BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dunia kini menghadapi percepatan pembangunan dalam bidang ekonomi,
teknologi, dan infrastruktur. Industrialisasi bangkit dalam skala global dengan melibatkan segala aspek dalam hal pengembangan industrialisasi, salah satunya adalah sumber daya manusia. Perubahan radikal dalam teknologi dan persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut seluruh sumber daya manusia dalam perusahaan untuk bekerja lebih lama dengan tekanan kerja yang lebih tinggi untuk mencapai tingkat produktifitas maksimal. Persaingan yang ketat juga terjadi dalam pasar tenaga kerja karena angkatan kerja kini juga mulai didominasi oleh kaum wanita. Semakin luasnya aspek demografis dan perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan kerja seperti peningkatan jumlah tenaga kerja wanita serta perkembangan teknologi komunikasi yang semakin mutakhir meningkatkan persaingan dalam pasar tenaga kerja (Beauregard dan Henry, 2009). Peran wanita dalam dunia kerja kini semakin penting dan hampir disetarakan dengan peran pria dalam hal kompetensi dan kapabilitas. Di Pakistan, nilai partisipasi tenaga kerja wanita berumur 25-34 tahun kini semakin meningkat dalam 15 tahun terakhir (Nadeem dan Abbas, 2009). Sedangkan di Amerika, pada 40 tahun terakhir terjadi pergeseran tenaga kerja dari tenaga kerja tradisional (didominasi tenaga kerja pria) menjadi tenaga kerja nontradisional yang mana wanita sudah mulai mendominasi tenaga kerja Amerika (Hudson Institute, 1990, dalam Saltzstein, et al., 2001).
Di Indonesia, semenjak krisis moneter yang menerpa perekonomian Indonesia 15 tahun yang lalu, jumlah tenaga kerja wanita meningkat secara progresif untuk menyeimbangkan standar hidup keluarga. Menurut data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada tahun 2008, jumlah angkatan kerja wanita semakin meningkat tiap tahunnya walaupun tidak sebanyak peningkatan angkatan kerja pria. Peningkatan angkatan kerja wanita ini didasari oleh tujuan untuk membantu suami dalam menyumbang penghasilan bagi keluarga. Menurut sebuah laporan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) pada tahun 2012, presentase tenaga kerja wanita profesional yang bekerja di lembaga swasta, eksekutif dan yudikatif sebanyak 45,75 persen dari seluruh jumlah tenaga profesional. Walaupun besaran presentase ini tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan banyaknya jumlah presentase tenaga kerja professional pria, jumlah tenaga kerja wanita cenderung menunjukkan peningkatan. Peningkatan partisipasi tenaga kerja wanita meningkatkan jumlah pasangan dual-earner yang mana suami dan istri sama-sama bekerja untuk memenuhi kebutuhan finansial keluarga. Adanya tren gaya hidup dual-earner yang mana suami dan istri berbagi tanggung jawab atas perhatian kepada keluarga (family care-giving) (Greenhaus et al., 2000 dalam Eby et al., 2003) meningkatkan perhatian atas kualitas kehidupan karyawan dan pengembangan penelitian mengenai hubungan antara peran pekerjaan dengan keluarga (Zedeck dan Mosier, 1990 dalam Eby et al., 2003). Tantangan yang akan dihadapi oleh karyawan dan keluarganya serta perusahaan yang mempekerjakan mereka adalah masalah keseimbangan kerja
kehidupan (work-life balance). Hal ini terjadi karena pasangan dual-earner yang mana suami dan istri bekerja secara full-time akan menghadapi tekanan dalam pekerjaan dan keluarga (Marshall dan Barnett, 1993). Karyawan yang sudah berkeluarga menghadapi permasalahan dalam mengurus keluarga jika beban pekerjaan mereka terlalu membebani atau menghabiskan banyak waktu yang seharusnya diluangkan untuk mengurus keluarga. Sedangkan pada karyawan yang belum menikah, ketidakseimbangan ini muncul ketika mereka tidak memiliki waktu luang untuk melakukan hobi atau berkumpul dengan temanteman karena terbebani oleh beban kerja yang terlalu banyak (Makela et al., 2011). Seorang karyawan diharapkan untuk berkinerja secara maksimal karena tuntutan perusahaan untuk mencapai tingkat produktifitas yang tinggi yang mana tuntutan pekerjaan tersebut secara otomatis akan mengurangi waktu yang dihabiskan
seseorang
dalam
lingkungan
keluarganya.
Adanya
ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dengan tuntutan keluarga dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja karyawan (Balmforth dan Gardner, 2006). Beberapa hal yang dapat mengganggu keseimbangan kerja-kehidupan antara lain beban pekerjaan yang terlalu banyak, jam kerja yang terlalu lama, dan stres kerja (Guest, 2002; Yeandle et al, 2002; Burke, 2002). Gangguan seperti stres dapat dimunculkan dari jam kerja yang lama atau beban pekerjaan yang banyak. Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 77 dijelaskan bahwa ketentuan waktu kerja adalah 40 jam dalam satu minggu. Menurut data dari BPS Provinsi DKI Jakarta, sebanyak 89,54 persen dari total tenaga kerja di DKI Jakarta pada Agustus 2013 bekerja di atas 35 jam
per minggu. Total jam kerja tersebut tidak melebihi batas sebagaimana yang telah diatur oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan namun tenaga kerja juga mengalami penambahan jam dalam perjalanan menuju ke kantor terutama para pekerja komuter. Di Indonesia terdapat sebuah fenomena Antar Kerja Antar Lokal (AKAL) atau yang biasa disebut komuter yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan seperti Jakarta mengalami penambahan jumlah tenaga kerja komuter sebanyak 1,2 juta setiap harinya (Data Sakernas, 2008). Jumlah ini mengalami peningkatan pada tahun 2011, menurut data dari Jabodetabek Urban Transporation Policy Integration (JUTPI) dalam Parikesit, 2014 jumlah komuter yang berasal dari Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi sebanyak 3,6 juta setiap harinya. Menurut hasil wawancara dengan seorang pekerja komuter dari wilayah tersebut, ia menghabiskan waktu perjalanan sebanyak empat jam dalam sehari untuk berangkat dan pergi dari kantor yang berada di wilayah Jakarta. Fenomena ini membuat karyawan harus meluangkan waktu yang diambil dari waktu luangnya di rumah agar dapat sampai di kantor dengan tepat waktu dan pulang ke rumah tidak terlalu larut. Panjangnya waktu perjalanan yang dihabiskan para pekerja komuter ini dapat menimbulkan rasa lelah ketika mereka sampai di kantor maupun di rumah sehingga tidak dapat memaksimalkan kinerja di kantor maupun menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah. Hal ini tentu saja mengganggu keseimbangan kerja-kehidupan karyawan yang bersangkutan. Indonesia mengalami pergeseran tren dalam bekerja yang mana pekerja kini lebih memiliki jam kerja di kantor yang lebih panjang sehingga kuantitas
waktu untuk berkumpul dengan keluarga semakin minim. Kuantitas waktu yang minimum ini tentunya berimplikasi pada kualitas hubungan keluarga yang buruk. Bagi organisasi, hal ini dapat berimplikasi pada penurunan efisiensi kerja pada jangka waktu yang panjang (Daya Dimensi, 2006). Dalam merespon perubahan serta konflik yang mungkin dialami karyawan, organisasi ditantang untuk memfasilitasi karyawan untuk memenuhi kebutuhan karyawan yang berkaitan dengan tanggung jawab pekerjaan serta keluarga (Rapoport et al., 2002, dalam Beauregard dan Henry, 2009). Fenomena seperti ini menjadi salah satu tantangan terbesar dalam isu manajemen sumber daya manusia. Perusahaan dituntut untuk dapat meningkatkan keseimbangan pekerjaan serta kehidupan pribadi karyawan demi tercapainya kepuasan kerja. Fasilitas yang ditawarkan perusahaan bagi karyawannya dapat berupa kebijakan yang mendukung keseimbangan kerja dan kehidupan karyawan. Beberapa kebijakan yang sudah diterapkan di organisasi-organisasi di Indonesia antara lain cuti hamil (maternity leave) dan ketidakwajiban bekerja saat masa haid yang disusun khusus untuk karyawan wanita. Kebijakan ini sudah tertuang dalam Pasal 81 dan Pasal 82 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pemerintah juga menyusun kebijakan yang mana pekerja atau buruh wanita yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja (Pasal 83). Ketersediaan fasilitas dalam mengakomodasi kebijakan tersebut masih sangat terbatas karena pertimbangan infrastruktur serta aturan dalam perusahaan atau organisasi. Namun kini banyak perusahaan yang memiliki kebijakan tambahan untuk memenuhi aspek non-monetary karyawan seperti memberikan
dan menyediakan berbagai peluang dan fasilitas mulai dari pengembangan karir, forum komunikasi, hingga berbagai acara seperti family gathering. Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan personal atau keluarga kini sangat dibutuhkan oleh anggota organisasi. Perusahaan atau organisasi yang mampu menawarkan kebijakan yang mendukung keseimbangan antara pekerjaan dengan keluarga atau aspek non-monetary ternyata mampu memikat calon karyawan dan memampukan karyawan (SWA, 2013). Dalam survei tahunan oleh Glassdoor dengan melibatkan sebanyak 250.000 karyawan di 65.000 perusahaan di Amerika Serikat terdapat beberapa pandangan mengenai perusahaan yang paling mendukung keseimbangan kerja kehidupan. Karyawan ternyata memberikan apresiasi kepada perusahaan yang berinisiatif untuk memberikan aturan kerja yang fleksibel. Fleksibilitas ini diberikan khususnya kepada para karyawan yang memiliki alasan keluarga atau dalam masa mengasuh anak kecil (PortalHR, 2011). Karyawan
wanita
terutama
yang
sudah
berkeluarga
cenderung
membutuhkan fasilitas khusus untuk mengakomodasi kebutuhannya dan peran gandanya sebagai pengurus rumah tangga dibandingkan dengan karyawan pria. Karyawan wanita akan lebih sensitif terhadap kepuasan yang akan dicapainya dari pekerjaan dan keluarga berbeda dengan karyawan pria yang akan merasa lebih puas atas pencapaian kerjanya meskipun hal tersebut mengorbankan keluarganya (Burke, 2002). Beberapa studi juga membuktikan bahwa karyawan wanita menghadapi lebih banyak tuntutan daripada karyawan pria dalam hal pekerjaan rumah dan mengurus anak (Ansari, 2011). Penelitian ini akan membahas lebih jauh bagaimana tingkat kepuasan kerja karyawan pria maupun
karyawan wanita atas persepsi mereka terhadap kebijakan ramah keluarga dengan dimediasi oleh keseimbangan kerja-kehidupan.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan penelitian Sprunt (2006) dari total responden sebanyak 207
karyawan wanita yang bekerja di industri migas (kecuali perusahaan minyak nasional) sebanyak 38% memiliki niat untuk meninggalkan pekerjaannya sekarang dalam waktu dua tahun ke depan. Dari total responden, responden yang bekerja di perusahaan jasa (service companies) sebanyak 43% menunjukkan keinginan untuk meninggalkan perusahaan dan 14% menunjukkan kemungkinan akan meninggalkan perusahaan. Sebagian besar karyawan wanita yang bekerja di perusahaan jasa tersebut beralasan bahwa tanggung jawab terhadap anak adalah alasan terbesar bagi mereka untuk meninggalkan perusahaan. Sedangkan alasan kedua adalah adanya jam kerja yang panjang atau on-call schedule. Penelitian ini juga dilakukan di perusahaan minyak besar (major oil companies) dan perusahaan minyak independen (independent oil companies) dengan hasil yang cenderung sama. Hasil penelitian itu menunjukkan kecenderungan karyawan wanita untuk berhenti dari pekerjaannya akibat kurangnya keseimbangan kerjakehidupan dengan presentase yang lebih kecil jika dibandingkan dengan perusahaan jasa. Penelitian mengenai keseimbangan kerja-kehidupan di ruang lingkup organisasi yang bergerak di sektor migas terutama dalam institusi yang mengawasi serta mengendalikan kegiatan hulu migas perusahaan minyak dan jasa masih sangat terbatas untuk konteks di Indonesia. Objek penelitian
karyawan pria maupun wanita pun masih sangat terbatas dalam konteks ini, sehingga penelitian mengambil setting pada organisasi yang bergerak di sektor pengelolaan hulu migas yang terletak di wilayah DKI Jakarta, yaitu SKK MIGAS dengan objek penelitian karyawan pria dan wanita SKK MIGAS.
1.3
Pertanyaan Penelitian Peneliti menilai persepsi karyawan atas kebijakan ramah keluarga dalam
satu institusi dan hubungannya terhadap kepuasan kerja karyawan apabila dimediasi oleh keseimbangan kerja-kehidupan. Permasalahan utama yang dianalisis dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah keseimbangan kerja-kehidupan pada karyawan di SKK MIGAS dipengaruhi oleh kebijakan ramah keluarga? 2. Apakah kepuasan kerja pada karyawan di SKK MIGAS dipengaruhi oleh kebijakan ramah keluarga? 3. Apakah kepuasan kerja pada karyawan di SKK MIGAS dipengaruhi oleh keseimbangan kerja-kehidupan? 4. Apakah keseimbangan kerja-kehidupan memediasi hubungan antara kebijakan ramah keluarga dan kepuasan kerja pada karyawan di SKK MIGAS?
1.4
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah:
1. Untuk menganalisis pengaruh kebijakan ramah keluarga pada keseimbangan kerja-kehidupan pada karyawan di SKK MIGAS. 2. Untuk menganalisis pengaruh kebijakan ramah keluarga pada kepuasan kerja pada karyawan di SKK MIGAS. 3. Untuk menganalisis pengaruh keseimbangan kerja-kehidupan pada kepuasan kerja pada karyawan di SKK MIGAS. 4. Untuk menganalisis pengaruh kebijakan ramah keluarga pada kepuasan kerja pada karyawan di SKK MIGAS dengan keseimbangan kerjakehidupan sebagai variabel mediasi.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi untuk karyawan tetap yang bekerja di SKK
MIGAS wilayah DKI Jakarta dengan minimal pengalaman kerja satu tahun di institusi yang sama. 1.6
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan tehadap ilmu pengetahuan dalam bidang manajemen sumber daya manusia khususnya studi mengenai keseimbangan kerja kehidupan dan kepuasan kerja. 2. Bagi praktisi, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi perusahaan dalam menyusun kebijakan SDM yang sesuai dengan kebutuhan keseimbangan kerja dan kehidupan karyawan.
1.7
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I. Pendahuluan Bab ini meliputi latar belakang masalah secara konseptual dan kontekstual, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II. Landasan Teori Bab ini berisi landasan teori yang terdiri dari tinjauan literatur masingmasing variabel (kepuasan kerja, keseimbangan kerja-kehidupan, serta kebijakan ramah keluarga), kerangka teoritis, dan hipotesis penelitian. Bab III. Metode Penelitian Bab ini berisi metode penelitian yang terdiri dari metode pengumpulan data, metode pengambilan sampel, uji validitas, uji reliabilitas, dan analisis data.
Bab IV. Analisis dan Pembahasan Bab ini berisi uraian mengenai temuan penelitian seperti karakteristik responden, hasil uji instrument penelitian, statistik deskriptif, hasil uji hipotesis, hasil uji efek mediasi ,dan pembahasan hipotesis yang diajukan. Bab V. Simpulan dan Saran Bab ini berisi penutup yang meliputi simpulan, implikasi manajerial, keterbatasan penelitian dan saran.