1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Karya cipta perlu dilindungi hukum, Pemerintah Republik Indonesia telah mengundangkan UUHC yang merupakan instrumen atau perangkat hukum untuk memberikan jaminan perlindungan karya cipta, salah satunya adalah buku. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC) memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi pencipta bila dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan hak cipta sebelumnya. Maksudnya adalah mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya semangat mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang diperlukan bagi pembangunan nasional. Buku di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra sebagai karya cipta yang dilindungi UUHC, dalam proses penciptaannya memerlukan pengorbanan pikiran, waktu, biaya dan tenaga. Pengorbanan yang sedemikian besarnya, tentunya menjadikan karya yang dihasilkan memiliki nilai ekonomi dan patut dihargai. Diperlukan perangkat hukum untuk melindungi karya cipta tersebut dan menjamin pencipta dapat bertindak, menguasai dan menikmati secara eksklusif hasil karyanya. Hal ini menunjukkan perlindungan hukum merupakan kepentingan pemilik
2
hak.1 Tindakan memperbanyak ciptaan (buku) harus mendapat izin dari pencipta atau pemegang hak cipta. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 UUHC yang menyebutkan bahwa: Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bentuk pelanggaran hak cipta umumnya yang sering terjadi adalah penggandaan dengan cara memperbanyak ciptaan tanpa seizin pencipta atau pemegang hak cipta yang biasa disebut dengan pembajakan. Sebenarnya masih banyak bentuk pelanggaran hak cipta lainnya, salah satunya adalah pembayaran royalti bagi pencipta karya tulis buku yang kurang diperhatikan dari segi perlindungan hukumnya, karena selama ini pandangan orang tentang perlindungan hak cipta hanya tertuju pada upaya pemberantasan pembajakan hak cipta. Pengaturan royalti dalam UUHC tidak jelas. Pasal 45 ayat (3) mengatur tentang kewajiban pemberian royalti kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi. Pasal 45 ayat (4) mengatur besarnya atau jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi berdasarkan pada kesepakatan dari kedua belah pihak dengan berpedoman pada kesepakatan organisasi profesi. Terdapat dua pihak dalam penerbitan buku yang saling membutuhkan yaitu pihak pengarang (penulis) yang membutuhkan 1
Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt dan Tomi Suryo Utomo, 2003, Hukum Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni, Bandung, hlm. 90.
3
penerbit untuk menerbitkan naskahnya dan penerbit yang membutuhkan naskah penulis untuk keperluan kegiatan usahanya. Hubungan hukum antara penulis dengan penerbit yakni dalam bentuk perjanjian penerbitan buku. Perjanjian penerbitan buku pada hakikatnya merupakan pengalihan hak cipta karya tulis seorang penulis kepada penerbit. Pencipta mengalihkan hak cipta dengan tujuan memperoleh royalti sedangkan penerbit yang menerima pengalihan hak cipta bertujuan memperoleh keuntungan ekonomi dari penjualan buku-buku tersebut. Dialihkannya hak cipta atas suatu buku maka hak cipta tersebut tetap ada ditangan penulis selama penulis tidak menyerahkan seluruh hak ciptanya kepada penerbit. Disisi lain dengan diterbitkannya buku maka penulis akan mendapatkan royalti dari hasil penerbitan buku. Namun, dalam praktiknya sering terjadi pembayaran royalti terhadap pengarang yang tidak sesuai dengan perjanjiannya. Hal itu disebabkan oleh rendahnya pemahaman terhadap hak cipta dan UUHC pihak-pihak terkait dalam industri penerbitan buku, serta adanya sikap dan keinginan untuk memperoleh keuntungan secara mudah dengan melanggar hak cipta milik orang lain. Seharusnya, setiap perbanyakan buku harus dengan sepengetahuan dan persetujuan penulis sebagai pemilik dan pemegang hak cipta karena akan berpengaruh terhadap besarnya royalti yang wajib diberikan atau dibayarkan kepada penulis. Dalam hal ini diperlukan kejujuran dari penerbit ketika mencetak buku dan dilarang mencetak ulang atau
4
memperbanyak diluar sepengetahuan penulis dan memberikan informasi yang benar mengenai hasil penjualan, karena penulis buku tidak bisa mengontrol buku yang dicetak dan berapa yang sudah terjual. Namun prakteknya, banyak terjadi penerbitan dan penjualan buku oleh penerbit diluar yang diperjanjikan tanpa sepengetahuan penulis yang jelas merugikan pihak penulis terkait dengan pembayaran royalti. Terkait dengan pelaksanaan perjanjian yang juga bertujuan untuk melindungi kepentingan penulis dan penerbit, masalah yang sering terjadi adalah persoalan penjualan dari buku yang menjadi objek perjanjian. Penulis di satu sisi sering mempertanyakan laporan penjualan buku yang diterbitkan oleh penerbit yang dalam hal ini berkaitan dengan royalti yang akan diterima oleh penulis. Disisi lain penerbit merasa sudah memenuhi kewajibannya terkait dengan laporan penjualan buku dengan cukup menyampaikan laporan penjualan yang biasanya berlaku secara tri wulan atau per semester. Kebijakan ini membuat penulis sering merasa tidak puas dan merasa dirugikan dengan adanya kekhawatiran manipulasi data penjualan. Sementara itu, dalam sejarah perkembangannya UUHC di Indonesia mengalami beberapa kali perubahan. Perkembangan ekonomi kreatif yang menjadi salah satu andalan Indonesia sebagai negara berkembang, serta kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi yang sangat pesat mengharuskan adanya pembaruan UUHC. Mengingat hak cipta menjadi basis terpenting dari ekonomi kreatif nasional dan
5
merupakan salah satu bagian dari kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup objek dilindungi yang paling luas. Atas dasar pertimbangan itulah Pemerintah RI yang diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM RI, Amir Syamsudin bersama dengan DPR RI Periode tahun 2009–2014 telah mengesahkan Rancangan Undang-undang Hak Cipta pada hari Selasa (15 September 2014) menjadi UUHC Nomor 28 Tahun 2014 yang mulai berlaku sejak tanggl 16 Oktober 2014 menggantikan UUHC Nomor 19 Tahun 2002.2 Perubahan dalam UUHC baru diharapkan dapat memenuhi unsur perlindungan dan pengembangan ekonomi kreatif sehingga kontribusi sektor hak cipta dan hak terkait bagi perekonomian negara dapat lebih optimal. Penulisan hukum ini memiliki ruang lingkup dan waktu penelitian berdasarkan UUHC 2002 dan UUHC 2014. Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penulisan hukum dengan judul: “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENCIPTA KARYA TULIS BUKU KAITANNYA DENGAN PERMBAYARAN ROYALTI”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan
uraian
latar
belakang
masalah,
maka
dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum bagi pencipta karya tulis buku dalam hal pembayaran royalti? 2
http://video.liputan6.com/main/read/17/2106133/0/pemerintah-dan-dpr-sahkan-uu-hak-cipta, diakses pada 22 September, pukul 13.15 WIB.
6
2. Bagaimanakah perbandingan pengaturan hak cipta berdasarkan UUHC 2002 dengan UUHC 2014 dalam hal pembayaran royalti?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengkaji dan mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum bagi pencipta karya tulis buku dalam hal pembayaran royalti; 2. Untuk mengkaji dan mengetahui perbandingan pengaturan hak cipta berdasarkan UUHC 2002 dengan UUHC 2014 dalam hal pembayaran royalti.
D. Keaslian Penelitian 1. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Irawan Harahap pada tahun 2009, Program Studi Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Riau, Pekanbaru, dengan judul “Perjanjian Penerbitan dan Penggandaan Naskah Buku antara Penulis dan Penerbit Ditinjau dari Undangundang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta”. Penelitian ini membahas lemahnya implementasi perlindungan hukum hak cipta atas naskah yang dijadikan objek perjanjian penerbitan dan pengadaan naskah buku. Pada penelitian ini juga diuraikan tentang hubungan yang dibangun antara penulis sebagai pencipta naskah buku dan penerbit sebagai pihak yang mengekspolitasi naskah buku hanya menekankan kegiatan penerbitan dan penggandaan serta penyebaran naskah buku
7
yang diajukan oleh penulis, tidak memperhatikan hak cipta dari penulis. Penulis dan penerbit dalam merumuskan perjanjian penerbitan dan penggadaan seringkali tidak memperhatikan aspek perlindungan hak cipta atas naskah yang dijadikan objek perjanjian. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan pendekatan yuridis normatif. 2. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Imam Sya’roni Dziya’urrokman pada tahun 2007, Program Studi Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, dengan judul “Perlindungan Hukum Karya Tulis Buku Ditinjau dari Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta”. Penelitian ini lebih menekankan kepada lemahnya perlindungan hukum yang terdapat dalam UUHC yang belum mampu mengantisipasi pelanggaran hak cipta atas buku. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa UUHC telah memberi perlindungan hukum kepada para pencipta dan penerbit namun dalam prakteknya penerapan UUHC belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan hak cipta serta belum mampu mengantisipasi pelanggaran hak cipta atas buku baik dari segi moral maupun ekonomi. Penelitian ini bersifat normatif empiris. 3. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Muhammad Henalton pada tahun 2004, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Pengarang dan Penerbit Buku dalam Perjanjian Penerbitan Buku”. Penelitian tesis ini
8
membahas tentang lemahnya perlindungan hukum bagi pengarang dalam perjanjian penerbitan buku. Pada penelitian ini juga diuraikan bahwa perjanjian penerbitan buku belumlah memenuhi unsur keadilan, pasal-pasal dan pelaksanaannya cenderung berat sebelah, merugikan pihak pengarang dan menguntungkan pihak penerbit, hal ini karena perjanjian penerbitan buku adalah salah satu bentuk dari perjanjian baku, dan yang membuat perjanjian adalah pihak penerbit buku, tanpa proses negoisasi dengan pihak pengarang. Penelitian ini bersifat yuridis normatif. Berdasarkan penelusuran penulis di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan di Internet, belum ada penelitian tesis yang membahas secara khusus tentang “Perlindungan Hukum bagi Pencipta Karya Tulis Buku Kaitannya dengan Pembayaran Royalti”. Perbedaan-perbedaan penelitian yang dilakukan penulis terletak pada lokasi penelitian dan penekanan ranah aspek hukum. Penelitian ini dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Penekanan ranah aspek
hukum
secara
khusus
membahas
mengenai
pelaksanaan
perlindungan hukum bagi pencipta karya tulis buku kaitannya dengan pembayaran royalti berdasarkan UUHC. Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian tesis mengenai perlindungan hukum bagi pencipta karya tulis buku kaitannya dengan pembayaran royalti belum pernah diteliti dan ditulis sebelumnya. Apabila telah terdapat penelitian dan/atau penulisan
9
yang serupa, maka diharapkan penelitian ini dapat melengkapi, mengembangkan, dan menyempurnakan penelitian yang telah ada.
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat, baik manfaat secara akademis maupun secara praktis: 1. Manfaat Akademis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan pengembangan ilmu tentang perlindungan hukum bagi pencipta karya tulis buku dan pembayaran royalti pada khususnya; dan b. Menambah kekayaan referensi dan khasanah hasil penelitian pada bidang hukum, khususnya mengenai semua hal yang bersangkutan dengan perlindungan hukum bagi pencipta karya tulis buku dan pembayaran royalti. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan masukan dan umpan balik bagi para pihak yang berkompeten dalam menegakkan perlindungan hukum bagi pencipta karya tulis buku terkait dengan pengaturan pembayaran royalti; dan b. Memberikan penjelasan secara lebih detail bagi semua pihak yang membutuhkan informasi mengenai perlindungan hukum bagi
10
pencipta karya tulis buku terkait dengan pengaturan pembayaran royalti.