BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Manajemen sumber daya manusia memiliki peranan kunci dalam menentukan keberlangsungan, efektivitas, dan daya saing suatu organisasi. Layaknya hubungan simbiosis nilai organisasi bergantung pada keefektifan orangorangnya untuk menciptakan nilai di pasar, sementara pada saat yang sama orang bergantung pada organisasi atau perusahaan, tidak hanya karena upahnya tetapi untuk meningkatkan rasa harga diri mereka (Schiemann, 2011). Untuk mencapai keunggulan bersaing, organisasi perlu untuk membuat karyawan secara emosional terikat mengingat karyawan merupakan aset terpenting organisasi. Saat ini perusahaan tidak hanya dituntut untuk mempertahankan karyawan berbakat mereka, namun lebih jauh membuat mereka sepenuhnya terikat, menangkap pikiran dan hati mereka pada setiap tahap kehidupan pekerjaan (Lockwood,
2007:1).
Berdasarkan hasil penelitian
Schiemann (2011), menyatakan bahwa keterikatan pekerjaan dapat meningkatkan keunggulan bersaing yang selanjutnya berdampak pada meningkatnya profit perusahaan atau organisasi. Keterikatan pekerjaan bisa menjadi alat untuk memprediksi hasil kerja dari karyawan, keberhasilan organisasi dan kinerja keuangan dari organisasi (Harter et al, 2002). Keterikatan pekerjaan mendorong tercapainya kualitas pekerjaan dan pengalaman individu dalam pekerjaanya, serta keluaran pada tingkatan organisasi
1
yaitu pertumbuhan dan produktivitas organisasi (Kahn, 1990). Keterikatan pekerjaan mendorong karyawan untuk melakukan usaha yang maksimal melebihi dari yang diharapkan. Kahn (1990) menjelaskan bahwa karyawan yang terikat akan terlibat secara fisik pada tugas-tugas mereka, waspada, dan berhubungan dengan orang lain, sebaliknya karyawan yang tidak terikat menunjukan sikap tidak terlalu terlibat dalam tugas-tugas dan tidak berhubungan secara emosional dengan karyawan lain. Menurut Marciano (2010), seorang pekerja yang terikat akan berkomitmen terhadap tujuan, menggunakan segenap kemampuannya untuk menyelesaikan tugas, menjaga perilakunya saat bekerja, memastikan bahwa dia telah menyelesaikan tugas dengan baik sesuai dengan tujuan dan bersedia mengambil langkah perbaikan atau evaluasi jika memang diperlukan. Konsep keterikatan pekerjaan telah diperkenalkan sebagai kebalikan dari kejenuhan kerja (Maslach, et al., 2001). Perusahaan-perusahaan
di
dunia
selalu
mengupayakan
peningkatan
keterikatan pekerjaan melalui beberapa langkah perekayasaan SDM. Berbicara mengenai perekayasaan SDM pada perusahaan tentu tidak lepas dari biaya investasi yang harus dikeluarkan, meskipun peningkatan keterikatan pekerjaan pada karyawan tidak melulu berbicara mengenai biaya investasi tinggi akan menghasilkan peningkatan keterikatan pekerjaan yang tinggi pula. LaMotte (2014), menyatakan bahwa perusahaan di dunia telah menghabiskan lebih dari 720 juta dolar setiap tahun untuk meningkatkan keterikatan pekerjaan, dan diproyeksikan pada tahun 2015 akan meningkat dua kali lipat hingga mencapai lebih dari 1,5 miliar dolar. Namun, menurut survei keterikatan Gallup pada
2
kenyataanya skor keterikatan pekerjaan menunjukan rekor terendah yaitu -13%. Menurut LaMonte (2014) perusahaan telah menginvestasikan uang mereka di tempat yang salah, dikarenakan karyawan modern telah berkembang dan menuntut lebih atau berbeda dengan arah kebijakan perusahaan, ukuran dan model survei yang tidak lagi bekerja, ataupun pergesaran perspektif karyawan. Penelitian LaMonte mengingatkan perusahaan-perusahaan jika memahami dan memetakan faktor-faktor penyebab ataupun pendorong keterikatan pekerjaan pada karyawan sangatlah penting dilakukan diawal sebelum perusahaan mengeluarkan kebijakan mengenai program peningkatan keterikatan pekerjaan. Merujuk pada urgensi atas keterikatan pekerjaan, telah dilakukan beberapa penelitian terkait dengan faktor-faktor pendahulu (anteseden) keterikatan pekerjaan serta efek atau keluaran. Keterikatan pekerjaan yang tinggi pada karyawan dapat didorong oleh karakteristik pekerjaan. Menurut Hackman dan Oldham (1980) disaat seseorang merasa cocok dengan pekerjaannya, maka tidak perlu memaksa, menyuap, atau memanipulasi mereka agar mereka bekerja keras dan berusaha untuk menunjukkan kinerja terbaik. Penelitian Kahn (1990) dalam Saks (2006) juga menunjukkan bahwa karakteristik pekerjaan memiliki pengaruh positif atas tingkat keterikatan pekerjaan. Kahn mengidentifikasikan karakteristik tugas, karakteristik peran, interaksi kerja dimensi merupakan dimensi atas kebermaknaan psikologis yang selanjutnya berpengaruh pada keterikatan pekerjaan. Penelitian yang dilakukan oleh Saks (2006) menyatakan jika karakteristik pekerjaan, penghargaan dan pengakuan, dukungan organisasi dan atasan yang diterima serta keadilan
3
distributif dan prosedural merupakan penyebab terbentuknya keterikatan pekerjaan dalam organisasi. Penelitian Saks (2006) menfokuskan pada dua tipe keterikatan pekerjaan yaitu keterikatan pekerjaan dan keterikatan organisasional. Disamping itu, variabel kepuasan kerja, komitmen organisasional, keinginan keluar dan Perilaku Kewarganegaraan Organisasional (PKO) merupakan keluaran dari konsep keterikatan pekerjaan. Harter, et al., (2002) juga menemukan bahwa karakteristik pekerjaan sebagai salah satu indikator adanya keterikatan pekerjaan. Konsep ini digambarkan tentang kondisi pekerjaan yang dapat menyenangkan bagi karyawan. Pekerjaan dengan karakteristik yang tinggi akan memberikan ruang pada pekerjaannya dan insentif bagi karyawan sehingga mereka akan menjadi pribadi yang terikat dan dapat berkontribusi bagi keberhasilan perusahaan. Penelitian McBain (2007) mengatakan jika keterikatan pekerjaan juga dipengaruhi oleh faktor lain diluar lingkungan pekerjaan seperti hubungan karyawan dengan keluarganya. Menurut Gutek, et, al., (1991) dalam Aycan dan Eskin (2005), peran dalam pekerjaan akan mempengaruhi kehidupan keluarga dan sebaliknya peran dalam keluarga akan mempengaruhi pekerjaan. Penelitian mengenai peran dalam pekerjaan dan keluarga telah banyak dilakukan, tetapi fokus penelitian lebih pada masalah konflik pekerjaan keluarga atau dikenal dengan konsep work-family conflict (WFC) atau biasa juga digunakan istilah limpahan negatif (Grzywacs dan Marks, 2000). Work-family conflict terdiri dari dua komponen yaitu work-family conflict (WFC) dan family-work conflict (FWC) (Greenhaus dan Beutell, 1985 dalam Haar et al., 2012)
4
Wayne (2004) mengungkapkan jika, akhir-akhir ini penelitian dalam area hubungan pekerjaan keluarga telah berubah dari hipotesis kelangkaan menuju hipotesis peningkatan (nilai positif), sehingga berkembang konsep yang mengarah pada nilai positif pekejaan keluarga. Gagasan bahwa kehidupan pekerjaan dan keluarga dapat saling memberikan manfaat diperkenalkan oleh Sieber (1974) dan Marks (1977) dalam Wayne (2004), keduanya pertama kali menantang hipotesis “kelangkaan sumberdaya” dan berpendapat bahwa keterlibatan dalam beragam peran dapat memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biayanya (Wayne, 2004). Penelitian teoritis Greenhaus dan Powell (2006) membuktikan bahwa partisipasi dalam kedua peran (misalnya pekerjaan dan keluarga) menjadi bermanfaat bagi karyawan, dan manfaat ini digunakan untuk menyelesaikan kesulitan dan konflik pada peran yang lainnya. Misalnya, konflik dan stres yang melekat dalam mengelola pekerjaan dan tanggung jawab keluarga ditemukan kontra seimbang dengan manfaat sosial psikologis yang berasal dari berpartisipasi dalam pekerjaan dan keluarga peran (Barnett dan Hyde, 2001). Pemahaman ini menarik perhatian para peneliti untuk tidak hanya fokus pada dimensi konflik saja, namun juga memeriksa dan mengukur dimensi nilai positifnya. Gagasan tersebut memberikan dasar teoritis mengenai nilai positif beragam peran dan memperluas lensa interaksi pekerjaan keluarga dari perpsektif kelangkaan (konflik) menuju penggayaan (enrichment). Work family enrichment adalah suatu proses satu peran memperkuat atau meningkatkan kualitas pada peran lain. Dengan kata lain, enrichment terjadi
5
ketika sumber daya yang dihasilkan dalam satu peran akan meningkatkan kualitas hidup di pada peran yang lain (Greenhaus dan Powell, 2006). Menurut Greenhaus dan Powell (2006), sumber daya pada konsep work family enrichment didefinisikan sebagai sumber daya pribadi, modal sosial, dan aset material. Carlson
et,
al.,
(2006)
berpendapat
jika
enrichment
adalah
konsep
multidimensional yang terdiri dari tiga dimensi dalam kedua arah pekerjaan keluarga (pengembangan, mempengaruhi, dan modal), dan ke arah keluarga pekerjaan (pengembangan, mempengaruhi, dan efisiensi). PT. INKA adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan satu-satunya perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang perkeretaapian di Indonesia. Perusahaan ini juga merupakan produsen kereta api terbesar di Asia Tenggara. Berdiri pada tahun 1981 dengan fokus kegiatan pada pembuatan kereta api, perangkat kereta api, jasa perawatan kereta api, perdagangan lokal, kegiatan ekspor dan impor di bidang perkeretaapian serta pengembangan produk non kereta api. Memasuki awal tahun 2000 PT. INKA mulai mengalami beberapa permasalahan yang cukup signifikan. Permasalahan yang muncul, salah satunya adalah pemesanan pembuatan kereta api dari dalam negeri yang mengalami penurunan yang cukup tajam. Permasalahan ini tentu sangat perlu untuk segera diselesaikan mengingat selalu akan ada satu waktu dimana pasar (industri perkeretaapian) mengalami stagnasi, tidak lagi memerlukan atau melakukan transaksi penjualan maupun pembelian produk perkeretaapian. Hal ini muncul
6
karena kereta api bukan suatu produk yang dapat diproduksi secara massal dan selalu akan dibutuhkan. PT. INKA mengambil sebuah langkah untuk menyelesaikan masalah ini. PT. INKA melakukan diversifikasi guna menjamin keberlanjutan kegiatan perusahaan. Diawali pada tahun 2005 PT. INKA mulai melakukan diversifikasi produk yang ditandai dengan dibentuknya divisi baru dalam perusahaan yang disebut dengan Divisi Pengembangan Bisnis Transportasi Darat dan Diversifikasi. Langkah ini diambil karena secara umum PT. INKA telah memiliki sebuah teknologi perkeretaapian yang kemudian di adaptasi menjadi teknologi otomotif. Sehingga tidak perlu lagi melakukan pembelajaran teknologi yang tentunya akan memakan banyak waktu dan biaya. Keadaan kinerja keuangan lima tahun terakhir, PT. INKA termasuk dalam BUMN yang merugi bahkan pada tahun 2013, perusahaan rugi hingga 97 miliar rupiah (detikFinance, 2015). Perekayasaan SDM perlu dilakukan untuk mendorong karyawan bekerja lebih semangat sehingga meningkat kinerja dan pada akhirnya berpengaruh pada kinerja keuangan perusahaan. Dorongan semangat tersebut dapat diperoleh ketika karyawan merasa terikat dengan pekerjaannya, karyawan akan mengalokasikan energi maksimalnya untuk pencapaian tujuan dan target organisasi/ perusahaan (Schiemann, 2011). Tahun 2014 PT. INKA tidak lagi dikatagorikan sebagai BUMN yang merugi (detikFinance, 2015), Keberhasilan PT. INKA telah mampu keluar dari zona merah, menjadi salah satu kisah sukses keberhasilan manajemen dalam mendorong kinerja karyawannya menjadi lebih baik. Penelitian-penelitian
7
sebelumnya menyatakan bahwa hasil kerja karyawan, kesuksesan organisasi, dan kinerja keuangan, seperti total pengembalian kepada para pemegang saham merupakan keluaran dari keterikatan pekerjaan (Harter et al., 2002 dan Saks, 2006). Argumen tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Aon Hewitt (2010), menyimpulkan terdapat korelasi yang kuat antara keterikatan pekerjaan dengan kinerja perusahaan termasuk ketika masa sulit. Dikatakan bahwa perusahaan dengan indeks keterikatan pekerjaan yang tinggi (65% ke atas), selalu berhasil melampaui indeks bursa saham dan menghasilkan tingkat pengembalian bagi para pemegang saham sebesar 22% lebih tinggi dibandingkan rata-rata. Sebaliknya, perusahaan dengan indeks keterikatan pekerjaan yang lebih rendah (45% ke bawah), menghasilkan pengembalian 28% lebih rendah dari rata-rata untuk para pemegang saham. Penelitian ini juga menemukan bagaimana organisasi membuat perbedaan dan meraih keunggulan kompetitif melalui sumber daya manusianya dengan tingkat keterikatan pekerjaan yang tinggi akan berpengaruh pada berkurangnya retensi dan meningkatnya produktifitas, tingkat turnover yang rendah, talent pool yang besar dan kinerja bisnis yang bagus (Aon Hewitt, 2010).
1.2 Rumusan Masalah Bukan hal yang baru jika seseorang mengatakan bahwa sumber daya manusia pada sebuah organisasi merupakan aset terpenting, ujung tombak dari keberhasilan sebuah organisasi mencapai tujuannya. Untuk meningkatkan kinerja
8
karyawan dapat dilakukan dengan cara membuat karyawan terikat dengan pekerjaannya.
Tingginya
tingkat
keterikatan
akan
membuat
karyawan
bersungguh-sungguh dan mengeluarkan segala kemampuannya dalam bekerja. Perekayasaan SDM pada keterikatan pekerjaan, perusahaan tentu telah mengalokasikan besaran anggaran tertentu untuk itu. Namun, tidak selalu tingkat keterikatan pekerjaan berganntung pada besaran biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Kondisi keuangan PT. INKA pada lima tahun terakhir sebelum 2014 tentu tidak dimungkinkan jika perusahaan mengeluarkan biaya yang besar untuk peningkatan keterikatan pekerjaan. Sedangkan dalam kondisi yang sulit PT. INKA tentu membutuhkan konsentrasi dan pengabdian yang penuh dari setiap karyawan untuk membantu lepas dari kinerja keuangan yang buruk. PT. INKA melalui divisi SDM telah melakukan berbagai kebijakan mengenai perekeyasaan SDM dalam upaya peningkatan keterikatan pekerjaan. Kecermatan manajemen atau divisi SDM PT. INKA dalam menentukan kebijakan mengenai keterikatan pekerjaan mengambarkan sebuah cerita sukses. Hal tersebut terbukti dengan membaiknya kinerja keuangan PT. INKA pada tahun 2014 yang tidak lagi merugi. Hasil pengamatan peneliti terdapat dua kebijakan utama PT. INKA dalam peningkatan keterikatan pekerjaan. Pertama, kebijakan mengenai meningkatkan keterlibatan keluarga dalam beberapa kegiatan perusahaan serta menigkatkan keterlibatan karyawan dalam keluarga mereka seperti: melibatkan masukan istri dan anak dalam kriteria penilaian karyawan teladan, pendampingan khusus bagi karyawan yang sedang bercerai sehingga dapat rujuk, penggurangan jam lembur
9
bagi karyawan, dll. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan penambahan arti dalam kehidupan bagi karyawan sehingga merasakan kebermaknaan diri yang lebih besar. Kedua, kebijakan PT. INKA adalah dengan melakukan rotasi karyawan mereka untuk mengisi pos lowongan pada divisi non produk kereta api (hasil diversivikasi produk), hal tersebut merupakan tantangan bagi karyawan untuk membuktikan kapabilitas dia dalam pengembangan produk lain. Dalam upayanya Divisi SDM juga membentuk tim-tim kecil beranggotakan 10 hingga 15 karyawan berbeda divisi, tim tersebut diharapkan mampu berdiskusi secara intensif sehingga mampu menjadi problem solving ketika karyawan mengalami kesulitan. Tim kecil ini juga selalu berkoordinasi dan memberikan feedback pada masing-masing karyawan terhadap kinerjanya. Kedua, upaya PT. INKA melalui divisi SDM dalam program peningkatan keterikatan pekerjaan. Peneliti mengidentifikasi langkah pertama sebagai upaya mengurangi potensi konflik karyawan dengan keluarganya, sehingga karyawan dapat dengan tenang berkonsentrasi dengan pekerjaannya dan langkah kedua yaitu pengembangan konsep karakteristik pekerjaan melalui lima komponen utama karakteristik pekerjaan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai “Pengaruh work-family enrichment dan karakteristik pekerjaan pada keterikatan pekerjaan (studi kasus karyawan PT. INKA di Kota Madiun)”.
10
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian adalah: a. Apakah work-family enrichment berpengaruh pada keterikatan pekerjaan karyawan PT. INKA? b. Apakah family-work enrichment berpengaruh pada keterikatan pekerjaan karyawan PT. INKA? c. Apakah karakteristik pekerjaan berpengaruh pada keterikatan pekerjaan karyawan PT. INKA?
1.4 Tujuan Penelitian a. Untuk menguji pengaruh work-family enrichment pada keterikatan pekerjaan karyawan PT. INKA. b. Untuk menguji pengaruh family-work enrichment pada keterikatan pekerjaan karyawan PT. INKA. c. Untuk menguji pengaruh karakteristik pekerjaan pada keterikatan pekerjaan karyawan PT. INKA.
1.5 Manfaat Penelitian a.
Bagi Peneliti Hasil penelitian ini memberikan penambahan pengetahuan bagi peneliti tentang proses pengumpulan dan mengolah data, dengan mengkolaborasikan dengan teori sehingga dapat menginterpretasikan data temuan.
11
b.
Bagi Perusahaan (PT. INKA) Penelitian ini dapat memberikan masukan kepada perusahaan pada penentuan langkah strategik Manajemen SDM terutama dalam perencanaan program peningkatan keterikatan pekerjaan.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian dan Batasan Masalah Penelitian ini terbatas pada hubungan variabel bebas, yaitu work-family enrichment yang terdiri dari dua macam; (a) work-family enrichment dan (b) family-work enrichment dan karakteristik pekerjaan pada variabel terikat, yaitu keterikatan pekerjaan. Hubungan variabel tersebut diukur dengan menggunakan instrumen penelitian yang dibagikan kepada karyawan tetap PT. INKA di Madiun.
1.7 Sistematika Pembahasan Penelitian ini disusun dalam lima bagian bab dengan sistematika sebagai berikut: Bab I
:Berisi pendahuluan termasuk latar belakang, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, serta sistematika penelitian dalam penelitian ini.
Bab II
:Berisi tinjauan pustaka dan pengembangan hipotesis yang akan menguraikan berbagai teori, konsep, dan penelitian sebelumnya yang relevan, model penelitian dan hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini.
12
Bab III :Berisi metode penelitian yang berisi mengenai sumber dan jenis data yang akan digunakan, gambaran umum obyek penelitian, definisi dan pengukuran variabel yang diperlukan dalam penelitian ini, dan metode analisa data. Bab IV :Berisi hasil dan analisa data yang akan menguraikan berbagai perhitungan yang diperlukan untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Bab V :Berisi simpulan, keterbatasan penelitian, dan implikasi dari analisis yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya.
13