1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang diinginkan dapat diimplementasikan melalui pembangunan ekonomi untuk dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Paska krisis yang berawal pada pertengahan tahun 1997, salah satu yang menempati skala prioritas cukup tinggi pada pembangunan nasional adalah pemulihan ekonomi. Pemulihan kondisi perekonomian tersebut didukung oleh kondisi politik yang kondusif. Salah satu indikator makro yang dipakai untuk mengevaluasi kinerja pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang biasa digunakan untuk menilai sampai seberapa jauh keberhasilan pembangunan suatu daerah dalam periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian dalam jangka panjang, dan pertumbuhan ekonomi merupakan fenomena penting yang dialami dunia belakangan ini. Sebuah negara akan di nilai sukses apabila negara tersebut mampu
menyediakan
lapangan
kerja,
menurunkan
kemiskinan
serta
meningkatkan taraf hidup manusia. Namun, untuk menciptakan itu semua sebuah negara harus menciptakan iklim investasi yang baik, dan mampu mempercepat
2
laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan pendapat Simon Kuznet (Suryana, 2000: 64), yaitu: Pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah sebagai kemampuan negara itu untuk menyediakan barang-barang ekonomi yang terus meningkat bagi penduduknya, pertumbuhan kemampuan ini berdasarkan pada kemajuan teknologi dan kelembagaan serta penyesuaian ideologi yang dibutuhkannya. Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi adalah Produk Domestik Bruto dan pendapatan perkapita. Menurut Badan Pusat Statistik, Produk Domestik Bruto atas harga konstan dapat digunakan untuk menunjukan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral dari tahun ke tahun. Sedangkan Produk Domestik Bruto per kapita dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara nyata. Pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan dengan kenaikan output (Produk Domestik Bruto) dan pendapatan perkapita memang bukan suatu indikator yang bagus dan satu-satunya sasaran di negara-negara berkembang, namun kebijakan ekonomi dalam meningkatkan pertumbuhan output perlu dilakukan karena merupakan syarat penting untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat dan untuk mendukung tujuan kebijakan pembangunan lainnya. Oleh karena itu, tidak heran apabila pada awal pembangunan ekonomi, banyak Negara yang berorientasi pada pertumbuhan bukan distribusi pendapatan. Dengan jumlah penduduk yang besar, ditambah lagi dengan kenyataan bahwa pada awal pembangunan proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan masih sangat besar, maka pertumbuhan ekonomi di Indonesia sangat penting sebagai prioritas pembangunan jangka pendek. Tingkat pertumbuhan ekonomi harus lebih besar dari pada laju
3
pertumbuhan penduduknya agar peningkatan pendapatan perkapita dapat tercapai. (Tambunan, 2009: 44). Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah krisis sangat berfluktuatif, pada tahun 1998 menunjukan penurunan pertumbuhan mencapai minus 13,24% yang diakibatkan oleh krisis moneter dan krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan berlanjut pada krisis multidimensi sehingga membawa dampak pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun 1998. Oleh karena itu, indonesia berusaha untuk mengembalikan keadaan ekonomi seperti semula. Memasuki tahun 2000 perekonomian Indonesia diwarnai oleh optimisme yang cukup tinggi untuk mengembalikan perekonomian menjadi stabil. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2000an menunjukan perkembangan yang positif. Namun, pada tahun 2008 perekonomian dunia kembali diguncang oleh krisis global. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada kuartal IV 2008, hanya tumbuh 5,2% secara tahunan. Angka itu melambat dibanding kuartal III 2008 sebesar 6,1%. Hal ini menunjukan bahwa Indonesia sudah terkena dampak krisis keuangan global yang terjadi pada akhir tahun 2008. Pada tahun 2009 pemerintah terpaksa menurunkan target pertumbuhan ekonomi karena situasi krisis keuangan global yang semakin mengancam. Permasalahan pertumbuhan ekonomi juga terlihat di salah satu kabupaten/ Kota di Jawa barat yaitu Kabupaten/ Kota Garut.
Pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten/ Kota Garut masih rendah bahkan mengalami perlambatan selama lima
4
tahun terakhir berada di bawah 5 persen. Perkembangan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Garut dapat dilihat pada tabel 1.1 yang menerangkan bahwa pertumbuhan perekonomian Kabupaten/ Kota Garut mengalami perubahan yang fluktuatif dari tahun ke tahun. Tabel 1.1 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB ) Kabupaten/Kota Garut Tahun 1989-2009, Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) Tahun 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 (*Angka Sementara) Sumber: BPS-Garut
PDRB Kabupaten Garut 523.577,76 580.361,43 637.276,76 666.353,98 706.252,25 756.003,31 813.003,95 2.097.796,00 2.240.596,65 2.308.398,10 2.039.659,65 2.091.122.58 2.172.547,20 2.246.775,94 2.331.980,59 8.083.894,41 8.418.445,41 8.768.410,50 9.128.807,90 9.563.128,46 10.011.296,18 10.481.827,10*
Pertumbuhan (%) 10,85 9,81 4,56 5,99 7,04 7,54 7,03 6,81 3,03 -11,64 2,52 3,89 3,42 3,79 2,70 4,01 4,16 4,11 4,76 4,69 4,72
5
Gambar 1.1 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota Garut Periode Tahun 1989-2009 Dari tabel 1.1 diatas, dapat dilihat bahwa pertumbuhan PDRB di Kabupaten/ Kota Garut tahun 1989-2009 bersifat fluktuatif, dimulai tahun 19891991 terjadi pertumbuhan yang negatif dengan
titik terendah di tahun 1991
(tampak pada gambar 1.1). Namun, kemerosotan yang lebih tajam terjadi pada tahun 1996 - 1998, walaupun pada tahun 1999 kembali naik. Penurunan sangat drastis ini hingga pada -11,64 persen merupakan imbas dari krisis ekonomi tahun 1998. Sedangkan pertumbuhan ekonomi periode tahun 2003 - 2009 berada di kisaran 4 - 4,7%, hal ini menunjukan rendahnya pertumbuhan ekonomi bahkan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/ Kota Garut. Mengutip pernyataan Bambang Suyatno (Antaranews, Maret 2010) “Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) di Kabupaten Garut, selama lima tahun terakhir hingga memasuki usianya yang ke-198 tahun, masih dibawah lima persen”. Dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita masih dibawah Rp
6
10 juta dan PDRB atas dasar harga konstan 2000 masih dibawah Rp 4,5 juta (Tabel 1.2). Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita dan PDRB atas dasar harga konstan di Kabupaten/Kota Garut dapat dilihat pada tabel 1.2 di bawah ini: Tabel 1.2 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Kabupaten/Kota Garut Tahun 2003-2009, Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) PDRB Per kapita (Harga berlaku) 2003 4. 617.847 2004 5.137.426 2005 6.117.609 2006 6.984.822 2007 7.669.678 2008 8.682.260 2009 9.987.871* *Angka Sementara Sumber: BPS-Garut Tahun
PDRB Per kapita (Harga Konstan) 3.723.688 3.819.318 3.916.058 4.012.710 4.140.287 4.269.013 4.403.241*
Menurut World Bank 2003 (Mudrajat Kuncoro, 2006: 19), suatu Negara (dilihat dari GNP Per kapita) dapat bedakan kedalam 4 kelompok, yaitu: 1. 2. 3. 4.
Low income (< US$ 745) Middle income (> US$ 746 - US$ 2.975) Upper-Middle income (> US$ 2.976 - US$ 8.626) Higer income (> US$ 8.626) Dengan menggunakan nilai tukar rupiah pada akhir bulan Desember 2009
dimana rupiah ditutup pada level Rp 9.900 per dolar AS, maka pendapatan perkapita atas harga berlaku di Kabupaten/ Kota Garut diketahui sebesar US$ 1.009. Jika berdasarkan kriteria dari World Bank posisi dari Kabupaten/Kota termasuk kedalam Middle income karena pendapatan perkapita Kabupaten/Kota Garut masih berada di bawah >US$746 - US$2.975. jika berdasarkan harga
7
konstan, maka pendapatan perkapita di Kabupaten/Kota Garut diketahui sebesar US$ 445. Jika berdasarkan kriteria dari World Bank posisi dari Kabupaten/Kota termasuk kedalam Low income karena pendapatan perkapita Kabupaten/Kota Garut masih berada di bawah
8
Tabel 1.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota Garut dengan Kabupaten/Kota Se-Jawa Barat, Berdasarkan harga Konstan 2000 Periode Tahun 2005-2008 (dalam %) Kabupaten/Kota 2005 2006 2007 1. Bogor 5,95 (9) 5,95 (8) 6,05 (8) 2. Sukabumi 4,35 (19) 3,92 (21) 4,19 (23) 3. Cianjur 3,81 (24) 3,34 (25) 4,18 (24) 4. Cirebon 5,06 (11) 5,14 (11) 5,35 (12) 5. Kuningan 3,95 (22) 4,07 (19) 4,22 (22) 6. Indramayu -7,82 (26) 2,42 (26) 2,65 (22) 7. Majalengka 4,47 (18) 4,18 (16) 4,87 (17) 8. Bekasi 6,00 (6) 5,99 (7) 6,14 (6) 9. Karawang 6,36 (4) 7,52 (2) 5,44 (11) 10. Purwakarta 3,51 (25) 3,87 (22) 3,90 (25) 11. Subang 6,91 (3) 3,36 (24) 4,85 (18) 12. Bandung 5,78 (8) 5,80 (9) 5,92 (10) 13. Sumedang 4,52 (17) 4,17 (17) 4,64 (20) 14. Garut 4,16 (20) 4,11 (18) 4,76 (19) 15. Tasik Malaya 3,83 (23) 4,01 (20) 4,33 (21) 16. Ciamis 4,58 (15) 3,84 (23) 5,01 (15) 17. Bandung Barat 4,94 (12) 5,13 (12) 5,35 (13) 18. Kota Bandung 7,53 (1) 7,83 (1) 8,24 (1) 19. Kota Cirebon 4,89 (13) 5,54 (10) 6,17 (5) 20. Kota Bogor 6,12 (5) 6,03 (6) 6,09 (7) 21. Kota Depok 6,96 (2) 6,65 (3) 7,04 (2) 22. Kota Bekasi 5,65 (10) 6,07 (5) 6,44 (4) 23. Kota Sukabumi 5,95 (7) 6,23 (4) 6,51 (3) 24. Kota Cimahi 4,56 (16) 4,82 (14) 5,03 (14) 25. Kota Tasik Malaya 4,02 (21) 5,11 (13) 5,98 (9) 26. Kota Banjar 4,63 (14) 4,71 (15) 4,93 (16) Jumlah 120.67 129.81 138.28 Rata-Rata 4.64 4.99 5.32 (1-26)Angka dalam kurung: peringkat kabupaten per tahun Sumber: BPS-diolah
2008 5,58 (10) 3,89 (25) 4,04 (23) 4,57 (21) 4,91 (15) 2,14 (26) 4,57 (22) 6,07 (5) 6,93 (2) 4,99 (13) 4,74 (18) 5,30 (11) 4,58 (20) 4,69 (19) 4,02 (24) 4,94 (14) 5,08 (12) 8,24 (1) 5,64 (9) 5,98 (6) 6,42 (3) 5,94 (7) 6,11 (4) 4,77 (17) 5,70 (8) 4,82 (16) 134.66 5.18
Masih rendahnya pertumbuhan ekonomi Kabupaten/ Kota Garut dibandingkan Kabupaten/ Kota lain se Jawa Barat dipengaruhi oleh kondisi daerah Kabupaten Garut. Mengutip pernyataan Bambang Suyatno (Antaranews, Maret 2010), kondisi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Garut sangat memprihatinkan sehingga Kabupaten Garut masih merupakan salah satu dari dua
9
kabupaten di provinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Sukabumi yang hingga saat ini masih berstatus daerah/kabupaten tertinggal. Selain itu, berdasarkan data dari tabel 1.3 dapat dilihat perbandingan laju pertumbuhan PDRB harga konstan Kabupaten/Kota Garut dengan 26 kabupaten/ kota lain se-Jawa Barat. Pada tahun 2005 Kabupaten/ Kota Garut berada pada posisi ke 7 dari bawah atau ke 20 dari atas, setelah Kota Tasik Malaya, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Tasik Malaya, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Indramayu. Pada tahun 2006, posisi Kabupaten Garut mengalami peningkatan menjadi ke 9 dari bawah atau ke 18 dari atas. Namun pada tahun 2007 kembali turun ke posisi ke 19 dan pada tahun 2008 Kabupaten Garut tidak mampu meningkatkan posisinya kembali. Pada tahun 2009 Kabupaten Garut masih berada pada posisi ke 19. Dibanding kabupaten/kota lain yang pada tahun 2005 masih berada di bawah Kabupaten Garut, tetapi pada tahun 2006, 2007, 2008 mereka bisa meningkatkan posisinya. Tabel 1.4 Perbandingan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota Garut dengan 6 Kabupaten Lain di Jawa Barat, Berdasarkan harga Konstan 2000 Periode Tahun 2003-2008 (dalam %) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kabupaten/Kota Kabupaten Garut Kota Tasik Malaya Kabupaten Kuningan Kabupaten Tasik Malaya Kabupaten Cianjur Kabupaten Purwakarta Kabupaten Indramayu Sumber: BPS-diolah
2005 4,16 (20) 4,02 (21) 3,95 (22) 3,83 (23) 3,82 (24) 3,51 (25) -7,80 (26)
2006 4,11(18) 5,11 (13) 4,07 (19) 4,61 (20) 3,34 (25) 3,87 (23) 2,42 (26)
2007 4,76 (19) 5,98 (9) 4,22 (22) 4,64 (21) 4,18 (24) 3,90 (25) 2,65 (26)
2008 4,69 (19) 5,70 (8) 4,91 (15) 4,02 (24) 4,04 (23) 4,99 (13) 2,14 (26)
10
Dari tabel 1.4 tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2005 posisi Kabupaten Garut berada pada posisi 20 dengan laju pertumbuhan ekonomi 4,16% merupakan posisi dan laju pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi di bandingkan dengan kabupaten/kota lain. Tetapi pada tahun 2006 terjadi perubahan yang cukup drastis. Kabupaten Garut mengalami penurunan dalam laju pertumbuhan ekonomi nya menjadi 4,11 % tetapi meskipun demikian posisinya meningkat menjadi ke 18. Kota Tasik Malaya bisa meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya menjadi 5,11% dan merubah posisinya menjadi ke posisi ke 13. Kabupaten Kuningan juga bisa meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya dari 3,95 % menjadi 4,07% dan meningkatkan posisinya menjadi ke 19. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tasik Malaya juga meningkat menjadi 4,61 dan merubah posisinya menjadi ke 20. Begitu juga dengan Kabupaten Purwakarta selain laju pertumbuhan ekonominya mengalami peningkatan menjadi 3,87% posisinya juga mengalami peningkatan menjadi ke 23. Pada tahun 2007 Kabupaten Garut mengalami kenaikan laju pertumbuhan ekonomi menjadi 4,76% dari 4,11% tetapi kenaikan tersebut tidak mampu merubah posisinya dibanding kabupaten/ kota lain se Jawa Barat. Kenaikan laju pertumbuhan ekonomi di Kabupeten Garut pada tahun 2007 malah membawa ke posisi 19 turun satu peringkat dibanding tahun 2006 yang berada pada posisi 18. Pada tahun 2008, Kabupaten Garut juga mengalami penurunan dari laju pertumbuhan ekonomi menjadi 4,69% dan hal ini tidak merubah posisinya, Kabupaten Garut masih tetap berada pada posisi 19. Hal ini mengindikasikan
11
bahwa laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Garut masih rendah dan mengalami perlambatan. Berdasarkan latar belakang di atas tentunya masalah pertumbuhan ekonomi ini sangat penting untuk penulis teliti, karena bagaimanapun pertumbuhan ekonomi menunjukan kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Naik turunnya nilai laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Garut sangat di pengaruhi oleh situasi, kondisi dan sumber daya yang tersedia. Menurut Arsyad (Ivon Dwi Apriyanti, 2008: 3) pembangunan ekonomi adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru, dan menurut Arsyad masalah pokok dalam pembangunan daerah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan
daerah
yang
bersangkutan
(endogenous
development)
dengan
menggunakan potensi sumber daya-sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah) Todaro (1987: 360) menyatakan bahwa statistik yang mengesankan dan berbagai studi kuantitatif mengenai asal muasal pertumbuhan ekonomi di Negaranegara barat telah memperlihatkan bahwa bukanlah pertumbuhan modal fisik yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi, akan tetapi modal manusia (human capital) yang merupakan sumber penting dalam kemajuan ekonomi Negaranegara maju.
12
Oleh sebab itu, pemerintah Kabupaten Garut perlu melakukan usaha-usaha yang terencana untuk dapat meningkatkan investasi guna menopang pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Garut adalah dengan melakukan investasi terhadap sumber daya yang ada yaitu modal manusia (Human Capital) untuk dapat mendorong pertumbuhan ekonominya. Adam Smith (Mulyadi, 2003: 4) menyatakan bahwa manusialah sebagai faktor produksi utama yang menentukan kemakmuran bangsa-bangsa. Alasannya, alam (tanah) tidak ada artinya kalau tidak ada sumber daya manusia yang pandai mengolahnya sehingga bermanfaat. Smith juga melihat alokasi sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat perlu (Necessary Condition) bagi pertumbuhan ekonomi. Mulyadi (2003: 207) menyatakan bahwa salah satu tujuan jangka panjang pembangunan nasional Indonesia adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dengan melakukan investasi sumber daya manusia. Investasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara seperti program dalam bidang pendidikan atau pelatihan dan kesehatan. Dalam masyarakat miskin, sumber daya yang paling mudah ditemukan adalah sumber daya manusia. Namun usaha untuk meningkatkan mutu manusia di kalangan miskin merupakan usaha yang mewah. Oleh karena itu, bantuan pemerintah seperti anggaran program pendidikan, kesehatan keamanan sangat membantu peningkatan kualitas sumber daya manusia (Mulyadi, 2003: 197) .
13
Pengalokasian anggaran pemerintah untuk bidang pendidikan dan kesehatan merupakan bagian yang terpenting dalam kebijakan anggaran, Rosen (Masniari Dalimunthe, 2008: 28). Kebijakan ini dikaitkan dengan peran pemerintah sebagai penyedia barang publik. Dampak eksternalitas (eksternalitas positif) dari kebijakan pengalokasian anggaran untuk kedua bidang tersebut tentunya diharapkan berpengaruh pada peningkatan kemampuan dari human capital untuk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Jadi, investasi terhadap Human Capital mempunyai peran penting dalam menjelaskan pertumbuhan ekonomi. Studi lintas negara yang dilakukan Rebelo dan Lucas, menggunakan konsep kapital yang luas termasuk Human Capital. (Ilmam Mulatip dan Bambang PS Brodjonegoro, 2004). Romer mendefinisikan human capital diukur dengan akumulasi aktivitas seperti formal education dan on-the-job training. Dalam penelitian lain
Romer
(Hardjianto, 2002) menyatakan bahwa yang menjadi bagian terpenting dalam peningkatan stok Human Capital adalah dengan meningkatkan program pendidikan dan kesehatan. Pendidikan dan kesehatan merupakan komponen yang paling vital dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, keduanya merupakan sumber input bagi total fungsi produksi (the aggregate function), Todaro (Masriani Dalimunthe, 2008: 20) Menurut Kotler (Armin Thurman Situmorang, 2007) menyatakan semakin tinggi rata-rata tingkat keterampilan dan pengetahuan melalui pendidikan dan
14
pelatihan maka semakin mudah bagi individu dalam usia bekerja untuk mengerti, menerapkan dan mendapatkan hasil dari kemajuan teknologi dan akhirnya meningkatkan standar ekonomi dan hidup bangsa. Kesehatan yang baik merupakan faktor yang sangat penting dalam perekonomian (Arsyad dkk, 1995: 97). Oleh karena itu, maka pentingnya peranan pemerintah terutama dalam meningkatkan sumber daya manusia adalah dengan melakukan investasi dalam bidang pendidikan dan bidang kesehatan. Hal tersebut pada gilirannya merupakan motor penggerak pertumbuhan (engine of growth), (Rasidin K. Sitepu dan Bonar M. Sinaga, 2002). Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk meneliti masalah yang terkait tentang pertumbuhan ekonomi. Dan tentunya timbul suatu masalah apakah yang menyebabkan rendahnya pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Garut. Oleh karena itu penulis mengajukan judul adalah “Pengaruh Investasi Sumber Daya Manusia
Terhadap Human Capital Dan Implikasinya Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten/Kota Garut Periode Tahun 19892009”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan penjelasan di atas, terlihat bahwa permasalahan dalam penelitian ini adalah keterlambatan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/ Kota Garut. Maka penulis mengajukan rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
15
1. Bagaimana pengaruh anggaran pemerintah terhadap human capital di Kabupaten/ Kota Garut periode 1989-2009? 2. Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan terhadap human capital di Kabupaten/ Kota Garut periode 1989-2009? 3. Bagaimana pengaruh human capital terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/ Kota Garut periode 1989-2009?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh anggaran pemerintah terhadap human capital di Kabupaten/ Kota Garut periode 1989-2009. 2. Mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap human capital di Kabupaten/ Kota Garut periode 1989-2009. 3. Mengetahui pengaruh human capital terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/ Kota Garut periode 1989-2009.
1.3.2. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan teoritis (bagi pengembangan ilmu pengetahuan), pihak lain yang berkepentingan serta kegunaan praktis (bagi peneliti).
16
1. Kegunaan teoritis Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah untuk memberi sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu ekonomi, khususnya ekonomi makro tentang pertumbuhan ekonomi dan dapat digunakan untuk pengembangan penelitian yang lebih lanjut. 2. Kegunaan praktis Bagi institusi terkait, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi mengenai pengaruh investasi sumber daya manusia terhadap human capital dan implikasinya terhadap pertumbuhan ekonomi yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakan bagi institusi terkait. Bagi pihak lain yang berkepentingan dengan masalah yang ada dalam penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran sehingga dapat dijadikan acuan dalam menentukan kebijakan selanjutnya.
1.4 Sistematika Penulisan Untuk
lebih
mempermudah
penyusunan
skripsi,
perlu
disajikan
sistematika penulisannya yang sekaligus merupakan kerangka laporan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini dikemukakan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian dan Sistematika Penulisan.
17
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS Bab ini mengungkapkan tentang konsep-konsep yang relevan dengan masalah penelitian, mencakup konsep tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, anggaran pendidikan, anggaran kesehatan dan pertumbuhan ekonomi. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang metode penelitian, objek penelitian, operasionalisasi variabel, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Memuat penyajian hasil pengolahan data serta pembahasan hasil penelitian. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penyusun dan juga saran yang diberikan oleh penyusun.