BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan antara Indonesia dan India telah terjadi lebih dari seribu tahun yang lalu. Hubungan ini sempat “terputus” oleh kekuasaan kolonial Eropa, dimana India dikuasai oleh Inggris dan Indonesia di kuasai oleh Belanda. Pada saat Indonesia menyatakan kedaulatannya 17 Agustus 1945, India adalah salah satu negara yang mengakui kedaulatan Indonesia serta membina hubungan diplomatik dengan Indonesia. Pada 15 Januari 1950, Presiden Sukarno tiba di New Delhi dalam rangka kunjungan kenegaraan ke India dan disambut langsung oleh Perdana Menteri India Pandit Jawaharlal Nehru. Kunjungan ini menjadi babak baru dalam hubungan Indonesia dan India, termasuk dalam perdagangan. Paling tidak Indonesia dan India memiliki 5 keanggotaan yang sama, yaitu: G-20, E77, Gerakan Nonblok (Pendiri), World Trade Organization (WTO) dan PBB. India dan Indonesia merupakan inisiator terselenggaranya Konferensi Asia Afrika yang pertama di Bandung pada April 1955. Selain itu Indonesia dalam keanggotaan ASEAN menjalin hubungan ekonomi dalam ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA) yang di berlakukan pada tahun 2010 1. Membuat hubungan kedua negara ini semakin intens termasuk dalam perdagangan. Neracaperdagangan Indonesia dan India mengalami penurunan pada 5 tahun terakhir, dengan trend -4,27 %, walaupun Indonesia masih surplus terhadap India. Nilai perdagangan pada 2011 sekitar 17, 66 juta US dollar menjadi 14,45 1
ASEAN Sekretariat, “Joint Media Statement of the Sixth Consultations between the ASEAN Economic Ministers and the Minister of Commerce and Industry of India, Singapore”, http://www.aseansec.org/21895.htm, diakses pada Februari 2016.
1
juta US dollar. Nilai perdagangan paling besar berada di sektor ekspor non migas Indonesia ke India dengan rata-rata 75 % dari total perdagangan kedua negara. Tabel 1,Neraca perdangan Indonesia – India (Juta US $)
Uraian TOTAL PERDAGANGAN MIGAS NON MIGAS EKSPOR MIGAS NON MIGAS IMPOR MIGAS NON MIGAS NERACA PERDAGANGAN MIGAS NON MIGAS Sumber: BPS, diolah perdagangan
2011
2012
2013
2014
2015
Trend(%) 2011-2015
17.658 16.802 16.995 16.201 14.454
-4,27
400 339 216 413 205 17.258 16.463 16.779 15.788 14.25 13.336 12.496 13.031 12.249 11.713 57 50 21 25 129 13.279 12.447 13.01 12.224 11.584 4.322 4.306 3.964 3.952 2.741 343 289 195 388 76 3.979 4.017 3.769 3.564 2.666
-10,76 -4,16 -2,76 10,16 -2,87 -9,48 -23,86 -8,80
9.014
8.191
9.067
8.297
8.972
0,04
-286 -240 -173 -363 53 0,00 9.3 8.43 9.241 8.66 8.918 -0,57 oleh pusat informasi dan data perdagangan, kementrian
Dari ekspor non migas Indonesia ke India, minyak kelapa sawit memiliki nilai dan volume yang paling besar. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Kelapa sawit juga salah satu komoditas ekspor Indonesia yang penting sebagai penghasil devisa negara setelah minyak dan gas. Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir minyak kelapa sawit terbesar dunia. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia selama 5 tahun terakhir cenderung menunjukkan peningkatan, naik sekitar 2,49 sampai dengan 11,33
2
persen per tahun 2.Paling tidak sekitar 7 juta tenaga kerja yang terserap dari industri ini 3. Ekspor minyak sawit pada tahun 2014 menyumbang devisa negara sekitar Rp 250 triliun dengan pendapatan pajak Rp 28,3 triliun 4. Hal ini membuktikan bahwa industri kelapa sawit merupakan salah satu industi penting Indonesia. Tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia yaitu India dengan volume pada tahun 2014 sebesar 4,87 juta (Lihat Tabel 2). Tabel 2, Tujuan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia (1000 Ton) No
Negara Tujuan India
2010
2011
2012
2013
2014
5 290.9
4 980.0
5 253.8
5 634.1
4 867.8
2
1)
Tiongkok
2 174.4
2 032.8
2 842.1
2 343.4
2 357.3
3
Uni Eropa
1 576.6
1 136.6
1 577.8
1 644.5
1 405.4
4
Pakistan
90.3
279.2
749.1
1 080.3
1 814.8
5
Bangladesh
771.2
804.9
743.5
655.4
1 043.3
6
Mesir
488.7
790.7
494.1
735.5
1 010.3
7
Singapura
696.8
737.2
952.1
844.0
789.1
8
Malaysia
1 489.7
1 532.6
1 412.3
514.3
566.1
9
Sri Lanka
12.7
25.4
10.8
29.4
38.9
10
Lainnya
3 700.6
4 116.8
4 809.4
7 097.1
8 999.4
Jumlah
16 291.9
16 436.2
18 845.0
20 578.0
22 892.4
1
Catatan: 1.Berdasarkan Keppres No.12/2014 tentang penggunaan kata Tiongkok untuk mengganti kata Cina 2. Diolah dari dokumen kepabeanan Dirjen Bea dan Cukai (PEB dan PIB) 3. Dikutip dari Publikasi Statistik Indonesia Dari tabel diatas terlihat terjadi fluktuasi volume ekspor minyak sawit Indonesia ke India. Jika dilihat dari porsi sebenarnya terjadi penurunan dari 32 % pada 2010 menjadi 21 % pada 2014, namun posisi India tetap sebagai negara 2
Tim Penyusun Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2014, Jakarta, 2015. 3 Ridwan saidi, Kebun Sawit butuh 7 juta tenaga kerja dalam www.infosawit.com/ index,php/news/detail/kebun-butuh-7-juta-tenaga-kerja diakses pada 13 Juni 2016. 4 Vento Saudale, Ekspor Kelapa Sawit Hasilkan Devisa Rp 250 Triliun dalam www.beritasatu.com/ekonomi/355510-Ekspor-Kelapa-Sawit-Hasilkan-Devisa-Rp-250Triliun.html.
3
dengan terbesar pengekspor minyak sawit Indonesia. Keadaan fluktuasi juga terjadi pada Tiongkok dan Uni Eropa, namun pada Pakistan terjadi kenaikan yang konstan, sementara negara lainnya juga mengalami kenaikan volume yang cukup signifikan. secara keseluruhan jumlah volume ekspor minyak sawit Indonesia terus mengalami kenaikan. Impor minyak sawit India didominasi oleh Indonesia dan Malaysia dengan total rata-rata 97%. Pada tahun 2010 sampai 2014 terjadi penurunan pangsa pasar minyak sawit Indonesia yang cukup signifikan dari 83% menjadi 60%, porsi ini di ambil oleh malaysia sebagai pesaing utama ekportis minyak sawit ke India (lihat tabel 3). Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka tidak menutup kemungkinan Malaysia akan menyalip posisi Indonesia sebagai ekportir utama minyak sawit ke India. Tabel 3, Negara Pengekspor Minyak Sawit ke India by Persen Negara
2010
2011
2012
2013
2014
Indonesia
83%
73%
67%
71%
60%
Malaysia
16%
22%
31%
26%
38%
Papua Nugini
0%
1%
1%
0%
0%
Thailand
0%
1%
0%
2%
1%
lain-lain
1%
4%
2%
0%
1%
Total
100%
100%
100%
100%
100%
Sumber: Comtrade. diolah Beberapa penyebab penurunan pangsa pasar minyak sawit Indonesia ke India antara lain adalah:
4
1. Pemberlakuan Bea Keluar (BK) CPO dan turunannya oleh pemerintah Indonesia yang membuat harga CPO Indoensia di pasar dunia menjadi naik, termasuk di India. 2. Peningkatan permintaan Minyak Sawit Malaysia oleh India karena Bea Keluar (BK) CPO Malaysia lebih rendah dibanding Indonesia dan adanya kerjasama ekonomi antara Malaysia dan India melalui Malaysia-India Comprehensive Economic Cooperation (MICECA) dimana salah satu kesepakatannya adalah penurunan tarif minyak kelapa sawit 3. Pengembangan industri kelapa sawit India. Paling tidak ada 2 program besar dari pemerintah India untuk meningkatkan produksi minyak sawitnya yaitu Oil Palm Development Programme (OPDP) selama kurun waktu (1991-2011) dan National Mission Oil Seeds & Oil Palm (NMOOP) pada (2012-2017) Implikasi dari penurunan pangsa pasar ini adalah adanya potensi besaruntuk menaikkan volume ekspor minyak sawit ke India, dimana persentasi kenaikan permintaan minyak sawit India lebih besar dibanding persentase kenaikan ekspor minyak sawit Indonesia. Selisih dari persentasi ini diambil oleh Malaysia. Selain itu potensi pajak yang dihasilkan dari ekspor ini akan hilang serta secara umum akan menggangu pengembangan industi minyak sawit Indonesia yang selama ini berkembang. Sehingga pemerintah Indonesia memiliki kepentingan untuk mempertahankan pangsa pasarnya minyak sawitnya di India. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka akan diteliti yaitu Bagaimana strategi Pemerintah Indonesia mempertahankan pasar minyak sawit di India?
5
C. Pembatasan Penelitian Di dalam penulisan penelitian ini, penulis berupaya melakukan pembatasan jangka waktu dan kawasan penelitian guna membatasi permasalahan hanya pada perdagangan minyak kelapa sawit antara Indonesia dan India.Sedangkan dalam pembatasan jangka waktu penelitian, peneliti berusaha membatasi waktu antara tahun 2010 hingga 2015. Mengingat ketersediaan data dalam jangkauan tahun tersebut, beberapa data diluar jangka waktu tersebut digunakan selama mendukung penelitian. D. Tinjauan Pustaka Dalam tinjauanpustaka ini, penulis memaparkan beberapa hasil temuan penelitian sebelumnya yang memiliki kaitan erat dengan penelitian ini antara lain tesis yang ditulis oleh Ira Kristina Br. Lumbantobing dengan judul Identifikasi Faktor Sukses Kunci Strategi Memasuki Pasar India Bagi Produk Minyak Goreng Kelapa Sawit dari Indonesia Dengan Analisis PEST (Politik, Ekonomi, Sosial dan Teknologi) 5, menyatakan bahwa untuk menjalankan strategi memasuki pasar India, produsen minyak makan sawit Indonesia memiliki potensi yang semakin terbuka. Produsen minyak sawit harus terlebih dahulu menjalin kerjasama (Networking) dengan perusahaan lokal. Sehingga diharapkan faktor pendukung lainnya seperti jalur komunikasi, jalur distribusi dan sumber daya pemasaran, bisa mendukung strategi memasuki pasar India. Selanjutnya jurnal yang di tulis oleh Bambang Drajat dan Hamzah Bustomi yang berjudul Alternatif Strategi Pengembangan Ekspor Minyak Sawit 5
Ira Kristina Br. Lumbantobing, Identifikasi Faktor Sukses Kunci Strategi Memasuki Pasar India Bagi Produk Minyak Goreng Kelapa Sawit dari Indonesia Dengan Analisis PEST (Politik, Ekonomi, Sosial dan Teknologi), Fakultas Ekonomika dan Bisnis (UGM), Yogyakarta, 2014.
6
Indonesia 6dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Proscess (AHP) menyatakan bahwa strategi pengembangan ekspor minyak sawit terkait daya saing antara lain optimalisasi sumber daya, pengembangan infrastruktur, pengembangan kelembagaan, dan implementasi kebijakan. Aktor dalam dalam strategi ini yaitu Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Swasta dan Koperasi/Usaha Kecil dan menengah (UKM). Kemudian paper dari kementrian perdagangan yang berjudul Analisis Kebijakan Bea Keluar (BK) CPO dan produk turunanannya 7 melihat dampak dari peraturan menteri keuangan No 67/PMK.011/2010 tentang pengenaan Bea Keluar (BK) Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya yang bertujuan untuk mengendalikan ekspor CPO yaang berlebihan dan mengganggu kebutuhan minyak goreng dalam negeri. Serta mewujudkan semangat memajukan hilirisasi minyak kelapa sawit Indonesia. kebijakan bea keluar ini menurunkan nilai ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan utama ekspor seperti India, Belanda, Jerman, Italia dan Singapura. Umar Fakhrudin menulisKebijakan Hambatan Perdagangan atas Produk Ekpsor Indonesia di Negara Mitra Dagang 8melihat uapaya-upaya proteksi terhadap produk dalam negeri dan kepentingan lainnya dari tekanan pasar internasional melalui pemberlakuan hambatan perdagangan baik tarif dan non tarif (berupa kuota, spesfik produk, dan berbagai persyaratan diluar isu 6
Bambang Drajat dan Hamzah Bustomi, Alternatif Strategi Pengembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia, Jurnal Manajemen & Agribisnis,vol 6 No. 1 Maret 2009. 9.Analisis Kebijakan Bea Keluar (BK) CPO dan produk turunanannya. Diterbitkan oleh Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Kementrian Perdagangan, Jakarta. 2013 8 Umar Fakhrudin, Kebijakan Hambatan Perdagangan atas Produk Ekpsor Indonesia di Negara Mitra Dagang, dalam Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan Vol.II. No.02 Tahun 2008.
7
perdagangan) untuk produk-produk impor. Ternyata hambatan non tarif terhadap hambatan perdagangan secara umum lebih besar pada sektor pertanian dibandingkan sektor manufaktur. Hal ini menunjukkan negara-negara yang komposisi ekspornya tergantung pada produk-produk pertanian akan cenderung menhadapi permasalahan akses pasar yang lebih berat dibandingkan dengan negara-negara yang berspesialisasi pada produk-produk manufaktur. Andi Alatas mengatakan dalam Trend Produksi dan Eksport Minyak Sawit (CPO) Indonesia 9 bahwa trend produksi kelapa sawit rata-rata mengalami peningkatan. Sedangkan trend nilai produksi, trend volume ekspor, dan trend nilai ekspor CPO Indonesia juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Faktorfaktor yang mempengaruhi ekspor ke negara India yaitu harga CPO internasional, nilai tukar rupiah, pendapatan perkapita, jumlah penduduk dan harga substitusi. Tuti Ermawati dan Yeni Saptia dalam jurnalKinerja Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia 10menyatakan Revealed Comparative Advantage (RCA) ekspor CPO dan PKO Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand, tetapi sama dengan Colombia. Analisis Constant Market Share (CMS) ekspor CPO dan PKO cenderung menurun dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor seluruh dunia. Berdasarkan literatur diatas, menjelaskan ekspor minyak sawit Indonesia memiliki hambatan dan tantangan baik dari domestik, kebijakan negara tujuan ekspor, negara produsen minyak nabati lainnya maupun faktor ekonomi seperti
9
Andi Alatas, Trend Produksi Dan Eksport Minyak Sawit (CPO) Indonesia, tesis pascasarjana studi manajemen agribisnis UGM, Yogyakarta, 2015. 10 Tuti Ermawati dan Yeni Saptia, “Kinerja Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia”, dalam Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol 7. No 2, Desember 2013.
8
nilai tukar, harga minyak sawit internasional, harga substitusi minyak sawit dan sebagainya. Selain itu, strategi yang dilakukan untuk memasuki pasar minyak goreng kelapa sawit ke India harus mempunyai kemitraan dengan perusahaan lokal yang terpercaya. Tulisan diatas menganalis mengunakan satu variabel atau beberapa variabel yang sejenis apakah itu melalui ekonomi atau politik. Dalam penelitian ini, penulis ingin melihat tantangan dan hambatan dengan paradigma ekonomi politik internasional dengan fokus pada beberapa variabel yang berbeda namun saling terkait dan bersifat substansi.Pemerintah sebagai penggerak perekonomian negara mempunyai andil dalam kemajuan industri kelapa di Indonesia, namun tetap memerlukan kerjasama dengan swasta. Peningkatan daya saing menjadi kunci utama industri kelapa sawit Indonesia untuk dapat mempertahankan pasarnya di India. E. Kerangka Pemikiran 1.Teori Keuggulan Kompetitif Model Berlian dari Michael Porter Secara sederhana daya saing dapat digunakan untuk menentukan posisi suatu komoditi di pasar persaingan. Menurut Martin et alI, salah satu indikator daya saing adalah pangsa pasar 11. Jika pangsa pasar suatu komoditi meningkat, berarti secara umum dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan pangsa pasar dan pertumbuhan pasar. Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah sehingga kegiatan produksi tersebut menguntungkan pada tingkat harga yang terjadi di 11
Martin, L. Westgren dan Van Duren, E. Agribusiness Competitiveness Across National Boundaries, dalam American Journal of Agricultural Economics, bulan Desember 1991. Hal 14561464.
9
pasar internasional. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dari pengusahaan komoditi tersebut. Tingkat keuntungan dapat dilihat dari keuntungan privat dan keuntungan sosial, sedangkan efisiensi pengusahaan komoditi dapat dilihat dari tingkat keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini teori keunggulan kompetitif dengan model berlian daya saing internasional dikemukakan oleh Michael Porter dalam bukunya The Competitive Advantage of Nation (1990) mulai dari penjelasan mengenai aspek keunggulan kompetitif nasional hingga pembentukan dan pengembangan industri yang kompetitif. Daya saing merupakan aktifitas kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar internasional dan kemampuan untuk bertahan dalam pasar tersebut yang artinya jika suatu produk mempunyai daya saing berarti produk tersebut banyak diminati oleh masyarakat. Menurut porter tidak ada korelasi antara dua faktor produksi (sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya yang murah) yang dimiliki suatu negara, yang dimanfaatkan menjadi keunggulan daya saing dalam perdagangan internasional. Banyak negara di dunia yang jumlah sumber daya alamnya sangat besar yang proposionalnya dengan luas negerinya, tetapi terbelakang dalam daya saing perdagangan internasional. Begitu juga dengan tingkat upah yang relatif murah daripada negara lain, justru berkorelasi erat dengan rendahnya motivasi bekerja yang keras dan berprestasi. Kemakmuran nasional diciptakan, bukan diwarisakan. Berikut merupakan bentuk gambar model berlian daya saing internasional porter:
10
Bagan 1. Model Berlian Daya Saing Internasional Porter
Pemerintah
Strategi, Struktur & Persaingan
Kondisi Faktor Produksi
Daya Saing Internasional
Kondisi Permintaan
Industri Terkait Dan Pendukung
Peluang Sumber: Porter, 1990
Berdasarkan model porter tersebut dapat membantu menganalisis produk suatu negara mempunyai daya saing internasional. Produk minyak kelapa sawit dapat dibedah menggunakan teori ini dalam meningkatkan daya saing ekspornya: 1. Kondisi Faktor Produksi a. Keahlian petani dalam mulai dari pembibitan, penanaman sampai dipanen, jam kerja dan budaya kerja. b. Luas dan lokasi kebun kelapa sawit, kualitas tanah dan iklim.
11
c. Sumber pengetahuan untuk mengupdate tentang riset dan informasi terbaru mengenai perkembangan kelapa sawit baik nasional maupun internasional. d. Sumber modal dan jumlah yang tersedia baik di tingkat petani, kelompok dan perusahaan dalam rantai industri kelapa sawit. e. Infrastruktur yang terkait seperti jalan, transportasi, sistem komunikasi, kesehatan, listrik dan sebagainya. 2. Kondisi Permintaan Permintaan domestik dan internasional minyak kelapa sawit. Bagian ini melihat bagaimana menerima, menginterprestasikan dan merespon kebutuhan pembeli. 3. Industri Terkait dan Pendukung Jasa transportasi dalam penyaluran, sistem perbankkan dalam hal pembayaran serta media masa dalam hal promosi kelapa sawit. 4. Strategi, Struktur dan Persaingan Strategi dan stuktur pengembangan kelapa sawit menciptakan keunggulan dan kekurangan daya saing internasional. Persaingan membuat industri tetap dinamis dan terus menerus memberi tekanan pada perbaikan dan inovasi kelapa sawit. Bagaimana kualitas, harga dan jumlah produksi industri kelapa sawit pesaing seperti dari negara Malaysia atau Papua New Guinea. Selain itu juga bagaimana kualitas, harga dan jumlah, harga dan jumlah barang substitusi lainnya seperti minyak kedelai.
12
5. Peluang Peluang merupakan peristiwa yang terjadi diluar kendali perusahaan, industri dan pemerintah. Misalnya perubahan dramatis kurs mata uang yang terjadi 1 tahun ini membuat harga minyak sawit ketika di ekspor menjadi lebih murah, ini menguntungkan ketika minyak sawit di ekspor. 6. Pemerintah Walaupun sering kali dinyatakan bahwa pemerintah adalah penentu utama dari keunggulan kompetitif suatu bangsa, tetapi sebenarnya bukanlah penentu, namun memberikan pengaruh penting atas faktor penentu. Pengaruh pemerintah mempengaruhi kondisi permintaan secara tidak langsung, lewat kebijakan moneter, keuangan dan perdagangan. Salah satu yang dilakukan pemerintah melakukan membuat Crude Palm Oil (CPO) Supporting Fund (CSF), Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) Chennai, India dan Kluster Industri Kelapa Saawit (KIKS). 2. Development State Development state sering dikaitkan dengan model pembangunan yang diterapkan di negara-negara asia timur. Development state menjelaskan tentang model pembangunan suatu negara yang berfokus pada pembangunan state capacity dimana dibutuhkan hubungan institusi-institusi yang saling mendukung di dalam negara tersebut. Konsep model ini pertama kali diperkenalkan oleh Cahlmers Johnson lewat buku MITI and The Japanese Miracle: The Growth Industrial Policyl 1925-1975. Johnson menggambarkan peran pemerintah yang
13
besar dengan memberi insentif kepada masyarakat bisnis melalui peraturan administratif, subsidi, proteksi, hingga peninjauan pasar 12. Menurut Johnson, development state harus dipahami dengan tiga ciri utamanya yaitu 13: 1. Peran pemerintah yang sangat besar dalam sektor pembangunan ekonomi yang diwujudkan dalam bentuk intervensi kebijakan terhadap pasar. Intervensi pemerintah bukan saja dalam hal perencanaan kebijakan pembangunan nasional namun lebih jauh lagi juga dalam pelaksanaan atau implementasi pembangunan ekonomi. 2. Prioritas utama kebijakan adalah untuk pertumbuhan ekonomi. Pemerintah memperkuat industri dalam negeri untuk meningkatkan daya saing internasionalnya di pasar dunia. Kebijakan ini mencakup makro ekonomi pada sektor industri, perdagangan dan finansial. 3. Terdapat agen utama pembangunan dalam birokrasi negara. Agen ini terdiri dari orang-orang yang memiliki bakat manajerial terbaik dalam birokrasi sehingga mampu mengambil inisiatif dan bekerja secara efektif. Di dalam negara yang menganut konsep development state, dibutuhkan sebuah hubungan yang kuat antara negara dengan sektor swasta. Beberapa ahli menyatakan bahwa bentuk hubungan yang mungkin terjadi adalah pemerintah melakukan dominasi atau sebaliknya, pemerintah mengikuti keinginan sektor swasta. Namun menurut Weiss, hal ini tidak sepenuhnya tepat. Weiss menyatakan bahwa negara harus memiliki keluwesan untuk menjadi pemimpin (mengarahkan 12
Chalemers Johnson, MITI and Japanese Miracle: The Growth Industrial Policy 1925-1975, Stranford University Press, Standfor, 1982, hal 307 13 Ibid
14
bisnis ke arah tertentu) dan sekaligus juga bisa memilih kapan sektor apa yang harus diikuti ketika inisiatif diserahkan ke sektor swasta 14. Hubungan antara negara dan swasta yang seringkali disebut sebagai Governed Interdependence dibagi Weiss ke dalam 4 varian 15: 1. Disciplined Support Pada tipe ini pemerintah lebih banyak melakukan inisiatif dan biasanya menekankan bahwa dukungan yang diberikan oleh pemerintah harus dibayar dengan kinerja yang memuaskan dari sektor industri yang bersangkutan. Biasanya tipe ini banyak ditemukan ketika negara tengah berada pada masa awal pembangunan industri dan sedang melakukan perubahan dari yang semula orientasi pasarnya domestik menjadi ke pasar internasional (ekspor) 2. Public-Risk Absorption Pada varian ini, pemerintah adalah pihak yang melakukan inisiatif. Biasanya varian ini bisa ditemukan ketika negara tengah berupaya untuk membangun industri baru maupun tengah mengalami perkembangan pesat, untuk mencapai kesuksesan membutuhkan keberadaan sektor swasta. Pengembangan ekonomi dilakukan dengan cara memilih sektor industri yang dianggap potensial namun sisi lain memiliki resiko yang paling kecil 3. Privat-Sector Governance Pada varian ini, sektor swasta diharapkan mampu untuk melakukan inisiatifnya sendiri tanpa banyak bergantung pada pemerintah. Hal ini bisa terjadi ketika pemerintah “mengalah” terhadap inisiatif yang dilakukan oleh 14 15
Weiss, L. The Myth of The Poweless State. Cornell University Press, New York. 1998. Hal 72 Ibid, 77
15
swasta karena inisiatif yang dimiliki sektor swasta jauh lebih maju dibandingkan dengan apa yang telah direncanakan oleh pemerintah. 4. Public-Privat Innovation Alliance Pada varian ini, baik swasta maupun pemerintah melakukan perannya masingmasing dan biasanya diidentikkan dengan upaya untuk mendapatkan, membangun, mengembangkan dan mengombinasikan teknologi. Penguasaan akan teknologi dianggap semakin penting mengingat pertumbuhan jangka panjang akan sangat bergantung pada penguasaan teknologi. Pemerintah memiliki
peranan
untuk
menciptakan
ekosistem
yang
mendukung
pengembangan ekonomi, sementara sektor swasta mengambil peranan sebagai pihak yang melaksanakan pembangunan. Dalam strategi Pemerintah Indonesia mempertahankan pangsa pasarnya di India terlihat hubungan pemerintah dan swasta pada varian Public-Privat Innovation Alliance yaitu pemerintah menciptakan ekosistem yang mendukung berkembangnya sektor industri minyak sawit dan mampu bertahan di pasar India dengan membuat kebijakan strategis. Peran pemerintah dalam strategis disini besar mengingat wewenang yang dimiiki olehnya melalui kebijakan dan regulator namun peran swasta yang dalam hal ini diwakili perusahaan kelapa sawit juga penting. Agen pemerintah yang terlihat antara lain adalah Kementrian Pertanian, khususnya
Direktorat
Perkebunan,
Kementrian
Keuangan,
Kementrian
Perdaganngan, Kementrian Industri dan Kementrian Koordinator Perekonomian serta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPENAS).
16
F. Argumen Utama Berdasarkan latar belakang, kajian pustaka dan kerangka pemikiran diatas maka
argumen
utama
tesis
bagaimana
strategi
pemerintah
Indonesia
mempertahankan pasar minyak sawit di India.Strategi pemerintah Indonesian melingkupi sektor industri yaitu Research and Development (R&D) industri minyak sawit melalui program Crude Palm Oil (CPO) Supporting Fund (CSF). Dari sektor perdagangan dengan melakukan promosi dan mediator perdagangan melalui Indonesian Trade Promotion Center(ITPC) yang berada di Chenai (India). Kemudian melakukan langkah jangka panjang pembangunan industri domestik melalui Kluster Industri Kelapa Saawit (KIKS). Bagan2,Strategi Indonesia mempertahankan Pangsa Pasar Minyak Kelapa Sawit Indonesia di India
Indonesia sebagai ekspotir utama minyak sawit di India
Strategi Pemerintah Indonesia 1. Crude Palm Oil (CPO) Supporting Fund (CSF). 2. Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Chennai 3. Klaster Industri Kelapa Sawit (KIKS)
Terjadi penurunan pangsa pasar minyak sawit Indonesia di India. Penyebabnya: 1. Penerapan Bea Keluar (BK) CPO lebih tinggi dari produk turunannya 2. Peningkatan permintaan minyak sawit Malaysia oleh India 3. Pengembangan industri kelapa sawit di India
Implikasinya 1. Hilangnya potensi volume ekspor 2. Hilangnya potensi pendapatan pajak 3. Mengganggu industri minyak sawit Indonesia
17
G. Metode Penelitian Metode penelitian menggunakan jenis penelitian deskriptif analisis yaitu penelitiaan yang bertujuan membuat deskripsi mengenai suatu situasi atau kejadian secara sistematis dan faktual. Metode pengolahan data yang digunakan adalah metode kualitatif
yaitu penelitian yang berupaya memahami arti dari
peristiwa yang terjadi dan kaitannya pada situasi-situasi tertentu (phenomenal approach). Data komoditi yang dipakai adalah data minyak kelapa sawit meliputi 4 buah kode Harmony System (HS) 16 yaitu: 1. HS 1511 10000 (Crude Palm Oil) 2. HS 1511 90000 (Other Palm Oil) 3. HS 1513 21000 (Crude Oil of Palm Kernel) 4. HS 151329000 (Other Palm Kernel Oil) Namun, beberapa data hanya memakai HS 1511 10000 yaitu CPO karena keterbatasan penulis mendapatkan data HS yang lainnya. Dalam rangka mengumpulkan data-data yang diperlukan tersebut, yang memiliki kaitan dengan penelitian ini maka penulis menggunakan teknik kepustakaan (bibliography research) yakni berupa data-data sekunder yang tersusun dalam bentuk buku, jurnal, dokumen terkait, website dan surat kabar.
16
HS adalah bahasa numerik secara klasifikasi produk atau bahan produk sebagai standar internasional untuk pelaporan barang di bea cukai dan instansi permerintah. Dibuat dan dikelola Bea Cukai Dunia/ World Customes Organization (WCO) yang berbasis di Brussels, yang terdiri dari 190 negara (termasuk Indonesia).
18
H. Sistematika Penulisan Pada Bab Iberisi latar belakang masalah, rumusan masalah, pembatasan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, argumen utama, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II menjelasakan India sebagai tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia, dimulai dengan membahas sekilas minyak sawit dunia dan Indonesia, dilanjutkan memaparkan pola impor minyak sawit India, India sebagai tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia dan Malaysia sebagai pesaing utama eksportir minyak sawit ke India. Bab III Berisi faktor-faktor yang menyebabkan penurunan pangsa pasar minyak sawit Indonesia di India. Antara lain karena penerapan Bea Keluar (BK) ekspor CPO dan produk turunan Indonesia, Selanjutnya peningkatan minyak sawit Malaysia oleh Indiakarena daya saing minyak sawit Malaysia dan penurunan Bea Keluar (BK) ekspor CPO Malaysia serta kebijkan pemerintah India antara lain Peningkatan Bea Masuk (BM) impor minyak sawit India dan Kebijakan National Mission Oil Seeds & Oil Palm (NMOOP) di India. Bab IV berisi analisisstrategi Indonesia mempertahankan pasar minyak sawit di India. yaitu Crude Palm Oil (CPO) Supporting Fund (CSF). Indonesian Trade Promotion Center(ITPC) Chennai (India) dan pembangunan jangka panjang industri minyak sawit domestik melalui Kluster Industri Kelapa Saawit (KIKS). Bab V Kesimpulan, berisipenjabaran benang merah dari strategi Indonesia mempertahankan pangsa pasar minyak sawit di India.
19