BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kunci pembangunan masa mendatang bagi bangsa Indonesia ialah pendidikan. Sebab lewat perolehan pendidikan diharapkan setiap individu dapat meningkatkan kualitas keberadaannya dan mampu berpartisipasi dalam gerak pembangunan.1 Dalam Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2 Pendidikan juga merupakan suatu proses untuk menyampaikan pesan kepada peserta didik. Pesan yang dimaksud adalah pelajaran yang dikemas dan disajikan dengan berbagai metode oleh guru.3 Dari pernyataan di atas maka jelaslah bahwa dalam proses pembelajaran guru adalah seseorang yang memegang peranan sangat penting. Guru berperan sebagai kunci keberhasilan dalam misi pendidikan dan pembelajaran di sekolah selain bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan suasana kelas yang kondusif.
1 Kartini Kartono, Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional Beberapa Kritik Dan Sugesti (Jakarta: Pradnya Paramita, 1997), 1 2 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2008), 7 3 Tim Konsorsium 7 PTAI, Bahan Pembelajaran IPA MI (IAIN Sunan Ampel), 8
1
2
Dalam
pengembangan
pendidikan
IPA,
proses
kegiatan
pembelajarannya selalu menekankan pada pemberian secara langsung dan kegiatan praktis. Untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar.
Secara ilmiah pendidikan IPA
diarahkan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitarnya. Oleh karena itu di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau disebut metode mengajar.4 Dimana metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa, serta menggunakan metode mengajar secara bervariasi.5 Namun realitanya, masih terlihat guru yang dalam penyampaian materinya tidak menggunakan variasi atau penggunaan metode pembelajaran, kurang memanfaatkan media pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. hal ini membuat proses pembelajaran terkesan monoton, yang mengakibatkan kejenuhan, kebosanan yang dirasakan siswa dalam proses pembelajaran. Problem dalam proses pembelajaran diatas dapat diselesaikan oleh guru profesional,
mengingat
untuk
menjadi
guru
professional
dibutuhkan
kemampuan khusus dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Disini guru tidak hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi dituntut untuk 4 5
Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 1 B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 43
3
melakukan proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Seorang guru juga perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat dan bakat peserta didik sesuai dengan taraf perkembangan siswa termasuk
didalamnya
memanfaatkan
berbagai
sumber
dan
media
pembelajaran.6 Berdasarkan penjajakan awal di lokasi penelitian, pembelajaran IPA di MIN Janti Slahung, peneliti menemukan beberapa masalah diantaranya kurangnya kedisiplinan dalam pembelajaran, kurangnya kecakapan berfikir siswa dalam menggali informasi, disamping itu proses pembelajaran yang masih bersifat klasikal, dengan bangku yang tersusun berderet-deret di depan ke belakang, dan lebih banyak menggunakan metode ceramah, membuat kebosanan peserta didik sehingga hasil belajar pun tidak tercapai secara maksimal. Untuk mengatasi fenomena di atas, maka sebagai guru yang professional harus membuktikan keprofesionalannya dengan melakukan suatu tindakan yaitu dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam proses pembelajaran. Dimana guru tidak sekedar mengajar seperti biasa, tetapi juga melakukan observasi kegiatan siswa selama pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran yang menuntut siswa untuk lebih konsentrasi dan lebih aktif yakni metode Discovery. Dimana metode ini menekankan agar siswa memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen.
6
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2008), 15
4
Yang memberikan kesempatan untuk menemukan prinsip itu sendiri dan diharapkan ada peningkatan hasil belajar siswa serta pencapaian tujuan pembelajaran. Dari itu, penelitian memperoleh hasil temuan tentang PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA POKOK BAHASAN ENERGI MELALUI METODE DISCOVERY SISWA/SISWI KELAS IV MIN JANTI SLAHUNG TAHUN PELAJARAN 2009/2010.
B. Identifikasi Masalah Dari permasalahan di atas, identifikasi masalah terkait dengan : 1. Kecakapan berfikir siswa pada pembelajaran IPA di MIN Janti Slahung. 2. Kedisiplinan siswa pada pembelajaran belajar IPA di MIN Janti Slahung 3. Hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA di MIN Janti Slahung.
C. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah Dari identifikasi masalah di atas, agar tidak terjadi kerancuan dalam penelitian dan mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan lain-lain, maka perlu adanya batasan masalah. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah “ Hasil Belajar IPA Tentang Energi Di Kelas IV MIN Janti Slahung ”. Untuk itu perlu dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa/siswi kelas IV MIN Janti Slahung pada pembelajaran IPA melalui metode Discovery? 2. Bagaimana peningkatan keaktifan siswa/siswi kelas IV MIN Janti Slahung dalam proses pembelajaran IPA melalui metode Discovery?
5
3. Bagaimana peningkatan kerja sama siswa/siswi kelas IV MIN Janti Slahung dalam proses pembelajaran IPA melalui metode Discovery?
D. Hipotesis Tindakan Kelas Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah peneliti. Dimana rumusan masalah peneliti telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik dengan data.7 Berdasarkan rumusan masalah di atas maka hipotesis yang diajukan adalah: 1. Penerapan metode Discovery dapat meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran IPA siswa/siswi kelas IV MIN Janti Slahung. 2. Penerapan metode Discovery dapat meningkatkan keaktifan dalam proses pembelajaran IPA siswa/siswi kelas IV MIN Janti Slahung. 3. Penerapan metode Discovery dapat meningkatkan kerjasama dalam proses pembelajaran IPA siswa/siswi kelas IV MIN Janti Slahung.
E. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas 1. Untuk mengetahui perubahan hasil belajar pada pembelajaran IPA siswa/siswi kelas IV MIN Janti Slahung. 7
Sugiono, Metodologi Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2006), 96
6
2. Untuk mengetahui perubahan keaktifan dalam proses pembelajaran IPA siswa/siswi kelas IV MIN Janti Slahung. 3. Untuk mengetahui perubahan kerjasama dalam proses pembelajaran IPA siswa/siswi kelas IV MIN Janti Slahung.
F. Manfaat Hasil Penelitian Tindakan KeLas 1. Secara Teoritis Dari penelitian ini, akan ditemukan tingkat efektifitas pembelajaran Discovery dalam meningkatkan hasil belajar pokok bahasan Energi pada mata pelajaran IPA siswa/siswi kelas IV MIN Janti Slahung. 2. Secara Praktis a. Bagi Siswa 1) Siswa lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran. 2) Membantu siswa dalam menguasai materi pelajaran dengan baik. 3) Membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar dalam proses pembelajaran. b. Bagi Guru 1) Memperoleh seperangkat pengalaman dan inovasi pembelajaran untuk meningkatkan profesionalis guru. 2) Dapat merencanakan proses pembelajaran yang lebih efektif, dan efisien 3) Dapat mengetahui permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran secara langsung serta untuk mencari solusinya.
7
4) Memperoleh informasi keberhasilan siswa dalam pembelajaran. 5) Dapat meningkatkan ketepatan dalam pemilihan metode pembelajaran dalam proses pembelajaran. c. Bagi Sekolah/Lembaga 1) Mendapatkan informasi tentang metode pembelajaran yang tepat nantinya dapat diterapkan di kelas lain dan guru lain. 2) Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA serta meningkatkan mutu pendidikan.
G. Sistematika Pembahasan Dalam rangka mempermudah penulisan skripsi, maka pembahasan dalam laporan penelitian ini penulis membagi ke dalam lima bab, yang masingmasing terdiri dari sub-sub bab yang berkaitan. Adapun sistematika pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I. Pendahuluan, memuat latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah dan rumusan masalah, hipotesis tindakan kelas, tujuan penelitian tindakan kelas, manfaat hasil penelitian tindakan kelas, dan sistematika pembahasan. BAB II. Menguraikan landasan teoritik tentang peningkatan hasil belajar, pembelajaran IPA, dan metode pembelajaran Discovery BAB III. Berisi tentang metode penelitian yang mencakup gambaran umum, obyek penelitian tindakan kelas, setting/lokasi/subyek penelitian, prosedur penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.
8
BAB IV. Menguraikan tentang gambaran setting penelitian, penjelasan per-siklus, proses analisis data per-siklus, dan pengujian hipotesis, kesimpulan. BAB V. Penutup, merupakan bab terakhir dalam skripsi ini, berisi kesimpulan dan saran.
9
BAB II PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI METODE DISCOVERY
A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar (achievement) merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang.8 Hasil belajar juga merupakan suatu kemampuan internal (capability)
yang
telah
menjadi
milik
pribadi
seseorang
dan
memungkinkan orang itu melakukan sesuatu atau memberikan prestasi tertentu (performance). Hasil belajar hanya ada bila ada sesuatu yang diingat.9 Penguasaan hasil belajar seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berfikir maupun keterampilan motorik. Hampir sebagian besar dari kegiatan atau perilaku yang diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar. Di sekolah hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan siswa akan mata pelajaran yang ditempuhnya. Tingkat penguasaan pembelajaran atau hasil belajar
8 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 102. 9 S. Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara), 144.
9
10
dalam mata pelajaran di sekolah dilambangkan dengan angka-angka atau huruf.10 Pada hakikatnya tujuan penilaian proses belajar mengajar adalah untuk mengetahui kegiatan belajar mengajar terutama efisiensi, keefektifan dan produktifitasnya dalam mencapai tujuan pengajaran.11 Karena itulah seorang guru perlu melakukan penilaian terhadap
hasil belajar siswa
selama proses pembelajaran. Berikut ada lima kaidah penilaian yang harus dipahami oleh guru dalam melaksanakan penilaian hasil belajar siswa yaitu:12 a. Valid (Sahih) Penilaian hasil belajar harus dapat menyajikan informasi yang sahih. Selain itu, penilaian harus mengukur kompetensi sesuai dengan alat ukur yang sahih untuk mengukurnya. b. Educative (Edukatif) Penilaian hasil belajar harus memiliki dampak edukatif, baik bagi guru maupun untuk siswa. Hasil penilaian bisa digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar. c. Explicit (Eksplisit) Kriteria penilaian yang digunakan sebagai dasar penilaian harus jelas, dan diketahui oleh publik. Kriteria itu harus sejak awal diketahui oleh
10
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, 103. Nana Sudjana, Pendidikan Hasil Atau Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1989), 65. 12 Suparlan, Guru Sebagai Profesi (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2006), 55. 11
11
siswa. Kriteria itu juga harus mencerminkan hasil dan proses peningkatan pembelajaran siswa. d. Fair (Jujur) Proses penilaian harus dilaksanakan secara objektif, transparan, dan jujur. Dengan kata lain, penilaian tidak boleh bersifat diskriminatif, baik dari aspek etnik, gender, maupun kecacatan siswa. e. Comprehensive (Menyeluruh) Penilaian terhadap perkembangan kemajuan siswa harus didasarkan kepada banyak sumber dan aspek penilaian. Hasil penilaian harus dapat menggambarkan semua aspek yang dinilai, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik siswa. 2. Faktor-Faktor Hasil Belajar Seseorang yang mengalami proses belajar, agar berhasil tujuan yang diharapkan maka perlu diperhatikan faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar itu sendiri juga untuk meningkatkan. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu : a. Faktor Internal Faktor yang bersumber dari dalam diri siswa/individu.13 Faktor intern ini dibagi menjadi 2 yaitu : 1) Faktor Jasmaniah (Fisiologis) yang meliputi : (a) Faktor Kesehatan
13
Abdul Hadis, Psikologi Dalam Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2006), 63.
12
Dalam proses belajar siswa/individu harus dalam keadaan sehat luar dan dalam. Karena siswa yang mengalami gangguan kesehatan tidak dapat belajar dengan maksimal dan optimal.14 (b) Faktor Cacat Tubuh Seorang siswa/individu yang mengalami cacat tubuh secara otomatis juga mengalami kendala dalam belajar, karena itu perlu lembaga tersendiri untuk menuntut ilmu. (c) Faktor Kelelahan Perasaan lelah jasmani biasanya mempengaruhi keadaan rohani, demikian juga sebaliknya. Orang yang mengalami kelelahan rohani harus berpikir keras, badannya
ikut
merasakan lelahnya.15 Akibatnya siswa/individu kurang dapat memusatkan perhatian dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, para guru harus memperhatikan gejala perilaku belajar siswa yang diakibatkan oleh faktor kelelahan. 2) Faktor Psikologi yang meliputi : (a) Intelegensi Pada umumnya diartikan sebagai kemampuan psikologi fisik untuk
mereaksi
rangsangan/menyesuaikan
diri
dengan
lingkungan dengan cara yang tepat.
14
Ibid; 63. Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993), 22. 15
13
(b) Minat Belajar dengan minat akan mendorong seorang siswa/individu untuk belajar lebih baik. Minat ini timbul apabila tertarik akan sesuatu sesuai dengan kebutuhannya atau merasakan sesuatu yang dipelajarinya dirasakan bermakna bagi dirinya.16 (c) Perhatian Merupakan pemusatan energi psikis yang tertuju pada suatu obyek pelajaran. (d) Bakat Merupakan kemampuan untuk belajar/kemampuan untuk melakukan sesuatu kegiatan. (e) Kesiapan Merupakan kesediaan untuk memberi respon/reaksi terhadap stimulus yang diberikan. (f) Motivasi Motif merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu. Motif intrinsik dapat mendorong seseorang sehingga akhirnya orang itu menjadi spesialis dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu. Tak mungkin seseorang mau berusaha mempelajari sesuatu dengan sebaik-baiknya. Jika ia
16
Tabrani Rusyam, et.al., Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), 24.
14
tidak mengetahui betapa penting dan faedahnya hasil yang akan dicapai dari belajarnya itu bagi dirinya.17 b. Faktor Eksternal Faktor yang bersumber dari luar diri siswa yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran di kelas, meliputi: 1) Faktor Keluarga Faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam belajar seperti: perhatian orang tua dan bimbingan orang tua, keakraban hubungan orang tua dengan anak, semuanya turut mempengaruhi pencapaian hasil belajar anak.18 2) Faktor Sekolah (a) Kualitas guru dan cara mengajarnya merupakan faktor yang penting. Sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada anak didiknya, turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai anak.19 (b) Kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak. (c) Hubungan guru dengan murid, siswa yang menyenangi gurunya
cenderung
akan
menyenangi
pelajaran
yang
disampaikan oleh guru tersebut.
17 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 1986), 103-104. 18 Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001), 59. 19 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, 104-105.
15
3) Keadaan fasilitas di sekolah. Sekolah yang cukup memiliki alatalat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru, kecakapan guru dalam menggunakan alat-alat itu, akan mempermudah dan mempercepat belajar anak. Semua itu juga turut mempengaruhi keberhasilan belajar anak. 4) Faktor Masyarakat Faktor masyarakat yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa diantaranya pergaulan, media massa, kegiatan siswa dalam masyarakat. 3. Klasifikasi Hasil Belajar Untuk melihat sejauhmana taraf keberhasilan mengajar guru dan belajar siswa secara tepat dan dapat dipercaya, kita memerlukan informasi yang didukung oleh data yang objektif dan memadai tentang indikatorindikator perubahan perilaku dan pribadi siswa.20 Dan untuk mengetahui indikator tersebut maka digunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah yakni:21 a. Ranah Kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Selain itu kecakapan kognitif mempunyai hirarki/bertingkat-tingkat. Adapun tingkat-tingkat yang dimaksud 20
Tabrani Rusyam, et.al., Pendekatan Dalam Proses Belajar, 21. Nana Sudjana, Pendidikan Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), 22. 21
16
adalah (1) Informasi non verbal yang dipelajari dengan cara penginderaan terhadap obyek, (2) Informasi fakta dan pengetahuan verbal yang dipelajari dengan cara mendengarkan orang lain dan dengan cara/jalan membaca, (3) Konsep dan prinsip.22 b. Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan
jawaban
atau
reaksi,
penilaian,
organisasi
dan
internalisasi.23 c. Ranah Psikomotorik Berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Dalam proses belajar mengajar di sekolah tipe hasil belajar kognitif lebih dominan jika dibandingkan dengan tipe hasil belajar bidang afektif dan psikomotorik. Sekalipun demikian tidak berarti bidang afektif dan psikomotorik diabaikan sehingga tidak diperlukan penilaian. 4. Keaktifan Siswa Dalam Pembelajaran Cara belajar siswa aktif merupakan istilah yang bermakna sama dengan (Student Active Learning). Secara harfiah cara belajar siswa aktif dapat diartikan sebagai sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan emosional untuk memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara kognitif, afektif, 22
Slameto, Proses Belajar Mengajar Dalam Sistem Kredit Semester (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 131. 23 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, 22.
17
dan psikomotor.24 Atau menurut istilah adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang subjek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional sehingga ia betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan belajar. Menurut Conny Semiawan, cara belajar siswa aktif yang dipraktikkan adalah cara belajar siswa aktif yang mengembangkan keterampilan memproseskan perolehan. Keterampilan memproseskan pada siswa
meliputi
mengobservasi,
keterampilan-keterampilan membuat
hipotesis,
:
mengamati
merencanakan
atau
penelitian,
mengendalikan variabel, menafsirkan data, menyusun kesimpulan, membuat prediksi, menerapkan dan mengkomunikasikan.25 Cara Belajar Siswa Aktif dapat diamati melalui tujuh indikator sebagai berikut : a. Tingkat partisipasi siswa dalam menentukan tujuan kegiatan belajar mengajar. b. Pemberian tekanan pada afektif c. Tingkat partisipasi siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. d. Penerimaan guru terhadap perbuatan atau kontribusi siswa yang kurang relevan. e. Derajat kohesivitas kelas sebagai kelompok.
24
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998),
25
Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar, 20.
22.
18
f. Peluang yang ada bagi siswa untuk turut mengambil bagian dalam kehidupan sekolah. g. Jumlah waktu yang digunakan oleh guru dalam menangani masalah pribadi siswa. Adapun prinsip-prinsip yang digunakan dalam usaha menciptakan kondisi belajar supaya siswa dapat mengoptimalkan aktivitasnya :26 a. Prinsip motivasi, dimana guru berperan sebagai motivator yang merangsang dan membangkitkan motif-motif yang positif dari siswa dalam proses belajar mengajar. b. Prinsip latar atau konteks, yaitu prinsip keterhubungan bahan baru dengan apa yang telah diperoleh siswa sebelumnya. c. Prinsip keterarahan, yaitu adanya pola pengajaran yang menghubunghubungkan seluruh aspek pengajaran. d. Prinsip belajar sambil bekerja, yaitu mengintegrasikan pengalaman dengan kegiatan fisik dan pengalaman dengan kegiatan intelektual. e. Prinsip perbedaan perorangan, yaitu kenyataan bahwa ada perbedaanperbedaan tertentu diantara setiap siswa, sehingga mereka tidak diperlakukan secara klasikal. f. Prinsip menemukan, yaitu membiarkan sendiri siswa menemukan informasi yang dibutuhkan dengan pengarahan dari guru.
26
W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Gramedia, 2004), 76.
19
g. Prinsip pemecahan masalah, yaitu mengarahkan siswa untuk peka pada masalah
dan
mempunyai
keterampilan
untuk
mampu
menyelesaikannya. Konsep Cara Belajar Siswa Aktif ialah aktivitas yang bermakna. Kebermaknaan kegiatan itu bersifat Gradual. Kebermaknaan kegiatan, kadar cara belajar siswa aktif ditentukan oleh modus kegiatan belajar. Modus kegiatan belajar dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu : a. Belajar reseptif (menerima). Aktivitas belajar yang dominan dalam modus ini ialah : mendengar, memperhatikan, mengamati, dan mengkaji. Belajar reseptif adalah usaha untuk menerima informasi, mengolah informasi dan mengkaji informasi. b. Belajar dengan penemuan terpimpin. Belajar dalam pengertian ini terarah pada usaha menemukan konsep atau prosedur atau prinsip di bawah bimbingan guru. c. Belajar dengan penemuan mandiri. Disini siswa berusaha menemukan sendiri tanpa bimbingan langsung dari guru. Pada umumnya, modus belajar ini merupakan pengembangan dari belajar reseptif dan belajar dengan penemuan terpimpin. 5. Kerjasama Antar Kelompok Kerja kelompok adalah salah satu strategi belajar mengajar yang memiliki kadar CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Teknik ini sebagai salah satu strategi belajar mengajar, dimana siswa di dalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap
20
kelompok terdiri atas 5 (lima) atau 7 (tujuh) siswa,
mereka bekerja
bersama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan pula oleh guru.27 Model mengajar ini dikembangkan atas dasar pertimbanganpertimbangan sebagai berikut : a. Siswa sebagai individu memiliki kemampuan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan ini harus diupayakan agar tidak menimbulkan efek psikologis bagi siswa yang prestasinya rendah. Melalui belajar kelompok diharapkan perbedaan kemampuan dan prestasi yang dicapainya biar ditingkatkan sebab dapat memperoleh informasi tambahan dari kelompoknya. Mereka biar belajar dari teman kelompoknya maupun dengan kelompok yang lainnya. b. Siswa sebagai makhluk sosial memiliki dorongan yang kuat untuk menampilkan keakuannya di depan orang lain, dan memiliki kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang lain. c. Tidak semua masalah belajar dapat dipecahkan sendiri sehingga dibutuhkan bantuan dan pendapat orang lain. d. Proses dan hasil belajar yang diperoleh dari belajar kelompok lebih kaya dan komprehensif. Siswa berkesempatan untuk belajar berbicara mengemukakan pendapatnya, belajar menghargai pendapat orang lain,
27
Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Asdi Mahasatya, 2001), 15.
21
toleransi sosial, keberanian berbicara menanggapi pendapat orang lain, belajar berorganisasi. e. Penggunaan belajar kelompok dapat dilakukan di dalam kelas atau diluar kelas untuk mengerjakan tugas sekolah. Dengan demikian bisa membantu para siswa menyelesaikan tugas dan tuntutan belajar.
B. Pembelajaran IPA 1. Hakekat Pembelajaran IPA Ilmu
pengetahuan
didefinisikan
sebagai
suatu
cabang
pengetahuan fakta-fakta yang tersusun secara sistematis dan menunjukkan berlakunya hukum-hukum umum. Ilmu pengetahuan (science) dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu ilmu pengetahuan alam (natural science) yang di dalamnya mencakup ilmu Kimia, Biologi, Ilmu Pengetahuan Bumi, Antariksa dan Ilmu Pengetahuan Sosial (social science) yang di dalamnya mencakup Ilmu Politik, Ekonomi, Sejarah, Sosiologi, dengan cabang-cabangnya.28 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) secara sederhana didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena alam semesta. Dalam KTSP ditegaskan pengertian IPA secara cara mencari tahu tentang alam secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Jadi pada dasarnya IPA adalah suatu ilmu yang mempelajari gejala dan perubahan-perubahan 28
alam.
Perubahan-perubahan
Subiyanto, Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IKIP Malang), 8-9.
alam
tersebut
22
merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah yang dapat direnungkan dan dapat dijadikan pelajaran yang berharga untuk meningkatkan ilmu pengetahuan.29 Pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung. Dalam pembelajaran tersebut siswa difasilitasi untuk mengembangkan sejumlah keterampilan proses (keterampilan atau kerja ilmiah) dan sikap ilmiah dalam memperoleh pengetahuan ilmiah tentang dirinya dan alam sekitar. Keterampilan proses ini meliputi: keterampilan menggunakan
mengamati alat
mempertimbangkan
dan
dengan bahan
keselamatan
seluruh secara kerja,
indera, benar
keterampilan dengan
mengajukan
selalu
pertanyaan,
menggolongkan data, menafsirkan data, mengkomunikasikan hasil temuan secara beragam, serta menggali dan memilah informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah seharihari. Pada prinsipnya, pembelajaran IPA harus dirancang dan dilaksanakan secara cara mencari tahu, dan cara mengerjakan/melakukan yang dapat membantu siswa memahami fenomena alam secara mendalam. Dari uraian tentang hakekat IPA di atas, maka cukup jelas bahwa pembelajaran IPA bukan sekedar berisi rumus-rumus dan teori-teori melainkan suatu proses dan sikap ilmiah untuk mendapatkan konsepkonsep ilmiah tentang alam semesta.
29
Tim Konsorsium 7PTAI, Bahan Pelajaran IPA MI (IAIN Sunan Ampel), 11-12.
23
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 dijelaskan bahwa ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi pemahaman konsep dan penerapannya, yang mencakup:30 a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan. b. Benda/materi, sifat-sifat kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas. c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya dan bendabenda langit lainnya. Selain itu dalam Permendiknas juga dijelaskan, bahwa mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar siswa memiliki kemampuan:31 a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
30 31
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 24 Tahun 2006. Ibid.
24
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. f. Meningkatkan
kesadaran
untuk
menghargai
alam
dan
segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Secara global dimensi yang hendak dicapai oleh serangkaian tujuan pembelajaran IPA dalam kurikulum pendidikan dasar adalah mendidik anak agar memahami konsep IPA, memiliki
keterampilan
ilmiah, bersikap ilmiah dan religius. Anak harus mulai seawal mungkin mengerti dan mempergunakan cara-cara berpikir ilmiah. Ia harus didorong untuk menguji fenomena secara langsung dan menganalisisnya serta menginterpretasi apa yang diamatinya. Dalam perkembangan berpikir ilmiah kedudukan observasi adalah penting. Oleh karena itu tak dapat diabaikan, demikian pula nilai proses-proses intelektual tak dapat diabaikan. Anak yang sedang tumbuh tidak hanya membutuhkan penguasaan fakta-fakta, tetapi juga
harus
diberikan pengalaman dalam mempergunakan prosedur ilmiah yang ada hubungannya dengan faktor-faktor ini. Beberapa kebiasaan berpikir harus dimulai pada usia-usia awal dengan fakta-fakta yang oleh anak dapat dipahami dan diklasifikasi, serta harus dapat ditarik kesimpulankesimpulan.32
32
Z. Kasijan, Psikologi Pendidikan Buku 2 (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987), 153.
25
Pemberian pengertian yang sederhana sifatnya adalah kunci dari pengajaran ilmiah pada tingkat sekolah rendah. Bahan yang dipelajari harus disusun dalam kesukaran yang bertingkat-tingkat, dan unit-unit belajar harus didasarkan atas tingkat minat dan pengertian siswa. Tekanan harus diberikan ke arah penanaman pengalaman pribadi masing-masing siswa. 2. Karakteristik Pembelajaran IPA Di MI/SD Pembelajaran IPA sebagai media pengembangan potensi siswa SD/MI seharusnya didasarkan pada karakteristik psikologis anak; memberikan kesenangan bermain dan kepuasan intelektual bagi mereka dalam membongkar misteri, seluk beluk dan teka-teki fenomena alam di sekitar dirinya, mengembangkan potensi saintis yang terdapat dalam dirinya, memperbaiki konsepsi mereka yang masih keliru tentang fenomena alam, sambil membekali keterampilan dan membangun konsepkonsep baru yang harus dikuasainya. Selain itu penilaian dalam pengajaran IPA harus dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (asesmen) yang adil, proporsional, transparan, dan komprehensif bagi setiap aspek proses dan hasil belajar siswa. Berdasarkan jenjang dan karakteristik perkembangan intelektual anak seusia siswa SD/MI maka penyajian konsep dan keterampilan dalam pembelajaran IPA harus dimulai dari nyata (konkrit) ke abstrak, dari mudah ke sukar, dari sederhana ke rumit, dan dari dekat ke jauh. Dengan kata lain, mulailah dari apa yang ada di sekitar siswa dan yang dikenal,
26
diminati serta diperlukan siswa. Secara psikologis, anak usia SD/MI berada dalam dunia bermain. Tugas guru adalah menciptakan dan mengoptimalkan suasana bermain tersebut dalam kelas sehingga menjadi media yang efektif untuk membelajarkan siswa dalam IPA. Sesekali tidak boleh terjadi, pembelajaran IPA di SD/MI justru mengabaikan apalagi menghilangkan dunia bermain anak. Pembelajaran IPA akan berlangsung efektif jika kegiatan belajar mengajarnya mampu mencitrakan kepada siswa bahwa kelas adalah tempat untuk bermain, aman dari segala bentuk ancaman dan hambatan psikologis, serta memfasilitasi siswa untuk secara lugas mengemukakan dan mencobakan ide-idenya. Ilmu pengetahuan untuk Sekolah Dasar biasanya dipelajari melalui bacaan, observasi, pelajaran bercakap-cakap atau percobaan. Bacaan, apabila
teks
bahan-bahan
tertulis
dalam
kata-kata
sederhana,
memungkinkan anak memperoleh keuntungan dari pengalaman orangorang lain. Anak-anak memperlihatkan minat yang besar dan sungguhsungguh terhadap buku-buku yang ditulis dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh anak-anak tingkat Sekolah Dasar. Pelajaran bercakapcakap adalah lebih efektif sesudah observasi langsung atau setelah diperlihatkan berbagai model atau suatu demonstrasi telah dilakukan oleh guru dimuka anak-anak.33
33
Ibid ; 154.
27
3. Karakteristik Pembelajaran IPA Yang Efektif Pembelajaran yang efektif secara umum diartikan sebagai kegiatan belajar mengajar yang memberdayakan potensi siswa serta mengacu pada pencapaian
kompetensi
individual
masing-masing
siswa.
Dalam
merancang pembelajaran IPA di SD sebaiknya guru memperhatikan tujuh ciri utama pembelajaran efektif yang memberdayakan potensi siswa. Ketujuh ciri itu adalah:34 a. Berpijak pada prinsip konstruktivisme, yang memandang bahwa belajar bukanlah proses siswa menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru, melainkan sebagai proses siswa membangun makna/ pemahaman terhadap informasi/pengalaman. b. Berpusat pada siswa, artinya pembelajaran memperhatikan bakat, minat, kemampuan, cara dan strategi belajar, motivasi belajar, dan latar belakang sosial siswa. c. Belajar
dengan
mengalami
pembelajaran
perlu
menyediakan
pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan penerapan konsep, kaidah dan prinsip ilmu yang dipelajari. d. Mengembangkan keterampilan sosial, kognitif, dan emosional. Artinya pembelajaran perlu mendorong siswa untuk mengkomunikasikan gagasan hasil kreasi dan temuannya dan memungkinkan siswa bersosialisasi dengan menghargai perbedaan pendapat dan berlatih untuk bekerjasama. 34
http://www.docstoc.com/docs/5103210/metodologi-IPA-SD/3/27/2009.diakses 24mei2010.
28
e. Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah f. Belajar sepanjang hayat, siswa memerlukan kemampuan belajar sepanjang hayat untuk bisa berhasil dalam menghadapi setiap masalah sambil menjalani proses kehidupan sehari-hari. g. Perpaduan
kemandirian
dan
kerjasama,
pembelajaran
perlu
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkompetisi sehat untuk memperoleh penghargaan, bekerjasama, dan solidaritas. Dalam menyelenggarakan IPA dengan pendekatan, model dan metode apapun guru harus tetap aktif sebagai fasilitator, mau memonitor seberapa banyak keterampilan dan sikap ilmiah siswa yang dapat dikembangkan, dan sejauhmana konsep-konsep IPA dikuasai dan diimplementasikan siswa.
C. Metode Pembelajaran Discovery 1. Metode Pembelajaran Metode adalah jalan yang harus yang dilalui untuk mencapai tujuan.35 Metode juga berarti cara atau siasat yang dipergunakan dalam pengajaran.36 Jadi metode belajar adalah cara melaksanakan suatu kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan dalam pengajaran. Definisi pembelajaran menunjukkan suatu proses pembelajaran dengan pengalaman. Pembelajaran dengan pengalaman mendorong siswa
35 Basuki, Miftahul ‘Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam (Ponorogo: STAIN Po Press, 2007), 139. 36 Syaiful Bahri Djamaramah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), 70.
29
untuk belajar sesuatu dari pengalaman-pengalaman.37 Dapat disimpulkan bahwa
metode
pembelajaran
adalah
suatu
proses
penyampaian
pembelajaran melalui pengalaman untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Secara umum metode pembelajaran dapat dibagi menjadi metode pasif dan metode aktif.38 Metode pasif yaitu metode pembelajaran yang satu arah dari guru ke siswa. Metode ini merupakan metode tradisional yang sering disebut dengan lectering. Metode aktif mendorong siswa untuk aktif di dalam kelas, disamping itu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri dengan aktif berinteraksi di kelas tidak hanya sebagai pendengar saja. Seorang guru tidak dapat dengan serta merta menuangkan sesuatu ke dalam benak para siswanya. Tanpa peluang untuk mendiskusikan, mengajukan pertanyaan, bahkan sampai mempraktekkan. Karena pada dasarnya pembelajaran tidak hanya menekankan pada apa yang diajarkan tetapi juga bagaimana mengajarkannya. Dengan demikian pemilihan metode dalam pembelajaran memegang peranan penting. Karena keberhasilan pembelajaran sangat tergantung pada cara guru menggunakan metode pembelajaran.39 Penerapan metode pembelajaran aktif, yakni metode Discovery dapat memberikan kesempatan siswa untuk belajar melalui pengalaman langsung dengan cara mempraktekkan kegiatan selama pembelajaran.
37 Jogiyanto, Filosofis, Pendekatan, dan Penerapan Pembelajaran Metode Kasus (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2006), 13. 38 Ibid; 23. 39 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, 147.
30
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Titik sentral yang harus dicapai oleh setiap kegiatan belajar mengajar adalah tercapainya tujuan pengajaran. Apapun yang termasuk perangkat program pengajaran dituntut secara mutlak untuk menunjang tercapainya tujuan. Guru tidak dibenarkan mengajar dengan kemalasan. Siswa pun diwajibkan mempunyai kreativitas, keaktifan, kerjasama yang tinggi dalam belajar, bukan selalu menanti perintah guru. Guru sebagai salah satu sumber belajar berkewajiban menyediakan lingkungan belajar yang kreatif bagi kegiatan belajar siswa di kelas. Salah satu kegiatan yang harus dilakukan guru adalah melakukan pemilihan dan penentuan metode yang serasi untuk situasi dan kondisi yang khusus dihadapinya.40 Berikut adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan guru dalam pemilihan metode yaitu : a. Anak Didik Anak didik adalah manusia berpotensi yang menghajatkan pendidikan. Di sekolah, gurulah yang berkewajiban untuk mendidiknya. Di ruang kelas guru akan berhadapan dengan sejumlah anak didik dengan latar belakang kehidupan yang berlainan. Status sosial mereka juga bermacam-macam, demikian juga halnya mengenai jenis kelamin mereka, postur tubuh mereka. Jika pada aspek intelektual perbedaan itu terlihat dari cepatnya tanggapan anak didik terhadap rangsangan yang diberikan dalam kegiatan belajar mengajar, dan lambatnya
40
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, 89.
31
tanggapan anak didik terhadap rangsangan yang diberikan guru. Tinggi atau rendahnya kreatifitas anak didik dalam mengolah kesan dari bahan pelajaran yang baru diterima bisa dijadikan tolak ukur dari kecerdasan seorang anak. Kecerdasan seorang anak terlihat seiring dengan meningkatnya kematangan usia anak. Anak-anak usia SD lebih cenderung berpikir konkret. Sedangkan anak SLTP atau SLTA sudah mulai berpikir abstrak. Dari aspek psikologis perbedaan terlihat dari perilaku anak seperti, ada yang kreatif, ada yang suka bicara, ada yang terbuka, ada yang periang, pemurung, dan sebagainya. Perbedaan individual anak didik pada aspek biologis, intelektual dan psikologis, semuanya turut mempengaruhi dalam pemilihan dan penentuan metode. b. Tujuan Tujuan adalah sasaran yang dituju dari setiap kegiatan belajar mengajar. Perumusan tujuan instruksional khusus, misalnya akan mempengaruhi kemampuan yang terjadi pada diri anak didik. Proses pengajaran pun dipengaruhinya. Demikian juga penyeleksian metode yang harus guru gunakan di kelas. Metode yang guru pilih harus sejalan dengan taraf kemampuan yang hendak diisi ke dalam diri setiap anak didik. Karena itu, kemampuan yang bagaimana yang dikehendaki oleh tujuan, maka metode harus mendukung sepenuhnya.
32
c. Situasi Situasi kegiatan belajar mengajar yang guru ciptakan tidak selamanya sama dari hari ke hari. Maka guru dalam hal ini harus memilih metode mengajar yang sesuai dengan situasi yang diciptakannya itu. d. Fasilitas Fasilitas merupakan hal yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar. Fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang belajar anak didik di sekolah. Lengkap tidaknya fasilitas belajar akan mempengaruhi pemilihan metode mengajar. e. Guru Setiap guru mempunyai kepribadian yang berbeda. Misalnya seorang guru yang bertitel sarjana pendidikan dan keguruan berbeda dengan guru yang sarjana bukan keguruan. Latar belakang pendidikan guru diakui mempengaruhi kompetensi. Kurangnya penguasaan terhadap berbagai jenis metode menjadi kendala dalam memilih dan menentukan metode. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kepribadian, latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah permasalahan intern guru yang dapat mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode. 3. Metode Discovery Metode penemuan (Discovery) merupakan komponen dari praktek pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar
33
aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif.41 Menurut
Encylopedia
of
Educational
Research,
penemuan
merupakan suatu strategi yang unik yang dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan keterampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat-alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Menurut Sund discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksud proses mental tersebut antara lain ialah: mengamati, mencerna, mengerti, menggolongkan, membuat kesimpulan dan sebagainya.42 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode penemuan (discovery) adalah suatu metode dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja. Salah seorang pendukung utama terhadap pendekatan discovery adalah Jerome Bruner. Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.43 Dalam kegiatan belajar discovery, tidak berarti bahwa tidak ada aktivitas mendengarkan, mencatat atau membaca bahan bacaan. Ketiganya ada tetapi diikuti atau dipadukan dengan kegiatan-kegiatan belajar yang 41
B. Suryo Subroto, Proses Belajar Mengajar, 192. Roestiyah N.K., Strategi Belajar Mengajar, 20. 43 Ari Widodo, et.al., Pendidikan IPA di SD (Bandung: UPI PRESS, 2007), 28. 42
34
mengaktifkan siswa.44 Jadi dalam suatu perencanaan pengajaran yang bersifat menerima, tetapi disempurnakan dengan kegiatan yang lebih mengaktifkan siswa dan melibatkan siswa dalam kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, membaca dan mencoba sendiri. Adapun langkah-langkah (prosedur) proses pembelajaran dengan menerapkan metode discovery adalah sebagai berikut:45 a. Simulation, guru bertanya dengan mengajukan persoalan atau menyuruh siswa membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. b. Problem Statement, siswa diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan. c. Data Collection, untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis ini, siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi seperti melakukan uji coba sendiri. d. Data Processing, semua informasi hasil bacaan, observasi, semuanya diolah, diklasifikasikan. e. Verification, berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, hipotesis yang dirumuskan kemudian dicek. f. Generalization, berdasarkan hasil verifikasi tadi, siswa belajar menarik kesimpulan. Belajar mengajar discovery tidak selalu sama derajatnya, bervariasi dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi membentuk suatu 44
R. Ibrahim, Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 38. Syaiful Bahri Djamaramah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), 22. 45
35
kontinum. Para ahli membedakan enam tingkatan belajar mengajar discovery yaitu sebagai berikut :46 a. Tingkat discovery penuh. Pada discovery tingkat ini, siswa memiliki kebebasan penuh untuk menentukan bahan dan bentuk kegiatan yang akan mereka lakukan. Guru memberikan sejumlah persoalan dengan berbagai sumber dan peralatan yang diperlukan siswa mempunyai kebebasan untuk memilih persoalan mana dan dengan cara apa akan mereka pecahkan. b. Pengarahan pada tingkat pemikiran siswa. Guru memberikan beberapa pengarahan yang sesuai dengan tingkat pemikiran siswa, selanjutnya mereka diberi kebebasan untuk mengadakan generalisasi dan spesifikasi. c. Pemberian instruksi yang pelaksanaannya diserahkan kepada para siswa. Guru memberikan beberapa instruksi tentang hal-hal yang hendak dikerjakan, tetapi pelaksanaannya diserahkan pada inisiatif dan kreativitas para siswa. d. Guru memberikan sejumlah persoalan (menuliskannya di papan tulis). Setelah itu guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa, agar para siswa membuat dan mencari generalisasi, spesifikasi, dsb.
46
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 186.
36
e. Guru memberikan pengarahan tentang suatu generalisasi atau spesifikasi, lalu para siswa diminta untuk mencari contoh-contoh atau menemukan pemecahannya sendiri. f. Guru memberikan suatu generalisasi tanpa penjelasan, penguraian, contoh-contoh,
dsb.
Kemudian
para
siswa
diminta
untuk
menggunakannya bagi kegiatan-kegiatan berikutnya. 4. Kelebihan dan Kelemahan Metode Discovery Dari penerapan metode discovery ini, terdapat kelebihan dan kelemahan dalam proses pembelajaran.47 a. Kelebihan metode discovery antara lain adalah: 1) Mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/ pengenalan siswa. 2) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/ individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. 3) Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa. 4) Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing. 5) Mampu mengarahkan cara belajar siswa, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.
47
Roestiyah N.K., Strategi Belajar Mengajar, 21.
37
6) Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan penemuan sendiri. b. Kelemahan metode discovery antara lain adalah: 1) Siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini. 2) Bila kelas terlalu besar penggunaan teknik ini akan kurang berhasil. 3) Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan teknik penemuan. 4) Dalam beberapa ilmu, fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada.48 5. Peranan Guru Dalam Metode Discovery Dalam mengoptimalkan
penggunaan peranannya
metode agar
discovery aktivitas
ini,
siswa
guru dalam
tetap proses
pembelajaran dapat meningkat. Peranan guru tersebut antara lain: a. Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah yang tepat untuk diselidiki. b. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. c. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor.
48
B. Suryo Subroto, Proses Belajar Mengajar, 202.
38
d. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Untuk itu bentuk tes yang digunakan dapat berupa tes obyektif atau tes essay. Agar peranan guru dalam metode discovery dapat optimal, maka guru harus memiliki sejumlah kompetensi dan tingkah laku yang dapat diamati. Diantaranya sebagai berikut:49 a. Meneliti kebutuhan dan minat siswa dan mempergunakannya sebagai dasar untuk menentukan masalah yang berguna bagi pengajaran discovery. b. Membantu siswa memperjelas peranan-peranan yang perlu dilakukan melalui pembahasan bersama. c. Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang digunakan untuk memulai belajar discovery. d. Memberi siswa kesempatan melakukan pengumpulan dan penggunaan data secara aktif. e. Mendengarkan
dan
menyediakan
pengalaman
belajar
yang
memungkinkan siswa mengembangkan responsnya sendiri. f. Membimbing siswa menganalisis sendiri. g. Mengajarkan keterampilan belajar discovery sesuai dengan kebutuhan siswa.
49
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), 136.
39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN TINDAKAN KELAS
A. Obyek Tindakan Kelas Penelitian dilakukan di MIN Janti Slahung, dengan mengambil eksperimen kelas IV. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Adapun jenis tindakan yang diteliti sebagai berikut: 1. Hasil belajar siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam 2. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam 3. Kerjasama siswa dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
B. Setting / Lokasi / Subyek Penelitian Tindakan Kelas Setting atau lokasi PTK ini adalah MIN Janti Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo, Kelas IV dengan jumlah siswa 25 anak yang terdiri dari 11 siswa perempuan dan 14 siswa laki-laki. Penelitian bersifat praktis berdasarkan permasalahan riil dalam pembelajaran IPA dengan pokok bahasan Energi, Semester II (Genap), tahun pelajaran 2009/2010.
C. Prosedur Penelitian Prosedur yang ditempuh dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Observasi dan Identifikasi Masalah Melakukan observasi ke MIN Janti difokuskan terhadap pembelajaran IPA di kelas IV serta melakukan wawancara dengan guru dan beberapa siswa
39
40
dari kelas tersebut yang berhubungan dengan pembelajaran IPA selama ini. Berdasarkan hasil observasi, peneliti mengidentifikasi prioritas masalah dari sejumlah masalah yang dihadapi dan segera dicari pemecahannya. Hasilnya bahwa masalah selama ini selalu menjadi obsesi guru, yaitu merancang dan melaksanakan proses pembelajaran IPA yang berkualitas, sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar yang baik. Siswa dapat melibatkan diri secara aktif dalam proses belajar mengajar dan siswa dapat memahami konsep-konsep IPA secara mendalam. 2. Kegiatan Pra Tindakan a. Merencanakan penelitian tindakan kelas sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran IPA di kelas serta pemilihan topik yang akan digunakan dalam penelitian dan waktu pelaksanaan. b. Merencanakan pembelajaran dengan menggunakan metode discovery c. Melihat kemampuan awal siswa sebelum diterapkannya metode discovery. 3. Rencana Tindakan Kelas Dengan memperhatikan hasil analisis terhadap kemampuan awal siswa, peneliti menyusun rencana tindakan pembelajaran. Tindakan pembelajaran yang dilakukan dibagi ke dalam tiga siklus tindakan disesuaikan dengan materi pembelajaran. Masing-masing rencana tindakan pembelajaran dilengkapi dengan Lembar Kerja Siswa (LKS), dan alat-alat IPA yang diperlukan. Kegiatan selanjutnya yaitu mengelompokkan siswa untuk kegiatan pembelajaran.
41
4. Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus I kegiatan yang dilakukan meliputi: a. Peneliti melaksanakan tindakan pembelajaran siklus I dan membahas materi tentang energi panas, serta melakukan beberapa kegiatan dimulai dengan (1) Membentuk kelompok, (2) Melakukan praktek percobaan, (3) Mengumpulkan data dan menganalisis, (4) Diskusi, (5) Menyimpulkan hasilnya. Peneliti juga melakukan observasi dan membuat dokumentasi selama pembelajaran berlangsung. b. Peneliti menganalisis dan merefleksikan pelaksanaan dan hasil tindakan siklus I. Untuk keperluan analisis ini dilakukan kegiatan antara lain: memeriksa catatan hasil observasi, mengkaji hasil belajar siswa, melakukan wawancara dengan siswa. Hasil analisis dan refleksi terhadap tindakan I ini menjadi bahan rekomendasi dan revisi tindakan siklus II. Siklus II kegiatan yang dilakukan meliputi: a. Peneliti
melaksanakan
tindakan
pembelajaran
siklus
II
dan
mengenalkan materi tentang energi bunyi, sifat perambatannya, serta melakukan beberapa kegiatan dimulai dengan
(1) Membentuk
kelompok, (2) Melakukan praktek percobaan, (3) Mengumpulan data dan menganalisis, (4) Diskusi, (5) Menyimpulkan hasil temuan. Peneliti juga melakukan observasi dan membuat dokumentasi selama pembelajaran berlangsung.
42
b. Peneliti menganalisis dan merefleksikan pelaksanaan dan hasil tindakan siklus II. Untuk keperluan analisis ini dilakukan kegiatan antara lain: memeriksa catatan hasil observasi dan dokumentasi, mengkaji hasil belajar siswa, melakukan wawancara dengan siswa. Hasil analisis dan refleksi terhadap tindakan II ini menjadi bahan rekomendasi dan revisi tindakan siklus III. Siklus III kegiatan yang dilakukan meliputi: a. Peneliti
melaksanakan
tindakan
pembelajaran
siklus
III
dan
mengenalkan materi tentang pemantulan dan penyerapan bunyi serta melakukan beberapa kegiatan dimulai dengan
(1) Membentuk
kelompok, (2) Melakukan praktek percobaan, (3) Mengumpulan data dan menganalisis, (4) Diskusi, (5) Menyimpulkan hasil temuan. Peneliti juga melakukan observasi dan membuat dokumentasi selama pembelajaran berlangsung. b. Peneliti
menganalisis dan merefleksikan pelaksanaan dan hasil
tindakan siklus III. Untuk keperluan analisis ini dilakukan kegiatan antara lain: memeriksa catatan hasil observasi dan dokumentasi, mengkaji hasil belajar siswa, melakukan wawancara dengan siswa. 5. Kegiatan Akhir Melihat kemampuan akhir (menemukan sendiri suatu konsep) siswa setelah diterapkannya metode discovery. Melihat respon siswa terhadap pembelajaran IPA dengan menggunakan metode pembelajaran discovery
43
melalui wawancara. Selanjutnya menganalisis peningkatan kemampuan (menemukan sendiri suatu konsep) siswa. 6. Evaluasi Peneliti menganalisis dan merefleksikan seluruh tindakan yang telah dilakukan, untuk mengetahui kegagalan dan kesalahan dari penerapan metode discovery dalam meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPA. Alur penelitian tindakan kelas ini adalah dengan menggunakan logika penelitian tindakan kelas melalui proses pengkajian berdaur yang terdiri dari 4 (empat) tahap, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing), refleksi (reflecting).1 Identifikasi Masalah
Perencanaan (Planning) Tindakan (Acting)
Refleksi (Reflecting)
Siklus I Observasi (Observing) Perencanaan Ulang
dst
Siklus II
Gambar 3.1 Logika empat tahap PTK 1
Basuki As’adie, Desain Pembelajaran Berbasis PTK (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009), 5.
44
Secara keseluruhan, empat tahapan dalam PTK tersebut membentuk suatu siklus PTK yang digambarkan dalam bentuk spiral. Untuk mengatasi suatu masalah mungkin diperlukan lebih dari satu siklus. Siklus-siklus tersebut saling terkait dan berkelanjutan. Siklus kedua dilaksanakan bila masih ada halhal yang kurang berhasil dalam siklus pertama. Siklus ketiga dilaksanakan karena siklus kedua belum mengatasi masalah, begitu juga siklus-siklus berikutnya.
D. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data.2 Disamping perlu menggunakan metode yang tepat juga perlu memilih teknik dan alat pengumpulan data yang obyektif. Dan di dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik yang meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi. 1. Teknik Observasi Observasi (Observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.3 Observasi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.4 Dalam penelitian ini observasi yang digunakan adalah observasi langsung yakni pengamatan dan pencatatan yang dilakukan terhadap obyek di tempat terjadinya atau
2
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 134. Nana Syaodih Sukmadinata, Metodologi Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 220. 4 Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Tinjauan Dasar (Surabaya: Sic Surabaya, 1996), 77. 3
45
berlangsungnya peristiwa.5 Jadi sambil melakukan pengamatan peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data. Dengan observasi partisipan, maka data yang diperoleh lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak.6 Observasi ini digunakan untuk mengetahui kerjasama siswa, keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, dan hasil belajar pada mata pelajaran IPA. 2. Teknik Wawancara Wawancara (interview) adalah teknik pengumpulan data melalui komunikasi langsung (tatap muka) antara pihak penanya (interviewer) dengan pihak yang ditanya atau penjawab (interviewee).7 Wawancara dilakukan oleh penanya dengan menggunakan pedoman wawancara. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam yakni peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan siswa untuk mengetahui kegiatan pembelajaran, penguasaan terhadap materi pelajaran serta kesan dari diterapkannya metode discovery dalam proses pembelajaran.
5
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), 158. Sugiono, Metodologi Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2006), 310. 7 Djudju Sudjana, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), 194. 6
46
3. Teknik Dokumentasi Dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat data-data yang sudah ada.8 Teknik ini pengumpulan datanya dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen baik tertulis, gambar, maupun elektronik.9 Dalam penelitian ini, dokumen yang digunakan berupa daftar hadir peserta, nilai hasil belajar, dan foto dalam proses pembelajaran. Teknik ini digunakan untuk mengetahui keaktifan siswa, aktivitas kerjasama siswa, dan hasil belajar pada mata pelajaran IPA dengan diterapkannya metode discovery.
E. Metode Analisis Data Untuk mengetahui hasil dari suatu penelitian perlu diadakan analisis data. Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.10 Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menelaah semua data yang diperoleh melalui hasil tes, observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh pada setiap tindakan penelitian di analisis, kemudian di interpretasikan berdasarkan landasan teori dan pengalaman guru. Sedangkan hasil belajar siswa (evaluasi) dianalisis berdasarkan ketentuan belajar siswa.
8
Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Tinjauan Dasar (Surabaya: Sic Surabaya, 1996), 67. 9 Nana Syaodih Sukmadinata, Metodologi Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), 221. 10 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 103.
47
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model alur Miles and Huberman yang mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display, conclusion drawing / verification. Langkah-langkah analisis ditunjukkan pada gambar berikut:11
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data Kesimpulan Gambar 3.2 Analisis Data Keterangan : 1. Mereduksi Data dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, membuat kategori. Dengan demikian data yang telah di reduksi memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
11
Tim Penyusun STAIN PONOROGO, Buku Pedoman Penulisan Skripsi (Syari’ah, Tarbiyah, Ushuluddin) Kuantitatif, Kualitatif Kajian Pustaka (STAIN PONOROGO, 2009), 35-36.
48
2. Setelah data di reduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data atau menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, grafik, matrik, network dan chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah
menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan
didisplaykan pada laporan akhir penelitian. 3. Langkah ketiga dalam analisis data penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
49
BAB IV PENERAPAN METODE DISCOVERY PADA PEMBELAJARAN IPA
A. Deskripsi Penelitian Deskripsi pembelajaran penguasaan materi energi dalam pelajaran IPA dengan menggunakan metode discovery disajikan berdasarkan pengamatan dan pencatatan pelaksanaan pembelajaran I kelas. Paparan data yang mencakup data proses dan data hasil belajar siswa diperoleh melalui observasi dan dokumentasi hasil kerja siswa dalam bentuk LKS (Lembar Kerja Siswa). Pembelajaran peningkatan hasil belajar siswa dalam menguasai materi meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Oleh karena itu paparan data hasil penelitian pun meliputi ketiga tahapan di atas, dengan fokus pengamatan meliputi (1) aspek hasil belajar siswa, (2) aspek keaktifan siswa, (3) aspek aktivitas kerjasama siswa. Deskripsi penelitian meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, tindakan, observasi, refleksi. Deskripsi penelitian tiap siklus hasil tindakan dan pembahasannya akan diuraikan sebagai berikut: 1. Deskripsi Penelitian Tindakan Kelas Siklus I a. Tahap Perencanaan (Planning) Rencana tindakan pembelajaran siklus I disusun setelah peneliti sekaligus sebagai guru melakukan observasi awal pada subyek penelitian. Pada saat melakukan observasi awal diperoleh temuan
49
50
bahwa
pembelajaran
yang
dikembangkan
oleh
guru
masih
menggunakan metode ceramah (teacher centered). Pembelajaran didominasi oleh guru sedangkan siswa hanya menyimak dan mencatat, tidak ada kegiatan percobaan atau diskusi, akibatnya kemampuan siswa dalam menguasai ataupun menemukan sendiri suatu konsep kurang berkembang dan akhirnya berdampak pada hasil belajar yang kurang maksimal. Rencana tindakan pembelajaran pada siklus I dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dilengkapi Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dimaksudkan untuk membantu siswa dalam melakukan uji coba sendiri dan memberikan kesempatan siswa untuk mengumpulkan berbagai informasi hingga belajar menemukan suatu konsep. Selain menyusun (RPP), guru juga menyusun blangko observasi, blangko dokumentasi, dan blangko evaluasi, yang digunakan untuk mengetahui perkembangan hasil belajar siswa dalam menguasai materi yang dipelajari. b. Tahap Pelaksanaan (Acting) Setelah melakukan perencanaan, maka tahap selanjutnya adalah melaksanakan rencana tindakan pembelajaran di atas, yang dilakukan pada tanggal 08 Mei 2010 dan dituangkan dalam siklus I yang berisi kegiatan pembelajaran IPA pokok bahasan: Sumber Energi Panas dan Sifat-Sifatnya dengan menggunakan metode discovery yang terdiri dari
51
lima tahap yaitu tahap simulation, tahap problem statement, tahap data collection,
tahap
data
processing
dan
verification,
tahap
generalization. c. Tahap Observasi (Observing) Observasi ini dilakukan untuk melihat pelaksanaan apakah semua rencana telah dibuat dengan baik, dan mengamati hasil kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran yang meliputi penguasaan materi tentang energi panas keaktifan dan kerjasama siswa selama melakukan praktek percobaan mengenai energi panas serta hasil belajar siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. d. Tahap Refleksi (Reflecting) Pada refleksi ini seluruh proses pembelajaran siklus I yang telah berlangsung dianalisis untuk mengetahui kegagalan atau kesalahan yang dialami oleh guru. Kemudian bila terjadi kegagalan maka guru mencari penyelesaiannya yaitu dengan melakukan perbaikan dari kekurangan-kekurangan saat proses pembelajaran, demi kebaikan pada siklus selanjutnya. Deskripsi siklus I di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.1 Proses PTK Siklus I Perencanaan • Menyusun suatu program atau rencana tindakan
Tindakan • Melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan tentang energi panas
Observasi • Mengamati aktivitas siswa terhadap penerapan metode pembelajaran yang
Refleksi • Mencatat hasil observasi
52
• Mengatur waktu • Menyiapkan alat atau bahan untuk melakukan percobaan • Menyiapkan lembar rekaman data (observasi, wawancara, dan dokumentasi) • Menyiapkan lembar evaluasi
• Menyampaikan indikator yang ingin dicapai • Mengajukan beberapa persoalan kepada siswa dan memberikan kebebasan untuk membuat jawaban sementara • Memberikan tanggapan atas jawaban siswa • Membentuk siswa menjadi 5 kelompok • Membagikan LKS, serta alat untuk percobaan • Mengumpulkan data hasil percobaan tentang energi panas dan membuat penjelasan dari temuannya dengan mengisi LKS • Diskusi kelas secara berkelompok dan belajar menarik kesimpulan • Mengklarifikasi jawaban dan memberi penguatan • Memberikan soal latihan
digunakan • Mengamati keaktifan siswa selama proses pembelajaran • Mengamati kerjasama kelompok dalam melakukan percobaan tentang energi • Memantau diskusi kelas • Mencatat hasil pengerjaan tugas
• Mengevaluasi hasil observasi • Menganalisis penugasan siswa terhadap materi yang telah disampaikan • Memperbaiki kelemahan pada siklus ke II
2. Deskripsi Penelitian Tindakan Kelas Siklus II a. Tahap Perencanaan (Planning) Rencana tindakan pembelajaran siklus I disusun berdasarkan hasil refleksi terhadap tindakan pembelajaran siklus I yang dituangkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 2 yang dilengkapi Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dimaksud untuk
53
membantu siswa dalam melakukan uji coba sendiri hingga belajar menemukan suatu konsep. Pada tahap perencanaan di siklus II ini, hal-hal yang dilakukan oleh guru adalah melakukan perbaikan penerapan metode discovery dalam peningkatan hasil belajar siswa. Selain itu juga menyiapkan blangko observasi, blangko dokumentasi dan blangko evaluasi. b. Tahap Pelaksanaan (Acting) Setelah melakukan perencanaan, maka tahap selanjutnya adalah melaksanakan
rencana
tindakan
pembelajaran
di
atas,
yang
dilaksanakan pada tanggal 22 Mei 2010 dan dituangkan dalam siklus II yang berisi kegiatan pembelajaran IPA pokok bahasan: Sumber Energi Bunyi dan Sifat-Sifatnya dengan menggunakan metode discovery. Pembelajaran difokuskan untuk mengembangkan partisipasi siswa yang merata, baik dalam kegiatan percobaan, keaktifan dalam kelas maupun kerjasama kelompok. c. Tahap Observasi (Observing) Observasi ini dilakukan untuk melihat pelaksanaan apakah semua rencana telah dibuat dengan baik, dan mengamati hasil kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran yang meliputi penguasaan materi tentang energi bunyi dan sifat perambatannya keaktifan dan kerjasama siswa selama melakukan proses kegiatan praktek percobaan energi bunyi dan perambatannya sesuai LKS serta hasil belajar siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar.
54
d. Tahap Refleksi (Reflecting) Pada tahap refleksi ini seluruh proses pembelajaran siklus II yang telah berlangsung dianalisis untuk mengetahui kegagalan atau kesalahan yang dialami guru. Kemudian bila terjadi kegagalan maka guru mencari penyelesaiannya yaitu dengan melakukan perbaikan dari kekurangan-kekurangan saat proses pembelajaran, demi kebaikan pada siklus selanjutnya. Deskripsi siklus II di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.2 Proses PTK Siklus II Perencanaan • Menyusun suatu program atau rencana tindakan • Mengatur waktu • Menyiapkan alat atau bahan untuk melakukan percobaan • Menyiapkan lembar rekaman data (observasi, wawancara, dan dokumentasi) • Menyiapkan lembar evaluasi
Tindakan • Melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan tentang energi bunyi • Menyampaikan indikator yang ingin dicapai • Menginformasikan hasil pada siklus I • Mengajukan beberapa persoalan kepada siswa dan memberi kebebasan untuk membuat jawaban sementara • Memberikan tanggapan atas jawaban siswa • Membentuk siswa menjadi 5 kelompok • Membagikan LKS, serta alat untuk percobaan
Observasi • Mengamati aktivitas siswa terhadap penerapan metode pembelajaran yang digunakan • Mengamati keaktifan siswa selama proses pembelajaran • Mengamati kerjasama kelompok dalam melakukan percobaan tentang energi bunyi • Mengamati pemahaman setiap kelompok dalam pemecahan permasalahan • Memantau dan membimbing jalannya diskusi
Refleksi • Mencatat hasil observasi • Mengevaluasi hasil observasi • Menganalisis penugasan siswa terhadap materi yang telah disampaikan • Memperbaiki kelemahan pada siklus ke III
55
• Membimbing siswa dalam melakukan percobaan tentang energi bunyi • Mengumpulkan data hasil percobaan tentang energi bunyi dan membuat penjelasan dari temuannya dengan mengisi LKS • Diskusi kelas secara berkelompok dan belajar menarik kesimpulan • Mengklarifikasi jawaban dan memberi penguatan • Memberikan soal latihan • Memberikan koreksi jawaban
• Mencatat hasil pengerjaan tugas
3. Deskripsi Penelitian Tindakan Kelas Siklus III a. Tahap Perencanaan (Planning) Rencana tindakan pembelajaran siklus III disusun berdasarkan hasil refleksi terhadap tindakan pembelajaran siklus II yang dituangkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 3 yang dilengkapi Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dimaksud untuk membantu siswa dalam melakukan uji coba sendiri, memberikan kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi hingga belajar menemukan suatu konsep. Pada tahap perencanaan di siklus III ini, guru tetap menyiapkan blangko observasi, blangko dokumentasi, dan blangko evaluasi.
56
b. Tahap Pelaksanaan (Acting) Selanjutnya melaksanakan rencana tindakan pembelajaran pada siklus III yang dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 2010 yang berisi kegiatan
pembelajaran
IPA
pokok
bahasan
Pemantulan
dan
Penyerapan Bunyi dengan menggunakan metode discovery. Pada siklus ini pembelajaran difokuskan untuk lebih meningkatkan partisipasi siswa dalam keaktifan berdiskusi dan kerjasama kelompok. Sehingga kemampuan menemukan suatu konsep lebih nampak dan hasil belajar juga akan terlihat. c. Tahap Observasi (Observing) Observasi ini dilakukan untuk melihat pelaksanaan apakah semua rencana telah dibuat dengan baik, dan mengamati hasil kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran yang meliputi penguasaan materi tentang penyerapan dan pemantulan bunyi keaktifan dan kerjasama siswa selama proses kegiatan praktek percobaan tentang penyerapan dan pemantulan bunyi serta hasil belajar siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. d. Tahap Refleksi (Reflecting) Pada tahap refleksi ini seluruh proses pembelajaran siklus III yang telah berlangsung, dianalisis untuk mengetahui kegagalan atau kesalahan
yang
dialami
guru
dengan
memperbaiki
proses
pembelajaran. Deskripsi siklus III di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
57
Tabel 4.3 Proses PTK Siklus III Perencanaan • Menyusun rencana tindakan perbaikan • Memadukan hasil refleksi siklus II agar siklus III lebih baik • Mengatur waktu • Menyiapkan soal • Menyiapkan lembar rekaman data (observasi, wawancara, dan dokumentasi) • Menyiapkan lembar evaluasi
Tindakan • Melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan tentang pemantulan dan penyerapan bunyi • Menyampaikan indikator yang ingin dicapai • Menginformasikan hasil siklus II agar siklus III lebih baik • Mengajukan beberapa permasalahan dan memberikan kebebasan untuk membuat jawaban • Memberikan tanggapan • Membentuk 5 kelompok belajar • Membagikan LKS dan alat untuk melakukan percobaan • Memberikan bimbingan selama melakukan percobaan • Mengumpulkan data hasil percobaan pemantulan dan penyerapan bunyi, serta membuat penjelasan dari hasil temuannya • Membimbing, mengarahkan diskusi kelas sampai dengan menarik kesimpulan • Mengklarifikasi dan memberikan penguatan • Memberikan soal latihan
Observasi • Mengamati seluruh aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung • Mengamati keaktifan siswa dalam menjawab persoalan tentang pemantulan dan penyerapan bunyi • Mengamati kerjasama siswa dalam menemukan konsep tentang penyerapan dan pemantulan bunyi • Menilai diskusi kelas • Mencatat hasil pengerjaan siswa
Refleksi • Mencatat hasil observasi • Mengevaluasi hasil observasi • Menganalisis hasil pembelajaran • Menyusun laporan selama proses pembelajaran
58
B. Proses Analisis Data Proses analisis data sebagai hasil penelitian meliputi peningkatan hasil belajar, peningkatan keaktifan, dan peningkatan kerjasama dalam proses pembelajaran IPA di kelas IV MIN Janti Slahung dengan menggunakan metode discovery, yang disajikan dalam 3 siklus sebagai berikut: 1. Siklus I Dalam proses pembelajaran siklus I ini, penyampaian materi energi panas dilakukan dengan metode discovery, dimana siswa dibentuk suatu kelompok belajar yang terdiri dari 5 kelompok, selanjutnya masing-masing kelompok diberi tugas untuk melakukan praktek percobaan sesuai LKS sambil mencari bahan materi dalam buku, sampai menyimpulkannya. Setelah itu menyuruh siswa mendiskusikan hasilnya. Hasil penelitian siklus I menunjukkan: Hasil belajar siswa
: Kelompok I Kelompok II
: 2 siswa
Kelompok III
: 3 siswa
Kelompok IV
: 2 siswa
Kelompok V
: 2 siswa
Jumlah Keaktifan siswa
: 2 siswa
: Kelompok I
: 11 siswa ( 44% ) : 2 siswa
Kelompok II
: 3 siswa
Kelompok III
: 2 siswa
Kelompok IV
: 3 siswa
59
Kelompok V Jumlah Kerjasama siswa
: Kelompok I
: 2 siswa : 12 siswa ( 48% ) : 3 siswa
Kelompok II
: 2 siswa
Kelompok III
: 3 siswa
Kelompok IV
: 3 siswa
Kelompok V
: 3 siswa
Jumlah
: 14 siswa ( 56% )
Interpretasi : Penyampaian pembelajaran pada siklus I ini, menunjukkan bahwa hasil pembelajaran belum memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang diinginkan. Dari 25 siswa yang mampu mengerjakan soal evaluasi dengan hasil belajar yang baik hanya 11 (44%) siswa, siswa yang menunjukkan keaktifan selama proses pembelajaran berlangsung hanya 12 (48%) siswa dan siswa yang mampu bekerjasama dengan baik selama kegiatan percobaan hanya 14 (56%) siswa. Ini disebabkan karena masih banyak siswa yang ramai dan tidak fokus pada pembelajaran. Dari penerapan metodepun juga masih banyak kekurangan, seperti pemberian petunjuk dalam melakukan percobaan (dalam LKS) belum bisa difahami siswa. Sehingga masih banyak siswa yang terlihat bingung saat melakukan praktek percobaan. Selain itu diskusi kelompok kurang berjalan karena siswa terlalu lama melakukan percobaan dan mengerjakan soal.
60
Tindakan yang harus dilakukan peneliti adalah mempersiapkan dengan matang penggunaan metode discovery, termasuk dalam pembuatan LKS harus menggunakan bahasa yang sederhana sehingga mudah dimengerti oleh siswa, mengatur peran dan tugas kepada masing-masing siswa di dalam kelompok, mengatur penggunaan waktu untuk setiap tahap pembelajaran. Dengan melihat aktifitas pembelajaran pada siklus ke I yang belum maksimal dalam pencapaian indikator, maka peneliti masih perlu mengadakan perbaikan yang dilaksanakan pada siklus ke II. 2. Siklus II Pada pembelajaran siklus ke II, penerapannya masih sama dengan siklus I, diawali dengan membuat pertanyaan yang bertujuan untuk melihat kemampuan awal siswa mengenai materi tentang energi bunyi dan perambatannya. melakukan
Selanjutnya
praktek
membentuk
percobaan
dalam
kelompok LKS
sampai
belajar
untuk
pada
tahap
menyimpulkan hasilnya dan melihat kerjasama, keaktifan siswa selama diskusi dalam kelompok. Hasil penelitian siklus ke II menunjukkan: Hasil belajar siswa
: Kelompok I
: 4 siswa
Kelompok II
: 3 siswa
Kelompok III
: 3 siswa
Kelompok IV
: 3 siswa
Kelompok V
: 3 siswa
Jumlah
: 16 siswa ( 64% )
61
Keaktifan siswa
: Kelompok I Kelompok II
: 4 siswa
Kelompok III
: 4 siswa
Kelompok IV
: 3 siswa
Kelompok V
: 4 siswa
Jumlah Kerjasama siswa
: 3 siswa
: Kelompok I
: 18 siswa ( 72% ) : 4 siswa
Kelompok II
: 3 siswa
Kelompok III
: 3 siswa
Kelompok IV
: 4 siswa
Kelompok V
: 3 siswa
Jumlah
: 17 siswa ( 68% )
Interpretasi : Penyampaian pembelajaran pada siklus II ini, menunjukkan bahwa pembelajaran dapat dikatakan berjalan dengan baik walaupun belum optimal. Terlihat dari 25 siswa yang mampu mengerjakan soal evaluasi dengan hasil belajar yang memuaskan sedikit mengalami peningkatan yaitu 16 (64%) siswa, siswa yang menunjukkan keaktifannya selama proses pembelajaran juga meningkat 18 (72%) siswa, selain itu siswa menjadi antusias terutama saat melakukan praktek percobaan. Meskipun pada kegiatan percobaan, aktivitas siswa dalam kerjasama kelompok belum sepenuhnya merata karena hanya beberapa siswa yaitu 17 (68%) yang ikut aktif dalam praktek. Hal ini disebabkan karena pembagian peran
62
dan tugas pada masing-masing siswa dalam kelompok belum sepenuhnya terlaksana. Dan dalam hal berdiskusi kelompok, pada umumnya siswa malu-malu untuk mengemukakan pendapat, tanggapan atau menjawab pertanyaan saat diskusi (menarik kesimpulan) kelas. Tindakan mengontrol
yang
waktu
harus
dalam
dilakukan melakukan
peneliti percobaan,
adalah
konsisten
mengatur
dan
memperjelas pembagian tugas dan peran untuk setiap anggota dalam kelompok agar tidak didominasi oleh satu orang sehingga suasana menjadi lebih hidup, juga selalu membangkitkan semangat siswa untuk mengemukakan pendapat, bertanya atau memberi tanggapan. Karena hasil peningkatan pada siklus II tidak terlalu signifikan, maka peneliti masih perlu mengadakan perbaikan yang dilaksanakan pada siklus ke III. 3. Siklus III Merefleksi hasil pembelajaran pada siklus ke II, maka pada siklus ke III ini penggunaan metode masih sama yaitu discovery, dengan materi yang digunakan adalah penyerapan dan pemantulan. Penelitian lebih difokuskan pada aktifitas pembelajaran siswa dalam mengatur pembagian tugas setiap anggota agar kerjasama dalam kelompok saat melakukan percobaan bisa berjalan dengan baik. Dan hasil penelitian siklus III menunjukkan: Hasil belajar siswa
: Kelompok I
: 5 siswa
Kelompok II
: 4 siswa
Kelompok III
: 4 siswa
63
Kelompok IV
: 5 siswa
Kelompok V
: 4 siswa
Jumlah Keaktifan siswa
: Kelompok I
: 4 siswa
Kelompok II
: 4 siswa
Kelompok III
: 3 siswa
Kelompok IV
: 5 siswa
Kelompok V
: 4 siswa
Jumlah Kerjasama siswa
: 22 siswa ( 88% )
: Kelompok I
: 20 siswa ( 80% ) : 4 siswa
Kelompok II
: 4 siswa
Kelompok III
: 4 siswa
Kelompok IV
: 5 siswa
Kelompok V
: 4 siswa
Jumlah
: 21 siswa ( 84% )
Interpretasi : Penyampaian pembelajaran pada siklus III ini, menunjukkan bahwa hasil pembelajaran banyak mengalami peningkatan. Terlihat dari 25 siswa yang mampu menyelesaikan soal evaluasi dengan pencapaian hasil belajar yang memuaskan ada 22 (88%) siswa, siswa yang menunjukkan keaktifannya selama pembelajaran seperti saat berdiskusi, hampir sebagian besar siswa sudah berani bertanya dan mengemukakan pendapat. Peningkatan ini menunjukkan terjadinya perubahan pemahaman dan
64
penguasaan pengetahuan siswa setelah diberikan pembelajaran dengan metode discovery, yang di dalamnya memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan kemampuannya, dan mengarahkan cara belajar siswa sehingga memiliki motivasi yang kuat untuk belajar. Berdasarkan hasil pembelajaran pada siklus ke III ini, dapat dikatakan sudah berjalan dengan baik karena pada kegiatan percobaan dan diskusi kerjasama kelompok. Aktifitas keaktifan siswa sudah mulai merata, terutama pencapaian hasil belajar siswa yang sudah maksimal.
C. Pengujian Hipotesis 1. Hasil Belajar Siswa Siklus Skor terendah Skor tertinggi Mean Ketuntasan Persentase Peningkatan Ketercapaian KKM PTK
Siklus I 48 71 58,56 11 44% 80%
Siklus II 50 82 61,04 16 64% 20%
Siklus III 53 90 70 22 88% 24%
Hasil belajar adalah suatu kemampuan internal yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan memungkinkan orang itu melakukan sesuatu atau memberikan prestasi tertentu. Belajar dapat dikatakan berhasil, apabila perolehan hasil belajar dapat memenuhi kriteria ketercapaian yang direncanakan. Dalam hal ini penelitian dilakukan untuk mengetahui peningkatan ketercapaian
hasil
belajar
yang
diperoleh
siswa
selama
proses
pembelajaran. Hasil belajar dapat dilihat dari penguasaan akan mata
65
pelajaran yang ditempuhnya, untuk itu peneliti melakukan tes, yang dilakukan dalam setiap akhir siklus. Berdasarkan data pada tabel di atas diperoleh hasil belajar yaitu dari 25 siswa yang mampu mengerjakan soal-soal tes dengan baik pada siklus I adalah sebanyak 11 siswa (44%), lalu pada siklus ke II persentase ketercapaian hasil belajar siswa sebanyak 16 siswa (64%) dengan peningkatan persentase sebesar 20%, sedangkan pada siklus ke III meningkat kembali menjadi 22 siswa (88%) dengan peningkatan persentase 24%. Karena ketercapaian KKM yang diinginkan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah 80% siswa, dan hasil yang diperoleh dari siklus I sampai siklus III persentasenya mengalami peningkatan, terutama pada siklus III yang menunjukkan peningkatan sebesar 88% dan ini berarti sudah melebihi KKM yang direncanakan. Maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan
menerapkan metode
discovery pada pembelajaran IPA hasil belajar siswa mengalami peningkatan dan tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai sesuai dengan KKM. 2. Keaktifan Siswa Siklus Siswa aktif Persentase Peningkatan Ketercapaian KKM PTK
Siklus I 12 48% 80%
Siklus II 18 72% 24%
Siklus III 20 80% 8%
66
Keaktifan belajar siswa adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang subyek didiknya dituntut untuk terlibat secara intelektual dan emosional sehingga ia betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan belajar. Untuk mengetahui keaktifan belajar siswa tersebut, maka dalam hal ini peneliti melakukan observasi terstruktur ketika proses pembelajaran berlangsung. Keaktifan siswa ini dapat diamati dari beberapa indikator yaitu tingkat partisipasi siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan kemampuan siswa untuk mengungkapkan pendapatnya atau jawabannya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui observasi terstruktur, diperoleh bahwa keaktifan siswa yang dilihat dari indikator tingkat partisipasi ataupun kemampuan mengungkapkan pendapat, selama proses pembelajaran yang berlangsung mulai dari siklus I sampai siklus ke III, terdapat peningkatan keaktifan belajar siswa pada setiap siklusnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel di atas dan diperoleh hasil bahwa dari 25 siswa yang ikut aktif selama kegiatan belajar pada siklus I adalah sebanyak 12 siswa (48%), lalu pada siklus II meningkat sebanyak 18 siswa (72%) dengan peningkatan persentase sebesar 24%, kemudian pada siklus III meningkat kembali sebanyak 20 siswa (80%) dengan peningkatan persentase 8%. Karena ketercapaian KKM keaktifan yang diinginkan pada penelitian tindakan kelas ini adalah 80% siswa. Dan hasil keaktifan yang diperoleh dalam siklus III ini ketercapaian persentasenya sudah memenuhi
67
kriteria yaitu 80%. Maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan metode discovery pada pembelajaran IPA, keaktifan siswa
selama
pembelajaran
mengalami
peningkatan.
Dan
tujuan
pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai sesuai dengan KKM. 3. Kerjasama Siswa Siklus Aktifitas kerjasama siswa Persentase Peningkatan Ketercapaian KKM PTK
Siklus I 14 56% 80%
Siklus II 17 68% 12%
Siklus III 21 84% 16%
Kerjasama belajar adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang menuntut subyek didiknya dapat terjalin hubungan kerjasama yang baik pada semua kelompok. Untuk mengetahui kerjasama belajar siswa tersebut, maka dalam hal ini peneliti melakukan observasi terstruktur ketika proses pembelajaran berlangsung. Kerjasama siswa ini dapat diamati dari beberapa indikator yaitu kemampuan siswa mengatur pembagian tugas dalam kelompoknya saat melakukan percobaan, kerjasama siswa dalam menemukan suatu konsep saat praktek percobaan, dan kemampuan berdiskusi sampai dengan memperoleh kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui observasi terstruktur, diperoleh bahwa kerjasama siswa yang dilihat dari indikator kemampuan siswa mengatur pembagian tugas, menemukan suatu konsep, berdiskusi hingga memperoleh kesimpulan, selama proses pembelajaran yang berlangsung mulai dari siklus I sampai siklus ke III adalah
68
mengalami peningkatan kerjasama belajar pada setiap siklusnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel di atas, dan hasil yang diperoleh adalah dari 25 siswa yang ikut melakukan kerjasama dalam kegiatan belajar pada siklus I adalah sebanyak 14 siswa (56%), lalu pada siklus II meningkat sebanyak 17 siswa (68%) dengan peningkatan persentase sebesar 12%. Kemudian pada siklus III meningkat kembali sebanyak 21 siswa (84%) dengan peningkatan persentase 16%. Karena ketercapaian KKM kerjasama yang diinginkan pada penelitian tindakan kelas ini adalah 80%. Dan hasil kerjasama yang diperoleh dalam siklus III ini persentase yang di dapat sudah tercapai yaitu 84%. Maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan metode discovery pada pembelajaran IPA, kerjasama siswa selama pembelajaran mengalami peningkatan. Dan tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai sesuai dengan KKM. Dari Hasil Penelitian Pengujian Hipotesis di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menguasai materi dengan menggunakan metode discovery adalah memuaskan dan dapat tercapai dengan baik. Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan, baik hasil belajar, keaktifan maupun aktifitas kerjasama siswa seperti pada tabel berikut:
69
Tabel 4.4 Profil Hasil Penelitian
Hasil belajar siswa
Keaktifan siswa
Siklus
Siklus
Kerjasama siswa
Siklus
I
11
44%
II
16
64%
III
22
88%
I
12
48%
II
18
72%
III
20
80%
I
14
56%
II
17
68%
III
21
84%
Adapun hasil penelitian di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik seperti di bawah ini: Tabel 4.5 Grafik Hasil Penelitian 9 8
Keterangan : : Hasil belajar siswa ---------- : Keaktifan siswa _______ : Kerjasama siswa
7 6 5 4 3 2 1 Siklus I
Siklus II
Siklus III
70
Berdasarkan dari data di atas tentang aspek-aspek hasil belajar, keaktifan, kerjasama, yang dijadikan observasi menunjukkan bahwa metode discovery dapat meningkatkan proses pembelajaran IPA, khususnya dalam pencapaian hasil belajar. Hal ini dapat dilihat dari aspek-aspek yang telah di observasi, menunjukkan adanya peningkatan dari siklus pertama sampai siklus ketiga.
71
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas mengenai penggunaan metode discovery dalam pembelajaran IPA pokok bahasan Energi siswa/siswi di kelas IV MIN Janti Slahung, hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Melalui metode discovery pada pembelajaran IPA pokok bahasan Energi, telah mengalami peningkatan hasil belajar dan ketuntasan belajar. Hal ini dapat dilihat dari perubahan hasil belajar, pada siklus I siswa yang tuntas mencapai 44%, pada siklus II siswa yang tuntas mencapai 64%, dan pada siklus III siswa yang tuntas mencapai 88%. 2. Melalui metode discovery pada pembelajaran IPA pokok bahasan Energi telah mengalami peningkatan keaktifan dalam pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari aktifitas siswa yang mampu mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan gagasan. Di samping itu peningkatan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran menunjukkan, pada siklus I mencapai 48%, pada siklus II mencapai 72%, dan pada siklus III mencapai 80%. 3. Melalui metode discovery pada pembelajaran IPA pokok bahasan Energi telah mengalami peningkatan kerjasama selama proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari aktifitas siswa yang mampu mengatur pembagian tugas dalam kelompok dan kemampuan bekerjasama untuk menemukan
71
72
serta menyimpulkan suatu konsep dalam kegiatan percobaan. Di samping itu peningkatan kerjasama siswa dalam proses pembelajaran menunjukkan pada siklus I mencapai 56%, pada siklus II mencapai 68%, dan pada siklus III mencapai 84%.
B. Saran-saran Berdasarkan hasil penelitian dengan diterapkannya metode discovery pada pembelajaran IPA, maka saran-saran yang dapat dikemukakan antara lain: 1. Bagi Guru MI, SD ataupun yang sederajat dianjurkan untuk menerapkan metode discovery sebagai salah satu upaya peningkatan hasil belajar siswa, serta dapat ditindaklanjuti dengan cara sebagai berikut: a. Dalam penerapan metode discovery yang erat kaitannya dengan kegiatan percobaan untuk belajar menemukan suatu konsep, sebaiknya guru mengatur waktu sedemikian rupa sehingga dalam melakukan penelitian siswa menjadi lebih leluasa. b. Pada saat pembelajaran berlangsung terutama dalam kegiatan pengamatan, menggunakan alat dan bahan, pengumpulan informasi atau data, pengklasifikasian data, serta menarik kesimpulan. Sebaiknya guru memberi bimbingan kepada siswa, agar tidak terlalu jauh menyimpang dari materi yang dipelajari. c. Untuk menjaring sikap keinginan bertanya siswa sebaiknya guru lebih kreatif dan variatif dalam memberikan pertanyaan.
73
d. Pada saat pembagian kelompok belajar sebaiknya guru membagi siswa secara merata yaitu dengan mencampur antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai agar terjalin kerjasama yang baik pada semua kelompok. 2. Bagi Kepala Sekolah, dapat dijadikan perkembangan agar metode discovery digunakan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dalam proses pembelajaran IPA maupun proses pembelajaran bidang studi yang lain. 3. Bagi peneliti yang berminat di bidang yang sama, hasil penelitian ini dengan segala kendala dan keterbatasannya merupakan informasi awal yang dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya. Oleh karena itu, diharapkan peneliti menguji aspek yang lain sehingga bisa melengkapi khazanah keilmuwan, khususnya di bidang penelitian pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam.
74
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003. Arikunto, Suharsimi. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993. As’adie, Basuki. Desain Pembelajaran Berbasis Penelitian Tindakan Kelas. Ponorogo Press, 2009. Basuki, Ulum Miftahul. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Ponorogo: STAIN Po Press, 2007. Dalyono. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001. Djamaramah, Syaiful Bahri & Zain, Aswan. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002. Djamaramah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000. Gulo, W. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Gramedia, 2004. Hadis, Abdul. Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006. Hamalik, Oemar. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006. Ibrahim, R.S., Nana Syaodih. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996. Jogiyanto. Filosofis, Pendekatan, dan Penerapan Pembelajaran Metode Kasus. Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2006. Kartono, Kartini. Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional Beberapa Kritik dan Sugesti. Jakarta: Pradnya Paramita. 1997. Kasijan, Z. Psikologi Pendidikan Buku 2. Surabaya: Bina Ilmu, 1987. K. Roestiyah N. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008. Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997.
75
Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000. Nasution, S. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. 1995. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 24 Tahun 2006. Purwanto, M. Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 1986. Riyanto, Yatim. Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Tinjauan Dasar. Surabaya: SIC Surabaya, 1996. Roestiyah. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Asdi Mahasatya, 2001. Rusyan, Tabrani, et.al. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994. Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2008. Slameto. Proses Belajar Mengajar Dalam Sistem Kredit Semester. Jakarta: Bumi Aksara, 1991. Subiyanto. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. IKIP Malang, 1988. Sudjana, Djudju. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. Sudjana, Nana. Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996. Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995. Sugiono. Metodologi Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2006. Sukmadinata, Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003. Sukmadinata, Nana Syaodih. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007. Suparlan. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat Publising, 2006.
76
Suryosubroto, B. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997. Tim Konsorsium 7PTAI. Bahan Pembelajaran IPA MI, IAIN Sunan Ampel. Tim Penyusun STAIN Ponorogo. Buku Pedoman Penulisan Skripsi (Syariah, Tarbiyah, Usluhuddin) Kuantitatif, Kajian Pustaka. STAIN Ponorogo, 2009. Usman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998. Widodo, Ari. et.al. Pendidikan IPA Di SD. Bandung: UPI Press, 2007. http://www.docstoe.com/docs/5103210/metodologi-IPA-SD 3/27/2009. diakses 24 Mei 2010.