BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian Persaingan di dalam organisasi merupakan konsekuensi logis untuk maksimalisasi fungsi utilitas yang terkendala oleh sumber daya yang terbatas. Persaingan bisa menjadi baik jika dapat memacu individu untuk menjadi lebih baik dan secara alamiah mengatur distribusi sumber daya kepada mereka yang terbaik. Namun, perilaku manusia tidak selalu rasional, tidak selalu memaksimalkan fungsi utilitasnya, tidak selalu terencana dengan baik dan tidak selalu berada dalam situasi “bersaing” untuk mencapai yang terbaik (Gudono, 2014). Kreitner dan Kinicki (2005) menyatakan bahwa para karyawan lebih cenderung termotivasi pada saat mereka yakin bahwa prestasi kerja mereka akan diakui dan diberi penghargaan yang setimpal. Lebih lanjut bahwa motivasi perilaku secara langsung dipengaruhi oleh kemampuan dan pengetahuan (keterampilan) individu, motivasi, dan suatu kombinasi dari faktor yang memungkinkan dan membatasi konteks pekerjaan. Adapun motivasi adalah proses-proses psikologis yang meminta mengarahkan, arahan dan menetapkan tindakan sukarela yang mengarah pada tujuan. Motivasi menunjukkan suatu proses yang menjelaskan tentang intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu dalam mencapai tujuannya. Intensitas berpengaruh terhadap seberapa giatnya seseorang dalam berusaha. Arah berkaitan dengan upaya
1
seseorang dalam mencapai tujuan yang sifatnya menguntungkan organisasi. Adapun ketekunan menjadi tolak ukur seberapa lama seseorang bisa mempertahankan niatnya (Hanggraeni, 2011). Setiap individu pada hakekatnya memiliki motivasi yang dapat memicu semangat kerjanya. Semangat yang dimiliki oleh seseorang tersebut dapat bersumber dari dirinya maupun dari luar, dimana kedua bentuk tersebut akan lebih baik jika kedua-duanya bersama-sama menjadi pendorong terhadap motivasi seseorang (Fahmi, 2013). Bentuk-bentuk motivasi yang dimaksud adalah motivasi ekstrinsik (dari luar) dan motivasi intrinsik (dari dalam diri seseorang/kelompok). Motivasi ekstrinsik muncul dari luar diri seseorang, yang selanjutnya dapat mendorong untuk menumbuhkan semangat pada diri orang tersebut untuk mengubah seluruh sikap yang dimiliki saat ini menjadi lebih baik. Sedangkan motivasi intrinsik lebih ke arah dari dalam diri seseorang yang muncul dan tumbuh berkembang, sehingga dapat mempengaruhi dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu secara bernilai dan berarti (Fahmi, 2013). PT Bank DKI berusaha meningkatkan motivasi pegawainya dengan cara memberikan benefit yang maksimal seperti seringnya memberikan bonus kepada pegawai seperti pemberian jasa produksi, bonus atas kinerja pegawai, bonus saat kantor merayakan ulang tahun, bonus untuk anak sekolah saat bulan Juni, bonus
2
dalam menyambut puasa di bulan Ramadhan, pemberian tunjangan pakaian dinas, tunjangan cuti tahunan maupun cuti besar per 5 (lima) tahun sekali, tunjangan akhir tahun serta bonus hari raya Idul Fitri, Idul Adha dan Natal. Sehingga dari sisi reward, pegawai sudah mendapat motivasi secara ekstrinsik. Selain motivasi ekstrinsik, perusahaan juga dituntut untuk memenuhi motivasi instrinsik karyawan. Herzberg dalam penelitiannya menghasilkan dua kesimpulan yang spesifik. Pertama, ada kondisi faktor eksternal dalam konteks pekerjaan. Di antaranya penggajian, status dan kondisi pekerjaan. Pada saat ini kondisi tersebut tidak memberikan kepuasan pegawai dan juga tidak dapat memotivasi pegawai, tetapi ketiadaan hal tersebut menimbulkan ketidakpuasan (Gibson et al, 2009). Yang kedua, kondisi faktor intrinsik, yaitu tentang isi dari pekerjaan. Kondisi ini termasuk perasaan untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi, bertambahnya tanggung jawab dan pengakuan dari orang lain. Ketiadaan kondisi tersebut tidak memperlihatkan kekecewaan yang tinggi. Tetapi saat ini, hal-hal tersebut dapat menjadikan motivasi yang kuat dan dapat menghasilkan kinerja yang baik. Yang bisa disebut satisfiers atau motivators (Gibson et al, 2009). Kreps (1997) mengatakan bahwa kebanyakan dalam situasi pegawai di mana motivasi intrinsik bernilai tinggi, pegawai selalu berhasrat untuk melanjutkan hubungan personalnya sesama pegawai dan berusaha mengembangkan modal yang spesifik untuk pekerjaannya. Hal ini juga menyangkut masalah pekerjaan di masa depan dan mungkin biaya untuk relokasi. Jika pegawai takut untuk di pecat, dimana hasilnya lebih rendah daripada usahanya, insentif melalui ektrinsik dapat bekerja. 3
Teori efisiensi upah adalah jika pegawai dibayar diatas upah pasar, akan tetap menimbulkan motivasi bagi pegawainya. Hal yang sama berlaku untuk promosi yang memungkinkan dan tergantung dari kualitas pekerjaan seseorang. Motivasi intrinsik akan muncul ketika pada saat respon pegawai melepas atau mengabaikan ektrinsik motivasinya, seperti takut dipecat, kecaman sesama karyawan atau bahkan pengakuan dari rekan kerja (Bernheim dalam Kreps, 1997). Menurut Deci (1997), motivasi intrinsik telah banyak menjadi perhatian para peneliti yaitu dapat membentuk aktivitas yang dilakukan orang tersebut, berdasarkan pengalaman yang menyenangkan dan aktivitas yang dapat memuaskan. Motivasi intrinsik merupakan daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing seperti tanggung jawab, prestasi yang diraih, pengakuan orang lain, pekerjaan itu sendiri, kemungkinan pengembangan dan kemajuan. Motivasi ekstrinsik, merupakan daya dorong yang datang dari luar diri seseorang seperti gaji, kebijakan dan aministrasi, kondisi kerja, hubungan kerja, prosedur perusahaan dan status (Manullang, 2001). Lei (2010) menjelaskan pentingnya motivasi intrinsik untuk karyawan adalah sebagai berikut: - Partisipasi tugas adalah hadiah bagi diri sendiri - Melakukan aspek yang lebih menantang dari tugas - Mendapatkan kesenangan yang lebih menantang dari tugas - Mencari peluang tambahan untuk mengejar tugas - Bersifat positif terhadap pembelajaran dan pencapaian
4
- Positif terhadap kompetensi dan self efficacy - Negatif terhadap stress dan frustrasi - Siap mendapat tantangan lebih dalam setiap tugas yang dilakukan - Tidak mudah bosan dalam bekerja - Menunjukkan kreatifitas dalam kinerjanya - Ingin mencapai level selanjutnya - Motivasi yang optimal - Dapat menunjukkan efek yang positif, emosi yang baik, dan keterlibatan yang dalam saat bekerja. Adapun kekurangan dari motivasi intrinsik adalah : - Kehilangan waktu dan ruang bagi diri sendiri saat bekerja - Tidak memperdulikan wewenang - Tidak memperdulikan pekerjaan yang penting - Tidak punya cukup waktu untuk menikmati aktivitas favorit - Bekerja tanpa penyelesaian atau tenggat waktu
Thomas dan Velthouse dalam Zhang dan Bartol (2010) mengemukakan bahwa empowering diduga menjadi penyebab langsung dari motivasi intrinsik dan kepuasan. Begitu pula menurut Spreitzer dalam Zhang dan Bartol (2010) dinyatakan adanya hubungan antara element psikologi empowering dan motivasi intrinsik. Imbalan (motivasi ekstrinsik) memiliki dampak terbatas pada kinerja saat ini, dan mengurangi motivasi karyawan untuk melakukan tugas-tugas serupa di masa mendatang. 5
Kemudian digunakan logika yang sama untuk
menunjukkan bahwa
memberdayakan karyawan cenderung meningkatkan motivasi intrinsiknya. Demikian pula, jika dibantu oleh orang lain dapat merugikan harga diri seseorang dan menciptakan ketergantungan (Benabou dan Tirole, 2003) Selain itu, penelitian telah menunjukkan bahwa memberdayakan para pemimpin dapat membuat energi bertambah dan kegembiraan tentang pekerjaan antara karyawan, yang pada gilirannya meningkatkan motivasi intrinsik (Bono dan Hakim dalam Hon dan Chan, 2012). Penelitian oleh Mayfield dan Mayfield (2009) meneliti dampak bahasa kepemimpinan sebagai motivator self efficacy karyawan dan kinerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan langsung antara variabel yang diusulkan. Studi ini menunjukkan bahwa efikasi diri karyawan meningkatkan 34% oleh pemimpin yang memotivasi (Cherian dan Jacob, 2013) Seorang pemimpin yang dapat mempengaruhi motivasi kerja pegawai diantaranya adalah pemimpin Empowering Leadership. Adapun yang di maksud dengan empowering leadership menurut Aileen Mitchell Stewart (1994) bahwa para Pemimpin lebih efektif berperan sebagai fasilitator daripada sebagai Pemimpin, dan bahwa mereka harus melimpahkan kekuasaan – bukan hanya tanggung jawab kepada individu-individu ataupun kelompok-kelompok. Menurut Khan (1997) empowering merupakan hubungan antar personal yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antar karyawan dan manajemen. Byars
6
dan Rue (1997) memberi pengertian empowerment merupakan bentuk desentralisasi yang melibatkan pada bawahan dalam membuat keputusan. Menurut Houghton & Yoho (2005) empowering leadership merupakan type yang berbeda dari kepemimpinan dan termasuk dalam model kontingensi kepemimpinan dan pemberdayaan psikologis. Dari definisi tersebut, dapat terlihat pemimpin empowering sering melibatkan karyawannya dalam pengambilan keputusan. Sehingga para pegawai nya timbul rasa dihargai. Dari hal tersebut dapat menimbulkan motivasi intrinsik dari para pegawainya. Sebagai contoh, akan sulit untuk bertahan pada suatu proyek jika anda bekerja tanpa dukungan pemimpin. Sebaliknya, perilaku yang termotivasi cenderung meningkat pada saat pemimpin memberi kepercayaan dan dukungan kepada karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dan memberikan bimbingan yang efektif. Pemberian bimbingan ini mungkin berlanjut pada penyempurnaan model peran karyawan yang berhasil, memberi petunjuk kepada karyawan bagaimana cara menyelesaikan tugas yang rumit, dan membantu pegawai mempertahankan self efficacy yang tinggi dan self esteem yang tinggi. Selanjutnya prestasi, dipengaruhi oleh motivasi perilaku dimotivasi (Keitner and Kinicki, 2005). Selain itu, perhatikanlah bagaimana orang-orang yang percaya diri dengan kemampuannya cenderung untuk berhasil, sementara orang-orang yang disibukkan dengan kegagalan cenderung untuk gagal. Menurut seorang penulis perilaku organisasi self efficacy muncul secara lambat laun melalui pengalaman kemampuan-
7
kemampuan koginitif, sosial, bahasa, dan atau fisik yang rumit. Adapun self efficacy adalah keyakinan seseorang mengenai peluangnya untuk berhasil mencapai tugas tertentu. (Kreitner dan Kinicki, 2005) Menurut Pervin dan john (1997) bahwa self efficacy adalah suatu kemampuan yang dimiliki individu untuk membentuk perilaku yang relevan pada tugas atau situasi khusus. Menurut bandura (1997), self efficacy adalah penilaian seseorang terhadap kemampuan diri yang disesuaikan dengan hasil yang dicapai. Sedangkan menurut Woolfolk (2004) juga menyebutkan bahwa self efficacy adalah kepercayaan mengenai kompetensi personal dalam sebuah situasi khusus. Penelitian oleh Al-Eisa et al (2009) bertujuan untuk memahami pengaruh self efficacy, dukungan dan motivasi. Hasil mengidentifikasi bahwa motivasi ditemukan memiliki dampak langsung pada transfer belajar dan memediasi hubungan self efficacy. Penelitian oleh Ballout (2009) meneliti dampak efikasi diri terhadap komitmen karir karyawan. Penelitian ini mengidentifikasi bahwa self efficacy dan komitmen karir yang positif terkait dan mempengaruhi kinerja karyawan. Dari studi Kellett et al., (2009) dampak efikasi kolektif dan self efficacy terhadap kinerja suatu karyawan dan pengembangan karir diidentifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efikasi kolektif bukan self efficacy memiliki dampak langsung pada kinerja tugas seorang karyawan dan pengembangan karirnya. Berikut beberapa hasil interview karyawan Bank DKI mengenai motivasi intrinsik di Bank DKI berdasarkan aspek empowering leadership dan self efficacy :
8
Responden Subyek 1
Hasil Interview
Kriteria
“saya tidak mendapat dukungan dari pimpinan.
Empowering
Setiap ada pelatihan saya tidak diperkenankan leadership untuk ikut. Apalagi ikut assessment yang diadakan di
kantor,
dimana
dibutuhkan
persetujuan
pimpinan.” Subyek 2
“saya sudah mengikuti assessment dari kantor.
Self efficacy
Hasilnya tidak diinfokan oleh HR. Yang anehnya, teman saya yang tidak ikut assessment, justru promosi duluan. Baru diikutkan assessment yang hasilnya kita tidak pernah tau.” Subyek 3
“saya
pindah
kesempatan
kantor, untuk
karena
career
tidak path.
adanya Self efficacy Sehingga
berpengaruh terhadap salary. Saya sudah berusaha keras, bekerja sepenuh hati, namun teman saya yang biasa-biasa saja dalam pekerjaannya, tetap menghasilkan hasil yang sama dengan saya. Itu menunjukkan hasil kerja tidak diperhatikan sama sekali.” “di kantor baru ada IDP (Individu Development Empowering Program), sehingga jelas bagi semua karyawan leadership
9
untuk melangkah sejauh mana. Plus minus yang dimiliki
karyawan
pengembangan
karir.
bisa
diketahui,
Bukan
hanya
guna masalah
absensi.” Subyek 4
“pemimpin saya tidak bisa mengarahkan pekerjaan Empowering saya, malah pemimpin saya yang banyak bertanya karena
dia
juga
tidak
mengerti
leadership
tentang
perkreditan.”
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh empowering leadership dan self efficacy terhadap motivasi intrinsik pegawai di Bank DKI. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan pengamatan, sedikitnya terdapat permasalahan yaitu rendahnya motivasi intrinsik pegawai akibat peran Pemimpin dan kemampuan meningkatkan diri yang bersumber dari dalam diri pegawai tersebut.
10
1.3. Pertanyaan Penelitian 1. Apakah empowering leadership berpengaruh terhadap motivasi intrinsik pegawai ? 2. Apakah self efficacy berpengaruh terhadap motivasi intrinsik pegawai ?
1.4. Tujuan Penelitian 1. Menguji pengaruh empowering leadership terhadap motivasi intrinsik pegawai 2. Menguji pengaruh self efficacy terhadap motivasi intrinsik pegawai
1.5. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Konfirmasi terhadap teori yang sudah ada tentang pengaruh empowering leadership dan self efficacy terhadap motivasi intrinsik pegawai 2. Manfaat aplikatif Dapat dipergunakan sebagai masukan bagi Bank DKI untuk lebih teliti dalam memperhatikan motivasi intrinsik pegawai, bukan saja motivasi ekstrinsik sehingga pencapaian target yang ditetapkan perusahaan dapat tercapai lebih maksimal
11
1.6. Ruang Lingkup atau Batasan Penelitian Responden penelitian adalah seluruh pegawai yang berada di Cabang Matraman wilayah Jakarta Timur. Data yang dikumpulkan adalah data primer dari pengisian kuesioner.
1.7.
Sistematika Penulisan
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Tinjauan Pustaka
BAB III
Metode Penelitian
BAB IV
Hasil Penelitian dan Pembahasan
BAB V
Kesimpulan dan Saran
12