BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak diberlakukannya otonomi daerah pemerintah diberikan kewenangan yang luas untuk menyelenggarakan semua urusan pemerintah. Perubahan pada sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah pusat, pemberian otonomi daerah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia (Mardiasmo, 2009:17). Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah menjelaskan bahwa laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan, maka tahun 2014 merupakan tahun terakhir pemerintah diperkenankan menggunakan basis kas menuju akrual. Tahun 2015 pemerintah pusat dan daerah harus sudah menggunakan basis akrual dalam penyajian laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas. Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan basis akrual dimaksudkan untuk memberikan informasi yang lebih komprehensif dan lebih baik bagi para pengguna laporan keuangan dibandingkan dengan basis kas dan basis kas menuju akrual yang selama ini digunakan. 1
2
Sistem akuntansi berbasis akrual yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas dan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Akan tetapi terdapat beberapa permasalahan yang akan timbul dengan diterapkannya sistem akuntasi berbasis akrual dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah, diantaranya yaitu dibutuhkan dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dan profesional dalam pengelolaan keuangan. Penyiapan dan penyusunan laporan keuangan tersebut memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang menguasai akuntansi pemerintahan (Halim, 2012). Disamping itu, dalam setiap perubahan bisa jadi ada pihak internal yang sudah terbiasa dengan sistem yang lama dan sulit untuk mengikuti perubahan. Kompleksitas akuntansi akrual dapat menimbulkan resistensi dari para pelaku akuntansi dan penyusunan laporan keuangan. Selain itu, permasalahan lain yang timbul akibat diterapkannya sistem akuntasi berbasis akrual adalah adanya kompleksitas implementasi akuntansi berbasis akrual, sehingga memerlukan sistem akuntansi dan IT based system yang lebih rumit. Dalam rangka mendukung penerapan basis akuntansi akrual, penggunaan teknologi yang andal sangat diperlukan guna mendukung keberhasilan pengolahan data. Disamping itu, terdapat kesulitan dalam penerapan akuntansi berbasis akrual di pemerintahan karena anggaran akrual diyakini memiliki resiko dalam disiplin anggaran (Halim, 2012). Sampai saat ini penerapan akuntansi berbasis akrual belum terealisasi dengan maksimal, walaupun peraturan tentang standar akuntansi akrual telah diterbitkan. Hal
3
ini merupakan tantangan besar bagi pemerintah dan harus dilakukan secara cermat dengan persiapan yang matang dan terstruktur. Keberhasilan suatu perubahan akuntansi pemerintahan menuju basis akrual agar dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih transparan dan lebih akuntabel memerlukan upaya dan kerjasama dari berbagai pihak. Pemahaman terhadap sistem akuntansi keuangan daerah juga merupakan salah satu unsur penting yang mempengaruhi kualitas informasi laporan keuangan daerah. Sistem akuntansi keuangan dan pengelolaan keuangan daerah harus dipahami secara memadai oleh pengelola dan penyaji informasi keuangan agar dapat dijadikan salah satu alat dalam mengendalikan roda pemerintahan. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, tahun 2015 pemerintah pusat dan daerah harus sudah menggunakan basis akrual dalam penyajian laporan keuangannya. Adanya kompleksitas dalam implementasi akuntansi berbasis akrual menyebabkan perlunya staf akuntansi yang memiliki kompetensi di bidang pengelolaan keuangan daerah serta harus memahami sistem akuntansi yang baru agar informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna (Sinarwati dkk, 2014) Salah satu permasalahan yang terjadi saat ini adalah pemahaman atas standar akuntansi pemerintahan yang dimiliki oleh pegawai pemerintahan khususnya di bagian keuangan belum memadai. Jika kompetensi staf akuntansi dalam penerapan akuntansi berbasis kas menuju akrual saja masih belum memadai, apalagi jika pemerintah akan menerapkan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015. Kurangnya pemahaman staf akuntansi terhadap sistem akuntansi keuangan daerah menyebabkan
4
masih adanya penyimpangan dan penyalahgunaan dalam pengelolaan keuangan daerah walaupun peraturan dan perundangan tentang pengelolaan keuangan daerah telah memadai. Dari hasil pemeriksaan BPK terhadap 68 LKPD Tahun 2013 mengungkapkan 742 temuan yang di dalamnya terdapat permasalahan yang terdiri dari pencatatan yang dilakukan tidak akurat, antara lain pengelolaan dan penatausahaan aset tetap belum memadai serta pengelolaan dan pencatatan piutang belum disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan. Selain itu ditemukan juga proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan, antara lain penyajian saldo penyertaan modal dicatat dengan metode biaya dan pengelolaan aset tetap belum optimal. Lalu ditemukan juga sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai, antara lain sistem pengelolaan aset tetap dalam mendukung penyusunan laporan keuangan tidak memadai, penggunaan sistem aplikasi komputer belum optimal dalam mendukung pengelolaan keuangan, aplikasi SIMDA barang milik daerah (SIMDA BMD) yang digunakan dalam menatausahakan BMD belum sepenuhnya siap dalam menunjang pencatatan akuntansi berbasis akrual, dan persiapan pemerintah dalam menerapkan laporan keuangan berbasis akrual belum memadai. Permasalahan-permasalahan tersebut membuktikan bahwa kinerja dari pemerintah daerah masih jauh dari harapan. Hal ini menjadi tolak ukur tentang kurangnya pemahaman sistem akuntansi keuangan pada staf akuntansi pemerintah daerah (www.bpk.go.id). Berdasarkan hasil pemeriksaan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
akuntabilitas pemerintah daerah masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari masih
5
adanya pemerintah daerah yang tidak menyusun LKPD. Jumlah pemerintah daerah sampai dengan semester II tahun 2014 adalah 542, dari jumlah tersebut yang telah menyusun LKPD tahun 2013 hanya 524 pemerintah daerah. Opini yang diberikan atas suatu LKPD merupakan cermin bagi kualitas akuntabilitas keuangan atas pelaksanaan APBD. Terhadap 68 LKPD tahun 2013, BPK hanya memberikan opini WTP kepada 5 LKPD. Terdapat 63 dari 68 LKPD yang belum mendapatkan opini WTP menunjukkan bahwa akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah masih rendah. Fenomena-fenomena lain yang menunjukkan rendahnya akuntabilitas laporan keuangan daerah diantaranya adalah BPK dalam pemeriksaan atas LKPD TA 2014 masih menemukan beberapa permasalahan yang cukup signifikan dan cenderung berulang, baik yang mempengaruhi penyajian maupun tidak mempengaruhi penyajian laporan keuangan. Beberapa masalah yang masih ditemukan dalam LKPD Tahun Anggaran 2014 di hampir seluruh Pemerintah Daerah yaitu pertama tentang penatausahaan aset tetap yang belum tertib diantaranya tanah pemda yang belum bersertifikat dan bahkan tidak dapat ditelusuri keberadaanya. Kedua adalah pertanggungjawaban penggunaan belanja daerah tidak didukung dengan bukti yang sah dan sesuai dengan pengeluaran rill (www.bandung.bpk.go.id). Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) setiap tahunnya mendapat penilaian berupa Opini dari Badan Pengawas Keuangan (BPK). Ketika BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Keuangan
6
Pemerintah Daerah (LKPD), artinya dapat dikatakan bahwa laporan keuangan suatu entitas pemerintah daerah tersebut disajikan dan diungkapkan secara wajar dan berkualitas. Sebagaimana yang telah diatur di dalam Undang-Undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, terdapat empat opini yang diberikan pemerika (1) Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), (2) Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), (3) Opini Tidak Wajar (TP), dan (4) Pernyataan Menolak memberi Opini atau Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Badan Pengawas Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Bandung, untuk hasil pemeriksaan LKPD Tahun anggaran 2010-2014 memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Tabel 1.1 Daftar Opini Audit BPK atas LKPD Kota Bandung Tahun 2010-2014 No
Tahun
Opini BPK
1
2010
Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
2
2011
Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
3
2012
Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
7
Tabel 1.1 (Lanjutan) No
Tahun
Opini BPK
4
2013
Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
5
2014
Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
Sumber: www.bandung.bpk.go.id Berdasarkan uraian latar belakang penelitian penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul : “PENGARUH PEMAHAMAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH DAN AKUNTABILITAS TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Survei pada Dinas Pemerintah Kota Bandung).” 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan penulis, dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah Pemahaman Sistem Akuntansi Keuangan Daerah berpengaruh terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung. 2. Apakah Akuntabilitas berpengaruh terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung. 3. Apakah Pemahaman Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Akuntabilitas berpengaruh terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung.
8
1.3 Tujuan Penelitian Maksud Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi dan data-data yang relevan dengan objek penelitian yang penulis kaji, sehingga setelah data yang sudah diolah dan dianalisis dapat dijadikan bahan pengujian teori dan praktek. 1. Untuk mengetahui pengaruh Pemahaman Sistem Akuntansi Keuangan Daerah terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui pengaruh Akuntabilitas terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui pengaruh Pemahaman Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Akuntabilitas terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi: 1. Bagi Penulis Sebagai pembelajaran awal dalam melakukan penelitian, juga menambah dan pemahaman tentang bagaimana konsep-konsep pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah dan akuntabilitas yang dapat menghasilkan laporan keuangan pemerintah daerah yang baik dalam instansi pemerintahan. 2. Bagi Pemerintah Pusat dan Daerah Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan, informasi serta pemikiran untuk instansi pemerintah Kota Bandung agar memahami
9
pentingnya pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah dan akuntabilitas yang akan berimplikasi terhadap laporan keuangan pemerintah daerah yang baik. 3.
Bagi Peneliti Lain Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk pengembangan serta menjadi sumber informasi atau masukan mengenai konsep pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah dan akuntabilitas bagi peneliti selanjutnya dalam bidang yang sama.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan diteliti dalam penyusunan skripsi ini, penulis melakukan penelitian pada 17 Dinas Pemerintah Kota Bandung. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai bulan Desember 2015.