BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Setelah terjadi krisis yang berkepanjangan menimpa bangsa ini, pertumbuhan industri untuk wilayah Surabaya dan Sidoarjo sudah mulai bangkit dan pertumbuhannya mulai naik dengan pesat. Lokasi pertumbuhan industri mengarah ke daerah Surabaya Selatan kemudian menuju Waru Sidoarjo. Selain itu juga pertumbuhan perumahan mulai banyak di perbatasan Surabaya dan Sidoarjo. Pertumbuhan penduduk Surabaya dan Sidoarjo naik setiap tahunnya sesuai data statistik 2005 - 2009 adalah 0,5% sampai 2,5%. Penduduk kota Surabaya pada tahun 2009 adalah 2.675.158 jiwa dan kabupaten Sidoarjo pada tahun 2009 adalah 1.397.242 jiwa, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 1.1 dibawah ini. Tabel 1.1 Jumlah penduduk sesuai data statistik tahun 2009 Nama kota
Tahun Tahun Tahun 2005 2006 2007 ( jiwa ) ( jiwa ) ( jiwa ) Surabaya 2.600.976 2.633.067 2.647.283 Sidoarjo 1.266.776 1.293.111 1.316.769 Sumber : BPS Surabaya dan Sidoarjo, 2009
Tahun 2008 ( jiwa ) 2.660.381 1.352.045
Tahun 2009 ( jiwa ) 2.675.158 1.397.242
Dengan adanya kenaikan jumlah penduduk, perumahan dan industri di daerah Waru, Rungkut serta Buduran, akan memicu kenaikan beban trafo yang ada di tiga Gardu Induk, yaitu Gardu Induk Waru, Rungkut dan Buduran. Beban trafo di tiga Gardu Induk pada tahun 2009, terutama di tiga Gardu Induk tersebut sudah mencapai lebih dari 90% dari kapasitas trafo
1
terpasang, Berikut ini data beban trafo yang terpasang di tiga Gardu Induk seperti terlihat pada tabel 1.2 adalah : Tabel 1.2 Data beban trafo PLN Distribusi Jatim tahun 2009 Nama Gardu Induk G I Waru
Kapasitas Terpasang 250 MVA
Kondisi Beban puncak 225 MVA
G I Rungkut
260 MVA
G I Buduran
170 MVA
Prosentasi Beban kenaikan ideal Trafo 95 %
200 MVA
220 MVA
90 %
210 MVA
160 MVA
96 %
140 MVA
Sumber : PLN Distribusi Jatim, 2009 Dari uraian tersebut diatas, maka dalam tugas akhir ini mencari solusi
pemecahan
suatu
permasalahan
yang
berhubungan
dengan
keterbatasan kapasitas trafo yang ada saat ini di tiga Gardu Induk dan hal ini harus dicari jalan keluar dengan cara membangun satu Gardu Induk baru lagi yang lokasinya tidak jauh dari ketiga Gardu Induk tersebut. Dimana dengan ditambahnya satu Gardu Induk baru, maka pasokan daya listrik di daerah Waru, Rungkut dan Buduran dapat terlayani dengan maksimal serta dapat menurunkan prosentase beban yang ada di Gardu Induk Waru, Rungkut dan Buduran. Yang tadinya melewati angka 90% maka bisa di tekan menjadi maksimal 75% - 85% dari kapasitas trafo terpasang, karena hal tersebut untuk menjaga keandalan sistem kelistrikkan Jawa Timur ( PLN Distribusi Jatim, 2009). 1.2. Perumusan Masalah Dengan keterbatasan trafo yang ada di Gardu Induk Rungkut, Waru dan Buduran, maka perlu adanya perencanaan pembangunan Gardu Induk
2
lagi agar pasokan daya listrik di daerah Surabaya selatan dapat terlayani dengan maksimal. 1.3. Tujuan Penelitian Perencanaan Pembangunan Gardu Induk 150 kV - 200 MVA di PT. PLN Distribusi Jawa Timur APJ Surabaya Selatan yang diharapkan bisa mengatasi masalah pertumbuhan beban di Surabaya Selatan. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat tugas akhir ini adalah, dapat memberikan masukan pada PLN mengenai konsep perencanaan pembangunan Gardu Induk 150 kV-200 MVA di PT. PLN Distribusi Jawa Timur APJ Surabaya Selatan . 1.5. Sistematika Penulisan Sistematika pembahasan laporan Tugas Akhir, yaitu Bab 1 pendahuluan yang memuat latar belakang, tujuan, ruang lingkup pembahasan, serta metode yang akan digunakan dalam tugas akhir. Bab 2 tinjauan pustaka yang berisi teori – teori dasar tentang Gardu Induk. Bab 3 metodologi penelitian yang berisi pengambilan data dan pengolahan data. Bab 4 pengambilan dan pengujian data, berisi data-data yang diperoleh dari PT.PLN Distribusi Jawa Timur APJ Surabaya Selatan dan data Statistik, kemudian di analisa dengan mengunakan metode Regresi. Bab 5 perencanaan pembangunan Gardu Induk 150 kV–200 MVA meliputi pembangunan fisik dan peralatan yang akan dipasang. Bab 6 penutup memuat kesimpulan-kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil perencanaan pembangunan Gardu Induk 150 kV - 200 MVA.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Gardu Induk Gardu Induk adalah suatu tempat peralatan instalasi listrik TET (Tegangan Ekstra Tinggi), TT (Tegangan Tinggi), dan TM (Tegangan Menengah), yang berfungsi untuk : a) Transformasi tenaga listrik tegangan tinggi yang satu ke tegangan tinggi yang lain atau ke tegangan menengah. b) Pengukuran, pengawasan operasi serta pengaturan pengamanan dari sistem tenaga listrik. c) Pengaturan daya ke gardu-gardu induk lain melalui tegangan tinggi dan gardu-gardu distribusi melalui feeder tegangan menengah. Lay out dari Gardu Induk pada hakekatnya adalah suatu bentuk yang sangat dipengaruhi oleh fungsi dan hubungan-hubungan peralatan switch gear serta disesuaikan dengan sistem busbarnya. Suatu Gardu Induk umumnya merupakan unit rangkaian yang meliputi bagian-bagian busbar, circuit breaker
dan
rangkaian
peralatan-peralatan
(circuit
entry)
dengan
menggabungkan isolator-isolator dan peralatan-peralatan transformator, yang kesemuanya tersebut adalah merupakan dasar untuk menentukan suatu lay out. Selain itu prinsip dari lay out juga tergantung dari variasi-variasi tegangan dan arus, yang keduanya cenderung akan menentukan ukuranukuran dari kompenen-komponen dan jarak antara peralatan-peralatan tersebut.
4
2.2. Klasifikasi Jenis Gardu Induk 2.2.1. Menurut Jenis Pasangan Menurut penempatan peralatannya, maka Gardu Induk dapat dibagi menjadi: a) Jenis pasangan luar Gardu Induk dimana semua peralatannya dipasang diluar gedung atau pada ruang terbuka. Peralatan tegangan tinggi pasangan luar yaitu transformator utama dan peralatan penghubung (switch gear). Peralatan kontrol pasangan luar yaitu meja hubung (switching board) dan sumber DC. Jenis ini memerlukan tanah yang luas, biaya konstruksi murah, pendinginan mudah. Pada umumnya dipakai dipinggir kota dimana harga tanah murah. b) Jenis pasangan dalam Gardu Induk dimana semua peralatan tegangan tinggi dan peralatan kontrolnya terpasang di dalam ruangan. Jenis ini dipakai dipusat kota, dimana harga tanah mahal dan di daerah pantai dimana ada pengaruh kontaminasi garam, disamping jenis ini mungkin dipakai untuk menjaga keselarasan dengan daerah sekitarnya. c) Jenis pasangan setengah luar Gardu Induk dimana sebagian peralatan tegangan tingginya terpasang didalam gedung. Untuk Gardu Induk jenis ini dipakai bermacam-macam corak
dengan
pertimbangan-pertimbangan
ekonomis,
pencegahan
kontaminasi garam, pencegahan gangguan suara dan lain-lainnya. d) Jenis mobil
5
Dilengkapi dengan peralatan trailer atau semacam truk. Dipakai dalam keadaan ada gangguan disuatu Gardu Induk, untuk pencegahan beban lebih, dan untuk pemakaian sementara di tempat pembangunan. Tidak dipakai secara luas, melainkan sebagai transformator atau peralatan penghubung yang mudah dipindah-pindah diatas trailer untuk memenuhi kebutuhan dalam keadaan darurat. 2.2.2. Menurut lokasi dan fungsi Berdasarkan lokasinya di dalam sistem tenaga listrik, fungsi dan tegangannya (tinggi, menengah, atau rendah), maka Gardu Induk dapat dibagi sebagai berikut : a) Gardu Induk transmisi Gardu Induk yang mendapat daya dari pambangkit, saluran transmisi atau sub-transmisi suatu sistem tenaga listrik untuk kemudian menyalurkannya ke daerah beban (industri atau perkotaan) melalui saluran distribusi primer. b) Gardu Induk distribusi Gardu Induk yang mendapat daya dari saluran distribusi primer yang menyalurkan tenaga listrik ke pemakai dengan tegangan rendah. 2.3. Peralatan - peralatan utama Gardu Induk Gardu Induk memiliki peralatan utama tegangan tinggi yang ditempatkan secara kelompok sesuai dengan keperluan. Peralatan-peralatan utama yang terdapat pada Gardu Induk antara lain : a) Transformator Tenaga.
6
b) Transformator pengukur tegangan. c) Transformator pengukur arus. d) Pemutus Tenaga. e) Pemisah. f) Busbar (rel daya) g) Isolator-isolator. h) Lightning Arrester (LA). i) Peralatan komunikasi Power Line Carrier (PLC). Peralatan-peralatan tegangan tinggi yang dipakai di PT. PLN ( Persero) pada umumnya adalah peralatan pada tingkat tegangan yang telah distandarkan yakni : a) Tegangan Ekstra Tinggi : 500 kV b) Tegangan Tinggi
: 70 kV dan 150 kV
c) Tegangan Menengah
: 6 kV, 20 kV dan 30 kV
Pengoperasian peralatan mengikuti tata cara operasi yang telah ditetapkan oleh PT. PLN ( Persero) untuk para operator, sedangkan untuk memelihara peralatan ditangani oleh tenaga / regu pemelihara peralatan ( Arismunandar. A, 1971 ). A. Transformator Tenaga Trafo tenaga digunakan untuk menyalurkan daya listrik pada tegangan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan, bisa step up atau step down. Bagian utama transformator adalah : 1) Inti besi.
7
2) Kumparan trafo. 3) Minyak trafo. 4) Bushing. 5) Tangki dan konservator. Peralatan-peralatan bantu trafo 1) Alat pendingin (cooler). Media yang dipakai pada sistem pendingin trafo adalah berupa : a) Udara/gas. b) Minyak. c) Air, dan sebagainya. 2) Alat pengubah tap berbeban (OLTC). 3) Alat pernafasan trafo. 4) Indikator. Peralatan Proteksi 1) Rele Bucholz. 2) Pengaman tekanan lebih (Explosive Membrane). 3) Rele tekanan lebih (Sudden Pressure Relay). 4) Rele diferensial. 5) Rele arus lebih. 6) Rele tangki tanah. 7) Rele hubung tanah. 8) Rele thermos. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama trafo dioperasikan :
8
1) Persiapan kondisi fisik awal. a) Periksa seluruh keadaan fisik trafo. b) Periksa ketinggian minyak pada gelas penduga. c) Periksa kondisi seluruh indikator. d) Periksa seluruh persiapan kondisi awal trafo. 2) Peralatan bantu dan proteksi pada transformator. a) Peralatan pendingin harus dioperasikan menurut prosedurnya. b) Diperhatikan ketinggian level minyak pada konservator. c) Diadakan pengamatan-pengamatan (arus beban, tegangan sisi sekunder, temperatur minyak, dan tinggi permukaan minyak). 3) Batasan – batasan beban selama operasi trafo. Batas faktor pembebanan lebih dari trafo, menurut standar VDE dapat dilihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Batas faktor pembebanan lebih dari trafo menurut standar VDE Load Faktor
% Over Load 10 % 20 % 30 % Jam Jam Jam 50 % 3 1.5 1 75 % 2 1 0.5 90 % 1 0.5 0.25 Sumber : Persyaratan Umum Instalasi Listrik, 2000
40 % Menit 30 15 8
50 % Menit 15 8 4
B. Transformator Tegangan (PT) Prinsip kerja dari trafo ukur identik dengan trafo daya, yaitu secara induksi. Bila sisi primernya diberi tegangan, maka tegangan tersebut akan diinduksikan ke sisi sekunder dengan perbandingan yang telah ditentukan. Dengan cara demikian maka kumparan primer dan sekunder dari trafo
9
tegangan diisolasi cukup satu dengan yang lainnya, sehingga tegangan tinggi bisa ditransformasikan ke tegangan rendah. Menurut jenisnya trafo tegangan dibagi dua, antara lain : a) Transformator dengan isolasi kering/padat. Trafo ini seluruh lilitannya dimasukkan ke dalam zat tertentu yang berbentuk cairan dan hasil proses ini akan berubah menjadi padat dan kering. b) Transformator dengan isolasi minyak. Transformator ini lilitannya dimasukkan ke dalam tangki yang berisi minyak khusus untuk isolasi trafo. Pada dasarnya trafo tegangan ini bertujuan untuk menurunkan tegangan tinggi ke tegangan rendah untuk alat ukur dan pengaman. Trafo tegangan ini mempunyai kemampuan (daya) juga kelas ketelitian, biasa disebut kapasitas beban atau burden. Pada umumnya data-data tersebut terdapat pada name plate trafo tegangan. Hubungan pada trafo tegangan ada tiga cara : a) Hubungan open delta atau hubungan V Hubungan ini terdiri dari dua buah Trafo Tegangan phasa tunggal yang berhubungan seperti Gambar 2.1.
10
Gambar 2.1. Simbol trafo tegangan b) Hubungan Bintang dari trafo tegangan Pada hubungan ini salah satu sisi primer maupun sekunder dijadikan satu dan diketanahkan, dan sisi yang lain disambungkan ke tegangan kerja. c) Hubungan Phasa dengan tanah dari trafo tegangan Sambungan ini tidak jauh beda dengan hubungan bintang dari trafo tegangan, hanya perbedaannya pada tiap phasa trafo tegangan sisi primer maupun sekunder masing-masing salah satu sisinya dihubungkan ke tanah langsung. Pada umumnya cara nomor tiga ini sering dijumpai di Gardu Induk. Trafo tegangan sebelum dioperasikan atau dipasang pada instalasi terlebih dahulu dilakukan pengukuran tahanan isolasi dengan memakai megger. Pada umumnya trafo tegangan dipasang sesuai dengan kebutuhan : a) Untuk pengukuran bus bar/ rel-rel. b) Untuk pengukuran pada penghantar.
11
Transformator tegangan pada umumnya dilengkapi dengan fuse dan pemisah. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam pemeliharaan. Pemeriksaan dan pemeliharaan trafo tegangan, meliputi : a) Pemeriksaan trafo tegangan dalam keadaan operasi biasanya hanya dilakukan secara visual saja, setiap saat dilihat apakah ada kelainan misalnya : rembesan minyak, isolatornya retak/pecah, terminalterminalnya kurang sempurna, dan lain-lainnya. b) Pemeliharaan trafo tegangan biasanya dilakukan bersamaan dengan pemeliharaan pemutus tenaga jika terpasang pada penghantar. Namun bila dipasang pada bus bar, maka pemeliharaanya bersamaan dengan pemeliharaan bus bar tersebut. C. Transformator Arus (CT) Pengertian dari transformator arus pada prinsipnya sama dengan trafo ukur lainnya, tetapi pada transformator arus ada beberapa hal yang perlu diperhatikan misalnya pembenaan, pemasangan, serta kemagnitannya dalam mentransformasikan arus. Hal ini dapat dilihat pada name platenya. Untuk mengetahui batas-batas ukur dan factor perbandingan maka ditulis pada name plate dari Trafo Arus tersebut. Contoh : -
Arus primer 400 A artinya CT ini dapat dilalui arus sebesar 400 A secara kontinyu.
-
Arus sekunder 5 A artinya CT ini jika pada sisi primer mengalir arus sebesar 400 A maka pada sisi sekunder akan mengalir arus sebesar 5 A.
12
Gambar 2.2. Simbol Trafo Arus Beban suatu trafo arus adalah perkalian dari arus sekunder dengan tegangan jatuh yang dinyatakan dalam Volt Ampere (VA). Pada umumnya meter-meter tersebut memakai beban antara 0.5 – 0.7 VA. Jika suatu trafo mempunyai suatu burden sebesar 40 VA dengan arus sekunder nominal 5 A, artinya tegangan jatuh maksimum yang diijinkan adalah sebesar 8 Volt. Dalam pemasangan trafo yang telah ditentukan bebannya, maka jumlah beban meter-meter atau rele-rele yang tersambung dibatasi. Penampang kawat sisi sekunder tidak boleh terlalu kecil, minimum memiliki penampang 4 mm², hal ini tergantung jarak posisi antara panel dengan trafo arus tersebut dipasang, yang paling penting adalah tegangan jatuh pada kawat penghubung bernilai minimum. Bila Trafo arus dibebani lebih besar dari kalasnya (lihat Gambar 2.3).
13
Gambar 2.3. Trafo arus dalam kondisi berbeban Trafo arus memiliki angka kejenuhan (n). Maksudnya adalah batas arus sisi sekunder sudah tidak linier lagi dengan arus sisi primer, hal ini akibat dari kejenuhan inti besinya. Untuk pemasangan ke meter-meter pada umumnya dipilih pada nilai n nya yang kecil. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Pembacaan meter diutamakan hanya pada batas-batas nominal. b. Jika terjadi arus hubung singkat pada sisi primer, maka arus sisi sekunder segera jenuh, sehingga meter akan lebih aman (tidak rusak).
14
Sedangkan untuk rele sebaiknya n nya harus lebih besar, karena pada saat terjadi hubung singkat pada sistem, dimana arus primer menjadi besar, rele tersebut masih berfungsi dengan baik. Polaritas dari trafo arus adalah kutub-kutub dimana pada suatu saat akan sama. Polaritas ini ada dua macam, yaitu polaritas pengurangan dan penjumlahan. Pada umumnya pengukuran mempunyai polaritas penambahan, jadi arus primer masuk di terminal K, arus sekunder mengalir dari terminal k.
Gambar 2.4. Polaritas trafo arus Pengecekan polaritas ini dapat dilakukan dengan cara menyambung terminal sisi primer K ke baterai positif melalui switch dan L ke negatif. Sedangkan sisi sekunder CT dihubungkan dengan ampere meter DC. Apabila switch ditutup dan dibuka berulang-ulang maka jarum ampere meter DC akan menyimpang ke kanan, hal ini menunjukkan bahwa polaritas CT tersebut benar. Bila jarumnya menyimpang ke kiri maka polaritasnya salah.
15
Dalam teknik pemasangan trafo arus ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain : a. Ratio/rating dari trafo arus yang tertera di name plate harus sesuai dengan kebutuhan. b. Rangkaian sekunder harus tersambung seri dan merupakan rangkaian tertutup. c. Rangkaian sisi sekunder yang tidak digunakan harus dihubung singkat. Bila rangkaian arus sekunder terbuka, sedangkan sisi primer dialiri arus, maka arus primer akan menimbulkan penguatan (excitasi) seluruhnya dan tidak ada excitasi lawan, sehingga menimbulkan panas yang dapat merusak isolasi. Hal ini juga akan menimbulkan tegangan pada sisi sekunder yang tinggi dan dapat membahayakan pemakai dan CT tersebut bisa meledak (lihat Gambar 2.5)
16
Gambar 2.5. Rangkaian arus sekunder terbuka Pentanahan pada sisi sekunder dimaksudkan untuk menjaga terjadinya kebocoran tegangan pada sisi primer, sehingga tegangan tersebut langsung terhubung ke tanah dan tidak membahayakan petugas maupun peralatan yang tersambung pada rangkaian arus sekunder. Pentanahan ini selain di terminal CT juga dipanel kontrol dan panel rele. Pengukuran tahanan isolasi ini dilakukan pada terminal-terminal baik primer ataupun sekunder terhadap tanah. Untuk sisi primer sebaiknya menggunakan megger 1000 – 5000 V, sedangkan sisi sekunder cukup dengan megger 500 V. Jika pada saat pengukuran tahanan isolasi tersebut diketemukan nilai yang mencurigakan, maka CT tersebut harus diteliti lebih lanjut.
17
D. PEMUTUS TENAGA Pemutus tenaga
adalah saklar
yang dapat digunakan untuk
menghubungkan/memutuskan arus atau daya listrik sesuai dengan rantingnya. Pemadaman busur api listrik pada waktu pemutusan dapat dilakukan oleh beberapa macam bahan yaitu : udara, minyak dan gas. Berdasarkan media pemadaman busur api listrik tersebut, pemutus tenaga dapat dibagi menjadi : a. Pemutus tenaga dengan media minyak PMT dengan banyak menggunakan minyak (bulk oil circuit breaker) PMT dengan sedikit menggunakan minyak (low oil content circuit breaker). b. Pemutus tenaga dengan media gas Media gas yang digunakan pada PMT tipe ini adalah gas SF6 (sulfur hexaflouride). Sifat-sifat gas SF6 murni ialah tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun dan tidak mudah terbakar. Pada termperatur diatas 150 0 C, gas SF6 mempunyai sifat tidak merusak metal, plastik dan bermacam-macam yang umumnya dipergunakan dalam pemutus tenaga tegangan tinggi. Sebagai isolasi listrik, gas SF6 mempunyai kekuatan dielektrik yang tinggi ( 2,5 kali kekuatan dielektrik udara) dan kekuatan dielektrik ini bertambah dengan pertambahan tekanan. Sifat lain dari gas SF6 ialah mampu mengembalikan kekuatan dielektrik dengan cepat, setelah arus bunga api listrik melalui titik nol.
18
Karena sifat-sifat gas SF6 yang lebih baik dari udara, maka busur api dapat dipadamkan lebih cepat. Penggambaran dasar hubungan dari circuit breaker control untuk operasi membuka adalah sebagai berikut :
Keterangan : 1. Pemutus tenaga 2. Relay 3. Trip coil circuit breaker 4. Baterai 5. Kontak 6. Transformer tegangan 7. Transformer arus 8. Saklar kontak bantu 9. Trip circuit
Gambar 2.6 Circuit Breaker Control
19
Dari gambar 2.6 dapat dijelaskan, apabila gangguan terjadi dalam protected circuit, relay (2) yang dihubungkan dengan CT (7) dan arus mengalir dari baterai (4) ke dalam trip circuit (9). Maka trip coil dari circuit breaker (3) mendapat energi, sehingga operating mechanic dari circuit breaker bekerja kemudian dengan hembusan gas SF6, kontak akan membuka. Auxilary switch adalah merupakan switch yang mempunyai dua posisi yaitu membuka dan menutup, sesuai dengan posisi dari circuit breaker contact. E. Pemisah ( Disconnecting Switch ) Pemisah (DS) adalah suatu alat yang dipergunakan untuk menyatakan secara visual bahwa suatu peralatan listrik sudah bebas dari tegangan kerja, oleh karena itu pemisah tidak diperbolehkan untuk dimasukkan atau dikeluarkan pada rangkaian listrik dalam keadaan berbeban. Untuk tujuan tertentu pemisah penghantar atau kabel dilengkapi dengan pemisah tanah (pisau pentanahan / earting blade). Umumnya antara pemisah penghantar atau kabel dan pemisah tanah terdapat alat yang disebut interlock. Dengan terpasangnya rangkaian interlock ini maka kemungkinan kesalahan operasi dapat dihindarkan. Macam-macam pemisah Berdasarkan fungsi a. Pemisah tanah (pisau pentanahan). b. Pemisahan peralatan. Berdasarkan penempatan a. Pemisah penghantar.
20
b. Pemisah rel. c. Pemisah kabel. d. Pemisah seksi. e. Pemisah tanah. Berdasarkan gerakan lengan-lengan pemisah a. Pemisah engsel. b. Pemisah putar. c. Pemisah siku. d. Pemisah luncur. e. Pemisah Pantograph (gunting). Berdasarkan tenaga penggerak a. Secara manual. b. Dengan motor. c. Dengan pneumatik / tekanan udara. d. Dengan hidrolik / tekanan minyak. Berdasarkan pemasangannya a. Di dalam ruangan atau pasangan dalam. b. Di luar (udara terbuka) atau pasangan luar. F. Bus Bar Di dalam Gardu Induk semua peralatan dihubungkan pada dan mengelilingi rel, corak dasar dari hubungan rangkaian ditentukan oleh sistem relnya (Bus Bar).
21
a. Rel tunggal Sederhana, ekonomis karena hanya memerlukan sedikit peralatan dan ruang. Dipakai pada Gardu Induk skala kecil yang hanya memiliki sedikit saluran keluar dan tidak memerlukan pindah hubungan sistem tenaga. Namun bila terjadi gangguan pada sistem rel, isolator pada sisi rel, pemutus beban, maka pelayanan listrik akan terputus, untuk hal ini dapat dipasang pemutus beban dan pemindah bagian.
Gambar 2.7. Rel Tunggal b. Rel ganda Sistem ini lebih banyak memerlukan isolator, rel, bangunan konstruksi baja dan ruang bila dibandingkan dengan rel tunggal. Pada gambar 2.8 tampak rel rangkap standar daya pemutusan beban panghubung rel yang dipasang diantara kedua rel. Pemeriksaan alat dan operasi sistem tenaga menjadi lebih mudah. Tidak bekerjanya rel tidak diikuti dengan tidak bekerjanya transformator atau saluran transmisi. Dimungkinkan untuk membatasi pemutusan pelayanan dan arus hubungan
22
singkat dengan membuka pemutus beban penghubung kedua rel bila gangguan terjadi pada salah satu rangkaian.
Gambar 2.8 Rel Ganda c. Rel rangkap Pada Gardu Induk dimana terdapat pemusatan saluran transmisi dan dimana diperlukan keandalan yang sangat tinggi, maka dipasanglah pemutus beban bagian pada setiap rel. d. Sistem 1,5 – pemutus beban dan sistem 2-pemutus beban. Pada sistem ini saluran transmisi dan transformator tidak usah terhenti selama pemutus tenaga dipelihara atau diperbaiki. Dalam keadaan gangguan rel, gangguan itu dapat ditiadakan dengan tidak mempengaruhi komposisi sistem tenaga. Kerugian sistem ini adalah dia membutuhkan banyak pemutus tenaga, pemisah dan ruang serta sirkit kontrol dan pengamanannya menjadi sangat kompleks.
23
Gambar 2.9 Sistem 1,5 dan 2 PMT e. Rel gelang Rel gelang hanya memerlukan ruang yang kecil dan baik untuk pemutusan sebagian dari pelayanan dan pemeriksaan pemutus beban. Sistem ini jarang dipakai dan mempunyai kerugian bahwa dari segi operasi sistem tenaga ia tidak begitu leluasa seperti sistem dua rel, rangkaian kontrol dan pengamanannya menjadi lebih kompleks.
Gambar 2.10 Rel Gelang
24
G. Isolator-Isolator Pada umumnya terbuat dari porselen atau kaca dan berfungsi sebagai isolasi tegangan listrik antara peralatan yang bertegangan dengan peralatan yang tidak bertegangan. Macam-macam isolator yang dipergunakan pada peralatan-peralatan tegangan tinggi di Gardu Induk adalah : a. Pada SUTT 1. Isolator piring penegang. 2. Isolator piring gantung. 3. Isolator tonggak saluran vertikal. 4. Isolator tonggak saluran horizontal. b. Pada peralatan lainnya adalah berfungsi sama, yakni sebagai isolasi tegangan listrik dibagian peralatan yang bertegangan dengan bagian yang tidak bertegangan. Sebagai contoh pada trafo, PMT, DS, dan sebagainya. Pada isolator umumnya dilengkapi alat bantu penting, yakni : a. Tanduk busur yang berfungsi untuk melindungi isolator pada peristiwa flash over di isolator tersebut. b. Cincin perisai (grading ring), yang berfungsi untuk meratakan distribusi medan listrik dan distribusi tegangan yang terjadi pada isolator. H. Arrester Arrester adalah alat pengaman bagi peralatan listrik terhadap tegangan lebih yang disebabkan oleh petir atau surja hubung (switching surge), alat ini berfungsi sebagai by-pass disekitar isolasi yang membentuk jalan mudah
25
dilalui oleh arus kilat ke sistem pentanahan sehingga tidak menimbulkan tegangan lebih yang tinggi dan tidak merusak isolasi peralatan listrik. By-pass ini harus sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu aliran daya sistem frekwensi 50 Hz. Jadi pada keadaan normal, arrester berlaku sebagai isolator dan bila timbul tegangan surja, alat ini bersifat sebagai konduktor yang tahanannya relatif rendah, sehingga dapat meneruskan arus yang tinggi ke tanah. Setelah surja hilang, arrester harus dapat dengan cepat kembali menjadi isolasi. Sesuai dengan fungsinya, yaitu arrester melindungi peralatan listrik pada sistem jaringan atau surja hubung, maka umumnya arrester di pasang pada setiap ujung SUTT yang memasuki Gardu Induk. Di Gardu Induk besar ada kalanya pada trafo dipasang juga arrester untuk menjamin terlindungnya trafo dan peralatan lainnya dari tegangan lebih tersebut. I. Power Line Carrier Cara lain dari propagasi gelombang melalui konduktor logam adalah dengan teknik arus carrier pada frekuensi radio yang rendah, pemancar radio pada umumnya menggunakan udara sebagai medium propagasi gelombang, semua jenis saluran logam : SUTT, kabel dapat dipakai untuk menyalurkan gelombang carrier tersebut. Power Line Carreir (PLC) adalah salah satu propagasi yang disebut diatas pada SUTT 3 fasa, dapat juga melalui konduktor dua kawat (misalnya pada saluran distribusi), tetapi pada SUTT yang biasa konduktornya lebih besar, jarak antar konduktor lebih jauh maka PLC pada SUTT maka lebih dapat diandalkan disamping atenuasinya rendah.
26
Gelombang PLC ini merambat pada SUTT ratusan kilometer tanpa diperlukan repeater sebagai penguat signal, PLC bekerja pada daerah frekuensi 30 kHz – 300 kHz, dimana pada daerah ini cukup tinggi untuk terganggu terhadap frekuensi 50 Hz (frekuensi jala-jala) dan redaman yang dialami belum terlalu tinggi, dengan band frekuensi ini maka akan terdapat 30-50 kanal PLC dengan lebar band 4 KHz sesuai standart suara manusia. Perbedaan utama antara transmisi tenaga listrik dan transmisi PLC pada frekuensi operasi, pada dasarnya karakteristik kedua jenis gelombang tersebut sama namun banyak faktor penting pada frekuensi carrier yang diabaikan pada frekuensi jala-jala, misalnya jaringan transmisi secara listrik lebih pendek terhadap frekuensi jala-jala (hanya seper sekian panjang gelombang). Suatu power sistem membutuhkan sistem komunikasi yang efisien dan ekonomis, misalnya beberapa pengguna PLC dibawah ini : A. Supervisory Control Dipakai untuk circuit breaker, tap changer pada trafo, temperatur minyak dan kumparan trafo, status dari switch trafo, load sheilding relays. Status dan security terhadap operasi yang salah dari peralatan-peralatan di monitor dengan aliran sistem, misalnya untuk automatic tap changer, bus voltage, circuit breaker, gas turbin alam dan sebagainya. B. Automatic Generation and Control (AGC) Meliputi unit commitment dan energi management dari sistem pembangkit,
AGC
menentukan
tindakan-tindakan
pengendalian
dari
pembangkit untuk menjaga kestabilan frekuensi devisiasi waktu dan frekuensi
27
di monitor dan dihitung untuk kemudian diadakan tindakan pengaturan pembangkit dan mengirimkan pulsa-pulsa control. C. Sistem telemetering Misalnya arus feeder, Watt, VARS, kWh, kVARh. D. Proteksi Relay-relay, pilot melalui PLC juga dengan prioritas pengiriman paling tinggi. E. Peralatan Power Line Carrier (PLC) Peralatan PLC dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu : a) Peralatan outdoor Terdiri dari : -
Wave Trap (WT)
-
Couppling Capasitor (CC)
-
Line Matching Unit (LMU)
-
Protective Device (PD)
b) Peralatan indoor terdiri dari : -
PLC terminal
-
PABX PLC
-
Tele proteksi
-
Batere charger 48 volt
-
Power distribusi frame
-
Main distribusi frame
-
Alat-alat bantu lain
28
Sistem kerja PLC sebagai control antara lain sebagai berikut : a) Gelombang carrier dipancarkan oleh stasiun A dan kemudian ditangkap oleh stasiun B, begitu pula sebaliknya. Hasil dari penangkapan receiver digunakan untuk memberi komando kepada relay. b) Terpancarnya gelombang carrier oleh transmisi dikomando oleh relay yang bekerja saat ada gangguan pada saluran transmisi. Pada keadaan normal tidak ada gangguan maka tidak ada pemancaran carrier maupun penerimanya ( Arismunandar. A, 1979 ). 2.4. Peralatan-peralatan bantu Gardu Induk Selain peralatan-peralatan utama, di Gardu Induk juga terdapat peralatan-peralatan bantu yang menunjang kerja atau operasi dari peralatan utama. Meskipun hanya sebagai peralatan bantu, namun peran peralatanperalatan tersebut cukup vital. Peralatan-peralatan bantu tersebut antara lain adalah : 2.4.1. Rectifier Rectifier adalah penyerahan, yang mengubah tegangan AC (bolak-balik) menjadi tegangan DC (searah). Arus searah (DC) dapat diperoleh dari 3 (tiga) macam alat dan sumber yaitu : a) Mengubah energi mekanik menjadi energi listrik arus searah. b) Transformator + Dioda energi arus bolak-balik. c) Baterai / Battery : Pengubah energi kimia menjadi energi arus listrik searah secara murni.
29
Dari ketiga macam sumber DC tersebut diatas berdasarkan pertimbangan teknik dan ekonomi, akan memilih alternatif b dan c. Alternatif b adalah rectifier, hanya dapat berfungsi apabila sumber AC/input tidak terganggu . Begitu terjadi gangguan, maka hilang pulalah energi DC. Sedangkan alternatif c adalah baterai, dimana battery juga memiliki keterbatasan waktu suplai DC, yaitu dibatasi dengan kapasitas DC. Artinya baterai hanya dapat mengalirkan arus ke rangkaian beban dalam waktu/jam tertentu untuk memberikan tegangan tertentu, setelah kapasitasnya habis dan harus di isi (charge) ulang. 2.4.2. Baterai Baterai adalah suatu alat yang menghasilkan energi listrik dengan proses kimia. Baterai dapat berupa susunan beberapa sel atau hanya satu sel saja. Tiap sel dari baterai terdiri dari elektroda positif (+), elektroda negatif (-) dan elektrolit. Jenis elektroda dan elektrolit ini tergantung dari pabrik yang memproduksi baterai tersebut. Elektroda-elektroda positif atau anoda (+) dan negatif atau katoda (-) adalah merupakan kepingan plat yang berbentuk rangka dari besi (Fe) atau timah (Pb) dan disebut grid yang berfungsi sebagai penghantar arus dan tempat kedudukan material aktif. Material aktif adalah suatu material yang bereaksi secara kimia untuk menghasilkan tenaga listrik pada saat pengosongan (discharge) dan mengubah tenaga listrik menjadi tenaga kimia pada saat pengisian (charge). 2.4.2.1. Fungsi Baterai Baterai adalah merupakan suatu sumber atau sumber arus searah (DC) yang dapat digunakan untuk keperluan yang bermacam-macam. Di dalam
30
pusat-pusat Pembangkit Tenaga Listrik dan Gardu Induk baterai berfungsi untuk keperluan pelayanan bantu (auxiliary service ) yang meliputi : a) Kontrol, pengawasan (security), tanda-tanda, isyarat (signaling & alarm sistem). b) Motor – motor untuk pemutus tenaga ( circuit bresker ), pemisah (DS), dan pengubah tap trafo (tap changer). c) Relai proteksi. d) Penerangan
darurat
(emergency
lighting),
pemanas,
dan
telekomunikasi. e) Diesel starting. Umumnya baterai yang digunakan sebagai sumber arus searah (DC) pada pusat-pusat Pembangkit Tenaga Listrik dan Gardu Induk adalah baterai jenis alkali nickle-cadmium (Ni-Cd).
Gambar 2.11 Pembentukan ion-ion dalam elektrolit
31
2.4.3.
Relay Pengaman
2.4.3.1. Fungsi Dan Peranan Relay Pengaman Nilai investasi peralatan-peralatan listrik pada suatu Gardu Induk sedemikian besarnya sehingga perhatian yang khusus harus diutamakan agar setiap peralatan tidak hanya dapat beroperasi dengan efisien dan optimal, tetapi juga harus teramankan dari kecelakaan atau kerusakan yang fatal. Kerusakan yang fatal dapat menimbulkan : a) Kerugian biaya investasi. b) Kerugian operasi (lougoustage). c) Terganggunya pelayanan (fault service). Untuk relay proteksi sangat diperlukan pada peralatan Gardu Induk. Hampir semua peralatan listrik Gardu Induk tidak dibiarkan operasi tanpa adanya proteksi. Relay proteksi adalah suatu perangkat kerja proteksi yang mempunyai fungsi dan peranan : a) Memberikan sinyal alarm atau melepas pemutus tenaga dengan tujuan mengisolir gangguan atau kondisi yang tidak normal seperti adanya beban lebih, tegangan rendah, kenaikan suhu, beban tidak seimbang, daya kembali, frekuensi rendah, hubung singkat dan kondisi tidak normal lainnya. b) Melepas peralatan yang berfungsi mengamankan mesin listrik dan mencegah kerusakan isolasi. c) Melepas peralatan yang terganggu secara cepat dengan tujuan mengurangi kerusakan yang lebih berat. Contoh : bila suatu mesin
32
listrik secara cepat dilepaskan setelah terjadinya gangguan pada belitan, maka sebagian kumparan saja yang perlu diperbaiki. Tetapi apabila gangguan terjadi terus menerus maka kemungkinan seluruh belitan akan rusak dan memerlukan perbaikan total. d) Melokalisir kemungkinan dampak
gangguan dengan memisahkan
peralatan yang terganggu dari sistem. Peralatan yang terganggu dapat menyebabkan gangguan pada peralatan lainnya yang berada dalam sistem. e) Melepas peralatan atau bagian yang terganggu secara cepat dengan maksud menjaga kestabilan sistem, kontinuitas pelayanan dan unjuk kerja sistem. 2.4.3.2. Jenis relay pengaman pada Gardu Induk Relai pengaman yang terpasang pada Gardu Induk secara umum dapat dibagi menjadi lima jenis pengaman, yaitu : a)
Pengaman saluran (penyulang tegangan menengah dan transmisi tegangan tinggi).
b)
Pengaman Bus bar (relay daya).
c)
Pengaman transformator.
d)
Pengaman alat reaktor dan statik kondensor.
e)
Pengaman alat-alat bantu, trafo arus dan trafo tegangan ( PT.PLN P3B JB, 2009 ).
33
BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan dalam Tugas Akhir ini meliputi : 1) Studi literatur Mempelajari perencanaan pembangunan Gardu Induk baru 150 kV, antara lain a) Data peralatan yang akan dipasang meliputi kemampuan dan setting peralatan. b) Data beban Transformator. c) Tata letak atau Lay out Gardu Induk. Mempelajari semua peralatan -peralatan utama yang terdapat pada Gardu Induk, antara lain : a) Transformator Tenaga. b) Transformator pengukur tegangan. c) Transformator pengukur arus. d) Pemutus Tegangan (PMT). e) Pemisah (disconnecting switch). f) Busbar (rel daya). g) Isolator-isolator. h) Lightning Arrester (LA). 2) Pengambilan data, antara lain : a) Pengambilan data beban trafo 150 / 20 kV di GI Waru, Rungkut dan Buduran, meliputi data trafo tenaga 150 / 20 kV selama 5 tahun.
34
b) Pengambilan data spesifikasi trafo tegangan, trafo arus, pemutus tenaga, lightning aresster, sumber AC/DC. c) Pengambilan data PDRB sebagai referensi perkembangan penduduk dan industri selama 5 tahun. 3) Pengolahan data dengan metode Regresi Linier Untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung dan memprediksi variabel tergantung dengan menggunakan variabel bebas. Analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explained variabel) dengan satu atau dua variabel yang menerangkan (the explanatory). Variabel pertama disebut juga sebagai variabel tergantung dan variabel kedua disebut juga sebagai variabel bebas. Jika variabel bebas lebih dari satu, maka analisis regresi disebut regresi linear berganda. Disebut berganda karena pengaruh beberapa variabel bebas akan dikenakan kepada variabel tergantung. Tujuan menggunakan analisis regresi ialah : a) Membuat estimasi rata-rata dan nilai variabel tergantung dengan didasarkan pada nilai variabel bebas. b) Menguji hipotesis karakteristik dependensi. c) Untuk meramalkan nilai rata-rata variabel bebas dengan didasarkan pada nilai variabel bebas diluar jangkauan sampel. 4) Perencanaan dan pengujian
35
a) Dilaksanakan perencanaan pembangunan Gardu Induk baru meliputi data peralatan terpasang ( pemutus tenaga, pemisah, trafo, trafo arus, trafo tegangan, aresster dan peralatan pendukung di Gardu Induk ). b) Dilaksanakan pengujian peralatan terpasang mulai Trafo sampai batere apakah sudah memenuhi standar yang dijinkan, antara lain SNI, IEC, PUIL, VDE dan lain sebagainya. Prosedur penelitian dapat digambarkan seperti diagram alir berikut ini :
Mulai Studi Literatur Mempelajari perencanaan pembangunan Gardu Induk baru beserta semua peralatannya
Pengambilan Data - Data beban Trafo Gardu Induk - Data peralatan Gardu Induk - Data pertumbuhan industri dan penduduk
Pengolahan Data Dengan menggunakan metode Regresi Linier
Perencanaan pembangunan Gardu Induk
Penyempurnaan
Tidak
Apakah sesuai standart ? Ya
Selesai
Gambar 3.1 Flowchart prosedur penelitian
36
BAB V PERENCANAAN GARDU INDUK 5.1. Penentuan rating peralatan Gardu Induk Rencana klasifikasi jenis Gardu Induk adalah Gardu Induk pasangan luar ( konvensional ) hal tersebut karena : a) Biaya lebih murah. b) Operasi dan pemeliharaan mudah. c) Lahan kosong masih banyak. d) Mudah dibangun dan pembangunanya singkat. e) Harga tanah relatif murah. Dari pembahasan di Bab IV dengan menggunakan perhitungan 4.1 sampai dengan 4.8, maka perencanaan pembangunan Gardu Induk menggunakan transformator tenaga 150/20 kV - 50 MVA berjumlah 4 buah transformator. Untuk luas Gardu Induk direncanakan 234 m x 160 m sesuai PUIL tahun 2000. Peralatan Gardu Induk secara umum terbagi menjadi 2 bagian, yaitu peralatan pada sisi primer (150 kV) dan sisi sekunder (20 kV). 5.1.1. Kapasitas Transformator Tenaga Kapasitas Transformator yang dipilih sesuai perhitungan 4.1 sampai 4.5 menggunakan softwere SPSS dengan hasil seperti pada uraian di bab IV, maka kebutuhan trafo adalah yang berkapasitas 50 MVA dan tegangan kerja 150 / 20 kV. Dipandang dari segi fluktuasi tegangan, daya reaktif yang induktif dan stabilitas sistem, dikehendaki tegangan impedansi yang kecil, tetapi dipandang dari segi pembatasan arus hubung singkat, dikehendaki
37
tegangan impedansi yang besar. Dari segi perencanaan jika transformator dibuat untuk impedansi tinggi, maka tembaganya akan lebih berat, sedangkan untuk impedansi rendah, besinya yang lebih berat. Maka yang paling ekonomis adalah mengambil harga diantara keduanya seperti pada tabel 5.1 dimana untuk tegangan kerja 150 kV tegangan impedansi trafo yang diperlukan adalah 11 %. Tabel 5.1 Nilai standar tegangan impedansi transformator Tegangan primer
Tegangan
nominal ( kV )
Impedansi ( % )
11
4,5
22
5
33
5,5
66
7,5
77
7,5
110
10
154
11
187
12
220
13
275
14
Sumber : Arismunandar. A, 1971 5.1.2. Peralatan Gardu Induk pada tegangan 150 kV Pada Gardu Induk peralatan pasangan luar gedung terbagi menjadi tiga bagian, yaitu : a) Transmisi line bay. b) Transformator bay . c) Bus kopel bay.
38
Pada masing-masing bay terdiri atas peralatan pemutus tenaga, pemisah, trafo arus dan trafo tegangan. Penentuan rating pada masing-masing peralatan tergantung pada daya transformator yang akan dihadirkan dan tegangannya. A. Transmisi Line Bay Untuk penarikan transmisi diambil dari Gardu Induk terdekat, yaitu Gardu Induk Rungkut dengan tegangan 150 kV untuk mensuplay transformator dengan daya 4 x 50 MVA, tegangan 150 / 20 kV. Dengan diketahui daya dalam MVA dapat dihitung arusnya yaitu :
I
S 3 xTeg .nom
Dimana : I = Arus nominal S = Daya nyata
I
50 MVA 3 x150 .000 = 192 Amp sisi primer
I
50 MVA 3 x 20 .000 = 1443 Amp sisi sekunder
Pemutus tenaga yang dipakai pada Transmisi Bay adalah Vacuum Circuit Breaker dengan rating peralatan : a) Tegangan 150 kV sesuai tegangan jala-jala SUTT 150 kV yang dipakai PLN. b) Rating arus 1250 ampere, hal ini sesuai rumus 5.1 pada arus sisi primer bahwa untuk satu trafo In adalah 192 ampere, jadi kalau empat trafo
39
adalah 768 ampere atau pembulatan 800 ampere, maka kemampuan rating pemutus tenaga tersebut masih 64 %. Rating short circuit 40 kA ( karena jaringan transmisi di pulau Jawa radial interkoneksi, jadi rating arus hubung singkatnya diperbesar ) untuk Disconnecting Switch rating peralatan sama dengan pemutus tenaga. Rating trafo tegangan yang digunakan adalah sebagai berikut : a) Tegangan primer 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer dengan tegangan jala-jala 150 kV. b) Tegangan sekunder 110 V, karena peralatan proteksi sisi sekunder yang dibutuhkan adalah 110 V. Rating trafo arus yang digunakan adalah : a) Tegangan 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer dengan tegangan jala-jala 150 kV. b) Rasio trafo arus 1250 / 5 amper sesuai batas arus maksimum pada trafo tersebut diatas dan sesuai kebutuhan arus setting relay yang membutuhkan arus 5 ampere pada waktu pic up untuk mengerjakan kontak relay. Untuk Lightning Arrester yang digunakan adalah : a) Tegangan 150 kV karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer dengan tegangan jala-jala 150 kV. b) Arus pelepasan 10 kA, sesuai PUIL tahun 2000 pasal 2.1.6 ayat 2.2 tentang konfigurasi sistem PLN P3B Jawa Bali.
40
Untuk konduktor Bus Bar menggunakan ACSR 2 x 340 mm dengan arus nominal 1480 ampere. Data rating peralatan tersebut diatas mengacu pada standar PUIL tahun 2000 pasal 2.1.6 ayat 2.2 dan konfigurasi sistem yang ada di PLN P3B Jawa Bali. B. Transformator Bay Transformator yang direncanakan dipasang pada Gardu Induk tersebut adalah 50 MVA dengan tegangan primer 150 kV, rating peralatannya adalah :
I
S 3 xTeg .nom
I
50 MVA 3 x150 .000 = 192 Amp sisi primer
I
50 MVA 3 x 20 .000 = 1443 Amp sisi sekunder
Maka untuk pemutus tenaga yang dipakai pada Transformer bay adalah Vacum Circuit dengan rating yang digunakan adalah : a) Tegangan 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer dengan tegangan jala-jala 150 kV. b) Rating arus 1250 A, mengacu pada standar PUIL tahun 2000 pasal 2.1.6 ayat 2.2 dan konfigurasi sistem yang ada di PLN P3B Jawa Bali. c) Rating short circuit 40 kA, karena jaringan transmisi di pulau Jawa radial interkoneksi, jadi rating arus hubung singkatnya diperbesar dan PUIL tahun 2000 pasal 2.1.6 ayat 2.2.
41
Rating Disconnecting Switch yang digunakan adalah : a) Tegangan 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer dengan tegangan jala-jala 150 kV. b) Rating arus 1500 ampere, karena kapasitas harus lebih besar 10% dari arus pada pemutus tenaga. c) Rating short circuit 40 kA, karena jaringan transmisi di pulau Jawa radial interkoneksi, jadi rating arus hubung singkatnya diperbesar dan PUIL tahun 2000 pasal 2.1.6 ayat 2.2. Rating trafo arus yang digunakan adalah : a) Tegangan 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer dengan tegangan jala-jala 150 kV. b) Rasio trafo arus 400-200 / 5 ampere sesuai kapasitas arus sisi primer pada trafo yang terpasang dan sesuai kebutuhan arus setting relay yang membutuhkan arus 5 ampere pada waktu pic up untuk mengerjakan kontak relay. Rating trafo tegangan yang digunakan adalah sebagai berikut : a) Tegangan primer 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer dengan tegangan jala-jala 150 kV. b) Tegangan sekunder 110 V, karena peralatan proteksi sisi sekunder yang dibutuhkan adalah 110 V. Untuk Lightning Arrester yang digunakan adalah : a) Tegangan 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer dengan tegangan jala-jala 150 kV.
42
b) Arus pelepasan 10 kA , sesuai PUIL tahun 2000 pasal 2.1.6 ayat 2.2. Data rating peralatan tersebut diatas mengacu pada standar PUIL tahun 2000 dan konfigurasi sistem yang ada di PLN P3B Jawa Bali. C. Bus kopel bay Berdasarkan jumlah trafo yang dipasang dengan kapasitas 4 x 50 MVA dan beban dari transmisi yang mengalir pada bus A dan B, maka rating peralatan yang digunakan untuk kopel bay harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk menampung arus yang membebani kedua bus bar tersebut pada waktu paralel, maka data peralatan yang dibutuhkan adalah : Rating pemutus tenaga yang digunakan : a) Tegangan 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer dengan tegangan jala-jala 150 kV. b) Rating arus 1500 ampere, karena bus bar merupakan rel yang menampung semua arus yang mengalir, baik dari trafo maupun dari transmisi yang masuk dan sesuai PUIL tahun 2000 pasal 2.1.8 ayat 2.3. c) Rating short circuit 40 kA, karena jaringan transmisi di pulau Jawa radial interkoneksi, jadi rating arus hubung singkatnya diperbesar dan sesuai PUIL tahun 2000 pasal 2.1.6 ayat 2.2. Rating Disconnecting Switch yang digunakan adalah : a) Tegangan 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer dengan tegangan jala-jala 150 kV. b) Rating arus 2000 ampere, karena kapasitas arus harus lebih besar 10% dari arus pada pemutus tenaga dan sesuai standar SPLN.
43
c) Rating short circuit 40 kA, karena jaringan transmisi di pulau Jawa radial interkoneksi, jadi rating arus hubung singkatnya diperbesar dan PUIL tahun 2000 pasal 2.1.6 ayat 2.2. Rating trafo arus yang digunakan adalah : a) Tegangan 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer dengan tegangan jala-jala 150 kV. b) Rasio trafo arus 2000 / 5 ampere sesuai kapasitas arus yang mengalir di bus bar dan sesuai kebutuhan arus setting relay yang membutuhkan arus 5 ampere pada waktu pic up untuk mengerjakan kontak relay. Rating trafo tegangan yang digunakan adalah sebagai berikut : a) Tegangan primer 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer dengan tegangan jala-jala 150 kV. b) Tegangan sekunder 110 V, karena peralatan proteksi sisi sekunder yang dibutuhkan adalah 110 V. Data rating peralatan tersebut diatas mengacu pada standar PUIL tahun 2000 dan konfigurasi sistem yang ada di PLN P3B Jawa Bali. 5.1.3. Peralatan Gardu Induk pada tegangan 20 kV Dengan daya trafo 50 MVA arus nominal untuk peralatan pada tegangan 20 kV adalah :
I
S 3 xTeg .nom
I
50 MVA 3 x 20 .000
I = 1443 A
44
Arus hubung singkat pada trafo sisi sekunder dengan impedansi 11 % adalah :
I
Sx100 Z % x 3 xTeg .nom
I
50000 x100 11 x 3 x 20000
I = 1312 A Maka peralatan yang dipakai jenis pemutus tenaga dengan media gas SF6. Rating pemutus tenaga yang digunakan adalah : a) Tegangan 20 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi sekunder dengan tegangan jala-jala 20 kV. b) Rating arus 1500 ampere, berdasarkan pada perhitungan pada arus sisi sekunder trafo dimana sesuai pabrikan 1500 amper. Rating pemisah yang digunakan adalah : a) Tegangan 20 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi sekunder dengan tegangan jala-jala 20 kV. b) Rating arus 2000 A, karena kapasitas arus harus lebih besar 25% dari arus pada pemutus tenaga dan sesuai standar SPLN. Rating trafo arus yang digunakan adalah : a) Tegangan 20 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi sekunder dengan tegangan jala-jala 20 kV. b) Rasio CT 1500 / 5 ampere, sesuai kapasitas arus sisi sekunder pada trafo yang terpasang dan sesuai kebutuhan arus setting relay yang
45
membutuhkan arus 5 ampere pada waktu pic up untuk mengerjakan kontak relay. Rating trafo tegangan yang digunakan adalah sebagai berikut : a) Tegangan primer 20 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi sekunder dengan tegangan jala-jala 20 kV. b) Tegangan sekunder 110 V, karena peralatan proteksi sisi sekunder yang dibutuhkan adalah 110 V. Kabel sisi sekunder trafo yang digunakan XLPE 800 mm² dengan arus nominal 2550 A ( sesuai standar VDE dan IEC ), serta data rating peralatan tersebut diatas mengacu pada standar PUIL tahun 2000 dan konfigurasi sistem yang ada di PLN P3B Jawa Bali. Rating peralatan pada penyulang 20 kV dengan daya 5 MVA perpenyulang, yaitu :
I
S 3 xTeg .nom
I
5 MVA 3 x 20 .000
I = 144,5 A Peralatan yang dipakai adalah : Rating pemutus tenaga yang digunakan adalah : a) Tegangan 20 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi sekunder dengan tegangan jala-jala 20 kV.
46
b) Rating arus 200 A, karena pemutus tenaga yang ada di pabrikan paling rendah 200 ampere, maka pemutus tenaga tersebut yang digunakan. Rating pemisah yang digunakan adalah : a) Tegangan 20 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi sekunder dengan tegangan jala-jala 20 kV. b) Rating arus 400 A, karena kapasitas arus harus lebih besar 10% dari arus pada pemutus tenaga dan sesuai standar SPLN. Rating trafo arus yang digunakan adalah : a) Tegangan 20 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi sekunder dengan tegangan jala-jala 20 kV. b) Rasio CT
200 / 5 A sesuai kapasitas arus pada penyulang yang
terpasang dan sesuai kebutuhan arus setting relay yang membutuhkan arus 5 ampere pada waktu pic up untuk mengerjakan kontak relay. 5.1.4. Busbar 150 kV Busbar
utama
150
kV
Gardu
Induk
tersebut direncanakan
menggunakan trafo 150/20 kV dengan kapasitas daya total 200 MVA, maka arus pada busbar adalah :
I
S 3 xTeg .nom
I
200000 3 x150 .000
I = 769 A
47
Arus yang melalui busbar adalah 769 ampere atau maksimum 800 ampere. Pemutus tenaga yang ada dipabrikkan adalah sebesar 1250 ampere. Konduktor yang digunakan harus diatas arus tersebut. Dan konduktor yang digunakan adalah TAL 600 mm² arus nominal 1800 A ( sesuai standar VDE dan IEC ). 5.2. Koordinasi Isolasi Koordinasi isolasi bertujuan untuk menghindari kerusakan terhadap peralatan listrik karena tegangan lebih yang timbul di dalam sistem, dimana peralatan
tersebut
harus
mampu
menahan
tegangan
lebih
dengan
memperhitungkan karakteristik peralatan proteksi. Tegangan lebih yang timbul mengharuskan peralatan listrik yang dipakai mempunyai tingkat isolasi yang mampu menahan tegangan lebih yang timbul, sehingga peralatan tidak terganggu. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam koordinasi isolasi antara lain : 1. Tegangan lebih yang dapat timbul. 2. Pemilihan tingkat isolasi yang sesuai. 3. Pemakaian lightning arrester. 4. Pengetanahan Gardu Induk. 5.2.1. Tegangan lebih yang dapat timbul Tegangan lebih yang dapat timbul pada sistem adalah tegangan lebih akibat sambaran petir. Sambaran petir dapat berupa : 1. Sambaran langsung, tegangan lebih yang timbul diakibatkan sambaran langsung pada peralatan dalam Gardu Induk adalah hal yang fatal. Cara
mencegah
terjadinya
hal
tersebut
dengan
memperkuat
48
perlindungan Gardu Induk terhadap petir menggunakan kawat tanah atas (overhead ground wire). Pada kawat atas yang digunakan untuk lightning arrester terhadap sambaran langsung diatas Gardu Induk digunakan kawat atau overhead ground wire dengan kabel jenis GSW (galvanis Steel Wire) ukuran penampang 55 mm² sesuai dengan standar yang ada pada setiap Gardu Induk di Jawa Timur dengan ketinggian 18 m dengan sudut perlidungan maksimal 18° 2. Sambaran dekat, sambaran ini terjadi pada saluran transmisi. Cara mengatasi hal tersebut dengan memakai lightning arrester pada daerah transmisi. 5.2.2. Pemilihan Tingkat Isolasi Koordinasi isolasi pada Gardu Induk harus dapat melindungi peralatan dengan baik dari tegangan lebih. Dalam koordinsi isolasi bertujuan agar setiap peralatan mempunyai tingkat isolasi yang memadai. Pada Gardu Induk 150 kV peralatan pemutus beban menggunakan tingkat isolasi dasar (BIL) sebesar 150 kV x 5 = 750 kV. Pada transformator menggunakan tingkat isolasi dasar (BIL) 750/650 kV. Untuk tingkat isolasi dasar (BIL) transformator dianggap sudah memenuhi syarat bila IM (Impluse Margin) diatas 20 %, hal itu dapat dibuktikan dari perhitungan dibawah ini.
BIL IM 1 x100 % KIA Dimana : BIL = 650 kV KIA = 460 (diambil pada tegangan maksimal 168 kV)
49
650 IM 1 x100 % 460 IM = ( 1,41 – 1) x 100% = 41 % (memenuhi syarat sesuai standar PUIL tahun 2000) 5.2.3. Pemakaian lightning arrester Pemakaian lightning arrester untuk mengamankan peralatan listrik terhadap tegangan lebih yang disebabkan oleh petir. Lightning arrester akan menyalurkan ke tanah atau dibumikan agar tidak merusak peralatan listrik. Pada keadaan normal lightning arrester berfungsi sebagai isolator dan saat ada sambaran petir berfungsi sebagai konduktor. Tegangan pada lightning arrester pada saat pelepasan harus cukup rendah sehingga dapat mengamankan isolasi dari peralatan yang dilindungi. Lightning arrester dipasang pada : a) Transmisi Line Bay b) Transformator Bay Untuk jarak maksimum lightning arrester dengan transformator dan peralatan yang harus dilindungi adalah : BIL Ea
2 U X V
Dengan : BIL = Tegangan terminal dari peralatan yang dilindungi ( kV ) Ea = Tegangan pelepasan dari arrester ( kV ) U = Kecuraman muka gelombang ( kV/µs ) V = Kecepatann rambat gelombang ( m ) X = Jarak dari arrester ke alat yang dilindungi ( m )
750 630
2.1000 . x 300
50
2000.x = 36000 x = 18 meter Bila jarak peralatan yang akan dilindungi oleh lightning arrester terlalu jauh maka tegangan yang sampai pada terminal peralatan akan lebih tinggi dari tegangan pelepasan pada lightning arrester. 5.2.4. Pentanahan Gardu Induk Tujuan dari pentanahan atau grounding adalah untuk mengatasi arus gangguan yang terjadi pada saat sambaran petir mengenai Gardu Induk, yang dapat merusak peralatan didalam Gardu Induk. Sistem pentanahan peralatanperalatan pada Gardu Induk menggunakan konduktor yang ditanam secara horizontal, dengan bentuk kisi-kisi, dan pentanahan dengan batang. Untuk kawat pentanahan peralatan menggunakan kawat dengan ukuran pada hitungan berikut A Ix
log 10
33 t Tm Ta 1 247 Ta
Dengan : A = Penampang I
= Arus gangguan ketanah
T
= Lama arus gangguan
Tm = Suhu maksimum konduktor yang diijinkan Ta = Suhu keliling tahanan maksimum
51
A 40000 x
A 40000 x
33 x 0 , 75 1083 35 log 10 1 247 35
24 , 75 1048 log 10 1 269
A 40000 x
24 , 75 log 10 . 4 , 9
A 40000 x
24 , 75 0 , 69
A 40000 x 36 A = 240000 x 0,0005065 A = 121,6 mm²
Jadi menggunakan kawat BC 121,6 mm²
Umumnya pada sistem 150 kV gangguan pentanahan mesh biasanya 40% dari arus hubung singkat maksimum (40 kA), jadi diasumsikan 16 kA. Pemilihan ukuran konduktor pengetanahan ditentukan pada perhitungan yang ada pada berikut ini :
A Ix
log 10
A 16000 x
A 16000 x
33 t Tm Ta 1 247 Ta
33 x 0 , 75 1083 35 log 10 1 247 35
24 , 75 1048 log 10 1 269
52
A 16000 x
24 , 75 log 10 . 4 ,9
A 16000 x
24 , 75 0 , 69
A 16000 x
36
A = 96000 x 0,0005065 A = 48,69 mm² Dari hasil perhitungan diatas A = 48,69 mm² sedangkan penampang BC yang dipabrikan adalah 60 mm², maka kawat pentanahan yang harus dipakai pada perencanaan Gardu Induk yaitu menggunakan BC 60 mm². Maka diameter kawat adalah : πd²/4 = 60 mm² d = 8,7 mm Pengukuran tahanan tanah pada lokasi Gardu Induk tersebut adalah tanah dengan tahanan yang terukur 0,76 Ω. Jadi tahanan jenis rata-rata tanah adalah ρ = 2. π.a.R Dimana : a = 11 m ; R = 0,76 ρ = 2. π.11.0,76 = 52,5 Ω Tabel 5.2 Resistans Jenis Tanah 1
2
3
4
5
6
7
Jenis Tanah
Tanah Rawa
Tanah liat
Pasir Basah
Kerikil Basah
Tanah berbatu
Resistans
0-65
65-100
150-350
350-750
Pasir dan kerikil kering 750-2000
2000 -~
Sumber : ( Arismunandar. A, 1979 ).
53
Pentanahan pada transformator 50 MVA menggunakan NGR (Netral Grounding Resistance) pentanahan tahanan tinggi dengan tahanan 500 Ω dan arus maksimalnya 25 Ampere pada waktu 1 detik sesuai SPLN 52-3 pasal 3 tahun 1989 dengan filsafat pentanahan tahanan tinggi dimaksudkan untuk memperoleh hasil optimum dengan mengutamakan keselamatan umum, sehingga lebih layak memasuki daerah perkotaan dengan saluran udara. Perhitungan arus gangguan pada tahanan impedansi 500 ohm dihitung dibawah ini. R
V I
20000 3 I 500
23 Amp
Arus pada pentanahan 23 ampere pada tegangan 20 kV Konduktor pengetanahan mesh direncanakan dibuat dari batang tembaga keras dan memiliki konduktivitas tinggi, terbuat dari kabel tembaga yang dipilin (bare stranded copper). Konduktor tersebut ditanam sedalam 0,8 meter. Luas switch yard Gardu Induk yang direncanakan adalah 234 m x 160 m. Dan luas kisi-kisi yang direncanakan adalah 5m x 6m. Kisi-kisi pengetanahan tersambung satu sama lain dan dihubungkan dengan batang pengetanahan yang terdiri dari batang tembaga dengan ukuran panjang 5,5 meter. Direncanakan panjang konduktor dan batang dalam 21,38 meter
54
Gambar 5.1 Rencana pentanahan mesh Arus fibrilasi pada tubuh manusia dihitung dengan asumsi lama waktu gangguan 0,75 detik adalah : I
0 ,116 t
I
0 ,116 = 0,134 0 , 75
Tegangan sentuh yang diijinkan adalah Es = Ik ( Rk + 1,5 ρ ) Dengan : Ik = Arus fibrilasi 0,134 Rk = Tahanan badan manusia 1000 Ω ρ = Tahanan jenis tanah rawa 30 Ω – meter Es = 0,134 ( 1000 + 1,5. 30 ) Es = 0,134 x 1045 Es = 140 Volt
55
Tahanan mesh dari perencanaan Gardu Induk baru tersebut adalah : E m = K m . Ki . ρ . I / L Dengan : ρ = 52,5 Ω – meter I = arus gangguan adalah 16000 A L = panjang konduktor yang ditanam 21382 m n = jumlah kisi-kisi paralel adalah 33 Ki = faktor koreksi untuk ketidakmerataan adalah 0,65 + 0,172n = 6,326 D = jarak antara konduktor paralel 5 m H = kedalaman penanaman konduktor 0,8 m d = diameter konduktor kisi-kisi 0,0087 m E m = K m . Ki . ρ . I / L Em = 0,38 . 6,326 . 52,5 . 16000 / 21382 Em = 126,2 . 0,7483 Em = 94,4 Volt Tegangan mesh dalam perencanaan Gardu Induk adalah 94,4 V dan tegangan langkah yang diperbolehkan adalah 140 V. Jadi pentanahan mesh Gardu Induk baru sistem 150 kV memenuhi syarat. Tegangan langkah yang dijinkan dapat dihitung dengan rumus yang tertera di bawah ini : Et = Ik ( Rk + 6 ρs ) Dimana : Ik = arus fibrilasi 0,134 Rk = tahanan badan manusia 1000 Ω ρ = Tahanan jenis tanah rawa 30 Ω – meter
56
Maka : Et = 0,134 ( 1000 + 6 x 30 ) Et = 0,134 x 1180 Et = 158,12 Volt ( Arismunandar. A, 1979 dan PUIL, 2000 pasal 3.18.3 ). 5.3. Penempatan peralatan Karena Gardu Induk yang akan dibangun merupakan Gardu Induk konvensional maka semua peralatannya terletak diluar pada tempat terbuka. Pada masing-masing bay penggunaan dan penempatan peralatan-peralatan seperti pemutus tenaga, pemisah, trafo arus atau tegangan dan arrester terletak diluar gedung. Macam dan susunan peralatan-peralatan adalah sebagai berikut a) Transmisi Line Bay b) Transformator Bay c) Copel bus 5.3.1. Transmisi Line Bay Peralatan-peralatan yang terdapat pada transmisi line bay adalah pemutus tenaga, pemisah, trafo arus, trafo tegangan, lightning arrester. Susunan peralatan pada transmisi bay dapat dilihat pada gambar 5.3 dan untuk ukuran jarak antar peralatan yang aman minimal 150 cm atau 1 cm / kV sudah diatur dalam PUIL 2000 pasal 7.9.1 dan SPLN yang berlaku. Untuk satuan jarak dalam gambar 5.3 adalah centimeter
57
Gambar 5.2 Peralatan pada Transmisi Line ( Arismunandar. A, 1971 ) 5.3.2. Transformator Bay Peralatan-peralatan yang terdapat pada Transformator Bay Trafo Tenaga, NGR, Pemutus Tenaga, Pemisah, Trafo Arus, Lightning Arrester. Susunan peralatan pada Transformator Bay dapat dilihat pada gambar 5.4 dan untuk ukuran jarak antar peralatan yang aman minimal 150 cm atau 1 cm / kV sudah diatur dalam PUIL 2000 pasal 7.9.1 dan SPLN yang berlaku. Untuk satuan jarak dalam gambar 5.4 adalah centimeter
58
Gambar 5.3 Peralatan Transformator Bay ( Arismunandar. A, 1971 ) 5.3.3. Copel Bus Peralatan-peralatan yang terdapat pada Copel bus adalah pemutus tenaga, pemisah, trafo arus, trafo tegangan. Susunan peralatan pada Copel Bus dapat dilihat pada gambar 5.5 dan untuk ukuran jarak antar peralatan yang aman minimal 150 cm atau 1 cm / kV sudah diatur dalam PUIL 2000 pasal 7.9.1 dan SPLN yang berlaku. Untuk satuan jarak dalam gambar 5.5 adalah centimeter
59
Gambar 5.4 Peralatan pada copel bus ( Arismunandar. A, 1971 ) 5.4. Gedung dan Fasilitas Pembantu 5.4.1. Gedung Utama Gedung utama pada Gardu Induk pasangan luar untuk tegangan 150 kV biasanya terdiri dari dua lantai. Dibawah ini adalah rencana gedung pada Gardu Induk baru tersebut. Pada gedung kontrol Gardu Induk terdapat panelpanel untuk peralatan tegangan 150 kV dan 20 kV. Tata letak peralatan listrik pada gedung kontrol disesuaikan dengan fungsi masin-masin peralatan tersebut. Ruang pada gedung kontrol dibagi atas beberapa bagian seperti : a) Ruang kontrol. b) Ruang Rele dan Komunikasi. c) Ruang sell 20 kV. d) Ruang Batere dan Rectifier. e) Ruang pendukung lainnya.
60
5.4.2. Ruang kontrol dan rele Untuk ruang kontrol dan ruang rele harus diperhatikan hal-hal berikut : a) Jendela harus dibuat selebar mungkin untuk memperoleh pandangan yang jelas ke pekarangan. Kacanya harus cukup kuat supaya tidak pecah oleh angin kencang. b) Harus dipertimbangkan juga untuk menutupnya rapat-rapat terhadap berisik peralatan, khususnya dari trafo. c) Seyogiannya dipakai penerangan tak langsung atau setengah tak langsung. Jika terjadi pantulan cahaya pada kaca-kaca instrumen, pantulan itu akan menyebabkan sukarnya pembacaan, gangguan semacam ini harus dihindari. Caranya adalah dengan memilih jenis dan posisi lampu. d) Dalam kamar dimana dipasang rele pengaman yang peka, dianjurkan untuk memakai alat pendingin udara (air conditioning). e) Jika kabel kontrol masuk dari luar dengan lebih dulu disambungkan pada papan terminal didalam kamar penata kabel (biasanya di bawah lantai), dan setelah itu baru dihubungkan ke panel kontrol dan panel rele (di atas lantai), maka hal ini akan memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaannya. 5.4.3. Ruang Transformator Untuk ruang trafo perlu diperhatikan hal-hal berikut ini : a) Pada Gardu Induk pasangan luar satu unit atau beberapa unit harus dipisahkan oleh dinding. Jika dipakai trafo dengan pendinginan
61
minyak yang dipaksakan (forced oil-cooled transformer), radiatornya ditempatkan diluar gedung sehingga ruang gedung dapat dihemat. b) Jika sirkulasi udara secara alamiah sukar terjadi, perlu dipasang kipas angin untuk mencegah naiknya suhu trafo melebihi suhu nominal. c) Pipa pembuangan minyak yang berguna pada saat gangguan harus membuang minyak ke penampungan. Jika buangan minyak itu membahayakan gedung di sekitarnya,
harus disediakan tanki
pengumpul minyak itu. 5.4.4. Ruang Batere Untuk ruang batere perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a) Ruang ini tidak boleh terkena sinar matahari langsung, lembab atau bergetar.
Karena
batere
mengeluarkan
gas,
ventilisasi
dan
pengeringannya memerlukan perhatian khusus. b) Cat anti-asam harus dipakai pada dinding, bagian-bagian logam dan kerangka landasan, serta lantainya harus diberi lapisan isolator. c) Tempat penyimpanan air sulingan (distilled) dan asam belerang cair harus diperhatikan ( Arismunandar. A, 1971 ). Dari uraian tersebut diatas maka untuk desain single line diagram dan gambar lay out perencanaan Gardu Induk sistem 150 kV dengan kapasitas 200 MVA dapat dilihat pada lampiran 1 sampai 4.
62
BAB VI PENUTUP 6.1. KESIMPULAN 1. Dengan menggunakan analisa regresi diprediksi beban pertumbuhan listrik di Surabaya selatan terutama di Gardu Induk Rungkut, Waru dan Buduran tahun 2010 yaitu mengalami kenaikan menjadi 682,8 MW, atau 100,4% dari kapasitas trafo terpasang, karena kapasitas trafo terpasang di tiga Gardu Induk saat ini adalah 680 MW. 2. Untuk mengatasi hal ini diperlukan pembangunan Gardu Induk baru guna mengurangi beban di tiga Gardu Induk, yaitu Gardu Induk Rungkut, Waru dan Buduran. 3. Dalam studi ini ditentukan bahwa diperlukan trafo dengan kapasitas 4 x 50 MVA untuk menggembalikan load factor dari 100,4% menjadi 75%. 6.2. SARAN 1. Dalam penelitian yang dilaksanakan di skripsi ini digunakan range data 5 tahun. Sedangkan untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna dalam suatu analisa regresi, diperlukan range data yang lebih lebar. Untuk itu perlu data load demand yang lebih banyak lagi misalnya antara 10 tahun sampai 20 tahun. 2. Hasil studi dalam skripsi dapat dijadikan bahan rujukan bagi PLN dalam pembangunan Gardu Induk 150 kV – 200 MVA.
63
DAFTAR PUSTAKA
Arismunandar, A. 1979, ”Teknik Tenaga listrik jilid III” , Jakarta , PT. Pradinya Paramita Arismunandar, A. 1971, ”Teknik Tegangan Tinggi jilid II” , Jakarta , PT. Pradinya Paramita Http://www.surabaya.eastjava.com Surabaya dalam angka 2009, Surabaya : Badan perencanaan Pembangunan Kota Surabaya dan Badan Pusat Statistik Kota Surabaya. Http://www.sidoarjo.eastjava.com Sidoarjo dalam angka 2009, Sidoarjo : Badan perencanaan Pembangunan Kabupaten Sidoarjo dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoarjo. PT. PLN ( Persero ) P3B JB, Bidang Perencanaan PT. PLN ( Persero ) P3B JB REGION JAWA TIMUR DAN BALI PT. PLN ( Persero ) P3B JB, Bidang Operasi Sistem PT. PLN ( Persero ) P3B JB REGION JAWA TIMUR DAN BALI PT. PLN ( Persero ) DISTRIBUSI JATIM, Bidang Perencanaan PT. PLN ( Persero ) DISTRIBUSI JATIM APJ SURABAYA SELATAN
Sulaiman, W. 2002, “Stastistik Non-Parametrik”, Contoh pemecahannya dengan SPPS, Jakarta, Penerbit Andi
kasus
dan
Sunyoto, D. 2009, “Analisis Regresi dan Uji Hipotesis”, Yogyakarta, Penerbit MedPress
64
LAMPIRAN Lampiran 1 Gambar single line diagram rencana Gardu Induk
65
Lampiran 2 Gambar lay out rencana Gardu Induk ( ada di file autocat Layout GI )
66
Lampiran 3 Berikut ini adalah gambar-gambar bangunan denah Gardu Induk
67
Lampiran 4 Data peralatan yang akan dipasang di Gardu Induk sesuai PUIL tahun 2000 PMT 150 kV Merk Type Arus Breaking Current Jenis PMT Jenis Gas Tegangan kerja Tahun pembuatan
: : : : : : : :
ABB LTB 170 D1 3150 A 40 KA Gas SF6 170 kV
PMS BUS 150 kV Merk Type Arus Tegangan Tahun pembuatan
TRAFO 150/20 kV-50 MVA Merk Type Vektor grup Arus Tegangan kerja Daya Impedansi Tahun pembuatan
: : : : : : : :
ABB TSPH-95508 / 900 YnynO ( D11 ) 1700 A 150 / 20 kV 50 MVA 12,5%
: : : :
TELEMA.SPA CO.7979 28 A 500 Ohm
Merk Type Tegangan Burden Class Tahun pembuatan
: : : : : :
RITZ OSKF 170 1000-2000 / 5 A 40 KA 170 kV
: : : : :
ALSTHOM UHC-170-2 170 kV 100 VA 1
PMT 20 kV Merk Type Tegangan Arus Breaking Current Tahun pembuatan
CT 150 kV Merk Type Rated current Burden Tegangan kerja Tahun pembuatan
ALSTHOM S2DA/CS630 1250 A 170 kV
PT 150 kV
NGR 20 kV Merk Type Arus Resistance
: : : : :
: : : : :
GOLD STAR GVB-M2000-1000 24 kV 2000 A 25 KA
LA 150 kV Merk Type Burden Tegangan Tahun pembuatan
: : : : :
DELLE ALSTHOM PYB 175 10 KA 170 kV
68
Data relay proteksi trafo yang rencana dipasang pada Gardu Induk. T87 Merk Type Setting CT Primer CT Sekunder
: : : : : :
Differential Relay GEC ALSTHOM MBCH-12 Ip = 150 A ; Is = 150 A 400 / 5 A 2000 / 5 A
TP51 Merk Type Setting CT Primer
: : : : : :
Over Current Relay ( sisi primer ) GEC ALSTHOM MCGG – 62 I > : 3,0 A = 240 Amp ; t > : TD 0,35 I >> : 24,0 A = 1920 Amp 400 / 5 A
TS51 Merk Type Setting CT Sekunder
: : : : :
Over Current Relay ( sisi sekunder ) GEC ALSTHOM MCGG – 62 I > : 4,5 A = 1800 Amp ; t > : TD 2,5 2000 / 5 A
NP51 Merk Type Setting CT Primer
: : : : :
Over Current Ground Relay ( sisi primer ) GEC ALSTHOM MCGG – 22 I > : 1,25 A = 100 Amp ; t > : TD 2 sec 400 / 5 A
NS51 Merk Type Setting CT Sekunder
: : : : :
Over Current Ground Relay ( sisi sekunder ) GEC ALSTHOM MCGG – 22 I > : 0,75 A = 750 Amp ; t > : TD 5 sec 2000 / 5 A
64 V Merk Type Setting PT
: : : : :
Over Voltage Ground Relay GEC ALSTHOM MVTU - 13 V> : 10 V = 2 kV ; t > : 5 sec 22000 / 110 V
F.84 O Merk Type Setting PT
: : : : :
Over Voltage Relay GEC ALSTHOM MVTU - 12 V> : 112,5 V = 22,5 kV ; t > : 9,9 sec 22000 / 110 V
F.84 U Merk Type Setting PT
: : : : :
Under Voltage Relay GEC ALSTHOM MVTU - 11 V> : 80 V = 16 kV ; t > : 9,9 sec 22000 / 110 V
69
Data relay proteksi penghantar yang rencana dipasang pada Gardu Induk. 21 / 44 Merk Type Current Voltage Setting
: : : : : :
Distance Relay TOSHIBA ELEKTRO MEKANIK 2000 / 5 A 154.000 / 110 V Zone 1 : 0,38 Ohm ; Inst sec Zone 2 : 0,57 Ohm ; 0,40 sec Zone 3 : 2,00 Ohm ; 0,70 sec Zone 3’ : 3,00 Ohm ; -- sec
51 Merk Type Setting CT
: : : : :
Over Current Relay GEC ALSTHOM MCGG – 62 I > : 4,5 A = 1800 Amp ; t > : TD 2,5 2000 / 5 A
N51 Merk Type Setting CT
: : : : :
Over Current Relay GEC ALSTHOM MCGG – 22 I > : 0,75 A = 750 Amp ; t > : TD 5 sec 2000 / 5 A
70