BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap tahun, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak. Potensi penerimaan yang tinggi dan realisasinya yang selalu meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun merupakan salah satu bukti bahwa pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Kebutuhan dana untuk menjalankan roda pemerintahan dan pelayanan publik serta semakin terbatasnya alternatif sumber-sumber pemasukan keuangan negara menuntut pemerintah meningkatkan penerimaan dari sektor ini. Tidak mengherankan jika saat ini pajak memegang peranan sangat penting dalam struktur penerimaan negara. Peranan pajak dalam mendukung penerimaan negara selama periode lima tahun terakhir dapat dilihat dalam tabel 1.1 di bawah ini. Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak dan Rasio Pajak terhadap Penerimaan Negara Rasio Penerimaan Pajak
Penerimaan Pajak
Penerimaan Negara
(miliar rupiah)
(miliar rupiah)
2008
658.700,8
979.305,4
67,3
2009
619.922,2
847.096,6
73,2
2010
723.306,7
992.248,5
72,9
2011
878.685,2
1.205.345,8
72,9
2012
980.520,0
1.338.110,0
73,3
Tahun
terhadap Penerimaan Negara (%)
Sumber : LKPP
1
2
Dari tabel 1.1 di atas diketahui bahwa dalam periode 2008-2012, penerimaan pajak mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, yaitu dari Rp 658.700,8 miliar di tahun 2008 menjadi Rp 619.922,2 miliar di tahun 2009, Rp 723.306,7 di tahun 2010, Rp 878.685,2 miliar di tahun 2011, dan Rp 980.520 miliar di tahun 2012. Secara rata-rata, dalam kurun lima tahun tersebut, penerimaan pajak meningkat sebesar 10,97%. Dari sisi kontribusi terhadap total penerimaan negara selama periode lima tahun terakhir, penerimaan pajak memberikan kontribusi rata-rata sebesar 71,92%. Dalam rangka mengamankan target penerimaan negara dari dari sektor pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selaku instansi di Kementerian Keuangan yang diberikan tugas dalam menghimpun penerimaan negara dari sektor pajak telah melakukan reformasi administrasi perpajakan
yang biasa disebut
modernisasi administrasi perpajakan. Adapun jiwa dari modernisasi ini adalah pelaksanaan good governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini (Renstra DJP 2008-2012). Strategi yang ditempuh adalah pemberian pelayanan prima sekaligus pengawasan intensif kepada para Wajib Pajak (WP). Jika program modernisasi ini ditelaah secara mendalam, termasuk perubahan-perubahan yang terjadi dan yang akan dilakukan, maka dapat dilihat bahwa konsep modernisasi ini merupakan suatu terobosan yang akan membawa perubahan yang cukup mendasar dalam administrasi perpajakan modern. Sistem administrasi perpajakan pada prinsipnya terdiri dari tiga pilar utama, yaitu pelayanan (tax service), penyuluhan (dissemination) dan penegakan
3
hukum (law enforcement) secara optimal (Hutagaol, 2006). Pelayanan pajak bertujuan untuk memberikan kenyamanan, keamanan, dan kepastian bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban dan haknya di bidang perpajakan. Penyuluhan pajak
bertujuan
untuk
menyebarluaskan
informasi
mengenai
ketentuan
perpajakan, sehingga Wajib Pajak dapat memahami dan mampu untuk memenuhi kewajiban dan haknya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Penegakan hukum bertujuan sebagai pengawasan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Jika ketiga fungsi administrasi ini dapat berjalan dengan baik, maka hasilnya akan meningkatkan tax ratio dan penerimaan pajak. Sistem administrasi perpajakan ini diperlukan untuk mendukung pelaksanaan sistem pemungutan pajak di Indonesia, yaitu sistem self assessment. Dalam sistem tersebut, Wajib Pajak diberikan kepercayaan penuh untuk melaksanakan kewajiban pembayaran pajak dengan cara menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Salah satu aspek dalam pilar penegakan hukum adalah pemeriksaan pajak. Sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pemeriksaan pajak dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap WP adalah dalam rangka melakukan fungsi pengawasan dan pembinaan agar kewenangan yang sudah diberikan oleh undangundang untuk menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban perpajakannya
4
dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh tanggung jawab. Pemeriksaan pajak berkaitan dengan kepatuhan Wajib Pajak. Sesuai dengan SE– 07/PJ/2012 tentang rencana dan strategi pemeriksaan tahun 2012, selain terkait dengan penerimaan, pemeriksaan pajak diharapkan dapat menciptakan efek penggentar (deterrent effect), artinya bahwa Wajib Pajak yang diperiksa akan menjadi lebih patuh di masa mendatang setelah dilakukan pemeriksaan. Namun demikian, meskipun fungsi pemeriksaan pajak sangat penting dalam menguji kepatuhan Wajib Pajak dan mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak, ternyata kontribusi penerimaan dari kegiatan pemeriksaan pajak masih tergolong kecil. Hal ini terlihat dalam tabel 1.2 berikut ini. Tabel 1.2 Rasio Penerimaan dari Pemeriksaan Pajak
2008
Penerimaan dari pemeriksaan Pajak (miliar rupiah) 7.062
Total Penerimaan Pajak (miliar rupiah) 658.700,8
2009
6.355
619.922,2
1,03%
2010
10.936
723.306,7
1,51%
2011
8.836
878.685,2
1,01%
2012
9.801
980.520,0
0,99%
Tahun
Rasio (%) 1,07%
Sumber : LKPP, ALPP DJP, dan Direktorat TIP DJP . Dari tabel 1.2 terlihat bahwa selama periode 2008-2012, penerimaan dari pemeriksaan pajak memang cenderung berfluktuasi sejak tahun 2008, dari sebesar Rp 7.062 miliar di tahun 2008 dan terakhir sebesar Rp 9.801 miliar di tahun 2012.
5
Namun demikian, dilihat dari persentasenya terhadap total penerimaan pajak, kontribusi penerimaan dari pemeriksaan pajak berada dalam kisaran 1% atau ratarata sebesar 1,12% dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Hal ini tentu perlu mendapat perhatian serius dari Direktorat Jenderal Pajak karena kegiatan pemeriksaan pajak merupakan salah pilar utama dalam penegakan hukum di bidang perpajakan. Peluang untuk meningkatkan penerimaan dari kegiatan pemeriksaan perlu dioptimalkan oleh tenaga fungsional pemeriksa pajak di lingkungan DJP sebagai ujung tombak dalam pemeriksaan pajak. Dalam audit secara umum, kualitas audit sulit diukur secara obyektif, sehingga para peneliti sebelumnya menggunakan berbagai dimensi kualitas audit (Suyani, 2009). Menurut Moizer (1986) dalam Sutton (1993), pengukuran kualitas audit membutuhkan kombinasi antara ukuran hasil dan proses. Dalam konteks pemeriksaan pajak, penelitian terdahulu telah menggunakan beberapa ukuran yang berbeda
dalam
mengukur
kualitas
pemeriksaan pajak.
Wasesa
menggunakan motivasi kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam
(2006)
pemenuhan
kewajiban perpajakan, sedangkan Andrian (2007) menggunakan timbulnya keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan (SKPKB PPh Badan) sebagai proksi kualitas pemeriksaan pajak. Suyani (2009) mengukur kualitas pemeriksaan pajak pada tahap proses pemeriksaan pajak. Darosi (2009) menggunakan proksi laporan pemeriksaan pajak sebagai proksi kualitas pemeriksaan pajak. Dalam konteks pemeriksaan pajak, Suyani (2009) menyatakan bahwa kualitas pemeriksaan pajak
adalah probabilitas pemeriksa pajak untuk
6
menemukan dan melaporkan adanya kesesuaian dan ketidaksesuaian pelaporan pajak oleh Wajib Pajak dengan peraturan perpajakan. Dari definisi ini, ada dua aspek yang penting untuk dicermati, yaitu “menemukan” dan “melaporkan” kesesuaian dan ketidaksesuaian pelaporan WP. Aspek menemukan terkait dengan kompetensi pemeriksa, dalam arti bahwa untuk dapat menemukan kesesuaian dan ketidaksesuaian pelaporan WP diperlukan kompetensi yang memadai bagi pemeriksa pajak. Aspek melaporkan terkait dengan motivasi pemeriksa dalam mengungkapkan temuan apa adanya tanpa ada niat-niat pribadi tertentu, sehingga hal ini lebih berhubungan dengan etika pemeriksa. Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti menilai ada dua faktor yang berkaitan erat dengan kualitas pemeriksaan pajak, yaitu kompetensi dan etika pemeriksa pajak. Kompetensi pemeriksa pajak tercatum dalam standar umum pemeriksaan pajak sesuai Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-9/PJ/2010 yang menyebutkan bahwa pemeriksa pajak harus mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak dan menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama. Etika pemeriksa pajak diatur dalam kode etik pegawai DJP melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 1/PMK.3/2007 dan dijabarkan lebih lanjut dalam Surat Edaran Dirjen Pajak nomor SE-33/PJ/2007. Selain itu, standar umum pemeriksaan pajak juga mengatur beberapa aspek yang terkait dengan etika pemeriksa. Faktor kompetensi dan etika ini dapat juga dipengaruhi oleh satu faktor lagi, yaitu tekanan waktu. Ini sesuai dengan kenyataan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya, pemeriksa pajak sering dihadapkan pada kondisi tekanan waktu yang
7
berupa batas waktu penyelesaian pemeriksaan dan beban kerja yang berat. Hal ini mungkin dapat mempengaruhi kompetensi dan etika pemeriksa pajak untuk menghasilkan laporan pemeriksaan pajak yang berkualitas, baik dari sisi proses maupun hasil pemeriksaan. Mengingat pentingnya kualitas pemeriksaan pajak dalam meningkatkan kontribusi terhadap penerimaan negara dan penegakan hukum, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hal ini. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Suyani (2009) dan Darosi (2009). Suyani (2009) meneliti pengaruh kompetensi terhadap kualitas pemeriksaan pajak dengan tekanan waktu sebagai variabel pemoderasi, sedangkan Darosi (2009) meneliti mengenai pengaruh independensi, kompetensi, dan etika terhadap laporan pemeriksaan pajak. Dalam penelitian ini, peneliti mengkombinasikan dua penelitian tersebut
dengan mengambil
variabel terikat
berupa kualitas
pemeriksaan pajak dan variabel bebas berupa kompetensi dan etika. Variabel tekanan waktu juga digunakan oleh peneliti sebagai variabel pemoderasi. Penelitian ini juga menggabungkan dimensi kualitas pemeriksaan pajak yang telah diteliti oleh peneliti sebelumnya, yaitu dimensi proses yang diteliti oleh Suyani (2009) dan dimensi laporan pemeriksaan pajak (hasil) yang diteliti oleh Darosi (2009). Selain itu, perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini juga terletak pada sampel penelitian, metode penelitian yang digunakan, dan metode analisis data. Penelitian ini mengambil sampel penelitian berupa pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di lingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jakarta Khusus, sedangkan penelitian sebelumnya
8
mengambil sampel penelitian pada KPP di lingkungan Kanwil DJP Jawa Timur. Mengenai metode penelitian, penelitian ini menggunakan metode campuran (mixed method), yaitu gabungan penelitian kuantitatif dan kualitatif, sedangkan dua penelitian sebelumnya murni menggunakan metode penelitian kuantitatif. Untuk metode analisis data, peneliti menggunakan Partial Least Square (PLS) dengan alat analisis Smart PLS 2.0 M3, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan regresi berganda dengan alat analisis berupa SPSS dan SEM. 1.2 Rumusan Masalah Kontribusi penerimaan dari pemeriksaan pajak terhadap penerimaan nasional masih kecil. Salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian adalah mengenai kualitas pemeriksaan pajak yang dihasilkan, baik dari sisi proses maupun hasil. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pemeriksaan pajak, antara lain kompetensi dan etika pemeriksa pajak. Kedua faktor ini dipengaruhi oleh variabel tekanan waktu yang menunjukkan batas waktu yang harus dipenuhi oleh pemeriksa pajak dalam menyelesaikan penugasan pemeriksaan. Variabel tekanan waktu ini dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh kompetensi dan etika terhadap kualitas pemeriksaan pajak. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, pertanyaan penelitian ini adalah : 1. Apakah kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas pemeriksaan pajak? 2. Apakah kompetensi yang dimoderasi oleh tekanan waktu menurunkan kualitas pemeriksaan pajak? 3. Apakah etika berpengaruh positif terhadap kualitas pemeriksaan pajak?
9
4. Apakah etika yang dimoderasi oleh tekanan waktu menurunkan kualitas pemeriksaan pajak? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh positif kompetensi terhadap kualitas pemeriksaan pajak. 2. Mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh kompetensi yang dimoderasi oleh tekanan waktu dalam menurunkan kualitas pemeriksaan pajak. 3. Mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh positif etika terhadap kualitas pemeriksaan pajak. 4. Mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh etika yang dimoderasi oleh tekanan waktu dalam menurunkan kualitas pemeriksaan pajak. 1.5 Motivasi Penelitian Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di bidang ini karena meyakini pentingnya pemeriksaan pajak, baik dalam rangka menguji kepatuhan Wajib Pajak maupun dalam memberikan kontribusi penerimaan yang lebih besar bagi penerimaan pajak secara nasional. Data menunjukkan bahwa kontribusi penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan masih perlu ditingkatkan. Selain itu, dalam berbagai kasus, hasil pemeriksaan pajak banyak yang dipersengketakan oleh Wajib Pajak melalui keberatan dan banding. Dalam proses sengketa tersebut, ternyata pemeriksa pajak sering kalah dalam proses banding di pengadilan pajak. Peneliti menilai bahwa hal ini terkait dengan kualitas pemeriksaan pajak yang perlu terus ditingkatkan. Oleh karena itu, dengan melakukan penelitian terhadap
10
faktor kompetensi, etika, tekanan waktu yang dihadapi pemeriksa pajak, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam perumusan kebijakan pemeriksaan di Direktorat Jenderal Pajak. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Direktorat Jenderal Pajak, penelitian diharapkan dapat memberikan masukan mengenai pengaruh kompetensi, etika, dan tekanan waktu terhadap kualitas pemeriksaan pajak, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan tentang pemeriksaan pajak. 2. Bagi pemeriksa pajak, penelitian diharapkan memberikan bukti empiris mengenai pentingnya faktor kompetensi, etika, dan tekanan waktu terhadap kualitas pemeriksaan pajak yang mereka hasilkan. 3. Bagi Wajib Pajak dan masyarakat, penelitian ini diharapkan memberi manfaat dalam menilai apakah pemeriksa pajak dapat menjaga kualitas pemeriksaan pajak yang dilakukan jika dihubungkan dengan faktor kompetensi dan etika. 4. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh faktor kompetensi, etika, dan tekanan waktu terhadap kualitas pemeriksaan pajak. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini meliputi latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
11
BAB II : TINJAUAN LITERATUR Bab ini membahas tinjauan literatur, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, dan pengembangan hipotesis. BAB III : METODA PENELITIAN Bab ini berisi tentang jenis dan metoda penelitian, populasi dan sampel, jenis dan teknik pengumpulan data, variabel penelitian, serta metoda analisis data. BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas hasil penelitian kuantitatif, kualitatif, dan kombinasi keduanya. Hasil penelitian kuantitatif meliputi data yang digunakan, pengolahan data dengan alat analisis yang diperlukan, hasil analisis data, dan pembahasannya. Temuan penelitian kualitatif berisi hasil wawancara dari responden yang dipilih. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data yang telah dilakukan, implikasi penelitian, keterbatasan, dan saran-saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya.