BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penelitian ini berfokus pada best practice strategi advokasi kebijakan
publik ala masyarakat adat Sedulur Sikep/Suku Samin dalam menyelesaikan permasalahan publik. Strategi yang dimaksud adalah transformasi srawung sebagai kearifan lokal masyarakat Sedulur Sikep dalam menyelesaikan permasalahan publik. Sedangkan permasalahan publik yang dimaksud adalah rencana Pemerintah Daerah Kabupaten Pati yang bekerja sama dengan PT. Semen Gresik untuk pendirian pabrik semen di Sukolilo, Pati. Untuk memahami permasalahan tersebut, penelitian dilakukan di masyarakat Sedulur Sikep yang menjadi “korban” dari rencana pendirian pabrik semen. Lokus penelitian di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah yang menjadi tempat calon lokasi rencana pendirian pabrik semen. Kabupaten Pati yang terletak di daerah pantai utara Pulau Jawa dan di bagian timur Propinsi Jawa Tengah, memiliki banyak sekali potensi sumber daya alam. Potensi tersebut salah satunya adalah kawasan bentang alam karst 1 atau lebih dikenal dengan sebutan Pegunungan Kendeng Utara. Pegunungan Kendeng Utara berada di wilayah Kabupaten Pati, meliputi Kecamatan Sukolilo, Kayen, dan Tambakromo tersebut, menyimpan banyak sekali sumber daya alam. Sumber daya alam yang dapat ditemukan di Pegunungan Kendeng, salah satunya adalah
1
Karst merupakan bentang alam yang terbentuk akibat proses karstifikasi dan proses pelarutan kimia yang diakibatkan oleh aliran permukaan. Daerah karst dibentuk terutama oleh pelarutan batuan, kebanyakan adalah batu gamping
1
batuan gamping dan sumber daya air. Batuan gamping inilah yang menjadi primadona bagi perusahaan semen di Indonesia, seperti PT. Semen Gresik 2 , PT. Indocement, dan PT. Holcim. Alasannya batuan gamping merupakan unsur utama dalam pembuatan semen, selain pasir besi dan tanah liat. Selaian batuan gamping, Pegunungan Kendeng juga merupakan tandon air raksasa bagi resapan air hujan dan mata air, walaupun tampak kering di atasnya. Selain sumber daya alam, Pegunungan Kendeng, khususnya di Kecamatan Sukolilo merupakan hunian bagi masyarakat adat yang sudah berlangsung selama berpuluh tahun. Masyarakat adat tersebut adalah Masyarakat Sedulur Sikep atau yang dahulu akrab ditelinga dengan sebutan “suku samin”. Sejarah Sedulur Sikep/Samin sendiri telah dimulai pada masa kolonial Belanda, tepatnya pada tahun 1890. Berawal dari ajaran yang dikembangkan oleh Raden Kohar pada usianya
yang
ke-31
yang
kemudian
merubah
namanya
menjadi
Samin Surosentiko. Samin Surosentiko sendiri lahir pada tahun 1859, di Desa Ploso Kedhiren, Randubelatung, Kabupaten Blora, dan merupakan anak dari Raden Surowijaya atau lebih dikenal dengan sebutan Samin Sepuh. Karena ajarannya semakin massif, pemerintah Kolonial Belanda merasa khawatir sehingga banyak pengikut Samin yang ditangkap dan dipenjarakan, termasuk Samin sendiri ditangkap dan diasingkan ke Sumatra hingga meninggal dalam status tahanan (Suyami, 2007). Di Kabupaten Pati sendiri, sejarah ajaran Sedulur Sikep disebarkan oleh Karsiyah salah satu
murid
dari Samin
Surosentiko.
Karsiyah
tampil
sebagai Pangeran Sendang Janur, menghimbau kepada masyarakat untuk tidak 2
Pada tahun 2012 PT. Semen Gresik berubah nama menjadi PT. Semen Indonesia
2
membayar pajak (Mumfangati, Titi: 2004). Dahulu masyarakat Sedulur Sikep adalah masyarakat ingin membebaskan diri dari ikatan tradisi besar yang dikuasai oleh penguasa elit (Belanda, red). Secara harfiah, istilah sedulur atau wong sikep bermakna “saudara atau orang bertabiat baik serta jujur”. Ajaran Samin disampaikan oleh Samin Surosentiko melalui ceramah di rumah maupun di tanah lapang. Beberapa pokok ajaran yang terdapat didalamnya antara lain: Tidak boleh bohong; Tidak boleh mencuri; Tidak boleh iri; dan Tidak boleh bertengkar (Mumfangati, Titi: 2004). Permasalahan terjadi ketika pada tahun 2005 PT. Semen Gresik menawarkan investasi modal sebesar Rp. 3,5 Triliun kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Pati untuk mendiriakan pabrik semen baru di wilayah Jawa Tengah. Rencana pendirian pabrik semen tersebut, secara administratif meliputi 4 kecamatan, yaitu Sukolilo, Kayen, Gabus dan Margorejo, yang tarbagi dalam 14 desa dengan total luas kebutuhan lahan 1.350 hektar. Lahan seluas 1.350 hektar tersebut nantinya akan digunakan oleh PT. Semen Gresik sebagai lahan penambangan batu kapur (700 hektar), lahan penambangan tanah liat (250 hektar), pabrik untuk produksi semen (85 hektar) dan infrastruktur transportasi/jalan (85 hektar) serta penunjang kegiatan (230 hektar). 3 Berkaitan dengan masyarakat Sedulur Sikep yang berada di Kecamatan Sukolilo, tentu saja rencana pendirian pabrik semen tersebut bertentangan dengan kearifan lokal. Ini berkaitan dengan keinginan masyarakat Sedulur Sikep agar apa yang ada selama ini tidak berubah (keseimbangan ekologis, red) termasuk pola
3
Analisis M engenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) Pembangunan Pabrik Semen PT. Semen Gresik di Kabupaten Pati, Jawa Tengah 2008
3
hidup sederhana yang sudah turun-temurun terjaga. Bagi masyarakat Sedulur Sikep, apabila pabrik semen jadi didirikan, maka akan muncul dampak lingkungan yang mengancam kawasan Pegunungan Kendeng yang selama ini menjadi sumber ekologi (air, gua, hewan, tanaman) serta kearifan lokal masyarakat Sedulur Sikep dalam menjaga alam (dimanifestasikan sebagai kegiatan bertani untuk merawat tanah, red). Tanah bagi masyarakat Sedulur Sikep merupakan sumber kehidupan. Tanah adalah ibu yang memberi hidup dan memancarkan kehidupan. Keraf (2010: 367), tanah mempunyai dan memberi makna ekologis, sosial, spiritual, dan moral bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Seperti dikatakan Vandana Shiva (dalam Keraf, 2010: 367), tanah bukan sekedar rahim bagi reproduksi kehidupan biologis, melainkan juga reproduksi kehidupan budaya dan spiritual. Gunretno, “pemimpin” Sedulur Sikep di Kecamatan Sukolilo, Pati, Jawa Tengah, mengatakan, kalau tidak panen, itu karena tingkah laku (kita) sendiri. Bumi harus dihormati, harus dimuliakan, seperti ibu yang melahirkan (kita). Bumi adalah Ibu Pertiwi yang melahirkan hidup dan menjadikan (hidup) berkecukupa n, dari zaman nenek moyang hingga hari ini. 4 Bagi masyarakat Sedulur Sikep, cara untuk menjaga keseimbangan alah adalah dengan cara ngajeni (menghormati), ngopeni (merawat), dan melestarikan keseimbangan alam dengan demunung artinya memahami sifat alam yang hanya boleh dimanfaatkan secukupnya (tidak serakah). “Kalau tidak, jangan kaget kalau alam yang akan menata keseimbangannya sendiri”, Gunretno mengingatkan.5
4 5
Hartiningsih, M aria. 2012. Sedulur Sikep Merawat Bumi. Kompas: Jumat, 4 M ei 2012 Ibid... Hartiningsih, M aria. 2012. Sedulur Sikep Merawat Bumi.
4
Selain itu, Pegunungan Kendeng juga memiliki makna budaya dan sejarah bagi masyarakat Sedulur Sikep yang memiliki ekologi kultural seperti berelasi dengan lingkungan. Makna budaya tersebut adalah simbolisasi terhadap Pegunungan Kendeng itu sendiri, seperti situs watu payung yang merupakan simbolisasi dari sejarah pewayangan Dewi Kunti. Selain situs watu payung juga terdapat narasi yang berhubungan dengan kisah pewangan seperti kisah tentang cakar kuku bima dan watu kembar yang berisikan tentang kisah Hanoman. Selain kisah pewayangan juga terdapat situs yang memiliki kaitannya dengan Angling Dharma di sekitar lereng Pegunungan Kendeng Sukolilo, seperti Gua Lowo dan Gua Macan. Kemudian ada Gua Jolotundo yang memiliki korelasi dengan kisah Laut Selatan Jawa, ke arah Kayen juga terdapat makam Syeh Jangkung yang dianggap sebagai salah satu tokoh lokal dalam mitologi masyarakat lokal di wilayah Pati. 6 Ada beberapa alasan mengapa pembangunan pabrik semen ditolak oleh sebagian besar warga di Sukolilo, Pati, khususnya masyarakat Sedulur Sikep adalah sebagai berikut: 7 Pertama, dalam perumusan kebijakan sampai dengan pengambilan keputusan rencana pendirian pabrik semen, tidak sekalipun masyarakat kontra semen, khususnya masyarakat lereng Pegunungan Kendeng dilibatkan.
6
Yumni, Akbar. 2008. Refleksi Proses Transformasi dalam Advokasi Masyarakat Lokal dan Sedulur Sikep di Pati, dalam Menolak Pabrik Semen. Diperoleh dari http://www.desantara.or.id/07-2008/247/bahasa-danpeta-kepentingan/ pada 2 Januari 2012 7 Virri, Kristina. 2012. Gerakan Perempuan Kendeng Menolak Pabrik Semen. Srinthil (M edia Perempuan M ultikultural) edisi 23. Diperoleh dari http://srinthil.org/77/gerakan-perempuan-kendeng-menolak-pabriksemen/ pada 11 Januari 2012
5
Kedua, hasil dari penelitian yang dilakukan Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional (UPN) dan Acintyacunyata Speleological Club (ASC) Yogyakarta, menyebutkan kawasan Pegunungan Kendeng masuk dalam kategori Kawasan Karst Kelas I. Hal ini berdasarkan pada pasal 12 Keputusan
Menteri
1456.K/20/MEM/2000
Energi
dan
Sumber
tentang
Pedoman
Daya
Pengelolaan
Mineral Kawasan
Nomor: Karst.
Implikasinya Kawasan Karst Kelas I tidak boleh ada kegiatan pertambangan sesuai pasal 14 masih dalam perundangan yang sama. Ketiga, Pemerintah Daerah Kabupaten Pati menyatakan alasan rencana pendirian pabrik semen adalah meningkatkan perekonomian Kabupaten Pati dengan menghidupkan lahan yang tidak produktif dan terpencil sebagai daerah industri. Akan tetapi warga Sukolilo tak sependapat dengan pemerintah, selama warga hidup di Pati, masyarakat Sukolilo makan hasil bumi yang ditanam pada tanah yang disebut “tidak produktif”. Masyarakat menanam padi, umbi-umbian, jagung, ubi-kayu, kedelai, kacang hijau. Warga memiliki hubungan yang sangat dekat dengan alam. Ini karena warga merasa alam sungguh memberikan manfaat bagi kehidupan, sehingga masyarakat akan menjaga kelestariannya. Keempat, prosedur legitimasi rencana pendirian pabrik semen oleh PT. Semen Gresik banyak yang menyalahi dan bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku. Salah satunya adalah peraturan ijin lokasi dikeluarkan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Daerah Kabupaten Pati, sebelum hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) diselesaikan. Seharusnya menurut atas dasar Amdal yang dinyatakan layak oleh pemerintah barulah dapat dikeluarkan surat ijin lokasi. 6
Kearifan lokal masyarakat Sedulur Sikep yang hidup selaras dengan alam (ekosentrisme), menjadi sumber utama resistensi penolakan rencana pendirian pabrik semen di Sukolilo, Pati. Resistensi penolakan tersebut diwujudkan dengan kearifan lokal masyarakat Sedulur Sikep yang khas yaitu dengan cara srawung. Srawung merupakan ajaran turun-temurun yang diajarkan oleh Kyai Samin8 sebagai cara untuk ngudoroso atau menyampaikan realitas yang terjadi di sekitarnya. Srawung adalah sebuah istilah Jawa yang mengandung arti kumpul atau pertemuan yang dilakukan lebih dari satu orang atau kelompok. Menurut Gunretno, dalam srawung, masyarakat bisa saling ngudoroso. Tidak hanya apa yang ada dalam pikiran, apa yang ada dalam perasaan pun semua bisa diungkapkan. Srawung juga merupakan pengalaman-pengalaman batin (esoterik) yang kadang sulit dibahasakan, tapi terasa di hati. 9 Salah seorang pemuka Sedulur Sikep atau Kaum Samin dari Blora, Lasio, mengatakan, srawung dapat diwujudkan dengan rasa persaudaraan. Rasa tersebut tak hanya akibat hubungan darah, namun lebih karena kemanusiaan. Esensi dalam hubungan atau pergaulan itu, manusia saling tolong- menolong dan tidak mencelakai satu sama lain. “Dalam sesrawungan, tak boleh ada pamrih apapun. Saling menolong harus dilakukan dengan tanpa maksud atau keuntungan apapun selain persaudaraan”, kata Lasio. 10 Dengan adanya srawung semua permasalahan dalam realitas kehidupan mampu diselesaikan secara bersama. Srawung dilakukan
8
Kyai Samin atau Raden Soerowijoyo (Samin Sepuh) merupakan ayah dari Raden Kohar atau Samin Soerosentiko (Samin Anom), yang kemudian bergelar Praboe Panembahan Soeryongalam (1859-1914) 9 Anonim. 2012. Srawung dalam Komunitas Sedulur Sikep. Diperoleh dari http://kabupatenpati.com/srawungdalam-komunitas-sedulur-sikep/ Pada 21 M ei 2012 10 Armitrianto, Adhitia. 2012. Menolong Harus Tanpa Pamrih. Suara M erdeka: Kamis, 29 M aret 2012
7
oleh masyarakat Sedulur Sikep sebagai kearifan lokal untuk mencari solusi konstruktif dalam memecahkan suatu masalah yang sedang dihadapi. Srawung inilah yang kemudian menjadi strategi penolakan (advokasi kebijakan publik, red) masyarakat Sedulur Sikep terhadap kebijakan rencana pendirian pabrik semen di wilayah Sukolilo. Advokasi sendiri merupakan aksi strategis yang ditujukan untuk menciptakan kebijakan publik yang bermanfaat bagi masyarakat atau mencegah munculnya kebijakan yang diperkirakan merugikan masyarakat (Socorro Reyes, 1997). Strategi advokasi yang dilakukan masyarakat Sedulur Sikep terhadap rencana pendirian pabrik semen di wilayah Sukolilo sangat unik. Keunikan tersebut karena aktivitas srawung yang dilakukan masyarakat Sedulur Sikep tidak disadari telah mengalami transformasi 11 . Transformasi srawung diantaranya adalah pembentukan organisasi lokal, menciptakan jaringan sosial, dan mengembangkan ruang publik atau dalam masyarakat Sedulur Sikep ditandai dengan acara wungon rebo pon. Organisasi lokal merupakan wadah masyarakat Sedulur Sikep untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan menitikberatkan pada partisipasi warga. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi sehingga pada ahkirnya para masyarakat Sedulur Sikep akan merasakan manfaat dari organisasi. Secara konseptual, organisasi lokal merupakan organisasi yang berada pada suatu komunitas yang memiliki kerjasama satu sama lain, memilki kedekatan personal yang erat, dan biasanya memiliki pengalaman bekerja secara bersama-sama (Milton Esman dan Norman T. Uphoff, 1984). Upaya pembentukan organisasi lokal bagi masyarakat Sedulur 11
Data diperoleh dari kompilasi hasil pra-penelitian lapangan pada September 2012
8
Sikep adalah untuk memperkuat basis gerakan dalam melakukan advokasi kebijakan. Peran organisasi lokal sangat penting di dalam advokasi, karena mampu memperkuat tujuan bersama dan mempunyai daya tawar yang lebih tinggi daripada dilakukan perorangan. Yang menarik mengenai organisasi lokal Sedulur Sikep adalah Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Simbar Wareh. Simber Wareh merupakan kelompok yang beranggotakan perempuan Sedulur Sikep. Kelompok yang terbentuk dari srawung dan dipelopori oleh Gunarti, seakan membawa perubahan yang besar bagi perempuan Sedulur Sikep. Gunarti melawan kebiasaan perempuan Sedulur Sikep yaitu budaya nrimo. Keberanian Gunarti dalam melawan dominasi budaya patriarki muncul ketika ada kekhawatiran terhadap sumber mata air jika rencana pendirian pabrik terealisasi. Dalam pandangan ekofeminisme, tidak hanya laki- laki saja yang berhak memanfaatkan alam, justru wanita lebih banyak membutuhkan daripada laki- laki. “Aku mikir, yen wong berjuang nek mung lanang thok, kuwi biasane ora berhasil, masalah lingkungan, masalah banyu, masalah bumi kuwi ya masalahe bareng. Apa maneh justru ibuk-ibuk luwih akeh nggunakke banyu tinimbang bapak-bapak. Tegese nek ning mondokan ki sing luwih akeh kan ibuk -ibuk, seka nggulawentah anak lan ngopeni omah”, tandas Gunarti 12 (Biasanya dalam berjuang kalau hanya laki- laki saja itu tidak berhasil. Pikir saya masalah lingkungan, masalah air, masalah bumi itu ya masalah bersama. Apalagi justru ibu- ibu yang lebih banyak menggunakan air daripada bapak-bapak. Artinya kalau 12
Ujianto, Ari. 2012. Simbar Wareh dan Kontekstualisasi Kearifan Lingkungan. Srinthil (M edia Perempuan M ultikultural) edisi 23. Diperoleh dari http://srinthil.org/75/simbar-wareh-dan-kontekstualisasi-kearifanlingkungan/ pada 19 Februari 2012
9
di rumah kan lebih banyak ibu- ibu, dari memelihara anak sampai merawat rumah). Ekofeminisme di masyarakat Sedulur Sikep dijabarkan menjadi pergerakan perempuan (KPPL Simbar Wareh, red) sebagai aksi (advokasi, red) bersama untuk menggugat rencana pendirian pabrik semen. Keberhasilan masyarakat Sedulur Sikep ketika mengorganisir masyarakat di luar komunitas Sedulur Sikep yang terkena dampak pendirian pabrik Semen Gresik, menjadikan basis gerakan semakin kuat karena banyak menjalin jaringan. Meskipun kebanyakan tidak mengenyam pendidikan sekolah formal, tidak sedikit masyarakat Sedulur Sikep yang memiliki kemampuan baca tulis. Kemampuan baca tulis ini biasanya diperoleh dari orang tua langsung (Two Ways Communication13 ) atau mengikuti pendidikan informal yang digagas oleh masyarakat Sedulur Sikep sendiri. Dengan kemampuan ini, Sedulur Sikep tidak kesulitan memperoleh informasi dari media cetak maupun elektronik. Akses terhadap informasi semakin mudah karena interaksi (srawung) luas yang dibangun dengan komunitas luar (sedulur liyo toto-coro). Keberadaan Gunretno sebagai figur yang punya banyak relasi di luar komunitas sangat membantu mencerna perubahan. 14 Jaringan menurut Onyx (Dalam Suharto, 2005) merupakan fasilitas terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringanjaringan sosial yang kokoh. Orang mengetahui dan bertemu dengan orang lain. 13
Darmastuti, Rini dan M ustika Kuri Prasela. Two Ways Communication: Sebuah M odel Pembelajaran dalam Komunitas Samin di Sukolilo Pati. Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 2, Mei - Agustus 2010. Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. 14 Fauzan, Uzair. 2007. Kelompok Minoritas dan Strategi Non-Konfrontasi Refleksi Lapangan di Komunitas Sedulur Sikep dan Parmalim. Diperoleh dari http://interseksi.org/publications/essays/articles/minorita s_non_konfrontasi.html pada 27 M ei 2012
10
Kemudian membangun interelasi yang kental, baik bersifat formal maupun informal. Dengan menjalin jaringan sosial dengan berbagai aktor, posisi Sedulur Sikep dalam melakukan advokasi kebijakan semakin kuat. Hal ini terbukti dengan legal standing yang dikeluarkan oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Tengah yang diprakarsakan oleh LBH Semarang untuk menggugat keluarnya surat izin rencana pendirian pabrik semen dan persetujuan kelayakan lingkungan hidup pembangunan pabrik semen PT. Semen Gresik di Kabupaten Pati. Selain membentuk organisasi lokal dan memperkuat jaringan sosial, masyarakat Sedulur Sikep menyelenggarakan ruang publik untuk berdiskursus, yaitu wungon. Wungon dapat diartikan sebagai media untuk mengumpulkan masyarakat di tengah situasi krisis multidimensi. Di masyarakat Sedulur Sikep Sukolilo, wungon dilakukan pada malam Rabu Pon, atau Wungon Rebo Pon. Hal ini dikarenakan adanya perhitungan weton atau penanggalan dalam kalender Jawa yang jatuh pada Rabu Pon. Habermas (dalam Budi Hardiman, 2009:128) menegaskan ruang publik memberikan peran yang penting dalam proses demokrasi. Ruang publik merupakan ruang demokratis atau wahana diskursus masyarakat, yang mana warga negara dapat menyatakan opini-opini, kepentingankepentingan dan kebutuhan-kebutuhan secara diskursif. Gunretno mengatakan, memaknai wungon rebo pon sebagai bentuk srawung, merupakan usaha untuk memahami kepekaan-kepekaan yang dimiliki masyarakat Sedulur Sikep itu sendiri, sehingga masyarakat Sedulur Sikep bisa mengorganisasi komunitasnya bahkan sampai kepada warga lainnya (Media Indonesia, 12 Mei 2012). Wungon rebo pon dikembangkan menjadi ruang untuk
11
berdiskursus yang biasa dilakukan masyarakat Sedulur Sikep di Omah Kendeng15 . Dapat dikatakan wungon rebo pon atau ruang publik merupakan sarana warga Sedulur Sikep untuk berkomunikasi, berdiskusi, berargumen, dan menyatakan sikap terhadap problematika yang sedang dihadapi. Ruang publik tidak hanya sebagai institusi atau organisasi yang legal, melainkan adalah komunikasi antar warga itu sendiri. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, Research Question dalam penelitian
ini adalah: a) “Bagaimana Proses Terjadinya Polemik Rencana Pendirian Pabrik Semen PT. Semen Gresik di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah?” b) “Bagaimana
Transformasi
Srawung
Sebagai
Strategi
Advokasi
Kebijakan Publik Masyarakat Sedulur Sikep Terhadap Rencana Pendirian Pabrik Semen PT. Semen Gresik di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah?” 1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai fokus untuk membedah secara mendalam
mengenai kearifan lokal masyarakat adat dalam menyelesaikan permasalahan publik. Masyarakat adat yang dimaksud adalah masyarakat Sedulur Sikep yang bermukim di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, kearifan lokal
15
Omah Kendeng merupakan sebuah rumah berbentuk limas yang didirikan sebagai pusat kegiatan bagi warga lereng Pegunungan Kendeng di Dukuh Ledok, Desa Sukolilo, Kecamatan Sukolilo, Pati. Rumah pusat perlawanan masyarakat Sikep dan warga sekitarnya.
12
yang dimaksud adalah transformasi srawung sebagai strategi masyarakat Sedulur Sikep dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan permasalahan publik yang dimaksud adalah rencana Pemerintah Daerah Kabupaten Pati yang bekerja sama dengan PT. Semen Gresik akan mendirikan pabrik semen di wilayah Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa tengah (Pegunungan Kendeng Utara). Sejalan dengan pernyataan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menggali proses terjadinya polemik rencana pendirian pabrik semen dan menggali kearifan lokal yang berupa transformasi srawung sebagai strategi advokasi kebijakan publik ala masyarakat Sedulur Sikep terhadap rencana pendirian pabrik semen PT. Semen Gresik di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Dengan menggali kearifan lokal masyarakat Sedulur Sikep dalam mengadvokasi kebijakan publik, diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi kepada masyarakat, khususnya masyarakat adat dalam melakukan advokasi kebijkan. Agar dapat memperoleh jawaban dari permasalahan tersebut, maka dilakukanlah peneltian ini. Lebih spesifik lagi, penelitian akan menjelaskan bagaimana proses advokasi yang dilakukan oleh Masyarakat Sedulur Sikep terhadap rencana pendirian pabrik semen. Pertama, tujuan penelitian akan menjelaskan bagaimana persoalan semen menjadi isu strategis yang layak untuk diadvokasi; Kedua, bagaimana Masyarakat Sedulur Sikep membangun opini dan fakta; Ketiga, menjelaskan bagaimana Masyarakat Sedulur Sikep memahami sistem kebijakan; Keempat, menjelaskan bagaimana Masyarakat Sedulur Sikep membangun koalisi; Kelima, menjelaskan bagaimana Masyarakat Sedulur Sikep merancang strategi dan sasaran; Keenam, menjelaskan bagaimana Masyarakat Sedulur Sikep dalam 13
mempengaruhi kebijkan; dan Ketujuh, menjelaskan tentang evaluasi advokasi yang dilakukan Masyarakat Sedulur Sikep. 1.4
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Diharapkan dapat
memberikan pengetahuan,
wawasan dalam penerapan
ilmu
pengalaman,
dan
metode penelitian kualitatif,
khususnya kearifan lokal dalam penyelesaiaan permasalahan publik yang dilakukan oleh masyarakat Sedulur Sikep dan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan Ilmu Administrasi Negara, khususnya ilmu advokasi kebijakan publik. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan refleksi dan pertimbangan bagi Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Daerah Kabupaten Pati dalam proses perumusan kebijakan sampai pengambilan keputusan kebijakan yang menyangkut masyarakat adat.
14