BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kebijakan Desentralisasi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang dituangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada pasal 77 memberikan kewenangan yang lebih luas di bidang perpajakan kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) pada pengalihan PBB-P2 adalah proses pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan dan pelayanan PBB-P2. Sebelumnya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak pusat sebagai salah satu jenis pajak langsung diatur dengan UU No.12 Tahun 1994, yang seluruh hasil penerimaannya dibagikan kepada Daerah dengan proporsi tertentu. Setelah diberlakukannya UU 28 tahun 2009, Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab penuh dan membiayai sendiri dalam mengelola PBB-P2
yang
pemungutannya harus dilakukan secara efektif, agar nantinya dapat memenuhi target pendapatan dari PBB-P2 dan tercapai dengan maksimal (Prawoto,2011). Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan (PBB-P2) merupakan Pajak Daerah yang baru dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana sejak tahun 2013 sesuai amanat UU 28 tahun 2009, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 12 tahun 2011 tentang PBB-P2. Pengalihan PBB-P2 ini memberikan kontribusi yang besar kepada pemerintah
1
2
daerah untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Pajak Daerah, dan sekaligus memperbaiki struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Perkembangan realisasi Pajak Daerah di Kabupaten Jembrana sejak pengalihan PBB-P2 mengalami peningkatan dibandingkan dengan sebelumnya yaitu sebesar 59,72% tahun 2013, sedangkan tahun 2014 meningkat sebesar 61,64%. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini : Tabel 1.1 Perkembangan Realisasi Pajak Daerah Kabupaten Jembrana sebelum dan sesudah PBB-P2 menjadi Pajak Daerah Pajak Daerah Pajak Hotel
2011 (sebelum) Rp 316.373.174
2012 (sebelum) Rp 432.794.827
2013 (sesudah) Rp 578.775.158
2014 (sesudah) Rp 459.162.388
Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Penerangan Jalan Pajak Parkir Pajak BPHTB Pajak Galian.C Pajak Air Tanah Pajak Reklame PBB-P2
122.913.015
191.298.925
231.718.627
818.798.317
4.780.000
21.409.000
21.652.000
30.064.500
4.715.932.129
5.697.592.510
6.997.909.403
8.448.420.606
28.193.063
51.116.871
63.969.050
67.899.150
3.195.331.263
3.833.273.600
70.955.438
17.110.850
10.000.000
66.778.693
200.315.350
193.652.637
264.513.118
479.530.037
598.484.250
567.170.245
357.136.287
-
-
6.595.337.540
6.807.325.415
Jumlah
6.809.345.050 12.857.776.260 -
9.000.786.812 11.043.396.183 22.069.529.710 26.942.851.422
Sumber : Dinas Pendapatan Kabupaten Jembrana Tahun 2011 s/d 2014 Untuk mengoptimalkan sektor penerimaan PBB-P2 di Kabupaten Jembrana, Pemerintah Daerah diharapkan mampu berbuat banyak untuk kepentingan masyarakat dan mensukseskan pembangunan yang dapat dinikmati pemerintah
3
dan masyarakat, oleh karena itu kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2 berperan penting untuk memaksimalkan penerimaan daerah. Sistem pemungutan PBB-P2 juga sangatlah menentukan tercapainya rencana penerimaan pajak dan target anggaran yang ditentukan. Pemungutan PBB-P2 memang bukan suatu pekerjaan yang mudah, disamping peran serta aktif dari petugas pajak, juga dituntut kesadaran dan kepatuhan dari wajib pajak itu sendiri (Hardiningsih,2011). Namun di Kabupaten Jembrana, implementasi pemungutan PBB-P2 sejak pengalihan PBB-P2 belum dapat dilaksanakan secara maksimal, karena keterbatasan jumlah petugas PBB-P2 dan kurangnya kesadaran wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya, sehingga terjadi permasalahan dan kendala seperti terdapat SPPT ganda, SPPT atas nama pemilik, NJOP yang tidak sebanding dengan penyanding, adanya tunggakan PBB-P2 namun wajib pajak tidak mengakuinya. Hal ini tentu berdampak pada penerimaan PBB-P2 belum sepenuhnya mencapai target dan potensi yang direncanakan, yang menyebabkan rendahnya kepatuhan wajib pajak. Tabel 1.2 memperlihatkan potensi, target dan realisasi penerimaan PBB-P2 sejak tahun 2011 s/d tahun 2014. Tabel 1.2 Potensi, Target dan Realisasi Penerimaan PBB-P2 Pemerintah Kabupaten Jembrana Tahun 2011 s/d 2014
2011
111,758 9.428.629.168
4.029.829.001
4.965.668.851
Capaian Target (%) (Rp) 123,22
2012
112,653 9.487.342.693
5.875.245.672
5.879.073.126
100,07
2013
118,025 9.094.725.555
8.000.000.000
6.595.337.540
87,94
Tahun SPPT/ Objek Pajak
Potensi Target PBB-P2 Realisasi (Rp) Penerimaan Pokok ketetapan PBB-P2 (Rp) PBB- P 2 ( R p )
2014 121,387 9.159.337.843 7.500.000.000 6.807.325.415 Sumber : Dinas Pendapatan Kabupaten Jembrana Tahun 2011 s/d 2014
85,09
4
Pada Tabel 1.2 menunjukkan tingkat kepatuhan wajib pajak masih tergolong rendah dilihat dari realisasi penerimaan PBB-P2 belum mencapai rencana potensi, dan sejak pengalihan PBB-P2 dari tahun 2013 s/d 2014 selalu gagal untuk memenuhi target yang telah ditetapkan yaitu mencapai 100%. Perkembangan potensi jumlah SPPT/Obyek Pajak meningkat tiap tahun dan besarnya pokok ketetapan yang direncanakan hanya bisa direalisasikan sebesar 65,23% dilihat dari jumlah penerimaan PBB-P2. Sementara capaian target tahun 2013 terealisasi 87,94%, tahun 2014 tercapai 85.09%. Berbeda dengan jumlah realisasi penerimaan PBB-P2 di tahun 2011 s/d 2012 (sebelum pengalihan PBB-P2), melebihi dari target yang dianggarkan dengan capaian 123,22% (2011) dan 100,07% (2012). Terhambatnya penerimaan PBB akan menghambat kelancaran pelaksanaan pembangunan, juga dapat menambah piutang PBB-P2, Hal ini tentu membutuhkan suatu kajian yang dilakukan oleh pemerintah daerah agar hal tersebut tidak terjadi berlarut-larut, guna mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak PBB-P2 di Kabupaten Jembrana. Kepatuhan wajib pajak mengacu pada kepatuhan terhadap peraturan perpajakan dan melakukan pembayaran pajak tepat waktu (Nzioki dan Peter, 2014). Penelitian oleh Kirchler (2010) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak merupakan istilah yang paling inklusif dan netral untuk kesediaan wajib pajak membayar pajak. Kepatuhan wajib pajak PBB-P2 dapat dilihat dari patuh tidaknya seorang wajib pajak dalam mendaftarkan obyek pajaknya, menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT), pembayaran pajak terutang dan kepatuhan dalam membayar tunggakan. Ketidakpatuhan wajib pajak
5
akan berakibat pada berkurangnya penyetoran dana pajak ke kas daerah. Mengingat kepatuhan WP PBB-P2 di Kabupaten Jembrana merupakan faktor penting bagi peningkatan penerimaan pajak, maka perlu secara intensif dikaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak PBB-P2 oleh beberapa hal antara lain : pemahaman perpajakan, kualitas pelayanan, ketegasan sanksi pajak, dan pemeriksaan pajak serta tingkat pendidikan wajib pajak. Pemahaman perpajakan adalah proses dimana wajib pajak mengetahui tentang perpajakan dan mengaplikasikan pengetahuan itu untuk membayar pajak (Putri, 2014). Penelitian oleh Syahril (2013) mengemukakan bahwa pemahaman perpajakan yang dimaksud adalah wajib pajak mengerti dan paham tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Pemahaman wajib pajak tentang peraturan perpajakan PBB-P2 di Kabupaten Jembrana masih tergolong rendah, hal ini dikarenakan tidak semua wajib pajak PBB-P2 memahami dan mengerti bagaimana cara pengisian formulir perpajakan, selalu membayar tepat waktu, cara melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT), denda, batas waktu pembayaran atau pelaporan. Sehingga mengakibatkan keengganan wajib pajak melakukan kewajiban perpajakan yang dapat menyebabkan rendahnya kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2. Hasil penelitian Larissa (2012), Adiasa (2013), Endrasari.,dkk (2015), Syafputra.,dkk (2015) menyatakan bahwa pemahaman wajib pajak tentang peraturan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Palil (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman pajak memiliki pengaruh yang positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi
6
(WPOP) di Malaysia. Sementara itu hasil penelitian oleh Hardiningsih (2011), Pranadata (2014), menyatakan bahwa pemahaman wajib pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Selain itu, penelitian oleh Abubakari dan Christopher (2013) menunjukkan bahwa tingkat pemahaman wajib pajak tentang peraturan perpajakan tidak berkorelasi positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Penyebab lain rasio kepatuhan adalah masih banyak masyarakat yang beranggapan negatif terhadap petugas pajak, hal ini memerlukan upaya Dinas Pendapatan Kabupaten Jembrana untuk meningkatkan pelayanan yang baik agar terciptanya kepuasan wajib pajak dalam pelaksanaan perpajakan. Untuk memberikan kemudahan pelayanan kepada wajib pajak terutama yang berkaitan dengan pembayaran, informasi atas objek PBB-P2 dan informasi lainnya pada Dinas Pendapatan dikelola oleh petugas pajak melalui sistem informasi yang telah terintegrasi, bersama Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak-Next Generation (SISMIOP-NG) PBB-P2. Kualitas pelayanan didefinisikan sebagai persepsi seluruh wajib pajak atau penilaian wajib pajak dari tingkat administrasi pajak dengan diukur melalui metode Servqual dengan lima dimensi yaitu bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan dan empati (Mustapha dan Obid, 2014). Penelitian oleh Supriyanto (2013) menjelaskan bahwa pelayanan yang bermutu akan mampu memberikan rasa senang dan perasaan puas terhadap seseorang, dan bila seseorang merasa puas terhadap sesuatu maka orang tersebut akan melaksanakan sesuatu itu dengan sukarela. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosalina (2003), Lisnaningsih (2006), Alabede,.et.al (2011), Istanto (2010), Puspita (2014) menyatakan bahwa kualitas pelayanan fiskus berpengaruh positif
7
terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. Namun, hasil penelitian yang berbeda ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan oleh Nurfatmah (2013) menyatakan bahwa kualitas layanan PBB pada UPPD Keramat Jati masih sangat lemah pengaruhnya terhadap kepatuhan wajib pajak. Selain itu, penelitian Tryana (2013) menghasilkan sikap fiskus tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Pelayanan pajak tidak dipergunakan secara rutin sehingga wajib pajak orang pribadi tidak akan terlalu menganggap penting konsep pelayanan yang ada di kantor pajak. Selain kualitas pelayanan yang telah diberikan oleh petugas pajak terhadap wajib pajak, juga perlu ditegakkan sanksi perpajakan yang merupakan alat kontrol dan
pencegah
agar
wajib
pajak
tidak
melanggar
norma
perpajakan
(Sapriadi,2013). Penerapan sanksi pajak pada Dinas Pendapatan Kabupaten Jembrana diatur dalam pasal 13 Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana No. 12 Tahun 2011, dengan pengenaan denda administrasi sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. Perlunya ketegasan sanksi pajak dilaksanakan untuk menciptakan kepatuhan wajib pajak, namun rendahnya persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi perpajakan di Kabupaten Jembrana, mengakibatkan kelalaian
wajib
pajak
yang
cendrung
dapat
mengabaikan
kewajiban
perpajakannya. Kelalaian tersebut dapat dilihat dari jumlah denda administrasi PBB-P2 pada Perda No.7 tahun 2015 tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD tahun anggaran 2014 sebesar Rp. 618.306.122. Pelaksanaan sanksi pajak yang tegas sangat diperlukan untuk mengontrol kepatuhan wajib pajak, kecendrungan WP akan patuh apabila wajib pajak berpikir bahwa sanksi pajak
8
sangat merugikannya (Jatmiko, 2006). Penelitian Yanah (2013) menyatakan bahwa sikap wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi administratif memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa jika pelaksanaan sanksi administrasi ditingkatkan, akan merespon wajib pajak dengan meningkatkan kepatuhan dalam membayar pajak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kahono (2003), Obid (2004), Agbedzani (2011), Nzioki dan Peter (2014), Afrianti, dkk (2014), Sentya (2015) menyatakan bahwa sikap wajib pajak pada sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Sejalan dengan penelitian tersebut penelitian yang berbeda dilakukan oleh Hernawati, dkk (2012), Nelson (2014), Endrasari.,dkk (2015), menyatakan bahwa sanksi denda perpajakan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya adalah adanya pemeriksaan pajak. Pemeriksaan pajak adalah pemeriksaan independen dari hasil yang disampaikan oleh wajib pajak kepada otoritas pajak yang relevan untuk memastikan tingkat kepatuhan pajak (Ebimobowei dan Peter, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Dina (2014) menyatakan pemeriksaan pajak merupakan instrumen penting untuk menentukan kepatuhan wajib pajak baik secara formal maupun material. Kinerja pemeriksaan pajak juga mencerminkan tingkat kepatuhan wajib pajak, namun fenomena yang terlihat sejak pengalihan PBB-P2 di Kabupaten Jembrana yakni adanya penambahan piutang PBB-P2 setiap tahun, hal ini disebabkan karena wajib pajak belum sepenuhnya memenuhi kewajiban perpajakan sehingga pemeriksaan pajak sangat diperlukan untuk pengawasan dan
9
pembinaan wajib pajak. Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana, piutang pajak daerah per 31 Desember 2013 mengalami peningkatan sebesar 25,78% dari Rp. 21.058.564.656 meningkat menjadi Rp.26.965.626.287, sedangkan per 31 Desember 2014 peningkatan sebesar 25,78% menjadi Rp.29.162.516.621. Tabel.1.3 menunjukkan Piutang Pajak Daerah Pemerintah Kabupaten Jembrana tahun 2011 s/d 2014. Tabel 1.3 Piutang Pajak Daerah Pemerintah Kabupaten Jembrana Tahun 2011 s/d 2014 Uraian Piutang Pajak Hotel Piutang Pajak Restoran Piutang Pajak Hiburan
Per 31 Des 2011 (Rp)
Per 31 Des 2012 (Rp)
Per 31 Des 2014 (Rp)
77.965.000
41.747.500
162.669.840
119.301.519
133.216.100
139.168.700
274.871.516
237.817.082
-
-
2.886.000
4.586.000
7.605.500
13.461.500
29.419.837
45.050.049
Piutang Pajak Parkir
-
Piutang Pajak Air Tanah
-
-
Piutang PBB-P2
-
-
Jumlah
Per 31 Des 2013 (Rp)
8.765.500
26.488.173.594 28.746.788.122
211.181.100 1.058.564.656 26.965.626.287 29.162.516.621
Sumber : Dinas Pendapatan dan LKPD Pemerintah Kab.Jembrana th 2011-2014
Berdasarkan Tabel 1.3. memperlihatkan bahwa jumlah piutang PBB-P2 paling tertinggi sebesar Rp.28.746.788.122, dibandingkan dengan piutang jenis pajak daerah lainnya. Tingginya penambahan piutang PBB-P2 diakibatkan karena rendahnya kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2, hal ini diperlukan
10
suatu upaya untuk mengintensifkan pemungutan yang salah satunya melalui pelaksanaan pemeriksaan pajak. Hasil penelitian Rini, (2007), Wahyuni (2013), Sherly dan Setiawan (2014), Kennedy dan Obi (2014) menunjukkan bahwa pemeriksaan pajak memiliki pengaruh yang cukup besar dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Akan tetapi hasil penelitian yang dilakukan oleh Cahyonowati,.dkk (2012), Rahmawati.,dkk (2014) menemukan hasil penelitian yang berbeda, dimana pemeriksaan pajak tidak berpengaruh signifikan positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Selain faktor-faktor tersebut, perilaku wajib pajak untuk bertindak patuh atau tidak juga dilatarbelakangi oleh adanya tingkat pendidikan wajib pajak yang dapat memperkuat atau memperlemah hubungan dari faktor-faktor tersebut. Adanya keanekaragaman tingkat pendidikan yang dimiliki wajib pajak PBB-P2 di Kabupaten Jembrana, menyebabkan pengetahuan tentang perpajakan juga berbeda dan akan membuat kepatuhan masing-masing wajib pajak juga berbeda. Agbedzani (2011) mengemukakan bahwa pendidikan pajak sebagai kekuatan meminimalisasi penggelapan pajak, kurangnya pendidikan wajib pajak dapat menyebabkan rendahnya kepatuhan wajib pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Clifford dan Jairus (2013) menyatakan bahwa pengetahuan dari penelitiannya membenarkan keputusan menggunakan pendidikan pajak sebagai alat untuk meningkatkan kepatuhan pajak sukarela, antara UKM di Tanzania. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rustiyaningsih (2011) menyatakan bahwa tingkat pendidikan berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap sesuatu hal, hubungannya dengan kepatuhan erat kaitannya dengan sikap yang
11
ditimbulkan oleh orang tersebut dari apa yang diketahui atau dipahaminya. Pendidikan mempengaruhi pengetahuan dan merupakan elemen kognigtif dan sikap (Fraternesi,2002). Kemudian didukung hasil penelitan oleh Freddy (2014), Syahputri,.dkk (2014) menyatakan bahwa tingkat pendidikan wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan identifikasi dan uraian tersebut maka kepatuhan wajib pajak PBB-P2 dipengaruhi secara langsung oleh pemahaman perpajakan, kualitas pelayanan, ketegasan sanksi pajak dan pemeriksaan pajak. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa kepatuhan wajib pajak PBB-P2 tidak dipengaruhi sama sekali dari faktor pemahaman perpajakan, kualitas pelayanan, ketegasan sanksi pajak dan pemeriksaan pajak. Adanya ketidakkonsistenan hasil penelitian terdahulu
memungkinkan
adanya
pengaruh
variabel
moderating
dalam
mengidentifikasi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Govindarajan (1986), menyatakan bahwa untuk merekonsiliasi temuan penelitian yang saling bertentangan, diperlukan pendekatan kontinjensi dengan mengevaluasi faktor-faktor kondisional. Pengaruh pemahaman perpajakan, kualitas pelayanan, ketegasan sanksi pajak dan pemeriksaan pajak pada kepatuhan wajib pajak PBB-P2 mempunyai faktor-faktor kontinjensi. Salah satu faktor tersebut yang dibahas dalam penelitian ini adalah faktor tingkat pendidikan. Faktor tingkat pendidikan adalah variabel pemoderasi, yang dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh pemahaman perpajakan, kualitas pelayanan, ketegasan sanksi pajak dan pemeriksaan pajak pada kepatuhan WP PBB-P2.
12
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang tersebut,
maka
yang menjadi
pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana pengaruh pemahaman perpajakan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana? 2) Bagaimana pengaruh kualitas pelayanan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana? 3) Bagaimana pengaruh ketegasan sanksi pajak pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana? 4) Bagaimana pengaruh pemeriksaan pajak pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana? 5) Bagaimana tingkat pendidikan memoderasi pengaruh pemahaman perpajakan, kualitas pelayanan, ketegasan sanksi pajak, dan pemeriksaan pajak pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk : 1) Mendapatkan bukti empiris pengaruh pemahaman perpajakan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana. 2) Mendapatkan bukti empiris pengaruh kualitas pelayanan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana. 3) Mendapatkan bukti empiris pengaruh ketegasan sanksi pajak pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana.
13
4) Mendapatkan bukti empiris pengaruh pemeriksaan pajak pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana. 5) Mendapatkan bukti empiris apakah tingkat pendidikan memoderasi pengaruh pemahaman perpajakan, kualitas pelayanan, ketegasan sanksi pajak, dan pemeriksaan pajak pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2 di Kabupaten Jembrana.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1) Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung teori atribusi, teori kontijensi, serta dapat menjadi pertimbangan teoritis bagi pihak Dinas Pendapatan Kabupaten Jembrana, dan dapat menambah ilmu pengetahuan, informasi juga bahan evluasi dalam penerapan pemahaman perpajakan, kualitas pelayanan, ketegasan sanksi pajak, dan pemeriksaan pajak, tingkat pendidikan sebagai pemoderasi untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak PBB-P2. 2) Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat tidak saja bagi Dinas Pendapatan Kabupaten Jembrana tetapi juga bagi para praktisi dan masyarakat (sebagai wajib pajak) sebagai bahan masukan tentang pentingnya penerapan pemahaman perpajakan, kualitas pelayanan, ketegasan sanksi pajak, dan pemeriksaan
pajak,
tingkat
pendidikan
meningkatkan kepatuhan wajib pajak PBB-P2.
sebagai
pemoderasi
untuk