1
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara hukum, sebagai negara hukum berdasarkan
pancasila
haruslah
memberikan
perlindungan
hukum
terhadap
warga
masyarakatnya sesuai dengan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan hukum berdasarkan pancasila berarti pengakuan & perlindungan hukum berdasarkan Pancasila berarti pengakuan dan perlindungan akan harkat dan martabat manusia atas dasar nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, serta keadilan sosial. 1 Salah satu kebutuhan hidup manusia adalah terpenuhinya rasa aman terhadap diri sendiri secara pribadi maupun terhadap barang-barang miliknya. Seiring dengan perkembangan zaman, Yogyakarta sebagai sebuah kota yang kaya predikat, baik yang berasal dari sejarah maupun potensi yang ada seperti kota perjuangan, kota kebudayaan, kota pelajar, dan kota pariwisata, telah mengalami banyak perubahan. Perubahan yang ada tentunya menimbulkan persoalanpersoalan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Yogyakarta beserta masyarakat yang ada di Yogyakarta.
1
http://hukumonline.com, diakses tanggal 27 Mei 2010, Jam 14.13 WIB
2
Meningkatnya berbagai segi kebutuhan kepentingan fasilitas sosial ekonomi seperti : 1. Fasilitas perdagangan, yaitu jumlah pasar, pertokoan, swalayan, mall, dll. 2. Fasilitas pendidikan, yaitu gedung persekolahan. 3. Fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, dan tempat-tempat pengobatan. 4. Fasilitas peribadatan, yaitu masjid, mushala, dan gereja atau yang sejenis. 5. Fasilitas kelembagaan yaitu perkantoran baik swasta maupun pemerintah. 6. Fasilitas olahraga. 7. Fasilitas hiburan, seperti gedung bioskop,gedung kesenian, dan gedunggedung pertemuan ataupun perhelatan dan yang sejenis. 2 Transportasi seperti mobil dan motor di Kota Yogyakarta semakin meningkat pesat, dengan semakin pesatnya kendaraan di Kota Yogyakarta maka semakin banyak pula resiko yang terjadi seperti yang saya alami sendiri pada waktu saya memarkir kendaraan ditempat parkir pasar bringharjo, pada saat memarkir kendaraan petugas parkir memberikan karcis sebagai tanda bukti parkir kendaraan. Namun setelah saya tinggal kira-kira selama dua jam saya mendapati bahwa helm saya hilang, kemudian saya mengkonfirmasi kepada petugas parkir bahwa helm saya telah hilang, reaksi dari perugas parkir sangat tidak memuaskan dimana petugas parkir menyatakan bahwa itu bukan tanggung jawabnya karena pada karcis parkir telah tertulis “kehilangan atau kerusakan diareal ini bukan tanggung jawab kami” . Dengan kata lain seolah-olah petugas parkir lepas 2
Djoko Suryo, Penduduk dan Perkembangan Kota Yogyakarta, indonesie.nl/conyet/documents/papers-urban%20history/djoko%20suryo.pdf., diakses pada tanggal 28 Mei 2010, Jam 17.38 WIB.
www.indieYogyakarta,
3
tanggung jawab dari kewajibannya karena terdapat klausula baku tersebut. Untuk itu timbulah lembaga penitian barang, sekiranya barang tersebut tidak dapat dibawa karena adanya suatu keperluan tertentu, hal tersebut didasarkan pada suatu perjanjian penitipan barang. Hal ini tentu berkaitan erat dengan adanya parkir. Parkir merupakan peristiwa yang dapat menimbulkan hubungan hukum antara penyelenggara parkir dengan pengguna jasa parkir. Sehingga parkir kendaraan bermotor yang diselenggarakan mempunyai konsekuensi yuridis yang berkaitan dengan hukum perjanjian. Masalah parkir dapat menjadi problema sosial bagi masyarakat di perkotaan. Tempat parkir kendaraan bermotor menjadi sangat penting dan mendesak, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Oleh karena itu, parkir harus mendapat perhatian yang serius, terutama mengenai pengaturannya demi untuk melindungi, khususnya pengguna jasa parkir karena mereka berada pada posisi yang lemah. Menurut Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 17 tahun 2002 tentang Penyelenggara Perparkiran bahwa parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara. Tempat parkir adalah tempat pemberhentian kendaraan di lokasi yang di tentukan, yaitu di tepi jalan umum atau di badan jalan dan fasilitas parkir untuk umum atau tempat parkir di luar badan jalan yang meliputi Tempat Khusus Parkir, tempat parkir tidak tetap, tempat penitipan kendaraan dan garasi kendaraan yang memungut biaya tertentu. Salah satu hal yang paling penting dalam pengelolaan parkir adalah mengenai masalah keamanan kendaraan yang diparkir di tempat parkir. Karena
4
tempat parkir yang aman akan menjamin keamanan dan kepuasan bagi pengguna jasa parkir. Pengguna jasa parkir tentunya tidak menginginkan kendaraan yang diparkir mengalami kerusakan akibat dari ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab atau kendaraan yang diparkir tersebut dicuri. Pada saat menerima kertas parkir sebagai tanda bukti para pengguna jasa pasti merasa tenang karena mereka telah beranggapan bahwa dengan menerima karcis parkir tersebut maka kendaraan mereka berada di bawah pengawasan dan tingkat keamanan yang memadahi. Akan tetapi ketenangan itu akan sirna manakala dia mengetahui bahwa kendaraan yang telah diparkir ternyata rusak atau hilang pada saat diparkir. Sehubungan dengan hal tersebut maka timbullah pertanyaan, siapa yang bertanggung jawab terhadap kehilang atau kerusakan kendaraan bermotor yang diparkir di tempat parkir secara syah. Hal ini patut dipertanyakan mengingat dalan karcis tanda parkir kendaraan bermotor yang diberikan pengelola jasa parkir terdapat klausula yang berbunyi, "pengelola tidak bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan barang atau bagian dari kendaraan". Rumusan klausula dalam karcis menunjukan adanya kecenderungan penyelenggara parkir ingin memperkecil bahkan mengalihkan tanggung jawab penggantian kerugian apabila terjadi kehilangan atau kerusakan terhadap kendaraan bermotor yang diparkir. Mereka berlindung dibalik klausula tersebut. Klausula yang tertera pada tanda parkir kendaraan bermotor merupakan klausula baku (eksonerasi). Seringkali konsumen tidak berdaya dengan adanya klausula baku yang dibuat oleh pelaku usaha. Pengguna jasa parkir mempunyai kedudukan yang
5
lemah dalam perjanjian parkir karena isi perjanjian ditentukan secara sepihak oleh penyelenggara jasa parkir. Padahal berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang tersimpul dalam Pasal 1338 ayat (1), semua perjanjian yang dibuat secara syah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Maka para pihak dimungkinkan untuk membuat perjanjian dengan menentukan sendiri isi perjanjian tersebut, demikian juga dengan bentuknya, bisa dalam bentuk tertulis maupun dalam bentuk tidak tertulis. Setiap orang bebas mengikatkan diri dengan orang lain untuk mengadakan perjanjian. Masalah perlindungan konsumen di Indonesia masih dianggap sesuatu hal yang baru sehingga terdapat kemungkinan bahwa peraturan perundang-undangan ataupun segala sesuatu yang berkaitan dengan pelindungan konsumen belum begitu dipahami oleh segenap lapisan masyarakat. Kalahiran Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat dipandang sebagai upaya perlindungan konsumen dalam rangka penyelesaian masalah-masalah konsumen Indonesia. Secara garis besar Undang-Undang Perlindungan Konsumen melarang adanya usaha yang dapat dapat menimbulkan resiko dan yang merugikan konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 pentang Perlindungan Konsumen diharapkan dapat melindungi kepentingan konsumen secara integratif dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif dimasyarakat. Dalam pengelolaan perparkiran berkaitan dengan hilangnya kendaraan bermotor yang diparkir, konsumen pemanfaat jasa parkir seharusnya mendapat perlindungan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya yang menyangkut hak dan kewajiban
6
konsumen. Pemilik kendaraan bermotor telah melaksanakan kewajibannya dengan membayar jasa parkir dan mengunci kendaraannya, maka sudah seharusnya dia menerima haknya sebagai pengguna jasa parkir yang merupakan kewajiban dari penyelenggara jasa parkir untuk bertanggung jawab atas keamanan kendaraan beserta kelengkapannya. Namun tidak dapat disangkal, sebagai hasil kerja buatan manusia terdapat beberapa hal yang kurang sempurna dari undang-undang ini. Sekalipun demikian, undang-undang ini merupakan seluruh kebutuhan rakyat indonesia yang kesemuanya adalah konsumen pemakai, pengguna, dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa. Berdasarkan uraian di atas maka penulis membuat penulisan hukum dengan
judul
HILANGNYA
“TANGGUNG KENDARAAN
JAWAB
ISS
BERMOTOR
PARKING DENGAN
TERHADAP ADANYA
KLAUSULA EKSONORASI DI SAPHIRE SQUARE YOGYAKARTA”.
B.
RUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut : 1. Termasuk dalam perjanjian apakah perjanjian parkir dalam sistem hukum perjanjian di Indonesia? 2. Bagaimanakah pertanggungjawaban penyelenggara parkir swasta terhadap pengguna jasa parkir apabila terjadi kehilangan atau kerusakan terhadap kendaraan yang diparkir?
C.
7
TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Tujuan obyektif a. Untuk mengetahui termasuk dalam perjanjian apakah perjanjian parkir dalam sistem hukum perjanjian di Indonesia. b. Untuk mengetahui pertanggungjawaban penyelenggara parkir swasta terhadap pengguna jasa parkir apabila terjadi kehilangan atau kerusakan terhadap kendaraan yang diparkir. 2. Tujuan subyektif Tujuan subyektif dilakukannya penelitian ini adalah untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
D.
TINJAUAN PUSTAKA Suatu perjanjian akan menimbulkan perikatan dan mengikat para pihak
apabila dibuat secara sah. Pasal 1338 (1) KUH perdata menyebutkan : “semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang2 bagi mereka yang membuatnya.” Pasal ini berisikan asas hukum yang disebutkan asas “kebebasan berkontrak”, yang berarti setiap orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian dengan siapa saja, isinya apa saja, namanya apa saja. Kata semua menunjukkan perjanjian yang dimaksud tidak hanya perjanjian bernama tetapi juga meliputi
8
perjanjian tak bernama. Dalam kata semua tersebut terkandung asas pasrtij autonomie. 3 Selain kebebasan berkontrak, pasal 1338 ini juga memuat asas “pacta seunt servanda”, yaitu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah mengikat bagi para pembuatnya. Berdasarkan pasal 1320 KUH perdata, syarat sah perjanjian adalah sebagai berikut: 1.
Kesepatakan
2.
Kecakapan para pihak
3.
Objek tertentu
4.
Kausa yang halal.
Disamping kedua asas tersebut diatas, pasal 1338 KUHPerdata tersebut mengandung asas konsensualisme yaitu asas yang menyatakan bahwa perjanjian itu mengikat setelah adanya kata sepakat atau kesepakatan. Keterikatan para pihak pada perjanjian adalah keterikatan pada isi perjanjian yang ditentukan oleh mereka sendiri. Karena isinya mereka tentukan sendiri maka orang yang sebenarnya terikat pada janjjinya sendiri, janji yang diberikan kepada pihak lain dalam perjanjian. 4 Membuat perjanjian sesuai dengan kehendak para pihak tersebut dibenarkan, meskipun ketentuannya tidak diatur oleh Undang-Undang karena sifat terbukanya buku III KUH perdata. Walaupun Buku III KUH perdata bersifat terbuka dan boleh disimpangi, keharusan untuk tunduk pada pasal 1338 adalah 3
4
Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H. Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, edisi kedua, Ctk. Pertama, Alumni, Bandung, 1996, hlm.107 J.Satrio, Hukum perikatan, Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian Buku II, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm.145
9
mutlak sifatnya. Karena berdasarkan pasal 1319 KUH perdata,semua perjanjian, baik yang bernama atau tidak, yang tertulis atau tidak, tuntuk pada peraturanperaturan umum yang termuat dalam Bab I dan Bab II buku III KUHPerdata. Bab I buku III KUHPerdata, berisi ketentuan umum tentang perikatan dan karenanya semua yang telah diatur disana berlaku untuk semua perikatan, disamping ketentuan umum dalam Bab II bku III KUH perdata. Karena pasal 1338 termasuk pada ketentuan umum, maka ketentuan di dalamnya harus termaktub dalam jiwa setiap perjanjian. 5 Dalam setiap perjanjian terdapat unsur-unsur yang membentuk perjanjian tersebut. Unsur-unsur itu meliputi tiga hal : 1. Essentialia, yaitu bagian-bagian dari perjanjian yang tanpa itu perjanjian tidak mungkin ada 2. Naturalia, yaitu bagian-bagian yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai peraturan-peraturan yang bersifat mengatur. 3. Accindentalia, yaitu bagian-bagian yang oleh para pihak ditambahkan dalam perjanjian, dimana Undang-Undang tidak mengaturnya. 6 Berkaitan dengan perjanjian standart yang pada masa sekarang ini sering sekali digunakan dan terkadang merugikan, maka beberapa ahli hukum memberikan pendapat mereka : 1.
Sutan Remi Sjahdeini Menurut sutan remi sjahdeinim, mengartikan perjanjian standart
sebagai perjanjian yang hamper seluruhnya klausula-klausulanya sudah 5
J.Satrio , Hukum Perikatan Perikatan Yang Lahir Dari Undang-Undang , bagian pertama, ctk. Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm.25 6 R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, ctk. Kelima, Bina Cipta, Bandung, 1994, hlm.50
10
dibakukan oleh pemakainya dan pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. 7 2.
Mariam Darus Badzulzaman Mariam darus mengartikan perjanjian baku adalah perjanjian yang
isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. 8 Menurut Mariam Darus perjanjian standart itu dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu : a.
Perjanjian baku sepihak adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya didalam perjanjian tersebut.
b.
Perjanjian baku timbal balik adalah perjanjian baku yang pihakpihaknya terdiri dari pihak majikan(kreditur) dan pihak lainnya buruh(debitur). Kedua belah pihak lazim terikat dalam organisasi misalnya perjanjian buruh kolektif.
c.
Perjanjian buku yang ditetapkan pemerintah ialah perjanjian baku yang isinya ditentukan pemerintah terhadap perbuatan-perbuatan hukum tertentu.
d.
Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat adalah perjanjian-perjanjian yang konsepnya semula sudah disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan. 9
7
Sutan Remi Sjahdeini, Kebebasan dan Perlindungan Yang Seimbang bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit BI, Institut Banking Indonesia, Jakarta, 1993, hlm.76 8 Mariam Darus Badzulzaman, Perjanjian Baku Standart Perkembangannya di Indonesia, Alumni Bandung, 1981, hlm.96 9 Ibid, hlm.99
11
Dari pakar ilmu hukum Indonesia terdapat Marian Darus Badzulzaman, ia berpendapat didalam perjanjian baku terdapat pelanggaran terhadap asas kebebasan berkontrak yang didasarkan pada pengertian bahwa pihak konsumen tidak mempunyai kekuatan untuk mengantarkan kehendak dan kebebasannya dalam menentukan isi perjanjian karena itu perjanjian baku ini tidak memenuhi elemen-elemen yang dikehendaki pasal 1320 jo 1338 KUHPerdata dan akibat hukumnya tidak ada. 10 Sedangkan menurut Sutan Remi Sahdeini, masalah keabsahan berlakunya perjanjian baku ini tidak perlu dipersoalkan, apakah perjanjian itu tidak bersifat sebelah dan tidak mengandung klausula yang secara tidak wajar sangat memberatkan bagi pihak lainnya. Sehingga perjanjian itu merupakan perjanjian yang menindas dan tidak adil. Didalam perjanjian baku sering ditemui adanya pencantuman klausula yang membatasi tanggungjawab pelaku usaha atau dikenal dengan kalusula eksonerasi. Berkaitan dengan klausula eksonerasi ini Sutan Remi Sjahdeini mengartikan sebgai klausula yang bertjuan untuk membebaskan atau membatasi tanggungjawab salah satu pihak terhadap gugatan pihak yang lainnya dalam hal yang bersangkutan tidak atau tidak dengan semestinya melakukan kewajibannya yang ditentukan diadalam perjanjian tersebut. 11 Klausula-klausula eksionerasi itu dapat muncul dalam berbagai bentuk, antara lain :
10 11
Ibid, hlm.106 Sutan Remi Sjahdeini, Op, Cit., hlm.75
12
1.
Pembebasan sama sekali dari tanggung jawab yang harus dipikul oleh pihaknya apabila terjadi ingkar janji.
2.
Pembebasan jumlah ganti rugi yang dapat dituntut.
3.
Pembatasan waktu bagi orang yang dirugikan untuk dapat menggugat ganti rugi. 12
Adanya klausula yang dimaksud mengecualikan atau mengesampingkan kewajiban atau tanggung jawab inilah, yang dalam hukum perdata dikenal dengan istilah klausul eksonerasi. Menurut Sudikno Mertokusumo, yang dimaksud dengan klausul eksonerasi adalah pengecualian tanggung jawab atau kewajiban terhadap akibat dari suatu peristiwa, yang menurut hukum yang berlaku seharusnya ditanggung resikonya oleh pihak yang telah mencantumkan klausula tersebut. 13 Disertakannya klausula eksonerasi dalam suatu perjanjian, dikarenakan antara kewajiban dan tanggung jawab yang ada diantara para pihak tidak seimbang. Untuk itu guna mengurangi resiko kemungkinan timbulnya banyak kesalahan, dan untuk mengurangi tanggung jawab dari salah satu pihak, maka dicantumkan klausul eksonarasi tersebut, dengan tujuan untuk pembagian beban resiko secara layak. Dengan demikian terlihatlah bahwa pencantuman klausul eksonerasi tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap hak, kewajiban serta tanggung jawab yang ada diantara pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian penitipan tersebut.
12 13
Ibid, hlm.76 Sudikno Mertokusumo, Diklat Kapita Selecta Hukum Perdata, Dalam Kelik Wirdiyano, Klausul Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku, Gelora Hukum, Nomor V/1994 hlm.10.
13
Berkaitan dengan klausula eksonerasi ini, menurut pasal
1337
KUHPerdata ada tiga tolak ukur untuk menentukan apakah klausula atau syaratsyarat dan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian baku dapat berlaku dan mengikat para pihak yaitu Undang-Undang, moral
dan ketentuan umum. Sedangkan
menurut pasal 1339 KUHPerdata tolak ukurnya adalah kepatutan, kebiasaan dan Undang-Undang. Untuk mengatur perjanjian baku dan klausula eksonerasi, maka dibuatlah Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Adapun mengenai klausula baku, tepatnya pasal 18 ayat 1 yang mengatur larangan pencantuman klausula baku yang syarat-syarat seperti disebutkan pasal 18 ayat 1 tersebut dan pasal 18 ayat 2 mengatur tentang bentuk dan format. Serta penulisan perjanjian baku yang dilarang antara lain klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau dibaca secara jelas. Hal ini menunjukan bahwa pada dasarnya Undang-Undang perlindungan konsumen tidak melarang perjanjian baku yang memuat klausula baku. Sepanjang perjanjian baku dan klausula baku tersebut tidak mencantumkan ketentuan sebagaimana yang dilarang dalam pasal 18 ayat 1 dan tidak berbentuk sebagaimana larangan pasal 18 ayat 1.
E.
METODE PENELITIAN
1.
Objek Penelitian Objek penelitian adalah Pelaksanaan Perjanjian Parkir Dengan Klausula
Eksonerasi Antara ISS Parking Sebagai Penyelenggara Parkir Swasta Dengan Pengguna Jasa Parkir Di Saphir Square Yogyakarta
2.
14
Subjek Penelitian Subjek
penelitian
adalah
manager
ISS
Parking
sebagai
pihak
penyelenggara parkir swasta 3.
Sumber Data a. Data Primer, berupa KUHPerdata, UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen b. Data sekunder, data yang diperoleh dari buku-buku atau literature dan perundang-undangan. Data ini digunakan untuk mendukung data primer.
4.
Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Adalah tanya jawab langsung terhadap responden yang bersangkutan untuk memperoleh keterangan atau data. b. Studi kepustakaan Penelitian yang dilakukan dengan mempelajari buku-buku, literature, perundang-undangan. c. Pendekatan Penelituan Sudut pandang yang digunakan penulis memahami dan mendekati objek penelitian adalah pendekatan yuridis-normatif, yaitu pendekatan dari sudut pandang ketentuan hukum atau perundang-undangan yang berlaku. d. Analisis Data Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk deskriptif dan analisa secara
deskriptif
kualitatif,
yaitu
penganalisaan
data
untuk
15
menggambarkan suatu masalah berikut jawaban atau pemecahannya dengan menggunakan uraian-uraian kalimat yang diperoleh dari data-data kualitatif yang telah disimpulkan. 14 Dan apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, serta perilakunya yang nyata untuk memahami kenenaran, 15 kemudian disusun secara sistematis sehingga akan diperoleh kesimpulan dan pemecahan dari permasalahan tersebut.
F.
KERANGKA SKRIPSI Dalam skripsi ini, akan dibahas secara sistematis mengenai pelaksanaan
perjanjian parkir dengan klausula eksonerasi antara ISS Parking sebagai penyelenggara parkir swasta dengan pengguna jasa parkir di Saphir Square Yogyakarta. Skripsi ini terdiri dari empat bab yaitu : 1.
Bab I Pendahuluan, bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian (meliputi: objek penelitian, subjek penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, metode pendekatan dan analisis data) dan kerangka skripsi.
2.
Bab II Tinjauan Umum tentang Perjanjian, dan klausula eksonerasi. Bab ini berisi teori-teori pendukung yang diperjelas, dimana bab ini terdiri dari tiga sub bab. Pada sub bab pertama dijelaskan mengenai pengertian perjanjian pada umumnya, unsur-unsur perjanjian, syarat sahnya perjanjian, asas-asas perjanjian. Sub bab kedua berisi
14 15
Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hlm. 96 Soerjono Soekamto, Pengantar penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, UI Pres, Jakarta, 1986, hlm. 250
16
penjelasan mengenai pengertian klausula eksonerasi. Sub bab ketiga berisi penjelasan tentang penerapan perjanjian parkir, perjanjian sewa menyewa, wanprestasi, dan akibat hukum dari penerapan perjanjian dengan klausula eksonerasi. 3.
Bab III Pelaksanaan perjanjian parkir dengan klausula eksonerasi antara ISS Parking sebagai penyelenggara parkir swasta dengan konsumen sebagai pengguna jasa parkir di Saphir Square Yogyakarta. Pada bab ini penulis akan menyajikan hasil-hasil penelitian dari analisa
yang
dilakukan
penulis,
dimana
di
dalamnya
akan
dideskripsikan mengenai kedudukan perjanjian parkir jika dikaitkan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, adanya klausula baku dalam karcis parkir dan pertanggung jawaban ISS Parking terhadap konsumen sebagai pihak pengguna jasa parkir swasta di Saphir Square apabila terjadi kehilangan atau kerusakan kendaraan yg diparkir. 4.
Bab IV merupakan bab terakhir dalam penulisan ini. Bab keempat merupakan
penutup
penulisan
yang
berisi
kesimpulan
dari
keseluruhan penelitian ini. Selain berisi kesimpulan, bab keempat juga berisi saran yang diberikan penulis.