang ada di Dusun Kasuran Kulon” . Dan pada Bab V terakhir adalah penutup dan kesimpulan dari seluruh hasil analisis lapangan beserta beberapa catatan kritis tentang hasil penelitian.
21