1
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Hampir semua ahli ilmu sosial sepakat bahwa kota selalu dihuni oleh
penduduk yang heterogen, baik heterogen secara vertikal maupun horisontal. Secara vertikal heterogenitas penduduk ditandai dengan adanya perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah, sedangkan secara horisontal heterogenitas ditandai dengan keberagaman etnis penduduk yang menghuni kota (Basundoro, 2010). Isu heterogenitas penduduk terutama secara horisontal, menjadi perhatian ahli perkotaan pada abad ini. Beragam etnis masyarakat yang menghuni kota masing-masing baik yang berasal dari kelompok pribumi, pendatang pribumi, dan pendatang asing membutuhkan tempat tinggal di ruang perkotaan (CLIP, 2007). Penentuan tempat tinggal untuk pertama kali bagi kelompok etnis merupakan tahapan awal yang cukup berat. Tidak semua kelompok etnis dapat mandiri dan bebas dalam menentukan tempat tinggal, beberapa cenderung mencari lingkungan yang setara dengan budayanya (Massey & Denton, 1988; Saltman, 1991). Heterogenitas penduduk menurut kelompok etnis telah dipelajari dalam berbagai aspek ilmu sosial dan humaniora, seperti demografi, politik, dan linguistik. Beberapa penelitian tersebut lebih mempelajari tentang karakteristik kelompok etnis, seperti populasi, bahasa yang diucapkan, keyakinan, kegiatan ekonomi dan agama. Terkait penelitian terdahulu, masih jarang yang mempelajari tentang kelompok etnis dalam kaitannya dengan lokasi perumahan. Padahal, pada
2
kenyataanya terdapat ekspresi sebaran perumahan mengikuti keseragaman etnis tertentu. Reardon dan O’Sullvivan (2004) menemukan bahwa sebaran perumahan etnis erat kaitannya dengan lokasi relatif dari masing-masing tempat tinggal mereka. Ekspresi yang dimunculkan dari lokasi tempat tinggal etnis menciptakan suatu dimensi spasial. Hasil penelitian Reardon dan O’Sullvivan (2004) menemukan 2 dimensi spasial dari sebaran perumahan etnis yaitu dimensi pengelompokan/kemerataan
dan
dimensi
keterisolasian/ketermunculan.
Terbentuknya variasi pola tersebut adalah konsekuensi dari adanya perbedaan lokasi tempat tinggal antara kelompok etnis minor dengan mayor. Selain itu, faktor sejarah, kebijakan politik, restrukturisasi perekonomian dan konsep/sistem negara juga turut memberikan pengaruh terhadap ekspresi keruangan yang terbentuk (Deurloo & Musterd, 2001). Konsep pola dalam studi geografi digunakan untuk menggambarkan kekhasan sebaran gejala tertentu di dalam ruang atau wilayah (Coffey, 1981; Yunus, 2010). Gejala ruang yang beragam pada satuan unit tertentu perlu dipetakan sebagai upaya menghasilkan informasi yang representatif. Bidang ilmu geografi permukiman banyak menekankan konsep-konsep keruangan sebagai bahan analisis atau pendekatan untuk memetakan sebaran perumahan. Terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam memetakan sebaran perumahan yaitu pertama, mengabstraksi objek perumahan dengan mengacu pada kaidah kartografis, kedua, mengklasifikasikan sebaran, dan ketiga, menjawab pertanyaan geografis (Yunus, 2010).
3
Pada studi geografi permukiman, pendekatan/ analisis yang umum digunakan adalah mengkaitkan sebaran dari kelompok-kelompok bangunan/ rumah dengan kondisi morfologi, ekologi, dan sistem kegiatan. Hingga saat ini sudut pandang tersebut masih dianggap cukup relevan untuk menjelaskan kekhasan variasi sebaran, namun ada beberapa hal yang belum banyak diperhatikan para ahli yakni terkait ilmu geografi yang erat kaitannya dengan eksistensi manusia. Seperti yang telah diuraikan pada bagian awal bab ini bahwa salah satu aspek dari heterogenitas horisontal penduduk perkotaan adalah keberagaman kelompok etnis yang menghuni perkotaan. Posisi ini menjadi bagian yang menarik bagi peneliti untuk meninjau kenampakan ekspresi sebaran kelompok-kelompok rumah yang terwujud dari heterogenitas penduduk menurut kelompok etnis. Walaupun banyak literatur terdahulu menguraikan fakta bahwa sebaran kelompok-kelompok rumah tidak terlepas dari variasi kondisi geografi, teknologi, dan sosial budaya yang terdapat di wilayah itu sendiri, namun peneliti merasa perlu untuk meninjau ekspresi sebaran kelompok-kelompok rumah menurut eksistensi etnis penghuni. Sebaran kelompok-kelompok rumah ditinjau dari eksistensi kelompok etnis menjadi kajian yang menarik beberapa dekade ini. Beberapa hasil penelitian menangkap keunikan ekspresi keruangan dari beberapa kelompok etnis yang mencoba mempertahankan identitas budayanya secara spasial, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Wacana keberadaan etnis dan karakteristik spasialnya memberikan konsekuensi baik pada tata ruang dan dinamika perkembangan perkotaan. Wacana tersebut juga dapat dianggap sebagai indikator penting bagi
4
negara dalam hal menerima atau menghadapi isu tersebut. Musterd (2011) menyatakan bahwa adanya kelompok-kelompok rumah yang membentuk suatu area berdasar kelompok etnis tertentu di perkotaan memberikan konsekuensi adanya gejala pemisahan perumahan etnis (ethnic housing segregation). Salah satu konsekuensi dari gejala tersebut adalah fenomena kriminalitas yang terjadi di daerah Ghetto, Amerika akibat ketimpangan kondisi sosial ekonomi antara etnis mayoritas dan minoritas, sedangkan di Eropa terjadi kekakuan mobilitas sosial oleh kelompok etnis tertentu dalam hal mengakses perumahan dan fasilitas umum di perkotaan. Terkait dengan gejala tersebut, CLIP (2007) menyatakan bahwa isu kontroversi terbentuknya kelompok-kelompok rumah berdasarkan kelompok etnis maupun strata sosial di perkotaan perlu diperhatikan baik oleh pembuat kebijakan dan pelaku kebijakan dimana didalamnya dibahas apakah isu tersebut adalah kendala atau sebaliknya memfasilitasi intergrasi penduduk dan migran di perkotaan. Pada penelitian ini peneliti tertarik untuk mengangkat isu tentang heterogenitas secara horisontal dengan mempelajari pola sebaran lokasi perumahan menurut kelompok etnis. Mempelajari bagaimana pola sebaran dan menemukan variasi dari sebaran lokasi serta menganalisi proses terbentuknya pola sebaran perumahan kelompok etnis adalah hasil akhir (goal) yang ingin dicapai peneliti. Harapannya hasil penelitian ini dapat menjadi langkah awal untuk memudahkan dalam manajemen perkotaan dengan komposisi masyarakat plural, terutama terkait perumahan mereka.
5
1.2.
Rumusan Masalah Penelitian Dalam rangka memahami fenomena heterogentias penduduk secara
horisontal, maka peneliti tertarik untuk mengkaji fenomena tersebut di lingkungan Kota Palembang. Catatan panjang sejarah Kota Palembang menceritakan tentang keberjayaan Kerajaan Sriwijaya oleh karena kekuatan maritim dan penguasaan atas jalur perdagangan sampai pada kawasan Asia Tenggara. Kondisi tersebut membuka pintu interaksi terhadap dunia luar, sehingga membuat Kota Palembang dihuni oleh masyarakat yang plural sejak dahulu hingga sekarang. Salah satu wujud pluralitas tersebut yang mudah dikenali pada masa sekarang adalah bangunan-bangunan rumah yang terkesan membentuk kelompok-kelompok menurut etnis penghuninya. Salah satu lokasi yang dapat menggambarkan fenomena pluralitas masyarakat Kota Palembang adalah Kelurahan Kuto Batu. Kelurahan Kuto Batu merupakan bagian dari urban heritage Kota Palembang dan berdasar RTRW Kota Palembang tahun 2012-2032 merupakan Kawasan Strategis Sosial Budaya khususnya Kawasan Tepian Sungai Musi. Lokasi Kuto Batu memiliki kedekatan dengan simbol penting bagi perekonomian Kota Palembang yakni berada di antara Sungai Musi, Pelabuhan Bom Baru dan Pasar 16. Keberadaan tiga simbol tersebut memicu terjadinya interaksi antara pribumi dan pendatang. Penyelenggaran kehidupan bermasyarakat di Kuto Batu tidak hanya dipengaruhi oleh masyarakat pribumi saja bahkan dipengaruhi juga oleh kelompok masyarakat non pribumi. Hasil analisis data etnis yang yang terdaftar di dokumen Potensi Desa Kelurahan Kuto Batu tahun 2012 menunjukan terdapat lima kelompok etnis,
6
yakni Batak (36 orang), Minang (164 orang), Jawa (240 orang), Madura (62 orang) dan Cina (251 orang). Selain itu pada dasarnya masih terdapat beberapa kelompok etnis lain yang tinggal di daerah Kuto Batu, akan tetapi pendataan yang ada tidak terdokumentasi dengan lengkap. Sebagai contoh adalah eksistensi kelompok etnis Arab yang relatif mudah ditemukan di daerah Kuto Batu. Kuto Batu juga memiliki variasi kondisi perumahan dan sosial budaya yang mempengaruhi variasi sebaran perumahan menurut kelompok etnis. Kuto Batu mempunyai karakteristik perumahan yang beragam. Hal tersebut dapat dilihat dari tiga kondisi bangunan perumahan yang berbeda. Kondisi petama, terdapat bangunan perumahan yang masih tradisional berbentuk rumah panggung yang berlokasi pada bagian selatan tepatnya di sepanjang aliran Sungai Musi dan aliran anak Sungai Musi. Kondisi kedua, terdapat perumahan yang semi tradisional berbentuk semi rumah panggung yang berfungsi sebagai rumah dan toko yang berlokasi di bagian tenggah kelurahan, dan kondisi ketiga adalah terdapat perumahan yang modern berbentuk rumah tunggal yang berfungsi sebagai rumah tinggal yang berada di bagian utara kelurahan. Variasi kondisi perumahan tersebut merupakan cerminan adanya variasi budaya penghuni yang tentunya mempunyai konsekuensi terhadap perbedaan sebaran lokasi perumahan. Masing-masing kelompok etnis kaitannya dengan lokasi perumahannya terkesan menciptakan suatu variasi pola keruangan. Informasi awal yang peneliti peroleh ketika melakukan survei pra-lapangan adalah terdapat empat kelompok etnis yang memiliki eksistensi perumahan yang khas di Kuto Batu yaitu Tionghoa, Arab, Jawa, dan Melayu Palembang. Masing-masing kelompok etnis tersebut
7
telah tinggal di Kuto Batu secara turun-temurun dan berabad-abad lamanya. Lokasi dari perumahan kelompok etnis memiliki kekhasan, beberapa menempati ruang pinggiran Kuto Batu dan yang lainnya berada di lokasi yang memiliki kedekatan dengan jaringan transportasi seperti jalan dan sungai. Heterogenitas penduduk secara horisontal yang terjadi di Kuto Batu tentunya menarik untuk dikaji, apabila dikaitkan dengan hasil temuan Reardon & O’Sullvivan (2004) tentang dimensi segregasi (pemisahan) perumahan etnis. Tentunya perbedaan budaya dan kondisi geografis akan sangat menentukan pembuktian ada tidaknya gejala pemisahan dari lokasi perumahan menurut etnis di Kuto Batu. Adanya variasi pola sebaran perumahan dari kelompok etnis merupakan konsekuensi dari proses-proses politik, ekonomi, sosial, budaya, dan fisik yang terjadi di Kuto Batu. Kemampuan kelompok etnis dalam mengakses lokasi strategis adalah salah satu bentuk adaptasi di lingkungan Kuto Batu. Tentunya gejala heterogenitas penduduk secara horisontal yang terjadi di Kuto Batu memerlukan kajian ilmiah untuk mengungkap kebenarannya. Penelitian ini mencoba untuk mengaplikasikan ilmu geografi didalam pengungkapan gejala tersebut. Adapun rumusan permasalahan penelitian berfokus pada: 1. Bagaimana pola persebaran perumahan menurut etnis penghuni di Kuto Batu? 2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pola persebaran perumahan menurut etnis penghuni di Kuto Batu? Pentingnya mengungkap gejala yang peneliti uraikan sebelumnya adalah upaya pembenahan perencanaan lingkungan perumahan dan permukiman dari
8
karakteristik etnis penghuni, seperti yang peneliti temui dilapangan bahwa walaupun tidak terjadi konflik antar kelompok etnis di lingkungan Kelurahan Kuto Batu, namun eksistensi kelompok etnis terhadap lingkungan perumahan menciptakan pola-pola yang unik yang menarik untuk dipelajari.
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : a. Mengidentifikasi pola persebaran perumahan menurut etnis penghuni di Kelurahan Kuto Batu. b. Mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pola
persebaran
perumahan menurut etnis penghuni di Kelurahan Kuto Batu
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan meninjau pola sebaran perumahan yang mengkaitkan eksistensi kelompok etnis di perkotaan. Selain itu, Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi pemerintah Kota Palembang dalam program pembangunan skala kelurahan dengan memperhatikan potensi keunikan lokal dan juga sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah Kota Palembang dalam program perencanaan perumahan dan permukiman yang memperhatikan komposisi masyarakat yang plural.
9
1.5.
Keaslian Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan referensi dari penelitian yang
memiliki kecenderungan kesamaan tema maupun lokasi penelitian. Diharapkan dengan adanya rujukan dapat menjadi nilai tambah dari penelitian ini. Beberapa penelitian yang terkait diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Desriani (2011) dengan judul penelitian Assessing Residential Segregation Profiles for Ethnic Groups in Enschede, the Netherlands. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami proses segregasi perumahan dengan cara membuat profiling. Profiling dibangun dengan mengungkap variabilitas dari pola segregasi untuk setiap kelompok etnis. Penelitian ini menggunakan data penduduk per kode pos di Enschede tahun 2009. Penelitian ini menyelidiki distribusi spasial dan karakteristik segregasi perumahan dan perubahan pada segregasi perumahan untuk empat kelompok etnis yakni Turki, Maroko, Suriname/Antilles dan Indonesia. Secara umum, studi ini menunjukkan bahwa kedekatan spasial memiliki dampak besar pada variabilitas segregasi perumahan. Sebagian besar wilayah konsentrasi etnis terletak di bagian selatan kota. Daerah konsentrasi etnis ini sangat sensitif akibat dari mobilitas perumahan (misalnya karena pembaruan perkotaan) dan pertumbuhan penduduk (kelahiran dan imigran). Putra (2006) melakukan penelitian Pola Permukiman Melayu Jambi (Studi Kasus Kawasan Tanjung Pasir Sekoja). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan rasionalistik. Tujuan penelitian ini mengkaji pola permukiman Melayu Jambi dan pengaruh-pengaruh dalam pembentukan pola ruang. Kajian data menggunakan kajian data verbal dan
10
data visual dengan mencari esensi. Pola permukiman pada kawasan Tanjung Pasir Sekoja terbagi menjadi tiga, yaitu pola mengelompok, pola menyebar, dan pola memanjang. Pola lahan permukiman yang terbentuk terbagi menjadi dua, yaitu pola lahan permukiman pinggiran sungai membentuk pola linier dan pola lahan permukiman pada kawasan darat berbentuk grid yang orientasi permukimannya cenderung mengarah pada jalan lingkungan. Masa dan bentuk bangunan terbagi dua yaitu pola linier yang dibentuk oleh susunan permukiman yang berkembang di pinggiran sungai Batanghari, sedangkan pola grid dibentuk oleh pengaturan deret bangunan permukiman dan pertemuan jalur-jalur sirkulasi pada kawasan darat. Yusnandar (2005) dengan judul penelitian Konsep dan Modal Dasar Permukiman Multi Etnik di Tepian Sungai Palu, Kotamadya Palu memiliki tujuan untuk mendeskripsikan konsep bermukim dan modal dasar masyarakat tepian sungai Palu. Penelitian ini mengacu pada kaidah penelitian kualitatif. Analisis data dilakukan secara deskriptif induktif melalui pendekatan fenomenologis. Hasil penelitian menunjukan adanya tiga konsep bermukim yakni 1) permukiman spontan, 2) permukiman seadanya, 3) permukiman informal. Empat konsep modal dasar masyarakat yang meliputi 1) modal kerukunan, 2) kebiasaan turun temurun, 3) adapatasi terhadap perubahan, 4) harapan untuk menjadi lebih baik. Dalam penelitian ini ditemukan juga pola keruangan yaitu pola dengan bentuk tidak beraturan, dimana permukiman tumbuh dan berkembang mengikuti arah jalan dan sungai. Faktor-faktor pembentuk pola keruangan adalah faktor kondisi lingkungan, ekonomi, serta sosial budaya.
11
Kartika (2005) melakukan penelitian Pola Permukiman Berdasarkan Etnik Di Pesisir Kotabaru Kalimantan Selatan. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pola-pola permukiman yang terdapat di pesisir Kotabaru berkait dengan pola bermukim dan etnik budaya penghuninya. Selain itu, penelitian ini menggali faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola permukiman tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah rasionalistik kualitatif. Pengambilan sampel secara purposive di tiga lokasi yang didiami multi etnik (etnik Bajau, Bugis, dan Banjar). Temuan penelitian yang diperoleh yaitu pertama, pola permukiman yang berada di atas air (laut) yaitu permukiman etnik Bajau, pola permukiman etnik yang berada di atas daratan maupun di atas air (laut) asalkan berdekatan dengan tempat kerja yaitu permukiman etnik Bugis, sedangkan pola permukiman etnik yang sepenuhnya berada di atas daratan adalah etnik Banjar. Kedua, secara fisik, pola permukiman yang terbentuk adalah circular dengan bentuk yang irregular dan regular. Ketiga, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukannya adalah Behaviour Setting (sistem seting dan sistem kegiatan) serta faktor sosial budaya penghuni tiap permukiman. Norotumilena (2002) dengan judul penelitian Pola Perkembangan Permukiman Etnik Serui-Jawa-Bugis di Kota Jayapura. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pola perkembangan permukiman etnik dan faktor-faktor yang berpengaruh di dalamnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan rasionalistik dengan metode deskriptif kualitatif dan alat yang digunakan berupa daftar wawancara terstruktur dan indepth interview. Hasil penelitian menunjukkan pola
12
perkembangan permukiman etnik dari tahun 1960-2002, permukiman etnik serui berbentuk pola kipas, permukiman etnik jawa berbentuk kipas melengkung, sedangkan permukiman etnik bugis membentuk pita yang memanjang. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adalah perkembangan transportasi, penguasaan lahan, kegiatan ekonomi, kegiatan sosial, kekerabatan, dan peningkatan jumlah kepala keluarga. Dari uraian beberapa penelitian, pada penelitian ini dilakukan identifikasi pola perumahan menurut kelompok etnis dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan pola sebaran perumahan. Adapun persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah kesamaan fokus terhadap eksistensi kelompok etnis. Perbedaanya adalah a) kelompok etnis yang diobservasi adalah Melayu, Jawa, Arab, dan Tionghoa, b) lokasi penelitian, penelitian ini dilakukan di perkotaan dengan karakteristik geografis yang memiliki kekhasan khusus, c) cara perolehan data perumahan menurut kelompok etnis dilakukan dengan kegiatan pemetaan partisipatif dan wawancara semi terstruktur d) hasil yang peneliti temukan bersifat deskripsi internal untuk lingkungan Kuto Batu saja, peneliti tidak memasukkan unsur kebijakan pemerintah. Untuk memudahkan pembedaan referensi penelitian dengan penelitian yang dilakukan maka disajikan dalam bentuk tabel 1.1.
13
Tabel 1.1. Penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan No
Peneliti
Judul/Tahun
Tujuan
Metode
1
Desriani, Rian Wulan
Assessing Residential Segregation Profiles for Ethnic Groups in Enschede, The Netherlands/ 2011
Penilaian profil segregasi perumahan menurut kelompok etnis dimana di fokuskan pada konsep, pengukuran, dan identifikasi karakteristik perumahan,
Grid cell, Sampel, Focus Group Discussion, Analisis kuantitatif.
2
Budi Arlius, Putra
Pola Permukiman Melayu Jambi (Studi Kasus Kawasan Tanjung Pasir Sekoja)/ 2006
Mengkaji pola permukiman Melayu Jambi dan pengaruhpengaruh dalam pembentukan pola ruang.
Studi Kasus, Wawancara, Analisis Kualitatif dengan pendekatan rasionalistik.
5
Yusnandar
Konsep dan Modal Dasar Permukiman Multi Etnik di Tepian Sungai Palu, Kotamadya Palu / 2005
Mendeskripsikan konsep bermukim dan modal dasar masyarakat tepian sungai Palu.
Studi Kasus, Wawancara, Analisa deskriptif induktif melalui pendekatan fenomenologis.
6
Norotumilena, Fredrik Budiman
Pola Perkembangan Permukiman Etnik SeruiJawa-Bugis di Kota Jayapura / 2002
Mengetahui pola perkembangan permukiman etnik dan faktor-faktor yang berpengaruh di dalamnya.
Sampel, Survei, Analisis data deskriptif kualitatif dan alat yang digunakan berupa daftar wawancara terstruktur dan indepth interview.
7
Kartika, Windiasti
Pola Permukiman Berdasarkan Etnik Di Pesisir Kotabaru
1.
Sampel, Survei, Analisis Data kualitatif.
Mendeskripsikan pola-pola permukiman yang terdapat di pesisir Kotabaru berkait
Hasil Secara umum, studi ini menunjukkan bahwa kedekatan spasial memiliki dampak besar pada variabilitas segregasi perumahan. Sebagian besar wilayah konsentrasi etnis terletak di bagian selatan kota. Daerah konsentrasi etnis ini sangat sensitif akibat dari mobilitas perumahan (misalnya karena pembaruan perkotaan) dan pertumbuhan penduduk (kelahiran dan imigran). Pola permukiman pada kawasan Tanjung Pasir Sekoja terbagi menjadi tiga, yaitu pola mengelompok, pola menyebar, dan pola memanjang. Pola lahan permukiman yang terbentuk terbagi menjadi dua, yaitu pola lahan permukiman pinggiran sungai membentuk pola linier dan pola lahan permukiman pada kawasan darat berbentuk grid yang orientasi permukimannya cenderung mengarah pada jalan lingkungan. (1) tiga konsep bermukim yakni a) permukiman spontan, b) permukiman seadaanya, c) permukiman informal. (2) empat konsep modal dasar masyarakat yang meliputi a) modal kerukunan, b) kebiasaan turun temurun, c) adapatasi terhadap perubahan, d) harapan untuk menjadi lebih baik (1) pola perkembangan permukiman etnik dari tahun 19602002, permukiman etnik serui berbentuk pola kipas, permukiman etnik jawa berbentuk kipas melengkung, sedangkan permukiman etnik bugis membentuk pita yang memanjang. (2) adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adalah perkembangan transportasi, penguasaan lahan, kegiatan ekonomi, kegiatan sosial, kekerabatan, dan peningkatan jumlah Kepala Keluarga. (1) pola permukiman yang berada di atas air (laut) yaitu permukiman etnik Bajau, pola permukiman etnik yang berada di atas daratan maupun di atas air (laut) asalkan
14 Kalimantan Selatan / 2005 2.
8
Heldayani, Eni
Pola Perumahan menurut Kelompok Etnis di Kelurahan Kuto Batu, Kota Palembang
dengan pola bermukim dan etnik budaya penghuninya. menggali faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola permukiman
1. Mengidentifikasi pola persebaran perumahan menurut kelompok etnis 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola persebaran perumahan menurut kelompok etnis
Penelitian Kasus, Pemetaan Partisipatif, Analisis Kualitatif.
berdekatan dengan tempat kerja yaitu permukiman etnik Bugis, sedangkan pola permukiman etnik yang sepenuhnya berada di atas daratan adalah etnik Banjar. (2) secara fisik, pola permukiman yang terbentuk adalah circular dengan bentuk yang irregular dan regular. (3) faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukannya adalah Behaviour Setting (sistem seting dan sistem kegiatan) serta faktor sosial budaya penghuni tiap permukiman. (1) sebaran perumahan etnis Tionghoa berpola teratur dimana tersusun berderet mengikuti geometri jaringan jalan sehingga pola bentuk sebarannya seperti huruf L dan I. Sebaran perumahan etnis Arab berpola tidak teratur dimana geometri dari susunan bangunan saling berhadap-hadapan dan memusat pada obyek/fasilitas umum (mushola, masjid, dan situs kuna (rumah batu)) dan menciptakan pola bentuk seperti huruf U dan I. Sebaran perumahan etnis Jawa berpola tidak teratur dan memusat di sekitar lokasi tempat mereka bekerja dengan akses harga rumah yang relatif murah (dekat sungai) sehingga terkesan susunan bangunan perumahannya membentuk geometri aliran sungai sehingga pola bentuk perumahannya seperti huruf S dan I. Sebaran perumahan etnis Melayu berpola tidak teratur dengan susunan bangunan perumahan bervariasi pada tiap zona sehingga dapat dikatakan susunan bangunannya adalah kombinasi susunan berderet dan memusat. Geometri dari bentuk bangunan perumahan pada tiap zona teridentifikasi sebagai percampuran antara bentuk L, I, U, dan S. (2) faktorfaktor yang mempengaruhi pola sebaran perumahan adalah kecenderungan dalam mempertimbangkan lokasi perumahan berdasar kriteria tempat tinggal, kriteria lingkungan tempat tinggal, interaksi sosial dan kebijakan publik. Karakter tempat tinggal berkaitan dengan fungsi dan kepemilikan rumah. Karakter lingkungan tempat tinggal berkaitan dengan jenis matapencaharian, kedekatan fungsi pelayanan, jaringan transportasi, dan keseragaman penduduk dari daerah asal. Kriteria interaksi sosial berhubungan dengan asmiliasi perekonomian, sosial dan budaya. Kriteria kebijkan publik berkaitan dengan akses tempat tinggal di Kuto Batu.