BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi
oleh penerimaan minyak (migas) kemudian didominasi oleh penerimaan non migas yaitu dari perpajakan. Penerimaan pajak merupakan sumber pemasukan utama bagi negara dan merupakan pilihan yang tepat pada saat ini kerena sektor ini relatif lebih stabil terhadap perubahan kondisi perekonomian dunia. Hal ini perlu kita sadari mengingat kita tidak dapat lagi berharap banyak pada penerimaan dari sektor migas, yang persediaannya semakin berkurang. Ditambah lagi dengan situasi perekonomian dunia yang tidak stabil sehingga berpengaruh terhadap perokonomian Indonesia sebagai akibat adanya globalisasi ekonomi. Dari kenyataan tersebut salah satu langkah yang diambil oleh pemerintah adalah meningkatkan penerimaan disektor perpajakan dengan memperhatikan asas keadilan, kemampuan dan manfaat. Selain itu membayar pajak pada hakekatnya merupakan perwujudan dari pelaksanaan kewajiban sebagai warga Negara Indonesia, juga sebagai wujud keikutsertaan dan kegotong-royongan nasional dalam pembiayaan dan pembangunan. Perlu disadari sepenuhnya bahwa berhasilnya pembangunan nasional amat bergantung pada partisipasi seluruh rakyat serta pada sikap mental, semangat dan disiplin para penyelenggara negara. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar tahun 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang, oleh karena itu menempatkan perpajakan sebagai salah satu
1
perwujudan kewajiban kenegaraan dalam kegotong-royongan nasional sebagai peran serta masyarakat dalam membiayai pembangunan. Pada saat ini pembangunan diwilayah perkotaan ataupun pinggiran kota semakin lama semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Salah satu jenis pajak yang merupakan penerimaan Negara adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikenakan pada mereka yang mendapatkan manfaat dari bumi dan bangunan serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Bumi yang dimaksud dalam PBB merupakan permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya, permukaan bumi meliputi tanah dan perairan, pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia sudah termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanah atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau perairan, yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal, tempat berusaha atau tempat yang dapat diusahakan. Peraturan yang mengatur PBB adalah UndangUndang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan dan UndangUndang No. 12 Tahun 1994 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 12 Tahun 1945 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995, Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB), Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, serta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan. PBB merupakan pajak pusat yang dikelola secara bersama-sama Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) dengan
2
Pemerintah Daerah (Pemda). Sistem PBB mempunyai sifat kebendaan atau pajak kebendaan, dimana dalam pemungutannya tidak memperhatikan keadaan pribadi wajib pajaknya melainkan hanya memperhatikan objek pajaknya saja. Selama ini sistem perpajakan, khususnya pajak kebendaan dan kekayaan tumpang tindih mengakibatkan banyak terjadinya kesalahpahaman sehingga diperlukannya pembaharuan sistem perpajakan. PBB adalah pajak Negara yang sebagaian besar penerimaannya menjadi pendapatan daerah yang antara lain digunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh masyarakat. Fasilitas tersebut dibiayai melalui pembayaran PBB yang dilakukan masyarakat. Permasalahan tentang pajak merupakan hal yang tidak mudah untuk dipecahkan sebab menyangkut kepentingan negara dan masyarakat, dimana disatu pihak pemerintah berusaha agar mendapatkan penerimaan yang diperoleh dari rakyat sesuai dengan yang direncanakan dalam anggaran pajak sedangkan pemerintah juga harus memperhatikan kondisi ekonomi rakyat jangan sampai pajak yang harus dibayar menjadi suatu beban berat bagi rakyat. Maka diperlukan suatu sistem dan perhitungan pajak yang jelas dan mudah dimengerti oleh masyarakat sehingga diwujudkan
keikutsertaan
dan
kegotong-royongan
masyarakat
dalam
pembangunan nasional. Dasar pengenaan PBB untuk setiap bumi dan bangunan secara umum berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP adalah indikasi nilai jual tanah dan bangunan yang dimiliki oleh wajib pajak NJOP bumi dan bangunan tergantung pada luas dan nilai jual/m² tanah serta bangunan itu sendiri. Dalam proses penetapan NJOP yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP), tanah
3
yang mempunyai nilai sama atau yang diindikasikan mempunyai nilai sama di kelompokan dalam kode yang sama. Pengelompokan nilai tanah dalam satu kode yang sama lebih dikenal dengan istilah Zona Nilai Tanah (ZNT), dalam ZNT ini satu wilayah tertentu di indikasikan mempunyai nilai rata-rata yang sama atau dikenal dengan NIR (Nilai Indikasi Rata-rata). Penentuan NJOP untuk kelas tanah didasarkan pada nilai pasar tanah dan penentuan kelas bangunan berdasarkan pada biaya untuk mendirikan bangunan tersebut. Setiap tahun NJOP suatu daerah meningkat yang disebabkan oleh perkembangan pembangunan yang pesat, pertambahan jumlah penduduk, dan kondisi dari objek pajak seperti luas tanah dan luas bangunan. Semua hal tersebut merupakan beberapa faktor yang menyebabkan harga pasar objek pajak disuatu daerah meningkat. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya nilai ekonomis tanah adalah faktor-faktor yang secara alami yang dimiliki tanah itu sendiri dan faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat yang langsung atau tidak langsung memberi pengaruh terhadap nilai ekonomis dari suatu tanah. Faktor ekonomis yaitu keadaan kesuburan tanah, kekayaan sumber alam bahan galian yang terkandung didalam tanah, jauh dekatnya letak tanah terhadap pusat keramaian, keadaan iklim dan lain-lain. Sedangkan dari faktor sosial ekonomi masyarakat yaitu meningkatnya kepadatan penduduk hingga menyebabkan meningkatnya permintaan atas tanah, pembanguan, prasarana jalan, lapangan terbang, pasar, saluran pertiga aliran, penyediaan fasilitas penerangan, air minum, sekolah, tempat rekreasi, dan ditemukannya teknologi baru yang dapat meningkatkan nilai kemanfaatannya yang secara alami telah dimiliki oleh tanah serta bangunannya. Dari penjelasaan
4
diatas diketahui bahwa dalam penentuan NJOP sangat mempengaruhi besarnya penerimaan PBB pada suatu daerah. Dimana hasil penerimaan PBB tersebut dibagi dalam tiga bagian yaitu bagian daerah Propinsi sebesar 16,2 % dan daerah Kabupaten/ Kotamadya sebesar 64,8 % serta bagian pemerintah pusat sebesar 10% yang nantinya dibagikan kepada seluruh Kabupaten/ Kotamadya merupakan pendapatan daerah dan setiap tahun anggaran dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Pemungutan PBB di Kota Denpasar dilakukan oleh Dinas Pendapatan Kota Denpasar. Sebagai pajak pemerintah pusat yang pelaksanaannya dlimpahkan ke daerah maka pemerintah daerah diberikan wewenang dalam mengoptimalkan realisasi penerimaan dari sektor PBB. Ada beberapa kendala yang dihadapi dalam merealisasikan anggaran pemerintah khususnya PBB meliputi
kesulitan
menemukan alamat wajib pajak, kesadaran dan minat wajib pajak dalam membayar pajak, keterlambatan penyampaian SPPT kepada wajib pajak, kurang tegasnya sanksi bagi wajib pajak yang melanggar ketentuan yang berlaku serta kurangnya sosialisasi yang diberikan oleh petugas PBB kepada wajib pajak tentang dasar pengenaan dan penetapan PBB. Wajib pajak menjadi kurang paham tentang PBB, mereka hanya mengetahui besar pajak yang mereka harus bayarkan saja, tanpa tahu bagaimana cara pengenaan PBB itu sendiri. Dengan naiknya tarif NJOP setiap tahunnya, tentu akan menyulitkan wajib pajak yang keadaan ekonominya kurang dan hal ini dapat mempengaruhi minat wajib pajak untuk membayar PBB. Minat adalah keinginan yang didorong oleh suatu keinginan, setelah melihat, mengamati dan membandingkan serta mempertimbangkan
5
dengan kebutuhan yang diinginkannya. Selain permasalahan diatas permasalahan yang sering muncul selama ini adalah masih banyaknya keluhan dari masyarakat sebagai wajib pajak berkaitan dengan penetapan PBB. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dianggap tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Wajib pajak menganggap bahwa NJOP yang ditetapkan oleh KPP Pratama terlalu tinggi dibanding nilai pasar yang ada sehingga mereka beramai-ramai mengajukan keberatan atas SPPT yang mereka terima. Peresepsi yang berbeda antara wajib pajak dan petugas pajak dalam hal ini nilai pasar dan NJOP tanah merupakan sumber masalah yang berkembang selama ini, tentu saja hal ini menyebabkan minat wajib pajak untuk membayar pajak menjadi berkurang yang diakibatkan berbedanya persepsi antara wajib pajak dan petugas pajak tersebut (). Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah dasar pengenaan dan penetapan Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak berpengaruh terhadap minat wajib pajak membayar pajak di Kota Denpasar?
1.2
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dasar pengenaan
dan penetapan PBB berdasarkan NJOP terhadap minat wajib pajak membayar pajak di Kota Denpasar.
6
1.3
Kegunaan Penelitian
1) Kegunaan Teoritis Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menjadi
tambahan
bahan
rujukan/
perbandingan dan dapat menambah wawasan, khususnya bagi pihak yang berminat mengadakan penelitian tentang Pajak Bumi dan Bangunan. 2) Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan informasi sebagi acuan dalam pembuatan kebijakan di masa yang kan datang di bidang pengenaan dan penetapan PBB.
1.4
Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang saling berhubungan antara bab
yang satu dengan bab yang lain dan disusun secara terperinci secara sistematis untuk memberikan gambaran dan mempermudah pembahasan tentang skripsi ini, sistematika dari masing-masing-masing bab yang dapat terperinci sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan Bab ini menguraikan secara singkat latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan, tujuan penelitian dan sistematika penyajian.
Bab II
Kajian Pustaka dan Hipotesis Bab ini merupakan kajian pustaka yang terdiri dari landasan teori dan hipotesis.
Bab III Metode Penelitian Bab ini menguraikan tentang lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variable, definisi operasional, jenis dan sumber data, metode
7
penentuan sampel, metode pengumpulan data dan teknik analisis data yang dipergunakan. Bab IV Pembahasana Hasil Penelitian Bab ini membahas mengenai permasalahan yang ada, hasil dari penelitian. Bab V
Simpulan dan Saran Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi suatu simpulan dan saran mengenai Pengaruh Dasar Pengenaan dan Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak Terhadap Minat Objek Pajak Membayar Pajak Bumi dan Bangunan.
8