BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Peranan kaum ulama dan santri dari awal perjuangan merebut kemerdekaan hingga dapat menikmati suasana kemerdekaan saat ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Merekalah yang memberikan keyakinan kepada rakyat Indonesia yang pada saat itu harga diri dan martabatnya sedang diinjak-injak penjajah dan dicap sebagai inlander atau bangsa rendahan. Dari gerakan perlawanan bersenjata hingga jalur diplomasi, keyakinan akan syahid-lah yang memberikan keberanian kepada mereka untuk melawan kaum kolonial Barat yang menganggap dirinya sebagai ras kulit putih yang unggul. Diawali dengan era penjajahan imperialis Portugis hingga Belanda peranan mereka cukup sentral. Ketika para imperialis Barat tersebut mencoba untuk menguasai Indonesia, mereka selalu dihadang oleh kaum Ulama dan Santri. Hanya merekalah yang mampu -melalui ajaran Islam- menumbuhkan kesadaran terhadap rakyat yang tertindas, rasa memiliki kesamaan sejarah, dan rasa tanggung jawab terhadap tanah air, bangsa dan agama. Terutama karena dibangkitkan kesadaran Islam dengan Sumpah Syahadatnya menjadikan rakyat berani memberikan jawaban yang tepat terhadap tantangan penjajahan. 1 Bahkan pada saat sebelum dicetuskannya ide Politik Etis oleh Van Deventer yang salah satu isinya adalah memajukan pendidikan kaum pribumi tanah jajahan, golongan ulama dan santri sudah terlebih dahulu muncul sebagai
1
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2009, hal.19
Universitas Sumatera Utara
figur-figur pendidik. Pada sekitar tahun 1900 misalnya, hanya guru-guru agama Islam-lah yang memberikan pendidikan formal terhadap orang-orang desa walaupun belum tersistematis. 2 Kemudian tidak dapat dipungkiri besarnya pengaruh yang diberikan pesantren sebagai lembaga pencerdas bangsa kala itu. Sebelum adanya sekolahsekolah bernuansa Barat yang bersifat eksklusif dan hanya terbatas untuk kalangan bangsawan saja, maka pesantren dengan ulama sebagai pengasuhnya adalah lembaga yang lebih dominan sebagai tempat untuk menuntut ilmu. Pesantren tidak hanya sebagai arena untuk melahirkan ulama namun juga dianggap sebagai kancah pembinaan calon pemimpin yang mempunyai kemampuan sebagai pembangkit kesadaran cinta tanah air, bangsa, agama, dan kemerdekaan. Kehadiran pesantren dengan santri yang datang dari berbagai suku, etnis, dan golongan telah menghilangkan pandangan yang bersifat etnosentrisme, primordialisme, maupun kelas-kelas sosial dan menjadikan Islam sebagai wawasan dasar nasionalisme. Fakta sejarah tersebut memberikan gambaran bahwa peran ulama sebagai pengasuh pesantren tidak hanya memfungsikan pesantrennya sebagai lembaga pendidikan agama dalam arti sempit tetapi juga berperan serta dalam membangun character dan national buliding Indonesia. 3 Namun, adanya politik sekulerisasi dan upaya deislamisasi sejarah Indonesia menjadikan kaum ulama dan santri tidak mendapat tempat yang cukup terhormat dalam penulisan sejarah Indonesia. Adanya distorsi dan pembelokan sejarah membuat mereka lebih sering terpojokkan. Malah mereka lebih
2 3
Robert Van Niel, Munculnya Elite Modern Indonesia, Jakarta: Pustaka Jaya, 2009, hal.39 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, op.cit, hal.302
Universitas Sumatera Utara
diidentikkan sebagai ekstrimis atau fundamentalis yang ingin makar dan menegakkan kedaulatan Islam di negeri ini. Walaupun kontribusi mereka acapkali cenderung dieliminir atau dihilangkan secara sengaja harus diakui bahwa mereka hampir selalu menjadi motor terdepan pada masa pra maupun masa mempertahankan kemerdekaan. Pemikiran-pemikiran mereka juga memberi dinamika dan warna tersendiri dalam konfigurasi politik Indonesia bahkan hingga saat ini. Tjokroaminoto adalah salah satu dari sekian banyak dari kaum ulama dan santri
tersebut yang sumbangsihnya amat signifikan terhadap pembentukan
national building negara ini. Kemunculannya kala itu dipengaruhi oleh dua kondisi yakni timbulnya semangat nasionalisme bangsa Indonesia yang berjuang melepaskan diri dari belenggu penjajahan menuju tercapainya kemerdekaan dan keberadaan umat Islam pada zamannya yang mengalami berbagai kemunduran di segala aspek kehidupan. Sebagaimana diketahui dalam berbagai literatur sejarah dituliskan bahwa semangat nasionalisme mulanya dibangun oleh organisasi Budi Utomo yang berdiri pada 20 Mei 1908 dan merupakan suatu organisasi perintis yang lebih rapi dan terstruktur. Budi Utomo berusaha memperbaharui sistem perjuangan Bangsa Indonesia lama yang bersifat kedaerahan dan mudah untuk dipatahkan. 4 Namun realitanya Budi Utomo hanyalah sebagai perpanjangan tangan kaum kolonial Belanda saja. Tokoh-tokoh didalamnya adalah produk dari pendidikan ala Barat sehingga mengikuti trend dan gaya hidup yang dicontohnya dari para penjajah. Akibatnya tentu saja mereka cenderung bersifat eksklusif dan membentuk
4
Tashadi dkk, Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan, Jakarta: Depdikbud, 1993, hal. 73
Universitas Sumatera Utara
kelasnya sendiri. Apalagi mereka adalah anak-anak dari keluarga ningrat suku Jawa yang mendapat fasilitas dari adanya program Politik Etis sehingga keanggotaannya terbatas untuk keluarga bangsawan dari suku Jawa dan tentu saja hanya mewakili aspirasi dari suku Jawa saja. Sehingga dapat dikatakan bahwa Budi Utomo bukan merupakan representasi kebangkitan semangat nasionalisme bangsa Indonesia. Seperti yang dikatakan Robert van Niel dalam bukunya bahwa ”Budi Utomo bersifat nasionalis hanya didalam pengertian yang amat terbatas -ia hanya menjelmakan kemajuan suatu kelompok tertentu- tetapi pada mulanya, sekurang-kurangnya, ia tidak berprestasi untuk membangun suatu bangsa. ’Kebangkitan’, jika kita ingin mendalami istilah yang banyak dipertentangkan ini, telah terjadi jauh sebelumnya dan Budi Utomo adalah wakil dari unsur-unsur mayarakat Indonesia yang sudah benar-benar ’bangkit’. Yang membuat Budi Utomo merupakan suatu ciptaan baru ialah bahwa ia adalah organisasi Indonesia pertama yang mengikuti garis-garis Barat.” 5 Sementara itu kemunduran umat Islam juga menggugah hati dan pikiran Tjokroaminoto. Beliau terusik dengan adanya wacana yang diungkapkan oleh ulama bahwa umat Islam waktu itu lemah dan mengalami kemunduran. Akibat kemunduran itu menyebabkan umat Islam menjadi bahan cemoohan, cercaan, dan hinaan dimana-mana. Berbagai hal yang menyebabkan kemunduran umat Islam antara lain disebabkan kebodohan, kerusakan budi pekerti, kebejatan moral para pemimpinnya, ulama yang tunduk pada penguasa yang zalim, dan sifat penakut. Kemunduran ini pula yang kemudian dimanfaatkan kaum kolonial sebagai momentum untuk melucuti kekuatan umata Islam karena mereka menyadari
5
Robert Van Niel, Munculnya Elite Modern Indonesia, op.cit, hal.89
Universitas Sumatera Utara
kekuatan tersebut berpotensi untuk membahayakan kedudukan mereka di tanah Indonesia. Dilatarbelakangi dua kondisi diatas, Tjokroaminoto pun muncul sebagai tokoh yang akan memenuhi ekspektasi segenap rakyat Indonesia yang membutuhkan figur seorang pemimpin yang dapat mengonsolidasikan kekuatan seluruh rakyat Indonesia untuk menuju bangsa yang merdeka dan terbebaskan. Ia tahu kalau rakyat Indonesia tidak akan mencapai kemerdekaan kalau mereka masih terkotak-kotakkan oleh ikatan kesukuan, kedaerahan, atau kelompok kepentingan yang berbeda-beda. Ia menyadari bahwa hanya Islam sebagai agama mayoritas rakyat Indonesia waktu itu yang dapat menyatukan mereka sebagai suatu bangsa yang utuh. Tjokroaminoto-lah tokoh yang mempelopori Gerakan Kebangkitan Kesadaran Nasional Indonesia. Ia yang mampu menumbuhkan semangat persatuan di tengah perjuangan yang masih bersifat primordial atau kedaerahan di masa pra kemerdekaan. Beliau yang pertama kali mempelopori terbentuknya organisasi pergerakan modern yang berskala nasional yaitu Sarekat Islam. Ia pulalah guru dan sumber inspirasi bagi tokoh-tokoh besar bangsa ini sekaliber Soekarno, Tan Malaka, Kartoesowiryo, Hamka, Alimin dan Moesso. Namun amat disayangkan jika popularitas dan sorotan yang diberikan padanya tidak sebesar publikasi yang diberikan kepada murid-muridnya tersebut. Bahkan ada kecenderungan untuk menganggapnya hanya sebagai seorang tokoh Sarekat Islam saja, padahal ia adalah seorang pahlawan nasional yang telah berjasa meletakkan dasar-dasar pemikiran tentang permasalahan nasional. Seperti yang dikatakan oleh Ajib Rasidi bahwa ”banyak konsep-konsep dan dasar-dasar
Universitas Sumatera Utara
pemikiran yang sekarang kita kenal sebagai milik orang lain, masih dapat kita kembalikan kepada Tjokro sebagai sumbernya.” Cendekiawan-cendekiawan muslim lain pun mengakui kebesaran tokoh ini, seperti A. Mukti Ali, ketika ia masih menjadi Menteri Agama), yang menyamakan sepak terjang Tjokroaminoto mirip dengan perjuangan Jamalluddin Al-Afghani (tokoh Pan-Islamisme). 6 Atau Buya Hamka yang dengan jujur mengakui bahwa Tjokro-lah yang telah membuka matanya dalam melihat realitas yang terjadi pada masa penjajahan kolonial. Bahkan Presiden Soekarno, Presiden pertama sekaligus tokoh yang amat diagungagungkan bangsa ini mengakui bahwa ”Tjokroaminoto adalah guru yang sangat dihormati, yang menanamkan pengaruh yang dalam pada jiwanya.” Kepribadian dan Islamisme-nya menarik Bung Karno dan memberikan pengaruh pada pandangan-pandangannya. Bung Karno mengakui bahwa dirinya campuran dari keagamaan, nasionalisme, dan sosialisme. Sebuah kombinasi yang dasar pemikirannya berasal dari Tjokroaminoto.7 Sementara bagi penulis Tjokroaminoto adalah sosok yang unik dan menarik karena ia adalah kombinasi dari berbagai karakter yang membentuk kepribadiannya. Tjokroaminoto merupakan anak dari seorang bangsawan dan priyayi, namun ia malah menanggalkan status keningratannya dan meninggalkan segala fasilitas yang didapatnya jika bekerja sebagai priyayi. Ia juga adalah cucu dari seorang kyai ortodoks yang ternama, namun ia bukan seorang yang taqlid (fanatisme buta) dan introvert (tertutup) terhadap perubahan. Ia terbuka terhadap hal-hal baru dan pemikiran-pemikirannya banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh
6
M. Masyhur Amin, H.O.S Tjokroaminoto, Rekonstruksi Pemikiran dan Perjuangannya, Yogyakarta : Cokroaminoto Universty Press, 1995, hal.3 7 Amelz, HOS Tjokroaminoto Hidup dan Perjuangannya Jilid I, Jakarta: Bulan bintang, 1952, hal.11-13
Universitas Sumatera Utara
Islam Pembaharuan, meski begitu ia tetap mempertahankan nilai-nilai luhur dan tradisi setempat. Ia tetap menjaga simbol-simbol yang menjadi awal ciri khas nasionalisme bangsa ini semisal cara berpakaian ataupun bahasa Melayu sementara rekan-rekan seangkatannya yang juga bersekolah di sekolah Belanda mulai dipengaruhi trend berpakaian dan menggunakan bahasa Belanda dalam kesehariannya. Sikap inklusifnya inilah yang membuatnya dapat diterima oleh berbagai kalangan sebagai seorang pemimpin. Sifatnya yang membumi membuat rakyat dari golongan bawah seperti petani dan buruh mencintai dirinya bak dewa, sementara statusnya sebagai seorang ningrat dan terpelajar membuat dirinya didengar dan disegani oleh kelompok masyarakat elit dan intelektual, dan sebagai cucu dari seorang kyai kondang yang mempunyai pemahaman yang terbuka tentang Islam membuatnya memperoleh dukungan dari kalangan ulama dan santri dan tentu saja rakyat Indonesia secara keseluruhan yang merupakan mayoritas umat Islam. Selain itu, penulis juga menilai tingginya tingkat urgensi untuk mengadakan penelusuran kembali sejarah dari tokoh-tokoh bangsa terutama yang berasal dari masa pra-kemerdekaan karena pola pikir, karakter, maupun perilaku dari segenap pemimpin bangsa Indonesia saat ini tidak dapat dilepaskan begitu saja dari pemikiran maupun perjuangan dari tokoh-tokoh terdahulu tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh seorang negarawan Romawi, Cicero (10646 SM), yang mengatakan bahwa ”sejarah adalah guru kehidupan (magistra vitae) dan ketertarikan ajek terhadap pelajaran masa lampau oleh pemimpin dan publik figur dari masyarakat sekarang sangat penting untuk pengamatannya.” 8
8
Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, hal.6
Universitas Sumatera Utara
Atas dasar alasan-alasan, baik tersurat maupun tersirat, di ataslah yang melatarbelakangi penulis sehingga menjadikan tokoh Tjokroaminoto sebagai sosok yang sangat pantas dan menarik untuk diteliti. Alasan ini pula yang mendorong penulis, untuk berusaha memperluas pemikiran-pemikiran positif dari tokoh yang piawai dengan ke-Islaman dan ke-Indonesiaan tersebut.
1.2. Kerangka teori 1.2.1. Nasionalisme Nasionalisme adalah suatu gerakan sosial (social force) yang penuh dengan dinamika, yang menghembus kurang lebih dua abad yang lalu dari kontinen Eropa dan menimbulkan kegoncangan di benua Asia-Afrika dalam abad ini. Revolusi Prancis adalah bentuknya yang pertama dan pergolakan serta kebangkitan negara-negara Asia-Afrika dari abad ke 20 ini adalah hasilnya yang positif. 9 Menurut Rupert Emerson nasionalisme adalah komunitas orang-orang yang merasa bahwa mereka bersatu atas dasar elemen-elemen yang mendalam dari warisan bersama dan bahwa mereka memiliki takdir bersama menuju masa depan. 10 Sementara menurut Ernest Renan, yang sering dikutip Soekarno, nasionalisme merupakan unsur yang dominan dalam kehidupan sosial-politik sekelompok manusia dan telah mendorong terbentuknya suatu bangsa atau nation guna menyatukan kehendak untuk bersatu. Persepsi ini paralel dengan pandangan Islam sebagaimana termaktub dalam ayat Al-Quran berikut ini: ”Wahai manusia, Kami menciptakanmu dari laki-laki dan perempuan, dan menjadikanmu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling 9 10
F.Isjwara S.H, Pengantar Ilmu Politik, Bandung : Binacipta, 1982, hal.124 Adhyaksa Dault, Islam dan Nasionalisme, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, hal. 2
Universitas Sumatera Utara
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal.” (Al-Hujurat:13) 11 Disini, meminjam wacana Soekarno, semangat nasionalisme merupakan semangat kelompok manusia yang hendak membangun suatu bangsa yang mandiri, dilandasi satu jiwa dan kesetiakawanan yang besar, mempunyai kehendak untuk bersatu dan terus menerus ditingkatkan untuk bersatu, dan menciptakan keadilan dan kebersamaan. Hasrat hidup bersama itu merupakan solidaritas yang agung. Ernest Renan menyebut nasionalisme sebagai le desire d’entre ensemble atau kehendak untuk bersatu. Nasionalisme ini membentuk persepsi dan konsepsi identitas sosial kaum pergerakan di seluru negara-negara jajahan sebagai suatu kekuatan politik yang tak bisa dinegasikan oleh penguasa kolonial. Tujuan nasionalisme ini adalah pembebasan dari penjajahan dan menciptakan masyarakat/negara yang adil, dimana tidak ada lagi penindasan manusia oleh manusia. 12 Secara etimologis kata nasionalisme atau nation atau natie diambil melalui bahasa Prancis dari bahasa Latin natio yang berakar dalam nasci yang juga baru muncul, dan dalam kosakata Klasik cenderung bermakna jelek untuk ras, suku, atau ’bibit’ manusia yang dianggap tidak beradab oleh standar Romawi. Dalam berbagai bahasa Romawi yang mewariskan kata nation sebagai bagian dari pendudukan, atau bahasa non Latin yang kemudian mengadopsinya karena pengaruh Renaisans, kata nation telah mengalami sejumlah pergeseran semantik sebelum digunakan untuk menunjukkan kesatuan budaya dan kedaulatan politik tertentu yang mencakup suatu masyarakat. Diantara sekian dokumen paling awal 11 12
QS. Al-Hujurat : 13 Adhyaksa Dault, Islam dan Nasionalisme, op.cit, hal.3
Universitas Sumatera Utara
mengenai penggunaan kata ini adalah pamflet yang ditulis oleh pastor Sieyes dan Deklarasi HAM dan Warga Negara dimana keduanya disusun ditengah-tengah panasnya Revolusi Prancis pada 1789. Sejak itulah istilah ’nasionalisme’ mulai merasuki bahasa-bahasa Eropa untuk merujuk pada daya hidup ’kekuasaan rakyat’ baru yang di Prancis ternyata bukan hanya sanggup menumbangkan raja –seperti dalam perang saudara di Inggris, melainkan kerajaan itu sendiri dan bukan sekadar di koloni yang melepaskan diri -seperti dalam Revolusi Amerika, melainkan di salah satu negara absolut mapan yang tertua di Eropa. 13 Nasionalisme dan natie adalah dua serangkai gejala sosial yang pada akhirnya bermuara pada negara nasional. Nasionalisme adalah suatu gerakan sosial, suatu aliran rohaniah yang mempersatukan rakyat ke dalam ’natie’, yang membangkitkan massa ke dalam keadaaan politik dan sosial yang aktif. Dengan nasionalisme, negara menjadi milik seluruh lapisan rakyat bukan lagi milik raja atau kaum bangsawan melainkan milik rakyat sebagai keseluruhan. Dan rakyat dalam hubungan ini menjadi bangsa atau ’natie’. Karena itu nasionalisme dapat dipandang sebagai landasan idiil dari setiap negara nasional. 14 Kata nation atau natie dalam bahasa Indonesia selalu dipadankan dengan kata ’bangsa’. Bangsa mempunyai dua pengertian, yaitu pengertian antropologissosiologis dan pengertian politis. Dalam pengertian antropologis-sosiologis, bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan suatu persekutuan hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa sebagai satu kesatuan ras, bahasa, agama, sejarah, dan adat istiadat. Persekutuan hidup semacam ini di dalam suatu negara dapat merupakan persekutuan hidup 13
Roger Eatwell dan Anthony Wright (ED), Ideologi Politik Kontemporer, Yogyakarta: Jendela, 2004, hal. 210 14 F.Isjwara S.H, Pengantar Ilmu Politik, op.cit, hal. 127
Universitas Sumatera Utara
mayoritas dan dapat pula merupakan persekutuan hidup minoritas. Bahkan dalam suatu negara bisa terdapat beberapa persekutuan hidup ’bangsa’ dalam pengertian antropologis dan dapat pula anggota satu bangsa itu tersebar di berbagai negara. Sedangkan yang dimaksud bangsa dalam pengertian politis adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan tunduk kepada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam. Analogi dari kedua pengertian diatas adalah seperti penyebutan Korea Utara-Korea Selatan sebagai ’satu bangsa dua negara’ yang memberi arti bahwa penyebutnya memotret ’bangsa’ dalam kerangka antropologis, dan merujuk ’negara’ sebagai suatu kolektivitas politik. 15 Oleh sebab itu kata nation atau natie sering tidak dibedakan dari kata ’rakyat’ atau ’negara’ dan kedua pengertian itu sering dianggap identik. Dalam bahasa Inggris misalnya kata bangsa (nation) lazim disamakan artinya dengan rakyat (people). Tetapi antara rakyat dan bangsa tentu ada perbedaan, disamping persamaan-persamaannya yang fundamentil. Perbedaannya ialah bahwa bangsa senantiasa adalah rakyat. Natie berpangkal dan lahir dari rakyat yang sama. Tetapi suatu rakyat tidak selalu merupakan suatu bangsa. Untuk menjadi nation atau natie, rakyat harus memiliki suatu esensi psychis tertentu. Menurut Prof. Kohn esensi psychis ini ialah adanya kepentingan dan kehendak hidup bersama. 16 1.2.2. Sosialisme Istilah sosialisme selalu diidentikkan dengan seorang Karl Marx. Padahal cita-cita sosialisme sudah dicetuskan jauh sebelum Marx mulai memikirkan revolusi proletariat. Banyak dari gagasan-gagasan yang akan menjadi pokok 15 16
Adhyaksa Dault, Islam dan Nasionalisme, op.cit, hal.1-2 F.Isjwara S.H, Pengantar Ilmu Politik, op.cit, hal.124
Universitas Sumatera Utara
pemikirannya diperolehnya dari tulisan para pemikir sosialis sebelumnya. Citacita yang sekarang disebut sosialisme itu sudah ditemukan dalam budaya Yunani kuno. Kasta para filosof yang menurut Plato harus memimpin negara tidak boleh mempunyai milik pribadi dan tidak berkeluarga, memiliki segalanya bersama, dan hidup menurut aturan yang sama. Namun sosialisme ini terbatas pada kasta calon pemimpin. Sosialisme untuk semua dikatakan dituntut oleh Euhemeros dan Jambulos (abad ke-5 SM). Jambulos mendeskripsikan sebuah ’negara matahari’ dimana segala-galanya, termasuk para istri dimiliki bersama. Menurut para filosof Stoa, pada zaman emas semula hanya ada milik bersama, suatu cerita yang kemudian akan dicoba diberi dasar ilmiah oleh Marx dan Engels. Segala malapetaka adalah akibat diadakannya hak milik pribadi. Namun di zaman Yunani dan Romawi kuno cita-cita itu terbatas pada beberapa orang saja dan tidak pernah muncul gerakan politis yang memperjuangkannya. Motif-motif sosialis di Abad Pertengahan berkaitan erat dengan pahampaham religius tertentu yaitu Kristen terutama dengan pertimbangan bahwa untuk menyambut kerajaan Allah orang harus bebas dari segala keterikatan. Sekarang muncul sejenis tulisan baru yang disebut ’utopi’ atau ’utopis’. Kata ’utopis’ berasal dari judul buku ’utopis’ paling terkenal yaitu Utopia yang ditulis oleh Sir Thomas More pada tahun 1516. Utopia adalah nama sebuah pulau dimana segalanya dimiliki bersama, semua orang menikmati pendapatan sama, dan semua harus bekerja. Yang menarik adalah bahwa di pulau utopia masalah-masalah politik tidak boleh dibahas umum. Pembatasan kebebasan untuk menyatakan
Universitas Sumatera Utara
pendapat memang akan menjadi ciri khas kebanyakan utopi tentang masyarakat komunis. Zaman Pencerahan tidak mendukung perkembangan cita-cita sosialis karena dimotori oleh kelas borjuasi dan borjuasi memperjuangkan kebebasan politik untuk dapat bebas berusaha dan berdagang justru agar dapat mengumpulkan milik pribadi sebebas-bebasnya. Pandangan sosialis modern terbentuk antara 1789 dan 1848. Ada dua peristiwa yang menjadi konteks kelahiran cita-cita sosialisme modern itu yaitu Revolusi Prancis (1789-1795) dan revolusi industri. Keyakinan dasar para pemikir sosialis modern adalah bahwa secara prinsipiil produk pekerjaan merupakan milik si pekerja. Milik bersama dianggap tuntutan akal budi. Diyakini masyarakat akan berjalan jauh lebih baik kalau tidak berdasarkan milik pribadi. Kata ’sosialisme’ sendiri muncul di Prancis sekitar tahun 1830, begitu juga kata ’komunisme’. Dua kata ini semula sama artinya, tetapi segera ’komunisme’ dipakai untuk aliran sosialis yang lebih radikal, yang menuntut penghapusan total hak milik pribadi dan kesamaan konsumsi serta mengharapkan keadaan komunis itu bukan dari kebaikan pemerintah, melainkan semata-mata dari perjuangan kaum terhisap sendiri. 17 Sementara itu untuk membedakan ajarannya dari gagasan-gagasan Sosialis Utopis, Marx menamakan ajarannya Sosialisme Ilmiah (scientific socialism). Untuk keperluan itu ia menyusun suatu teori sosial yang menurut dia didasari hukum-hukum ilmiah dan karena itu pasti akan terlaksana. Saintisme Marx mempunyai keyakinan bahwa terdapat ’hukum-hukum gerak’ dalam masyarakat 17
Frans Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionis, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal.14-20
Universitas Sumatera Utara
yang dijalankan dengan prinsip
’kebutuhan yang mutlak’ didasarkan pada
penjelasan yang naif dari kemajuan-kemajuan ilmu alam. 18 Klaimnya atas keilmiahan sosialismenya ini sangat penting dalam memahami teorinya. Marx menolak pendasaran sosialisme pada pertimbanganpertimbangan moral. Sosialisme tidak akan datang karena dinilai baik atau karena kapitalisme dinilai jahat, melainkan karena, dan kalau, syarat-syarat objektif penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi terpenuhi. Dengan kata lain, Marx mengklaim bahwa sosialismenya bersifat ilmiah karena sosialisme tersebut berdasarkan
pengetahuan
tentang
hukum-hukum
objektif
perkembangan
masyarakat. Pengetahuan itulah yang disebut ’Pandangan Materialis Sejarah.’ 19 Dalam menyusun teori mengenai perkembangan masyarakat, Marx sangat tertarik oleh gagasan filsuf Jerman George Hegel mengenai dialektika karena di dalamnya terdapat unsur kemajuan melalui konflik dan pertentangan. Dan unsur inillah yang dia perlukan menyusun
teorinya mengenai perkembangan
masyarakat melalui revolusi. Untuk melandasi teori sosial, maka dia merumuskan terlebih dahulu teori mengenai materialisme dialektik (dialectical materialism). Kemudian
konsep-konsep
itu
dipakainya
untuk
menganalisa
sejarah
perkembangan masyarakat yang dinamakannya materialisme historis (historical materialism). Dan karena materi oleh Marx diartikan sebagai keadaan ekonomi, maka teori marx juga sering disebut ’analisa ekonomis terhadap sejarah’. Dalam menjelaskan teorinya Marx menekankan bahwa sejarah (yang dimaksud hanyalah sejarah Barat) menunjukkan bahwa masyarakat zaman lampau telah berkembang menurut hukum-hukum dialektis yaitu maju melalui pergolakan yang disebabkan 18 19
Jon Elster, Karl Marx, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2000, hal.31 Frans Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionis, op.cit, hal.137-138
Universitas Sumatera Utara
oleh kontradiksi-kontradiksi intern melalui suatu gerak spiral ke atas sampai menjadi masyarakat dimana Marx berada. Atas dasar analisa terakhir ia sampai pada kesimpulan bahwa menurut hukum ilmiah dunia kapitalis akan mengalami revolusi -yang disebutnya revolusi proletariat- yang akan menghancurkan sendisendi masyarakat kapitalis tersebut, dan akan meratakan jalan untuk timbulnya masyarakat komunis. 20 Indonesia sendiri pada masa awal kemerdekaan pernah cukup dekat dengan ideologi ini. Hal ini terbukti adanya kedekatan dengan negara-negara penganut ideologi sosialis komunis ini seperti Uni Soviet dan Cina, bahkan sampai membentuk trisula maut yang dikenal sebagai Poros Jakarta-PekingMoskow. Seperti juga yang tertera dalam Undang-Undang Dasar Proklamasi yang berlaku lagi sejak adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menyebutkan bahwa ’Masyarakat Adil dan Makmur yang berdasarkan Pancasila atau disebut juga masyarakat sosialisme atau masyarakat sosialisme Indonesia.’ 21 Sosialisme Indonesia adalah suatu ajaran dan gerakan tentang tata masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Sebagai perwujudan Sosialisme
Indonesia
bersendi
pokok
pada
keadilan,
kerakyatan
dan
kesejahteraan. Unsur-unsur keadilan, kerakyatan dan kesejahteraan terkandung dalam asas-asas kekeluargaan dan gotong royong, yang merupakan ciri-ciri pokok dari kepribadian Indonesia seperti dirumuskan dalam ajaran Pancasila. Sosialisme Indonesia bertujuan untuk mengakhiri dan melenyapkan segala penderitaan rakyat lahir-batin, dan memberikan kebahagiaan jasmaniah dan rohaniah dengan
20
Prof.Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1986, hal.78-81 21 Soemartono Mertolojo, Sosialisme Indonesia, Semarang: Mitra Jaya, 1961, hal.8
Universitas Sumatera Utara
menciptakan tata masyarakat Indonesia dalam wadah negara Indonesia yang mempunyai delapan karakteristik yaitu: 1. Yang merdeka, bersatu dan berdaulat; 2. Yang adil dan makmur; 3. Yang rakyatnya berkehidupan kebangsaan yang bebas; 4. Yang membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang meliputi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; 5. Yang memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa; 6. Yang ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial; 7. Yang kemerdekaan kebangsaannya disusun dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia; 8. Yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.22 1.2.3. Selintas Pemikiran Politik H.O.S Tjokroaminoto Titik tolak pemikiran dan cita-cita perjuangan Tjokroaminoto didasarkan atas tiga dimensi yakni situasi dan kondisi kemasyarakatan yang menjadi tantangan yang harus dihadapinya, aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam dunia pergerakan nasional sebagai jawaban terhadap tantangan yang dihadapinya, dan gagasan-gagasan yang ditawarkan baik secara langsung melalui ceramahceramahnya maupun berupa tulisan dalam berbagai media massa.
22
Ibid, hal.10-14
Universitas Sumatera Utara
Untuk merunut awal perkembangan pemikiran H.O.S Tjokroaminoto dalam gelanggang perjuangan kiranya tidak terlepas dengan timbulnya semangat nasionalisme bangsa Indonesia yang berjuang melepaskan diri dari belenggu penjajahan menuju tercapainya kemerdekaan. Di samping itu keberadaan umat Islam pada zamannya juga melatarbelakangi semangat berbuat dan beramal untuk bangsa dan negaranya, dan khususnya guna membawa keberadaan Islam kepada citra yang sesuai dengan ajaran sucinya. 23 Tjokroaminoto menyadari bahwa umat Islam yang tertindas, diubah oleh penjajah menjadi seperti tertidur lelap kesadarannya. Tidak lagi menyadari bahwa dirinya memiliki tanah air, bangsa dan agama yang terjajah. Pasrah tanpa minat untuk melepaskan dirinya dari penindasan yang tiada melelahkan gairah hidupnya. Sama halnya dengan bangsa Arab yang terbiarkan menjadi bangsa jahiliyah dan terjajah oleh Kekaisaran Romawi dan Persia. Tidak lagi memahami siapa sebenarnya yang dijadikan lawannya. Dengan demikian, terjadilah serang menyerang antar tetangga, pecah berantakan, dan saling menghancurkan dirinya. 24 H.O.S Tjokroaminoto berusaha mencapai persatuan rakyat atas dasar kebangsaan Indonesia dan tidak menginginkan perpecahan atas dasar macammacam isme. Dalam hal ini nyata-nyata beliau seorang muslim yang berpandangan luas yang mencita-citakan tercapainya kebulatan kebangsaan Indonesia yang melenyapkan rasa dan fanatisme kedaerahan( provinsionalisme). Tjokroaminoto tidak menghendaki timbulnya perasaan kejawaan, kesumateraan, keborneoan, dan lain-lain. Kesadaran kebangsaan itu harus tumbuh di segenap lapisan masyarakat Indonesia dan meliputi semua golongan yang ada. Namun 23 24
Tashadi dkk, Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan, loc.cit, hal.73 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, op.cit, hal.366
Universitas Sumatera Utara
beliau bukan hanya seorang pejuang yang mengembangkan paham kebangsaan Indonesia yang tidak berpecah belah, tetapi beliau juga menginginkan pula suatu dasar yang lebih kokoh dan abadi sifatnya. Keyakinan agama Islam-lah yang mengandung paham kebangssan yang luas. 25 Dengan mencontoh kepemimpinan Rasulullah S.A.W, Tjokroaminoto berjuang membangkitkan kesadaran nasional umat Islam. Bangkit dengan AlQuran dan Sunnah. Melalui paradigma Lima-K (Kemauan,
Kekuatan,
Kemenangan, Kekuasaan,dan Kemerdekaan) dibangunkanlah kesadaran umat Islam yang sedang terlena dan lupa akan martabat dirinya, agar bangkit menjadi bangsa yang merdeka. 26 Pada Rapat Akbar Sarikat Islam di Surabaya 1331 H/1913 M diperkenalkanlah paradigma Lima-K tersebut. ”Dari Kemauan yang membaja, umat Islam akan memiliki Kekuatan. Hanya dengan Kekuatan umat Islam akan memperoleh Kemenangan. Melalui Kemenangan, umat Islam akan dapat menduduki Kekuasaan. Tanpa Kekuasaan di Tangan umat Islam akan tetap menjadi bangsa yang terjajah. Dengan duduk pada Kekuasaan, umat Islam memperoleh Kemerdekaan. Dengan disadarkan adanya dua macam Kemerdekaan. Pertama, Kemerdekaan Politik artinya terlepasnya umat Islam dari penjajahan. Kedua, dari Kemerdekaan Politik akan dapat diciptakan Kemerdekaan Sejati, yaitu terwujudnya kemakmuran dan keadilan.” Tjokroaminoto juga salah satu tokoh yang memelopori sosialisasi istilah nasional, bersama Agus Salim, Abdoel Moeis, dan Wignjadisastra pada National Congres Centraal Sjarikat Islam Pertama-1e natico di Gedung Concordia atau
25 26
Tashadi dkk, Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan , op.cit, hal.91 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah,op.cit, hal.368
Universitas Sumatera Utara
Gedung Merdeka Bandung pada 1335 H/1916 M. 27 Menurut Tjokroaminoto, makna istilah nasional merupakan suatu usaha untuk meningkatkan seseorang pada tingkat natie (bangsa). Selanjutnya ditambahkan pengertian nasional sebagai usaha untuk memperjuangkan tuntutan Pemerintahan Sendiri atau sekurangkurangnya agar orang-orang Indonesia diberi hak untuk mengemukakan suaranya dalam masalah-masalah politik. 28 Mengenai
sosialisme
Tjokroaminoto
mengatakan
”Wie
goed
Mohammedaan is, is van zelf socialist, en wij zijn Mohammedanen, dus zijn wij socialisten (Seorang muslim sejati dengan sendirinya menjadi sosialis, dan kita kaum Muslimin, jadi kita kaum Sosialisten).” Selanjutnya Tjokroaminoto menandaskan hanya Islamlah yang dapat memberikan ajaran sosialisme yang benar. Tjokroaminoto mengingatkan ajaran Islam jauh lebih sempurna daripada ajaran Komunisme Karl Marx. Untuk memahamkan apa yang sebenarnya diajarkan Islam tentang sosialisme dan perbedaanya dengan sosialisme dan komunisme yang diajarkan oleh Karl Marx dan kawan-kawannya, Tjokroaminoto menulis buku Islam dan Sosialisme pada 1342 H/1924 M. Di buku tersebut Tjokroaminoto mengingatkan dasar teori Historisch Materialism ajaran Karl Marx bertolak dari ajaran Ludwig Feurbach yang beranggapan bahwa segala sesuatu itu benda (stof). Ajaran ini tidak mengenal adanya roh. Karl Marx dan Engels menolak teori Idealisme Hegel, bahwa segala sesuatu terjadi karena produk dari proses berpikir (dialektica idea). Mereka tidak membenarkan adanya Absolut Idea atau Tuhan sebagai sumber ide manusia. Pandangan filosofi Hegel yang demikian itu, oleh Bebel dalam Die Frau, dibantahnya, bukan Tuhan yang menjadikan 27 28
Ibid, hal.365-382 Amelz, HOS Tjokroaminoto Hidup dan Perjuangannya Jilid I, op.cit, hal.106
Universitas Sumatera Utara
manusia, melainkan manusialah yang membikin-bikin adanya Tuhan. Pandangan filsafat ini sangat bertentangan dengan ajaran agama yang mempercayainya adanya sesuatu yang gaib ataupun Tuhan 29. Seperti tertuang dalam bukunya ”Kita orang yang bertuhan, mengatakan dengan yakin, bahwa segala sesuatunya itu asalnya dari Allah, oleh Allah, dan kembali kepada Allah (Uit God, door God en tod God ilin alle dingen). Historis materialisme sebaliknya, ia mengajarkan bahwa segala sesuatu itu berasal dari benda, oleh benda dan kembali kepada benda (Uif de stof, door de stof, tot de stof ziinalle dingen).” 30 Lebih lanjut di dalam bukunya tersebut juga dijelaskan Tjokroaminoto mendasarkan
dirinya
pada
Sosialisme
Islam.
Menurutnya
”Sosialisme
menghendaki cara hidup satu buat semua dan semua buat satu, yaitu cara hidup yang hendak mempertunjukkan kepada kita, bahwa kita memikul tanggung jawab atas perbuatan kita satu sama lain. Individualisme mengutamakan paham tiap-tiap orang buat dirinya sendiri, sesuatu yang bertentangan dengan sosialisme.” 31 Yang menjadi dasar sosialisme Islam adalah ”Kaanan nasu ummatan wahidatan, sesungguhnya seluruh umat manusia itu bersaudara/bersatu, begitulah pengajaran di dalam Al-Qur’an yang suci, yang menjadi dasar Sosialisme. Kalau segenap umat manusia kita anggap sebagai persatuan, tak boleh tidak kita wajib berusaha untuk mencapai keselamatan bagi mereka semuanya.” 32 Bagi Tjokroaminoto sosialisme sebagai nilai tidak bertentangan dengan Islam selama bertujuan ”memperbaiki nasibnya golongan manusia yang termiskin dan terbanyak bilangannya, agar supaya mereka bisa mendapatkan nasib yang
29
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah,op.cit, hal.413 H.O.S Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme, Bandung: Sega Arsy, 2008, hal.21 31 Ibid, hal.1 32 Ibid, hal.23 30
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan derajat manusia, yaitu dengan memerangi sebab-sebab yang menimbulkan kemiskinan.” Sosialisme seperti ini tentu mendasarkan diri pada ajaran agama dan falsafah. Lebih jauh Tjokroaminoto mengatakan ”sosialisme yang wajib dituntut dan dilakukan oleh umat Islam bukannya sosialisme yang lain melainkan sosialisme berdasarkan azas-azas Islam belaka. Sosialisme yang kita tuju bermaksud mencari keselamatan dunia dan keselamatan akhirat.”33
1.3. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil beberapa rumusan masalah yaitu: ”Seperti apa sosok Tjokroaminoto yang hampir terlupakan itu hingga ia sempat dianggap sebagai Ratu Adil? Bagaimanakah pemikiran Tjokroaminoto tentang konsep agama Islam sebagai simbol dan dasar pemersatu rakyat Indonesia yang majemuk? Bagaimanakah sosialisme dalam Islam yang digagas olehnya? Seberapa vital peranannya dalam organisasi pergerakan nasional pertama, Sarekat Islam? Gagalkah Tjokroaminoto dalam perjuangannya? Dan terakhir, bagaimanakah pandangan Tjokroaminoto terhadap demokrasi dan sistem parlemen?”
1.4. Pembatasan Masalah Masalah penelitian ini akan dibatasi pada salah satu bidang pemikiran Tjokroaminoto yaitu:
33
Ibid, hal.3-5
Universitas Sumatera Utara
”Pemikiran H.O.S Tjokroaminoto Mengenai Nasionalisme dan Sosialisme yang Berdasarkan Islam”
1.5. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Di sini dijelaskan tujuan penelitian yang merupakan sasaran pragmatisnya (bukan kegunaan menurut isi),taraf kemajuan dan kebaruan yang ingin dicapai dengan penelitian tersebut. 1.5.1. Tujuan penelitian a. Ingin mempelajari secara mendalam karya pemikiran Tjokroaminoto tentang bagaimana Islam dapat menjadi sebuah pedoman nasionalisme dan sosialisme
serta
menjelaskan
pandangan
yang
dikemukakan
Tjokroaminoto tentang masalah-masalah dan solusinya secara lebih rigid. b. Mengkritisi secara objektif terhadap pemikiran tokoh,
relevansinya
dengan kondisi realitas masyarakat saat ini dan menggali sejarah perkembangan pemikiran politik di Indonesia pada awal kemerdekaan. 1.5.2. Manfaat Penelitan a. Meningkatkan kapasitas penulis dalam membuat sebuah karya tulis yang lebih baik b. Menjadi bahan rujukan bagi almamater, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik c. Memperkaya wawasan tentang pemikir-pemikir Islam yang jarang dibahas secara teoritis baik dikampus atau di forum-forum resmi. d. Menjadikan salah satu referensi dalam menjalankan kehidupan bernegara bagi masyarakat khususnya umat Islam.
Universitas Sumatera Utara
e. Memahami bagaimana Tjokroaminoto mendudukkan Islam sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari nasionalisme dan sosialisme serta untuk mengetahui pertarungan pemikiran di antara tokoh pergerakan pada prakemerdekaan dalam mencari suatu simbol untuk untuk mempersatukan seluruh rakyat Indonesia yang plural.
1.6. Metodologi Penelitian Salah satu jenis penelitian pemikiran politik adalah (penelitian biografi atau studi tokoh) yaitu penelitian terhadap kehidupan seseorang tokoh dalam hubungannya dengan masyarakat, sifat-sifat, watak, pemikiran dan ide serta pengaruh pemikirannya dan idenya dalam perkembangan sejarah. Sementara dalam bidang Pemikiran Islam,’studi tokoh’ yaitu pengkajian secara sistematis terhadap pemikiran/gagasan seorang pemikir muslim, keseluruhannya atau sebahagiannya.
Pengkajian
meliputi
latar
belakang
internal,
eksternal,
perkembangan pemikiran, hal-hal yang diperhatikan dan kurang diperhatikan, kekuatan dan kelemahan pemikiran tokoh, serta kontribusinya bagi zamannya, dan masa sesudahnya. 34
1.7. Jenis Penelitian Penelitian studi tokoh, seperti yang dikatakan Arief Furchan dan Agus Maimun, dikategorikan ke dalam jenis penelitian kualitatif, 35 yaitu suatu
34
Prof.Dr. Syahrin Harahap,MA, Metodologi Studi Tokoh Pemikiran Islam, Medan: Istiqamah Mulya Press, 2006, hal.7 35 Arief Furchan dan Agus Maimun, Studi Tokoh, Metode Penelitian Tokoh, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hal., 16.
Universitas Sumatera Utara
penelitian yang membahas tentang konsep-konsep, ide dan pemikiran dari suatu masalah yang akan di bahas. Sedangkan mengacu kepada Strauss dan Corbin (1990) penelitian kualitatif adalah suatu jenis penelitian yang prosedur penemuan yang dilakukan tidak menggunakan prosedur statistik atau kuantifikasi. Dalam hal ini penelitian kualitatif adalah penelitian tentang kehidupan seseorang, cerita, perilaku, dan juga tentang fungsi organisasi, gerakan sosial atau hubungan timbal balik. 36 Pada umumnya, penelitian kualitatif ini tidak mempergunakan angka atau nomor dalam mengolah data yang diperlukan. Data kualitatif terdiri dari kutipankutipan orang dan deskripsi keadaan, kejadian, interaksi, dan kegiatan. Dengan menggunakan jenis data kualitatif, memungkinkan peneliti mendekati data sehingga mampu mengembangkan komponen-komponen keterangan yang analitis, konseptual dan kategoris dari data itu sendiri.
1.8. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian studi tokoh dimulai dengan mengumpulkan kepustakaan:
1.8.1. Inventarisasi (data primer) Mengumpulkan karya-karya seorang tokoh yang akan diteliti, baik secara pribadi maupun karya bersama (antologi) mengenai topik yang sedang diteliti (sebagai data primer). Kemudian dibaca dan ditelusuri karya-karya lain yang dihasilkan tokoh tersebut, mengenai bidang lain. Sebab biasanya seorang tokoh 36
Drs. Salim dan Drs. Syahrum, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Citapustaka Media, 2007, hal.41
Universitas Sumatera Utara
pemikir mempunyai pemikiran yang memiliki hubungan organik antara satu dengan yang lainnya. 1.8.2. Data sekunder Menelusuri karya-karya pemikir yang lain mengenai H.O.S Tjokroaminoto atau mengenai topik bahasan yang diteliti. Data sekunder ini dicari dalam ensiklopedi, buku sistematis dan tematis. Sebab dalam buku itu biasanya ditunjukkan pustaka yang lebih luas. 37
1.9. Metode Analisis Data Menurut Faisal (1990) analisis data dalam penelitian kualitatif bergerak secara induktif yaitu data/fakta dikategorikan menuju ke tingkat abstraksi yang lebih tinggi, melakukan sintesis dan mengembangkan teori bila diperlukan. Setelah data dikumpulkan maka dilakukan pengelompokan dan pengurangan yang tidak penting. Setelah itu dilakukan analisis penguraian dan penarikan kesimpulan tentang makna perilaku subjek penelitian dalam latar serta fokus penelitian. 38 Beberapa metode yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif terutama studi tokoh adalah:
1.9.1. Interpretasi Interpretasi dimaksudkan sebagai upaya tercapainya pemahaman yang benar terhadap fakta, data dan gejala. Dalam suatu interpretasi, penulis menggunakan Emik dan Etik. Emik adalah data-data, kalimat-kalimat dan teks, sebagaimana dipahami pemikir yang 37 38
Prof.Dr. Syahrin Harahap,MA, Metodologi Studi Tokoh Pemikiran Islam, op.cit, hal.58 Drs. Salim dan Drs. Syahrum, Metodologi Penelitian Kualitatif, op.cit, hal.145
Universitas Sumatera Utara
merupakan
perumusan
kalimat
seorang
tokoh
terhadap
masalah
yang
dipahaminya. Sedangkan Etik adalah pemahaman penulis sendiri terhadap pemikiran (data, kalimat, teks dan rumusan) tokoh yang diteliti. 1.9.2. Induksi dan deduksi Pada setiap penelitian terdapat penggunaan induksi dan deduksi. Induksi secara umum dapat diartikan sebagai generalisasi kasus-kasus dan unsur-unsur pemikiran tokoh dianalisis, kemudian pemahaman yang ditemukan di dalamnya dirumuskan dalam statemen umum (generalisasi). Sedangkan deduksi dipahami sebagai upaya eksplisitasi dan penerapan pikiran-pikiran seorang tokoh yang bersifat umum. 1.9.3. Koherensi intern Agar pemikiran tokoh dapat dipahami secara tepat, maka seluruh konsep dan aspek-aspek pemikirannya dilihat menurut keselarasannya satu dengan yang lain. Selain itu ditetapkan pula inti pikirannya yang paling mendasar dan topiktopik yang paling sentral. Demikian juga diteliti susunan logis sistematis dalam pemikiranya agar ditemukan muatan pemikirannya yang paling substansial. 1.9.4. Kesinambungan historis Dalam melakukan analisis dilihat benang merah yang menghubungkan pemikiran-pemikirannya, baik lingkungan historis dan pengaruh-pengaruh yang dialaminya maupun perjalanan hidupnya sendiri, karena seorang tokoh adalah anak zamannya. Untuk melihat latar belakang internal, diperiksa riwayat hidup tokoh, penddikannya, pengaruh yang diterimanya, relasi dengan pemikir-pemikir sezamannya, dan segala macam yang membentuk pengalamannya. Demikian juga diperhatikan perkembangan intern dalam tahap-tahap pemikirannya. Untuk
Universitas Sumatera Utara
melihat latar belakang eksternal, diselidiki keadaan khusus zaman yang dialami tokoh, dari segi ekonomi politik budaya dan intelektual. 39
39
Prof. Dr. Syahrin Harahap, MA, Metodologi Studi Tokoh Pemikiran Islam,op.cit., 59-64.
Universitas Sumatera Utara