BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Regional Trade Agreements (RTA) didefinisikan sebagai kerjasama perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup free trade agreements (FTA), customs unions (CU), partial scope agreement (PSA), dan economic integration agreements (EIA)1. Salah satu perkembangan utama dunia internasional dalam beberapa tahun terakhir adalah pesatnya pertumbuhan RTA. Berdasar data WTO, sejak 1948 hingga saat ini, sebanyak 421 RTA telah dinotifikasi WTO dan telah berjalan sebanyak 232 RTA diseluruh dunia. Dari perkembangannya, banyak RTA terdapat dalam bentuk Free Trade Agreements (FTA) yang negara-negara anggotanya saling menghapus hambatan perdagangan namun tetap menerapkan proteksi yang berbeda-beda terhadap negara bukan anggota. Menurut Shujiro dan Misa (2007), salah satu alasan penting dalam pesatnya pembentukan FTA adalah adanya kebuntuan dalam Doha Development Agenda yang merupakan negosiasi perdagangan multilateral WTO.
1
Berdasar klasifikasi dalam Acharya dkk (2011): “free trade agreement” (FTA) menunjuk pada kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana tarif dan hambatan perdagangan lainnya dihapuskan pada sebagian besar atau seluruh perdagangan dan masing-masing pihak tetap memberlakukan struktur tarifnya pada pihak diluar kerjasama. “customs union” (CU) merupakan kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana tarif dan hambatan perdagangan lainnya dihapuskan pada sebagian besar atau seluruh perdagangan dan lagi pihak-pihak tersebut memberlakukan kebijakan perdagangan yang sama terhadap pihak ketiga, termasuk penetapan tarif eksternal bersama. “partial scope agreement"(PSA) merupakan kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana pihakpihak terkait menawarkan kelonggaran-kelonggarannya masing-masing pada sejumlah produk atau sektor tertentu. Sedangkan “Economic integration agreements” (EIA) meruuk pada kerjasama perdagangan jasa dimana dua pihak atau lebih saling menawarkan akses pasar preferensial.
1
Grafik 1.1 Perkembangan Jumlah FTA 1976-2012
Sumber : WTO
Grafik 1.1 menunjukkan perkembangan jumlah FTA sejak tahun 1976, baik yang telah dilaporkan maupun tidak dilaporkan. Pembentukan FTA menunjukkan tren meningkat, yang pada awalnya hanya terdapat 2 FTA kemudian bertambah menjadi 100 FTA yang telah mendapat persetujuan WTO pada tahun 2012. Jika ditambah dengan jumlah FTA yang tidak mendapat notifikasi WTO, maka terdapat 250 FTA pada tahun 2012. Jumlah perjanjian bilateral dan regional meningkat dikarenakan keduanya merupakan opsi terbaik kedua bagi FTA setelah perjanjian multilateral. Berdasar Widyasanti (2010), Implementasi dari perjanjian multilateral sulit untuk sepenuhnya diterapkan sehingga banyak negara lebih memilih perjanjian bilateral dan regional untuk memperluas perdagangan dan memperkuat hubungan ekonomi dengan negara lain. Perjanjian bilateral ini dapat dibentuk antar dua negara atau antara kelompok regional yang telah ada dengan sebuah negara atau kelompok regional lainnya. Selain AFTA, Indonesia juga bergabung dalam beberapa perjanjian kerjasama perdagangan bebas lainnya baik yang bersifat bilateral, regional maupun internasional. Berdasar data WTO, hingga tahun 2012, Indonesia telah
2
menandatangani sembilan perjanjian FTA dengan berbagai mitra dagangnya 2. Selain itu, Indonesia juga menghadapi enam proposal perjanjian FTA dan dalam proses negosiasi lima perjanjian FTA lainnya 3. Dari keseluruhan FTA ini, sebagian besar berada dalam kerangka perjanjian kerjasama AFTA dengan negara lainnya. Dalam hal tarif, skema penurunan tarif Indonesia dalam FTA yang sudah berlaku saat ini sudah sangat liberal. Hal ini berdasarkan hasil kajian departemen keuangan bahwa tingkat coverage rate berada di atas 90%. Namun, utilization rate dari skema tarif dalam FTA4 relatif masih rendah, yaitu berkisar antara 30 hingga 35%, kecuali AIFTA sebesar 6,05%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase importasi yang benar-benar menggunakan tarif preferensi daripada menggunakan tarif Most-Favoured Nation (MFN) masih tergolong rendah. Liberalisasi perdagangan pada dasarnya merupakan bagian dari kebijakan perdagangan luar negeri yang erat kaitannya dengan pembentukan FTA. Manfaat yang sering dijadikan dasar dalam melakukan kebijakan liberalisasi perdagangan antara lain peningkatan efisiensi. Hal ini juga sejalan dengan konsep keuntungan komparatif, yaitu FTA berpotensi meningkatkan kompetisi antara produsen domestik dengan produsen di negara-negara anggota FTA lainnya, sehingga produsen domestik yang tidak efisien akan keluar dari industri.
Pada akhirnya masing-masing negara anggota akan melakukan
spesialisasi produksi pada produk-produk yang memiliki keuntungan
2
Kesembilan FTA ini yaitu Asean Free Trade Area (AFTA), ASEAN-Australia and New Zealand FTA, ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement, ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership, ASEAN-Korea Comprehensive Economic Cooperation Agreement, ASEAN-PRC Comprehensive Economic Cooperation Agreement, Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement, Pakistan-Indonesia FTA, Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries. 3 Lihat tabel pada lampiran untuk rincian status kerjasama FTA yang diikuti Indonesia. 4 FTA yang diteliti dalam kajian departemen keuangan adalah AFTA, AIFTA, ACFTA, AKFTA, IJEPA
3
komparatif untuk mengoptimalkan manfaat perdagangannya. Dengan adanya spesialisasi produksi maka sumberdaya dapat dialokasikan lebih efisien. Sebuah pertanyaan penting yang kemudian muncul dengan adanya pembentukan kerjasama perdagangan adalah apakah FTA ini dapat membuat kondisi perdagangan anggotanya menjadi lebih baik. Menurut Oktaviani (2008), peningkatan perdagangan karena adanya FTA akan mendatangkan multiplier effect terhadap kegiatan ekonomi lainnya sehingga akan membawa perubahan terhadap kondisi makroekonomi, sektoral ekonomi, regional dan distribusi pendapatan. Akan tetapi, kehadiran informasi asimetris, inefisiensi pasar, dan distorsi ekonomi dalam dunia nyata mengakibatkan adanya penyimpangan manfaat FTA dari kerangka teoritisnya. Terlepas dari FTA dapat mengurangi hambatan perdagangan diantara negara-negara anggotanya, FTA dapat menghasilkan peningkatan atau penurunan perdagangan. FTA belum tentu dapat menghasilkan keuntungan ekonomi bagi negara anggotanya atau bagi dunia secara keseluruhan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menilai dampak FTA pada perdagangan. Menurut Plummer (2010), dibutuhkan kajian ekonomi sebuah FTA baik sebelum (ex-ante) maupun sesudah (ex-post) implementasinya. Kajian ex-ante diperlukan untuk menentukan posisi negosiasi sebuah negara secara keseluruhan. Selain itu, kajian ini juga bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana potensi keuntungan ekspor dari sebuah FTA dan menyusun kebijakan
penyesuaian
yang
dibutuhkan
untuk
sektor-sektor
yang
kemungkinan terkena dampak negatif dari FTA. Hasil dari kajian ex-ante ini kemudian harus benar-benar dipertimbangkan dalam negosiasi FTA untuk
4
mendapatkan manfaat optimal dari sebuah FTA. Metode evaluasi ex-ante meliputi berbagai indikator perdagangan, partial equilibrium SMART model, dan Computable General Equlibrium (CGE) model. Sedangkan kajian ex-post menilai dampak aktual dari sebuah FTA setelah implementasinya untuk mengetahui apakah dampak yang dihasilkan berada dalam batas yang telah diperkirakan sebelumnya. Kajian ini juga penting dalam menyusun kebijakan penyesuaian lebih lanjut untuk sektor yang terkena dampak negatif dan untuk mengetahui manfaat yang belum sepenuhnya terwujud. Metode evaluasi expost meliputi indikator preferensi FTA seperti coverage rate, utility rate, dan utilization rate, analisis kualitatif dan kuantitatif indikator kesejahteraan dan perdagangan FTA, serta model gravitasi. Model gravitasi telah banyak digunakan dalam berbagai literatur sebagai kajian ex-post untuk menganalisis dampak FTA dengan cara menambahkan variabel dummy pada spesifikasi persamaannya. Variabel ini mengindikasikan apakah sepasang negara yang melakukan perdagangan berada dalam sebuah FTA yang sama atau tidak. Pada intinya, penambahan variabel dummy dimaksudkan untuk menangkap perbedaan antara arus perdagangan faktual dan kontrafaktualnya, yaitu perkiraan jumlah perdagangan hasil estimasi dari persamaan gravitasi. Sehingga, dengan penambahan variabel dummy dapat diketahui apakah FTA yang dimaksud berpengaruh signifikan secara statistik atau tidak pada arus perdagangan. Jika variabel dummy menghasilkan koefisien yang positif dan signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa FTA yang dimaksud memang berpengaruh positif pada arus perdagangan, dengan besaran sesuai dengan nilai koefisiennya.
5
Pada kenyataannya, analisis empiris penilaian dampak FTA susah mencapai kesepakatan. Berbagai kajian literatur dampak FTA pada perdagangan menunjukkan bahwa penelitian yang berbeda memberikan hasil yang berbeda pula untuk objek penelitian FTA yang sama. Hal ini dikarenakan perbedaan metode estimasi, basis data, dan periode waktu untuk mengukur dampak FTA. Model gravitasi memang telah populer digunakan dalam berbagai kajian literatur selama limapuluh tahun terakhir. Akan tetapi, sejak awal keberadaannya muncul beberapa permasalahan terkait dengan model gravitasi. Pertama kali, muncul perdebatan mengenai kerangka teoritis yang mendasari model gravitasi. Namun lambat laun perdebatan ini mereda seiring dengan perkembangan penelitian. Beberapa peneliti telah memberikan kontribusi signifikan dalam memberikan landasan teori yang kuat pada model gravitasi. Setelah perdebatan mengenai kerangka teoritis model gravitasi, muncul lagi perdebatan mengenai kinerja dari berbagai teknik estimasi yang digunakan untuk menganalisis model gravitasi. Hal ini terutama terkait dengan masalah estimasi yang ditimbulkan dari model gravitasi sendiri, yaitu validitas proses log-linierisasi ketika model mengalami heteroskedastisitas dan hilangnya informasi karena adanya 'zero-trade' flows pada data. Karena logaritma dari nol adalah tidak terdefinisi, maka beberapa penelitian mengusulkan penggunaan metode truncation dan censoring untuk mengatasi masalah tersebut. Namun, metode ini mengurangi efisiensi dan mengakibatkan estimasi yang bias karena hilangnya data. Selain itu, Westerlund dan Wilhelmsson (2009) juga menambahkan bahwa penghapusan data arus
6
perdagangan
ketika
nilai
nol
tidak
terdistribusi
secara
acak
akan
mengakibatkan sample selection bias. Berkaitan dengan teknik estimasi yang masih menjadi perdebatan, biasanya model gravitasi di linierisasi kemudian diestimasi dengan menggunakan OLS. Akan tetapi, Santos Silva dan Tenreyro (2006) menunjukkan bahwa log-linierisasi persamaan gravitasi dapat mengubah properti dari error term. Apabila data bersifat heteroskedastis, maka estimasinya menjadi tidak konsisten. Heteroskedastisitas tidak mempengaruhi estimasi parameter; dengan demikian koefisiennya tetap tidak bias. Akan tetapi, hal ini mengakibatkan bias variansi dari parameter yang diestimasi dan menghasilkan t-values yang tidak dapat dipercaya. Dalam hal ini, Santos Silva dan Tenreyro (2006) mengusulkan digunakannya estimasi non-linier seperti Poisson-Pseudo Maximum Likelihood (PPML). Bagaimanapun juga, belum ada kajian komprehensif mengenai dampak dari berbagai FTA yang diikuti Indonesia. Karenanya, penilaian dampak FTA pada perdagangan Indonesia dibutuhkan untuk mengevaluasi FTA yang telah berjalan. Evaluasi ini penting untuk dijadikan dasar dalam menetapkan kebijakan penyesuaian lebih lanjut apabila ditemukan hasil yang tidak sesuai dengan perkiraan dampak sebelum implementasi FTA. Oleh karenanya, penelitian ini ditujukan untuk menganalisis dampak FTA pada perdagangan Indonesia. Selain itu, penulis juga memberikan kontribusi pada kajian literatur estimasi model gravitasi dengan melakukan perbandingan beberapa teknik estimasi model gravitasi.
7
1.2. RUMUSAN MASALAH Indonesia telah menandatangani dan meratifikasi FTA dengan berbagai negara sejak keterlibatannya dalam AFTA. Sering disebutkan berbagai FTA yang diikuti Indonesia tersebut menguntungkan Indonesia. Namun, hingga saat ini belum ada bukti empiris mengenai manfaat yang diperoleh dengan bergabungnya Indonesia dalam berbagai FTA. Sebuah pertanyaan penting yang kemudian muncul dengan bergabungnya Indonesia dalam berbagai FTA adalah apakah berbagai FTA ini menguntungkan Indonesia, khususnya dalam hal perdagangan. Walaupun FTA dapat menghasilkan hambatan perdagangan yang lebih rendah diantara negara-negara anggota, namun FTA belum tentu dapat menghasilkan keuntungan bagi negara-negara anggotanya. Dampak sesungguhnya yang dihasilkan setelah implementasi FTA bisa saja berbeda dengan hasil perkiraan dampak yang dilakukan sebelum implementasi. Sehingga, para pengambil kebijakan perlu melihat kembali dampak sesungguhnya yang dihasilkan dari sebuah FTA untuk menentukan kebijakan penyesuaian lebih lanjut sebagai langkah antisipasi terjadinya dampak negatif yang lebih besar. Dengan demikian, masalah yang relevan untuk dirumuskan pada penelitian ini yaitu : 1.
Manakah teknik estimasi yang lebih baik digunakan untuk mengestimasi model gravitasi pada penelitian ini?
2.
Apakah
Free
Trade
Agreements
(FTA)
mempengaruhi
perdagangan Indonesia? 3.
Selain Free Trade Agreements (FTA), apa sajakah variabel penentu perdagangan Indonesia? 8
1.3. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Menyajikan metode evaluasi ex-post atas pemberlakuan FTA pada ekspor Indonesia melalui beberapa teknik estimasi model gravitasi.
2.
Mendiskusikan hasil evaluasi untuk melihat apakah keterlibatan Indonesia dalam FTA memberikan dampak yang signifikan bagi perdagangan Indonesia, khususnya ekspor.
3.
Mendiskusikan hasil evaluasi untuk melihat apa saja variabel penentu ekspor Indonesia.
1.4. MANFAAT PENELITIAN Dari penelitian ini dapat diperoleh beberapa manfaat, yaitu : 1.
Kepentingan Akademis Memperluas dan memperkaya kajian literatur dampak FTA pada arus perdagangan, khususnya terkait dengan teknik estimasi model gravitasi.
2.
Kepentingan Praktis Dengan pemahaman yang mendalam tentang hubungan FTA dan arus perdagangan, diharapkan penelitian ini dapat memberikan landasan pengetahuan bagi praktisi perdagangan di Indonesia dalam rangka mengoptimalkan keuntungan dari suatu liberalisasi perdagangan melalui FTA.
9
3.
Kepentingan Kebijakan Memberikan rekomendasi kebijakan sebagai tindak lanjut pemberlakuan FTA untuk mengoptimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif yang dihasilkan dari implementasi FTA.
1.5. SISTEMATIKA PENULISAN Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Pada bab ini, dapat diketahui latar belakang yang melandasi penelitian ini, rumusan masalah yang hendak diteliti, serta tujuan yang hendak dicapai berikut manfaat yang didapatkan dari penelitian ini. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Berisi tentang landasan teori dan kajian literatur berbagai penelitian terdahulu yang relevan dengan rumusan permasalahan yang diteliti terkait dengan dampak FTA pada perdagangan. Landasan teori dan kajian literatur diperlukan untuk mendukung metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Pada
bab ini dijelaskan bagaimana penelitian dilakukan. Diawali
dengan spesifikasi model, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, hipotesis penelitian, jenis dan sumber data, prosedur pengumpulan data, serta teknik estimasi. Data-data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan
10
menggunakan spesifikasi model dan teknik estimasi untuk membuktikan hipotesis penelitian. BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berisi tentang analisis hasil estimasi yang diperoleh dari pengolahan data sesuai dengan spesifikasi pada bab sebelumnya dengan merujuk pada kajian literatur dampak FTA pada perdagangan. Disamping itu, berbagai indikator keluasan dan kedalaman FTA juga digunakan untuk melengkapi analisis model gravitasi. BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan rekomendasi yang dapat dijadikan pertimbangan bagi pengambil kebijakan dan penelitian selanjutnya mengenai dampak FTA pada perdagangan.
11