BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia akhir-akhir ini mengalami tingkat pertumbuhan yang tinggi dan pertumbuhan ini akan berlangsung terus dengan percepatan yang tinggi, meskipun beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan kota lainnya telah membangun sistem yang ketat dalam kaitannya dengan pertumbuhan penduduk perkotaan di wilayah masing-masing. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tidak disertai dengan pertumbuhan wilayah, akan mengakibatkan terjadinya kepadatan penduduk. Dimana tingkat pertumbuhan penduduk dapat menambah beban berat bagi kota dalam rangka persiapan infrastruktur
baru seperti pendidikan, kesehatan serta pelayanan-pelayanan
perkotaan lainnya. Pertumbuhan
penduduk yang terus meningkat menimbulkan berbagai
macam permasalahan yang mengiringinya. Bersamaan dengan kenaikan jumlah penduduk, pendapatan juga mengalami kenaikan. Kenaikan pendapatan dan pengaruh pola hidup konsumtif telah mendorong kita untuk mengikuti pola hidup foya-foya. Pola hidup ini mempunyai dua dampak terhadap lingkungan hidup pertama; pola hidup ini membutuhkan dana yang semakin besar. Untuk mendapatkan dana itu eksploitasi sumber daya kita makin meningkat misalnya pada hutan dan aliran sungai kita. Kedua; tingkat konsumsi meningkat, mulai dari makanan dan kemasannya. Limbah yang kita hasilkan per orang semakin besar. Padahal jumlah penduduk juga bertambah. Sementara itu, pendapatan kita untuk menangani sampah masih terbatas. Akibatnya, di kota-kota besar di Indonesia banyak sampah yang bertumpuk dan berserakan. Salah satu contoh nyata kasus mengenai penanganan sampah yang menjadi berita nasional adalah masalah TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Bantar Gebang. Kasus tersebut
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa permasalahan sampah ini tidak bisa dianggap main-main. Apalagi bila dihubungkan dengan kehidupan kota besar, maka permasalahan sampah ini akan menjadi sangat urgent untuk dipecahkan. Hal ini terjadi karena pengelolaan sampah tidak diatur dan direncanakan dengan baik. Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial perekonomian suatu kota, kompleksitas permasalahan sampah pun akan meningkat. Seperti meningkatnya produksi sampah dari tahun ke tahun, menurunnya kualitas lingkungan perkotaan karena penanganan sampah yang kurang memadai, kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan yang terus meningkat tanpa diimbangi dengan penerimaan retribusi yang memadai, kesulitan mendapatkan lahan TPA (Tempat Pembuangan Akhir), teknis pengoperasian prasarana dan sarana persampahan yang juga tidak memadai dan lain-lain. Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup masyarakat telah meningkatkan jumlah timbulan sampah, jenis, dan keberagaman karakteristik sampah. Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan. Meningkatnya volume timbulan sampah memerlukan pengelolaan. Pengelolaan sampah yang tidak mempergunakan metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain akan dapat menimbulkan dampak negatife terhadap kesehatan juga akan sangat menganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungan pemukiman, hutan, persawahan, sungai dan lautan. Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Seiring dengan peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi saat ini pengelolaan sampah
Universitas Sumatera Utara
sebagian besar kota masih menimbulkan permasalahan yang sulit dikendalikan. Timbunan sampah yang tidak terkendali terjadi sebagai konsekuensi logis dari aktivitas manusia dan industrialisasi, yang kemudian berdampak pada permasalahan lingkungan perkotaan seperti keindahan kota, kesehatan masyarakat, dan lebih jauh lagi terjadinya bencana (ledakan gas metan, tanah longsor, pencemaran udara akibat pembakaran terbuka dan lain sebagainya) Disisi lain, pengelolaan sampah yang diselenggerakan oleh dinas terkait hanya berfokus pada pengumpulan dan pengangkutan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa pengolahan tertentu. Hampir semua pemerintah daerah di Indonesia, masih menganut paradigma lama penanganan sampah kota, yang menitikberatkan hanya pada pengangkutan dan pembuangan akhir. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut sudah saatnya pemerintah daerah mau merubah pola pikir yang bernuansa lingkungan. Konsep pengelolaan sampah yang terpadu sudah saatnya diterapkan yaitu dengan meminimasi sampah serta maksimasi kegiatan daur ulang dan pengomposan disertai dengan TPA yang ramah lingkungan. Paradigma baru yang diharapkan dapat mulai dilaksanakan adalah dari orientasi pembuangan sampah ke orientasi daur ulang dan pengomposan. Melalui paradigma baru ini pengelolaan sampah tidak lagi merupakan satu rangkaian yang hanya berakhir di TPA, tetapi lebih merupakan satu siklus yang sejalan dengan konsep ekologi. Berdasarkan perhitungan Direktorat Bintek-Dept.PU (1999), bila konsep pengelolaan sampah terpadu dengan strategi 3-M (mengurangi, menggunakan kembali dan mendaur-ulang) dilaksanakan, maka sampah yang akan masuk ke TPA berupa residu hanya 15 %. Sampah yang dikomposkan 40%, didaur ulang 20 % dan dibakar 25 % (Hadiwijoyo; 1983)
Universitas Sumatera Utara
Sampah merupakan salah satu bentuk limbah yang terdapat dalam lingkungan. Sumber, bentuk jenis dan komposisnya sangat dipengaruhi oleh tingkat budaya masyarakat dan kondisi alamnya, makin maju tingkat kebudayaan masyarakat makin kompleks pula sumber dan macam sampah yang ditemui. Peningkatan timbulan sampah dan semakin tingginya komposisi anorganik sampah serta menurunnya efisiensi TPA menyebabkan perlunya suatu konsep untuk mengurangi timbulan sampah yang terangkut ke TPA. Besarnya potensi sampah yang bisa didaur ulang ditentukan oleh timbulan sampah, komposisi sampah dan karakteristik sampah. Besarnya timbulan sampah ditentukan oleh status ekonomi penduduk tersebut. Semakin tinggi status ekonomi suatu penduduk maka semakin besar pula timbulan sampahnya. Berkaitan dengan permasalahan aktual yang dihadapi kota-kota besar di Indonesia, maka pengelolaan sampah menjadi bagian penting dari upaya menciptakan iklim kota yang kondusif. Seperti hal-nya kota-kota besar di Indonesia, Medan pun tidak lepas dari masalah klasik yang berkaitan dengan sampah. Besarnya jumlah penduduk, keterbatasan fungsi lahan dan tingginya tingkat konsumsi mengakibatkan bertumpuknya sampah diberbagai sudut kota. Sampah merupakan masalah perkotaan hampir di seluruh kota-kota besar di Indonesia. Di Kota Medan persoalannya lebih kompleks lantaran tidak ada intervensi dari pengambil kebijakan saat ini. Jika dibiarkan terus bakal muncul “gunung sampah”di pusat kota. Selama ini tender proyek-proyek di seluruh dinas teknis maupun perusahaan daerah di Pemerintah Kota (Pemko) Medan belum berjalan, termasuk di Dinas Kebersihan Medan. Hal ini menyebabkan Kota Medan semakin tampak lebih kotor atau jorok. Sampah-sampah di permukiman tidak terangkut dan akhirnya menyumbat drainase di saat turun hujan. Misalnya
Universitas Sumatera Utara
di Kelurahan Tegal Sari Mandala III, Kelurahan Binjai, Kecamatan Medan Denai,masalah ini seakan tidak pernah berujung. Permasalahan sampah di Medan diprediksi akan makin sulit diatasi, mengingat dua TPA yang ada yakni Namo Bintang dan Terjun sudah mendekati maksimal. Bahkan untuk TPA Terjun hanya akan bertahan paling lama dua tahun lagi. Hal ini ditegaskan Kepala Dinas Kebersihan Kota Medan Pardamean Siregar, pihaknya telah menjadikan TPA terpadu sebagai solusi sampah kota. Data Dinas Kebersihan menunjukkan selama tahun 2009-2010 Medan rata-rata membuang 1546,9 ton sampah perhari dan hanya 81,45 persen yang diangkut ke TPA, sisanya ada yang dibakar, dibuang ke sungai dan sedikit persentase di re-use. Selama ini sistem pembuangan sampah di Medan memang berkiblat pada sistem open dumping. Sebuah sistem pembuangan sampah yang dilakukan dilahan terbuka. Truk yang mengangkut sampah dari seluruh penjuru kota ditimbang untuk mengetahui volume sampah, kemudian sampah yang masuk ke TPA diratakan dengan alat berat supaya tidak menggunung. Tidak heran jika, kedua TPA saat ini, TPA Namobintang seluas 17 Ha dan TPA Terjun seluas 14 Ha cepat penuh.(Harian Tribun, senin 11 April 2011) Growth Centre Wilayah I Sumut-NAD tahun 2010 juga menjelaskan bahwa di Tempat pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang dan Desa Terjun menunjukkan sumber sampah berasal dari 21 kecamatan dan 151 kelurahan di kota medan. Komposisi sampah terdiri dari 70,69 persen bahan organik dan 29,31 persen bahan anorganik. Peningkatan volume sampah disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk. Penduduk yang besar menghasilkan sampah yang besar pula. Salah satu bentuk sampah adalah sampah domestik. Jumlah produksi sampah domestik menduduki kuantitas tertinggi
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan sampah-sampah non domestik yaitu berkisar antara 60-80 %. Bertambahnya sampah domestik sejalan dengan perkembangan pembangunan fisik dan pertambahan penduduk yang cepat, namun tidak diikuti oleh peningkatan sarana dan prasarana yang memadai. Akibat dari pencemaran sampah dapat mengganggu keseimbangan lingkungan, misalnya terjangkitnya penyakit menular, cairan terhadap rembesan sampah yang masuk kedalam drainase atau sungai akan mencemari air, serta berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap dan hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Pengaruh akibat proses pembusukan sampah dan pembakaran sampah juga akan mempengaruhi kerusakan air tanah, tanah, dan udara. Penanganan sampah harusnya dilakukan dengan pengumpulan sampah dari sumbersumbernya, dari masyarakat (rumah tangga) dan tempat-tempat umum yang dikumpulkan di TPS yang telah disediakan. Selanjutnya diangkut dengan truk yang telah dilengkapi jaring ke TPA. Bagi daerah-daerah yang belum mendapat pelayanan pengangkutan mengingat sarana dan prasarana yang terbatas
dilakukan pengelolaan sampah secara swakelola dengan
beberapa jenis bantuan fasilitas pengangkutan. Namun tidak demikian di Kecamatan Medan Denai khususnya di Kelurahan Binjai. Kebiasaan masyarakat yang membuang sampah ke badan sungai, ke parit, dibadan jalan, dilahan kosong sampai sekarang masih banyak terjadi. Harapan masyarakat membuang sampah ke sungai atau parit, sampah itu akan hanyut, karena konsep mereka bahwa badan sungai itu masih tempat pembuangan sampah. Mereka lupa bahwa jumlah penduduk yang semakin meningkat, dan jumlah sampah semakin menumpuk dari hari ke hari, telah menyebabkan pencemaran badan-badan air semakin hari semakin bertambah. Padahal sungai merupakan urat nadi masyarakat perkotaan. Karena sumber air untuk penduduk seperti PAM
Universitas Sumatera Utara
pada umumnya berasal dari sungai. Pembuangan sampah ke parit akan menyebabkan parit itu buntu, sehingga bila hujan turun, akan menyebabkan paret itu penuh dan air tidak mengalir sebagaimana mestinya, sehingga menimbulkan banjir. Selain itu sampah yang tidak terkumpul kemudian dibakar, sehingga dapat menimbulkan polusi udara. Di Kelurahan Binjai khususnya di lingkungan XVI,XVII,dan XVIII, sudah menjadi kebiasaan masyarakat membuang sampah ke badan sungai, parit, bahkan dibadan jalan, membakar sampah ditempat umum yang sering menganggu masyarakat karena terjadi pencemaran udara. Hal ini terjadi karena tidak ada sarana atau prasarana yang tersedia dari pemerintah untuk pembuangan sampah. Tidak tersedianya tempat pembuangan sampah sementara, petugas kebersihan yang mengangkut sampah rumah tangga di lingkungan tidak sepenuhnya mengangkut sampah masyarakat. Hanya segelintir orang saja yang diangkut sampahnya sehingga masyarakat membuang sampahnya sendiri ke badan sungai, badan jalan, ke lahan kosong, paret atau membakarnya di tempat yang padat penduduk. Di tempat-tempat tertentu, khususnya disetiap pemukiman padat penduduk, hampir selalu ditemukan tumpukan sampah. Baik itu dilingkungan tempat tinggal masyarakat maupun di lahan-lahan kosong. Kondisi ini dapat kita temukan di Kecamatan medan Denai kelurahan Medan binjai. Tumpukan sampah yang berserakan di pemukiman warga dan dilahan-lahan kosong banyak di temui, sehingga menjadi pemandangan yang kurang menyenangkan. Bahkan pada waktu-waktu tertentu tumpukan sampah dibiarkan berserakan dibadan jalan sehingga banyak pengguna jalan merasa terganggu dengan kondisi jalan yang kotor, bau dan becek Produsen
utama
sampah
adalah
masyarakat,
sehingga
masyarakat
harus
bertanggungjawab terhadap sampah yang mereka produksi. Konsep penanganan sampah
Universitas Sumatera Utara
yang baik adalah penanganan sampah yang dimulai disumbernya. Semakin dekat dengan sumbernya maka semakin besar rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab orang untuk mengelola sampahnya. Sumber sampah yang berasal dari masyarakat, sebaiknya dikelola oleh masyarakat yang bersangkutan agar mereka bertanggungjawab terhadap sampahnya sendiri. Pada setiap kepala rumah tangga harusnya mempunyai kesadaran akan lingkungan sehingga dapat melakukan pemilahan atau pemisahan sampah dirumahnya. Sampah basah dan sampah kering dipisahkan masing-masing dengan tempat yang berbeda. Sampah plastik dipisahkan dalam kantong plastik yang nantinya akan dibakar. Tempat pembakaran harus jauh dari tempat pemukiman warga sehingga tidak terjadi pencemaran udara. Sampah basah atau kering dapat dipilah-pilah lagi kalau diperlukan untuk pembuatan pupuk atau kompos. Sampah yang tidak bisa diolah dirumah dibuang ke TPS. Dengan adanya partisipasi dari masyarakat dalam hal pengelolaan sampah dirumah maka lingkungan akan terjaga kelestariannya, sampah tidak berserak dimana-mana, dan tidak akan terjadi kepenuhan sampah di TPA seperti yang dialami ke dua TPA di Medan. Pada hakekatnya permasalahan dalam mengelola sampah bukan hanya menjadi tanggungjawab satu pihak, tetapi merupakan tanggungjawab semua pihak. Salah satu faktor penentu keberhasilan upaya pengelolaan sampah perkotaan menuju kota Medan bersih dan berwawasan lingkungan sesuai dengan visi Dinas Kebersihan Kota Medan adalah keterlibatan/partisipasi masyarakat setempat. Sebab, masyarakat pada hakekatnya adalah sumber awal penumpukan sampah. Untuk itu, masyarakat pulalah yang harus berperan untuk menjalankan fungsi tertentu dalam konteks manajemen persampahan. Dalam hal ini, salah
Universitas Sumatera Utara
satu peran penting yang dapat dijalankan oleh masyarakat adalah melakukan pemisahan sampah sejak dari sumbernya. Para pemulung dapat dengan mudah mengambil sampah non-organiknya, sementara para pembuat pupuk kompos sampah juga dengan mudah mengambil sampah organiknya. Dengan demikian, tumpukan sampah di TPA segera berkurang. Bahkan sangat mungkin bahwa sampah yang sudah terpisah tidak perlu dibawa lagi ke TPA, karena sudah di TPS masyarakat baik itu pemulung maupun pembuat kompos telah memanfaatkan sampah tersebut. Selama ini yang menyebabkan TPA menumpuk adalah tercampurnya sampah organik dan non-organik. Untuk pemisahannya akan diperlukan biaya yang tinggi serta waktu yang lama. Hal inilah yang menyebabkan beberapa permasalahan, seperti pencemaran lingkungan di sekitar TPA, tidak adanya partisipasi masyarakat dalam pengeomposan. Disisi lain harus diakui bahwa kunci persoalan sampah terletak pada persepsi dan perilaku masyarakat yang masih salah tentang sampah. Persepsi tersebut antara lain: (a) sampah adalah urusan pemerintah melalui Dinas Kebersihan Kota, (b) sampah dapat dibuang dimana saja, entah itu dijalan, disungai dan sebagainya, (c) masyarakat tidak mengetahui bahaya sampah dan akibat yang ditimbulkannya. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek yang terpenting untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu. Cohen dan Uphof (Ndraha;1970)
mengemukakan
bahwa partisipasi
masyarakat
dalam suatu proses
pembangunan terbagi atas 4 tahap, yaitu : (a) partisipasi pada tahap perencanaan, (b) partisipasi pada tahap pelaksanaan, (c) partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil-hasil pembangunan dan (d) partisipasi dalam tahap pengawasan dan monitoring.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat senantiasa ikut berpartisipasi terhadap proses-proses pembangunan bila terdapat faktor-faktor yang mendukung antara lain : kebutuhan, harapan, motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan prasarana, dorongan moral, dan adanya kelembagaan baik informal maupun formal. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor teknis untuk menanggulangi persoalan sampah perkotaan atau lingkungan pemukiman dari tahun ke tahun yang semakin kompleks. Adapun alasan saya memilih di kecamatan Medan Denai, Kelurahan Binjai karena daerah ini dianggap representative untuk menjadi lahan penelitian. Selain itu di daerah ini masih banyak masyarakat yang mempunyai kebiasaaan membuang sampah ke sungai, ke paret, badan jalan, dan lahan kosong, Sehingga banyak terdapat tumpukan-tumpukan sampah yang tentunya dapat menganggu kesehatan masyarakat. Tumpukan sampah yang menggunung di lahan kosong telah menyebar bau busuk yang sangat menganggu masyarakat sekitar. Jauhnya tempat pembuangan sampah sementara membuat warga membuang sampahnya sembarangan ditambah lagi petugas kebersihan yang tidak mengutip sampah setiap rumah tangga. Kurangnya partisipasi dan kesadaran masyarakat dalam hal pengelolaan sampah menjadi penyebab menumpuknya sampah dilahan kosong.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah pola dan bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah domestik di Kelurahan binjai?
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah domestik di Kelurahan Binjai?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pola dan bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan sampah domestik di Kelurahan Binjai 2.
Untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah domestik di Kelurahan Binjai?
1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat akademis, untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan memperkaya khasanah pendidikan dan menambah ilmu pengetahuan dibidang disiplin ilmu studi pembangunan. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan masukan, saran, dan rekomendasi kepada perusahaan, pemerintah, dan kelompok kepentingan lainnya tentang bagaimana menerapkan program pengelolaan sampah yang baik dan benar. 3. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi stakeholders, khususnya masyarakat untuk memilih dan mengajukan program pengelolaan sampah yang cocok untuk mereka.
Universitas Sumatera Utara