BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Hukum Hak Cipta bertujuan melindungi ciptaan-ciptaan para pencipta yang
dapat terdiri dari pengarang, artis, musisi, dramawan, pemahat, programer komputer dan sebagainya. Hak-hak para pencipta ini perlu dilindungi dari perbuatan orang lain yang tanpa izin mengumumkan atau memperbanyak karya cipta pencipta. 1 Kepemilikan Hak Cipta dalam industri musik secara garis besar terdiri atas bermacam bentuk yang masing-masing terpisah dan mempunyai dasar kepemilikan yang berbeda satu sama lain. Hak cipta atas karya musical (Lagu) baik yang mempunyai lirik ataupun tanpa lirik, dan hak atas karya rekaman (Sound Recording Right ) yaitu hak seseorang atau badan hukum atas suatu karya rekaman tertentu 2 Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 memuat definisi Hak Cipta sebagai berikut 3 : Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1
Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, , Tomi Suryo Utomo, “ Hak Kekayaan Intelektual, Suatu Pengantar”, Penerbit PT. Alumni , Bandung, 2006, hal. 96 2 Pelatihan Teknis Yustisial Peningkatan Pengetahuan Umum, Masalah HAKI, Proyek Pembinaan Teknis Yustisial Mahkamah Agung Republik Indonesia, 1998, Hal.15 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
1 Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, Hak cipta didefinisikan sebagai hak eksklusif bagi para pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberikan izin kepada pihak lain untuk melakukan hal yang sama dalam batasan hukum yang berlaku. 4 Dan berdasarkan ketentuan diatas, maka Hak Cipta dapat juga didefinisikan lebih lanjut sebagai suatu hak monopoli untuk memperbanyak atau mengumumkan ciptaan yang dimiliki oleh pencipta atau mengumumkan ciptaan yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak lainnya yang dalam implementasinya memperhatikan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku 5 . Salah satu hak eksklusif yang diatur dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 adalah Hak untuk mengumumkan bagi para pencipta atau bagi para pihak lain yang telah mendapatkan izin untuk itu. 6 Kata “mengumumkan
“termasuk
di
dalamnya
menyiarkan,
menyewakan,
mengkomunikasikan pada publik melalui sarana apapun. Dalam pasal 2 Undangundang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 menyebutkan :7 Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4
Muhammad, Abdulkadir, Hak Milik Intelektual, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2003, hal.97 5 Hanafi, Tindak Pidana Hak Cipta Dan Problematika Penegakan Hukumnya, Insan Budi Maulana dkk, (ed) Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual, Pusat Studi Hukum UII, Yogyakarta 200, hal.189 6 Tim Lindsey.,Blit,Ph.D, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, op.cit, hal.97 7
http://hukumonline.com/detail (diakses pada tanggal 10 September 2008)
Universitas Sumatera Utara
Dan lebih lanjut penjelasan pasal 2 Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 menjabarkan sebagai berikut : 8 Yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Dalam pengertian “mengumumkan atau memperbanyak”, termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan Ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun. 9 Undang-Undang Hak Cipta menyediakan dua pola eksploitasi ekonomi, yaitu hak mengumumkan dan hak untuk memperbanyak. Hak untuk memperbanyak dalam musik dikenal juga dengan istilah mechanical right. Sedangkan hak untuk mengumumkan dikenal dengan istilah publication right. Dalam prakteknya terdapat kemungkinan mem ”variasi” kan kedua jenis hak diatas. Dengan demikian hak mengumumkan dapat dikatakan sebagai hak ekslusif yang dimiliki oleh pencipta selain dalam rangka perlindungan hak atas ciptaannya dalam rangka mengumumkan kepada masyarakat luas tetapi juga untuk eksploitasi ekonomi atas suatu karya cipta. 10
8
ibid Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt , Tomi Suryo Utomo,S.H,LL.M, op.cit, hal.6 10 http://www.hukumhiburan.com/id/index_sub.(diakses pada tanggal 18 Oktober 9
2008)
Universitas Sumatera Utara
Hak mengumumkan atau publication right adalah suatu hak yang dapat menjamin hak pencipta atas diumumkannya ciptaannya. Pemutaran musik/lagu didepan umum tentunya memberikan hak bagi pencipta. Pada umumnya lisensi Publication Rights diberikan melalui blanket licence yang dijalankan oleh collecting societies. 11 Publication Right atau hak untuk mempertunjukkan ini merupakan salah satu Hak Terkait dengan Hak Cipta (neighbouring right) merupakan hak eksklusif bagi pelaku dan pemegang kuasa dari pelaku ataupun pencipta, yang dapat terdiri dari artis film/ televisi, pemusik, penari, pelawak dan lain sebagainya untuk menyiarkan pertunjukannya. Yang dimaksud dengan menyiarkan termasuk menyewakan, melakukan pertunjukan umum (public performance), mengkomunikasikan secara langsung (live performance) dan mengkomunikasikan secara interaktif suatu karya rekaman pelaku. Selain pelaku, juga produser rekaman suara dan lembaga-lembaga penyiaran mempunyai hak-hak terkait. 12 Maka dengan demikian tampaklah bahwa hak untuk mengumumkan atau publication right merupakan salah satu hak terkait ( neighbouring right ) dari hak cipta yang sifatnya eksklusif dan dilindungi oleh undang-undang yaitu Undangundang Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta yang tertuang dalam pasal 1 ayat 1 dan ditegaskan kembali dalam pasal 2 dalam undang-undang yang sama.
11 12
Ibid Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo , op.cit, hal.102
Universitas Sumatera Utara
Salah satu karya cipta yang dilindungi oleh Undang-undang Hak Cipta adalah musik. Musik merupakan rangkaian nada yang terharmonisasi menjsdi satu kesatuan yang merupakan gambaran ekspresi penciptanya, baik yang tertuang dalam musik tersebut maupun lirik yang diiringi oleh musik itu sendiri 13 . Musik yang mempunyai lirik ataupun tanpa lirik dalam era globalisasi saat ini telah menjadi salah satu
industri cultural menempati posisi yang cukup
diperhitungkan dalam perdagangan internasional. Ditinjau dari sudut yuridis, ”komoditi“ utama yang bereparan dalam industri musik adalah Hak Cipta. Hal ini melahirkan pemahaman terhadap keberadaan Hak Cipta dalam industri musik merupakan suatu dasar pemikiran untuk dapat memahami pola-pola transaksi serta bentuk-bentuk pelanggaran yang terjadi dalam industri tersebut. Permasalahan Hak Cipta pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat sorotan, khususnya dari kalangan pengusaha-pengusaha industri maupun masyarakat konsumen. Hal ini mengingat semakin banyaknya praktek pelanggaran Hak Cipta. Pada dasarnya, pelanggaran hak cipta terjadi apabila materi hak cipta tersebut digunakan tanpa izin dan harus ada kesamaan antara dua karya yang ada. 14 Mengenai pelanggaran Hak Cipta di bidang lagu atau musik juga terjadi banyak pelangaran-pelangaran. Namun pelanggaran yang menjadi fokus utamanya adalah pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan media atau alat yang
13
Sudjatmiko ,Bagus,Pengantar Ethnomusikologi I, Citra Utama Grafindo, Jakarta, 1997,
Hal. 5 14
Lerman S , Perlindungan HAKI dalam Industri Musik Nasional, Suara Karya, 24 Mei 2007., Hal. 7 kolom 1B.
Universitas Sumatera Utara
digunakan. Dimana media atau alat tersebut dapat berupa kaset maupun cakram optik seperti Compact Disc (CD), Video Compact Disc (VCD), maupun Digital Video Disc (DVD). Permasalahan berkaitan pelanggaran Hak Cipta di bidang lagu atau musik yang berkaitan dengan media atau alat yang digunakan ini sudah bergulir sejak tahun 1990 an, dimana banyak beredar kaset Compact Disc (CD), Video Compact Disc (VCD), maupun Digital Video Disc (DVD) yang berisi penyanyi dari dalam dan luar negeri yang dijual sebagai hasil kopi bajakan. Pelanggaran seperti inilah yang dikategorikan sebagai pelanggaran “Mechanical right” yang mengacu pada kata memperbanyak secara fisik. Medium fisik untuk penggandaan tersebut bisa bermacam-macam seperti yang dikenal selama ini, antara lain piringan hitam, compact disk, atau kaset. 15 Namun selain pelanggaran terhadap Mechanical right sebagaimana yang disebutkan diatas. Jenis lain pelanggaran Hak cipta dalam bidang musik atau lagu adalah pelanggaran atas “ Performing Right “. 16 Maraknya bisnis hiburan pada masa sekarang ini menyebabkan
industri
musik saat ini telah menjadi salah satu industri kultural menempati posisi yang cukup diperhitungkan dalam perdagangan internasional. Banyak Negara yang menjadikan industri musik ini sebagai sumber pendapatannya. Dimana musik merupakan salah
15
http://dgip.go.id/ebscript/publicportal. (diakses pada tanggal 22 Agustus 2008)
16
Performing Right merupakan Hak terkait dengan Hak Cipta ( Neighboring Right ) yang merupakan hak eksklusif untuk mempertunjukkan suatu karya yang terdaftar hak ciptanya
Universitas Sumatera Utara
satu komoditi unggulan dalam bisnis hiburan tersebut. Tidak sedikit sarana hiburan yang saling bersaing untuk mendapatkan musik-musik atau lagu yang terbaru. Persaingan diantara sesama sarana hiburan ini tidak lain adalah untuk menyedot animo para konsumennya dalam hal ini penikmat musik, baik yang berasal dari kalangan yang sekedar menikamati musik atau lagu tersebut hingga pengamat musik. Persaingan untuk menyedot animo sebanyak mungkin ini tidak terlepas dari nilai financial yang dapat diperoleh dari bisnis hiburan ini.17 Banyak para musisi, baik itu pencipta, komposor ataupun performer berlomba-lomba untuk menghasilkan karya cipta. Persaingan dalam menghasilkan karya cipta baik itu berupa musik baik yang dengan lirik (lagu) ataupun tanpa lirik dilatar belakangi oleh keuntungan financial yang dapat diperoleh dari sisi komersialitas musik atau lagu tersebut, selain persaingan untuk mengukuhkan eksisitensi musisi tersebut dikancah industri musik. Adanya hubungan antara pelaku bisnis hiburan ini, yaitu antara pemilik sarana hiburan dengan musisi dalam bisnis industri musik dan hiburan telah melahirkan hubungan yang tidak terlepaskan dan saling menguntungkan. Dimana baik pemilik sarana hiburan dan musisi saling diuntungkan. Para musisi tidak akan dapat mempertunjukkan kepada masyarakat hasil ciptaan mereka, jika tidak ada sarana untuk mempertunjukkan. Salah satu sarana itu adalah tempat-tempat hiburan. Tempat hiburan atau sarana hiburan merupakan salah satu sarana bagi para musisi untuk
17
Adri Soebono, Event Organizer dibalik Pentas Milyaran, The Rolling Stone Magazine No.29, 17-31 Januari 2007, Hal. 56
Universitas Sumatera Utara
mempertunjukkan hasil karyanya, selain melalui sarana atau media lainnya seperti kaset, kepingan cakram seperti Compact Disc (CD), Video Compact Disc (VCD), maupun Digital video Disc (DVD) ataupun media elektronik seperti radio dan televisi. Bahkan seiring dengan perkembangan jaman, musik pada saat sekarang ini juga dapat dinikmati melalui layanan nada tunggu telefon selular atau yang dikenal dengan sebutan “ Ring Back Tone “. Namun dari keseluruhan sarana tersebut terdapat satu benang merah yaitu adalah dalam rangka performing suatu karya cipta, khususnya musik (lagu). Sejalan dengan maraknya pelanggaran “Mechanical right” yang mengacu pada kata memperbanyak secara fisik. Medium fisik untuk penggandaan tersebut bisa bermacam-macam seperti yang dikenal selama ini, antara lain piringan hitam, compact disk, atau kaset. Yang ditandai dengan masih maraknya pembajakan karya cipta musik (lagu) dalam bentuk Compact Disc (CD), Video Compact Disc (VCD), maupun Digital Video Disc (DVD). Pelanggaran “ Performing Right” di-indikasikan juga marak terjadi, salah satu kasus yang menyita perhatian publik adalah gugatan Yayasan Karya Cipta Indonesia terhadap Telkomsel atas layanan Ring Back Tone (RBT) yang memperdengarkan lagu-lagu dan musik yang terdaftar hak cipta nya berkaitan tentang royalty bagi pemegang hak cipta atas musik (lagu) yang dijadikan “Ring Back Tone”. Kasus pelanggaran Hak Cipta yang berkaitan dengan digunakannya lagu sebagi Ring Back Tone atau nada sambung pribadi tersebut terjadi karena minimnya pengawasan dalam rangka perlindungan atas Publication Right tersebut. Dimana
Universitas Sumatera Utara
pengeksploitasian lagu yang tergolong aktivitas memperbanyak (Reproduction) lagu adalah merekam lagu dan menggadakan rekamannya. Sedangkan mengumumkan (publick performing) lagu adalah menyiarkan dan memperdengarkan lagu kepada khalayak ramai. Jika pengelolaan hak memperbanyak lagu pada umumnya jelas tidak demikian halnya dengan pengelolaan hak mengumumkan (performing right) lagu. Untuk memperbanyak lagu, pencipta cukup menemui produser rekaman lalu menerima bayaran sekaligus royalty. Jika ada pihak lain yang melakukan perekaman dan penggandaan rekaman lagu tanpa izin (lisensi) dari pencipta. Maka persoalan hukumnya jelas. Berbeda dengan mengumumkan lagu, berhubung hal ini bukan atas inisiatif pencipta sehingga hal perizinan (pelisensian) dan pembayaran royalty cenderung tidak jelas. 18 Jika suatu lagu diminati masyarakat, maka spontan banyak pihak berinisiatif “mengumumkan“ lagu. Televisi dan radio akan gencar menyiarkan lagu-lagu yang popular. Dan tidak turut ketinggalan dengan perkembangan teknologi pada saat ini, para pengguna telepon seluler (ponsel) akan memasang lagu-lagu hit sebagai (nada dering) ringtone atau nada sambung pribadi (Ring Back Tone) dengan membayar kepada penyedia jasa layanan selular (content provider) atau operator seluler. 19 Penggunaan lagu-lagu hits inilah yang menimbulkan gugatan dari ASIRI (Asosiasi Rekaman Indonesia) yang mewakili para pencipta lagu menuntut Telkomsel
18 19
Otto Hasibuan, Kolom Hukum, “ Kasus Ring Back Tone “, Kompas, 26 juli 2007 ibid
Universitas Sumatera Utara
sebagai salah satu operator seluler yang menyediakan layanan Ring Back Tone terkait dengan royalty atas lagu-lagu yang dijadikan Ring Back Tone. 20 Permasalahan baru timbul dikala lagu-lagu hit tersebut diperdengarkan ataupun dipertunjukan baik secara live performance ataupun melalui media rekam elektronik (CD, CVD,DVD, MP3, MP4) pada tempat-tempat hiburan seperti bar, kafe, diskotek, karoeke, maupun restoran baik yang bertujuan untuk mencari profit dan ada pula yang melakukannya dalam rangka peningkatan pelayanan atau meramaikan suasana.. Jika ASIRI menggugat Telkomsel terkait royalty atas lagu-lagu yang dijadikan Nada Sambung Pribadi (Ring Back Tone), permasalah ini berbeda dengan public performance yang dilaksanakan di tempat-tempat hiburan. Perbedaan ini tampak dari sarana yang digunakan dalam kegiatan performing tersebut. Dimana Ring Back Tone menggunakan sarana layanan seluler, sedangkan public performance yang terjadi di tempat-tempat hiburan malam ini menggunakan sarana live performance dan atau sarana media elektronik yang berupa rekaman-rekaman. Perkara atau gugatan terkait dengan permsalahan Performing Right yang telah berlangsung antara lain adalah : 1. Gugatan Yayasan Karya Cipta Indonesia terhadap Hotel Grand Angkasa Medan terkait dengan pemutaran lagu-lagu hits di sarana lobby hotel, dimana gugatan ini diselesaikan dengan jalan perdamaian. 2. Gugatan Yayasan Karya Cipta Indonesia terhadap PT. Hotel Sahid Jaya Internasional terkait dengan pemutaran lagu-lagu melalui perangkat media rekam elektronik dan pertunjukan secara langsung dalam kegiatan usaha PT. Hotel Sahid Jaya Internasional, dimana perkara ini dimenagkan oleh Yayasan
20
ibid
Universitas Sumatera Utara
Karya Cipta Indonesia Pedasarkan Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 17 /Hak Cipta/2005/PN.Niaga.Jkt.Pst. 21 3. Gugatan Yayasan Karya Cipta Indonesia terhadap Sirkuit Karaoke dan The Club Diskotik tekait dengan kegiatan tergugat yang melakukan kegiatan nmengumumkan dalam kegiatan usahanya, dimana perkara ini dimenangkan oleh tergugat sesuai dengan Putusan Pengadilan Niaga Nomor 48/Hak Cipta/2005/PN.Niaga.JKT.PST. 22 Ragam permasalahan sebagai mana yang telah diuraikan terebut diatas melatar belakangi suatu permasalahan yaitu bagaimana perlindungan hak produser suara dan pemegang hak cipta terkait dengan pengumuman (publication) ataupun pertunjukan (performing) suatu karya cipta yang berupa lagu baik itu yang diiringi dengan musik ataupun lagu yang hanya terdiri atas musik saja dimana lagu tersebut terdaftar hak cipta nya. Dasi sisi bidang kenotariatan dalam kegiatan alih guna hak cipta ataupun hakhak yang terkait didalam hak cipta itu sendiri yang merupakan hak khusus (eksclusive rights) terdapat peran serta notaris didalamnya. Dimana dalam prakteknya peralihan hak cipta ataupun hak-hak yang terkait didalamnya dilangsungkan dengan menggunakan suatu perjanjian tertulis yang notariil, walaupun lebih banyak perjanjian tersebut dilakukan dengan perjanjian dibawah tangan. Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik yang salah satunya adalah perjanjian dimana dalam pembuatan perjanjian tersebut seorang notaris haruslah jeli apakah ada unsure-unsur yang bertentangan dengan hukum yang berlaku, hal ini dimaksudkan guna menghindari timbulnya gugatan-guagatan di masa yang akan
21
Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 17 /Hak Cipta/2005/PN.Niaga.Jkt.Pst. Putusan Pengadilan Niaga Nomor 48/Hak Cipta/2005/PN.Niaga.JKT.PST
22
Universitas Sumatera Utara
datang. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga menyatakan bahwa suatu perjanjian dilangsungkan dan dibenarkan apabila tidak bertentangan dengan peraturan hukum yang berlaku dan norma-norma yang ada. Dengan demikian seoarang notaris apabila akan melaksanakan suatu perjanjian yang berhubungan dengan Hak Cipta, khusunya mengenai peralihan ataupun perpindahan penguasaan hak cipta haruslah jeli melihat unsur-unsur yang diperjanjikan apakah didalamnya ada yang bertentangan dengan peraturan hukum khususnya peraturan hukum yang berkaitan dengan hak cipta. Permasalahan mengenai Perlindungan atas hak produser rekaman suara dan pemegang hak cipta tersebut yang menarik perhatian penulis untuk membahas secara akademis satu topik yakni “ Perlindungan atas Hak Produser Rekaman Suara dan Pemegang Hak Cipta (Penelitian pada Sarana Hiburan di Kota Medan). B.
Perumusan Masalah Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi
permasalahan dalam tulisan ini yang perlu mendapat kajian lebih lanjut adalah : 1. Bagaimana prosedur dan tata cara untuk mendapatkan hak untuk mempertunjukkan lagu atau karya rekaman suara yang telah terdaftar Hak Ciptanya? 2. Bagaimana cara yang dilakukan oleh pengusaha hiburan di kota Medan untuk mendapatkan ijin mengumumkan hasil karya rekaman lagu atau musik ?
Universitas Sumatera Utara
3. Bagaimana perlindungan atas Hak Produser Rekaman Suara dan Pemegang Hak Cipta ? C.
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui Bagaimana tata cara dan prosedur untuk mendapatkan hak untuk mempertunjukkan lagu atau karya rekaman suara yang telah terdaftar Hak Ciptanya. 2. Untuk mengetahui cara yang dilakukan oleh pengusaha hiburan di kota Medan untuk mendapatkan ijin mengumumkan hasil karya rekaman lagu atau musik 3. Untuk Mengetahui Bagaimana Perlindungan atas Hak Produser Rekaman Suara dan Pemegang Hak Cipta
D.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara toritis
maupun secara praktis, yaitu : Secara teoritis, kegiatan penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa sumbang saran dan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut khasanah ilmu pengetahuan untuk melahirkan berbagai konsep kajian yang pada gilirannya dapat memberikan andil bagi perkembangan ilmu hukum dalam lingkup perlindungan hak cipta, khususnya hak untuk mempertunjukkan (Publication Righ ).
Universitas Sumatera Utara
Secara Praktis, diharapkan kegiatan penelitian ini dapat digunakan : 1. Sebagai masukan kepada instansi terkait, guna menentukan kebijakan dan langkah-langkah untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul sehubungan dengan hak untuk mempertunjukan (Publication Right) 2. Sebagai
informasi
bagi
masyarakat
bagaimana
efektifitas
pemberlakuan Undang-Undang Republik Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, khususnya mengenai Hak untuk Mempertunjukan (Publication Right) atas lagu-lagu yang dipertunjukan pada Sarana Hiburan di Kota Medan
E.
Keaslian Penulisan Berdasarkan informasi yang tersedia dan penelusuran kepustakaan di
lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan, khusunya di lingkungan kepustakaan Magister Kenotariatan, sudah pernah beberapa penelitian yang mengkaji tentang Hak Cipta antara lain : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Saudari Lasmauli Sylvia Riolina, Mahasiswi Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul Perlindungan Hak Bagi Pencipta Lagu ditinjau dari Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, penelitian ini menitik beratkan pembahasannya mengenai masalah pelanggaran dalam bentuk pemberian royalty ciptaan lagu
Universitas Sumatera Utara
2. Penelitian yang dilakukan oleh Saudari Dwi Astuti, Mahasiswi Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul
Perlindungan
Hukum
Pemegang
Hak
Cipta
Terhadap
Pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik, penelitian ini menitik beratkan pembahasannya mengenai masalah pelangaran Hak Cipta yang berupa pembajakan Hak Cipta Lagu ataua Musik dalam bentuk Compact Disc (CD) maupun Video Campact Disc (VCD). Berdasarkan uraian diatas, peneliti belum menemukan kajian penelitian yang persis sama secara spesifik dengan beberapa judul yang telah dikemukakan di atas, dalam penelitian yang berjudul Efektifitas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Dalam Rangka Perlindungan Hak Untuk Mempertunjukan (Publication Right) Atas Lagu-Lagu Yang Terdaftar Hak Ciptanya (Penelitian Publication Right pada Sarana Hiburan di Kota Medan), penelitian ini menitik beratkan mengenai daya berlaku Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, khusunya dalam rangka Perlindungan Hak Untuk Mempertunjukan (Publication Right) Atas Lagu-Lagu Yang Terdaftar Hak Ciptanya. Dengan demikian penelitian ini dapat dikatakan asli dan dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara akademis.
Universitas Sumatera Utara
F.
Kerangka Teori Dan Konsepsi Dalam penelitian hukum, adanya kerangka teoritis dan kerangka konsepsional
menjadi syarat penting. Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum. Dan didalam kerangka teoritis diuraikan segala sesuatu yang terdapat dalam teori sebagai suatu system aneka “theore’ma” atau ajaran. 23
1. Kerangka Teori Kerangka Teori adalah merupakan kerangka berfikir lebih lanjut terhadap masalah-masalah yang diteliti. Sebelum peneliti mengetahui kegunaan dara kerangka teori, maka peneliti perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai arti teori. Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi, dan teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang menunjukkan ketidak benarannya. Menurut Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustofa Adidjoyo “ teori diartikan sebagai ungkapan mengenai hubungan kausal yang logis diantara perubahan (variable) dalam bidang-bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka berfikir (frame of thinking) dalam memehami serta menangani permasalahan yang timbul di dalam bidang tertentu. Maria S. W. Sumardjono, menyebutkan bahwa teori adalah seperangkat proposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah
23
Soejono Soekanto dan Sri mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Ed. 1, Cet 7, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hal.6
Universitas Sumatera Utara
didefinisikan dan saling berhubungan antar variable sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variable dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut. Menetapkan landasan teori pada waktu diadakan penelitian ini agar tidak salah arah. M. Solly Lubis, menyebutkan “ bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan rumusan dalam membuat kerangka berfikir dalam penulisan 24 . Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan ramalan serta menjelaskan gejala yang diamati. Dalam hal ini fungsi teori selaras dengan apa yang dipaparkan oleh Sugiyono bahwa “ teori-teori yang relevan dapat digunakan untuk menjelaskan tentang variable yang akan diteliti. Setara sebagai dasar untuk memberikan jawaban sementara terhadap masalah yang diajukan”. Artinya bahwa teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.25 Berawal dari pemikiran tentang ciptaan atau karya cipta, sudah sewajarnya apabila Negara menjamin perlindungan segala macam ciptaan yang merupakan karya intelektual manusia sebagai hasil dari olah pikirnya baik dalam bidang pengetahuan, industri, maupun seni dan sastra. Dasar pemikiran diberikannya kepada seorang
24 25
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994. hal.80 M. Solly Lubis, Op.Cit.hal.17
Universitas Sumatera Utara
individu perlindungan hukum terhadap ciptaan seorang individu tersebut berawal dari teori yang tidak lepas dari dominasi pemikiran Mazhab atau Doktrin Hukum Alam yang menekankan pada faktor manusia dan penggunaan akal seperti yang dikenal dalam Sistem Hukum Sipil yang merupakan sistem hukum yang dipakai di Indonesia. 26 Pengaruh Mazhab Hukum Alam ini terhadap seorang individu yang menciptakan berbagai ciptaan yang kemudian memperoleh perlindungan hukum atas ciptaan yang merupakan kekayaan intelektual. Pasal 27 ayat 1 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, menyatakan : “ Setiap orang mempunyai hak sebagai pencipta untuk mendaptkan perlindungan atas kepenringan-kepentingan moral dan material yang merupakan hasil dari ciptaannya di bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni.” 27 . Pengakuan universal ini mengakibatkan sudah tidak diragukan lagi bahwa suatu ciptaan mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia dan mempunyai nilai ekonomi sehingga menimbulkan adanya tiga macam konsepsi, yaitu : 1. Konsepsi Kekeayaan 2. Konsepi Hak 3. Konsepsi perlindungan Hukum Ketiga
konsepsi
ini
lebih
lanjut
menimbulkan
kebutuhan
adanya
pembangunan hukum dalam bentuk pelbagai undang-undang, misalnya mengenai HAKI. Mengenai pembangunan hukum ini, Mochtar Kusumaatmadja berpendapat
26 27
Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Edisi ke-2 cetakan ke-3, Bandung, Alumni, 2005.hal. 17 Ibid.hal.18
Universitas Sumatera Utara
bahwa sanya hukum adalah sebagai sarana bagi pembangunan dan sarana pembaharuan masyarakat. 28 Pendapatnya yang demikian ini bertolak dari pandangan tentang fungsi hukum dalam masyarakat yang dapat dikembalikan pada pertanyaan fundamental yaitu : Apakah tujuan hukum itu ?. Jawaban yang dapat diajukan atas pertanyaan tersebut adalah bahwa pada akhirnya tujuan pokok dari hukum tersebut apabila akan direduksi pada suatu hal saja, adalah ketertiban (order) 29 . Disamping ketertiban, tujuan hukum lainnya adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda sisi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia mengalami penjajahan Belanda selama 3 ½ abad. Sebagai negara jajahan, masalah politik, ekonomi, sosial dan budaya, demikian juga masalah hukum dan hak cipta semuanya dikuasi dan ditenukan oleh penjajah. Kedaulatan, termasuk dalam hubungan internasional dikendalikan oleh pemerintah kolonia tersebut. Ketika negeri Belanda menandatangani naskah Konveksi Bern pada tanggal 1 April 1913, sebagai negara jajahanya Indonesia diikutsertakan dalam konvensi tersebut, sebagaimana tersebut dalam Staatsbalad tahun 1914, Nomor 797. Ketika Konvensi Bern ditinjau kembali di Roma pada tanggal 2 Juni 1928, peninjauan kembali ini dinyatakan pula berlaku untuk Indonesia (Staatsblad tahun 1912 ) 30 .
28
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Bandung, Alumni, 2002. hal.13-14 29 Eddy Damian, Op.Cit., hal. 19 30 Ali Syahdikhin, Perjalanan HAKI di Indonesia, PT. Balai Pustaka, Jakarta 2003. Hal.17
Universitas Sumatera Utara
Ketika kemudian Indonesia dijajah oleh Jepang selama 3 ½ tahun, secara di facto kekuasaan dalam pemerintah, politik, ekonomi, sosial dan juga dalam bidang hukum, termasuk dalam hal Hak Cipta ini juga dikendalikan oleh pemerintah Jepang. Namun karena pergolakan dan kemelut peperangan, hukum perang yang berlaku waktu itu seakan tidak memungkinkan pelaksanaan dan pemeliharaan Hak Cipta. 31 Dalam penduduk Jepang ini, Hak Cipta di Indonesia berada dalam keadaan status quo. Sebagai konsekuensi peperangan, pemerintah Jepang tidak berkesepatan untuk mengurus dan menata perkembangan dengan masalah Hak Cipta ini. 32 Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia menyatakan dirinya sebagai bangsa dan negara yang merdeka, berdaulat dan bersatu. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tangal 18 Agustus 1945 menetapkan berlakunya Undang-Undang Dasar 1945. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang kemudian diperjelas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 10 Oktober 1945 dalam Pasalnya menyatakan : 33 ”Sebagai badan-badan dan negara dan peraturan-peraturan yang ada sampai berdirinya Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar, masih berlaku asal saja tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar tersebut.” Berdasarkan pasal 5 Persetujuan Peralihan yang dihasilkan dalam Konfrensi Meja Bundar antara Republik Indonesia dengan negeri Belanda, yang setelah dibatalkan tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Maka dengan sendirinya 31
Ibid,Hal.18 ibid 33 Faizal Ramzi, Serba-serbi Peraturan Hukum Indonesia : Pasca Kemerdekaan 1945. Penerbit Kebangsaan, Jakarta. 1991. Hal 34 32
Universitas Sumatera Utara
perjanjian-perjanjian yang diadakan oleh pemerintah Belanda ketika menjajah Indonesia dimana peraturan-peraturan tersebut dinyatakan juga berlaku bagi negara jajahnya, praktis dengan merdekanya Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 seyogyanya beralih pula kepada pemerintah Indonesia. 34 Indonesia baru berhasil menciptakan hukum Hak Cipta nasional sendiri pada tahun 1982 yaitu pada saat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara 1982 Nomor 15 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3117) diundangkan. Di dalam pertimbangan undang-undang yang mencabut Autersweat 1912 ini ditegaskan bahwa pembuatan undang-undang baru itu dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi pencipaan, menyebarlaskan hasil kebudayaan di bidang ilmu seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan bangsa. Beberapa tahun kemudian tepatnya pada tahun 1987, UUHC 1982 disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang perubahan disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara 1987 Nomor 42 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3362). Di dalam pertimbangan undang-undang ini dijelaskan bahwa penyempurnaan dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan susastra 35 .
34
Ibid
35
Sanusi Bintang, SH, MLIS, Hukum Hak Cipta, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998
hlm 18
Universitas Sumatera Utara
Ditambah bahwa kegiatan pelaksanaan pembangunan nasional yang semakin meningkat, khusunya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan susastra ternyata telah berkembang pula kegiatan pelanggaran Hak Cipta, terutama dalam bentuk tindak pidana pembajakan, yang telah mencapai tingkat yang membahayakan dan dapat merusak tatana kehidupan masyarakat pada umumnya dan minat untuk mencipta pada khusunya. Penyempurnaan berikutnya dari UUHC adalah pada tahun 1997 dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 29 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3679). Dalam pertimbangannya disebutkan bahwa penyempurnaan ini diperlukan sehubungan adnaya perkembangan kehidupan yang berlangsung cepat, terutama di bidang perekonomian di tingkat nasional dan internasional yang menuntut pemberian perlindungan yang lebih efektif. Disamping itu juga karena penerimaan dan keikutsertakan Indonesia dalam persetujuan mengenai aspek-aspek dagang hak atas kekayaan intelektual (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeif Goods / TRIPS) yang merupakan bagian dari persetujuan pembentukan organisasi
perdagangan
dunia
(Agreement
Establishing
The
Work
Trade
Organization). Pertimbangan lainnya ialah pengalaman, khususnya terhadap kekurangan dalam penerapan UUHC sebelumnya. Akhirnya, pada tahun 2002, UUHC yang baru telah diundangkan yaitu Undang-Undang Nomro 19 Tahun 2002 (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 85 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4220) yang memuat perubahan-perubahan
Universitas Sumatera Utara
untuk disesuaikan dengan TRIPS dan penyempurnaan beberapa hal yang perlu untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya intelektural yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tradisional Indonesia. Selain itu, yang penting artinya dalam UUHC yang baru, ditegaskan dan dipilih kedudukah Hak Cipta disatu pihak dan Hak Terkait (neighboruing rights), di lain pihak dalam rangka memberikan perlindungan karya intelektual secara lebih jelas. 36
2. Konsepsi Konsepsi adalah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional. 37 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang ditentukan. Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping hal yang lainlain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum. 36
Tim Linsey, B.A., LL.B.,Blitt.Eddy Damian,., Simon Butt,., Tomi Suryo Utomo,., Hak Kekayaan Inteletural suatu pengantar Bandung, Alumni 2002, hlm.94 37 Samadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal.3
Universitas Sumatera Utara
Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis 38 Suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari pada kerangka teoritis yang seringkali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsionil, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit didalam proses penelitian. 39 Hans Kelsen mengemukakan : ”Suatu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan. Biasanya, yakni dalam hal sanksi ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Dalam kasus ini subjek dari tanggung jawab hukum dan subjek dari kewajiban hukum tertentu ” 40 Pendapat tersebut sesuai dengan konsep teori M. Solly Lubis yang mengatakan ”kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis penulis mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya, ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti ” 41
38
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 1995,hal. 7 39 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1986, hal.133 40 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni dengan judul Buku Asli General Theory of Law and State, Alih Bahasa Somardi, Rimdipress, Jakarta 1995,hal.65 41
M. Solly Lubis , Filsafat Ilmu dan Penelitian , Mandar Madju, Bandung, 1994, hal.80
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, jika masalah dan kerangka teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu. Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris 42 Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian tesisi ini perlu didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi, yaitu sebagai berikut : 1. Hak Cipta Hak cipta berarti hak seseorang sebagai miliknya atas hasil penemuannya yang berupa tulisan, lukisan dan sebagainya yang merupakan hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku. 2. Mempertunjukkan (Publication) Mempertunjukkan
dapat
diartikan
sebagai
mempertontonkan,
mempertunjukkan, mempergelarkan, memamerkan ciptaan di bidang seni oleh musisi, seniman peragawati
42
Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1997, hal.21
Universitas Sumatera Utara
3. Mengumumkan Mengumumkan adalah pembacaan, penyuaraan, penyiaran, atau penyebaran sesuatu ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan dapat di baca, di dengar atau dilihat oleh orang lain.
4. Hak Untuk Mempertunjukkan (Publication right ) Hak untuk mempertunjukkan adalah Hak Terkait (neighboring rights) yaitu hak yang berkaitan dengan hak cipta. Dimana kepada pemegang Hak untuk mempertunjukkan ini diberikan hak untuk mempertunjukkan suatu karya ciptaan di bidang seni.
5. Hak Produser Rekaman Suara dan Pemegang Hak Cipta Hak Produser Rekaman Suara merupakan Hak yang dimiliki oleh seorang Produser Rekaman Suara atas suatu hasil karya ciptaannya yang merupakan hasil rekaman suara dengan komposisi dan aransemen sang pencipta (Produser). Dan Pemegang Hak Cipta adalah orang-orang ataupun pihak –pihak yang menguasai atau memegang Hak Cipta atas suatu ciptaan yang diperoleh baik secara langsung, jual-beli, maupun dengan system royalty.
Universitas Sumatera Utara
6. Sarana Hiburan yang dimaksudkan dalam tesis ini adalah sarana hiburan yang dalam kegiatan usahanya memanfaatkan ataupun mengkomersilkan hasil karya rekaman, yang lebih spesifik lagi yaitu sarana hiburan karoke
G. Metode Penelitian Sebagai suatu penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian diawalai dengan pengumpulan data hingga analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah penelitian sebagai berikut : 1. Sifat Penelitian Penelitian dalam bidang hukum sifatnya hanya merupakan gambaran atau deskripsi kepada masyarakat tentang adanya suatu kejadian di bidang hukum, berdasarkan hal tersebut maka sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu penelitian yang bermaksud untuk menggambarkan, menelaah dan menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku dihubungkan dengan teori hukum yang berkaitan dengan Perlindungan Hak Cipta pada umumnya dan Perlindungan terhadap Hak untuk Mempertunjukkan (publication right) pada khususnya. Sifat analisi yang dicerminkan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pemegang Hak untuk Mempertunjukkan atas lagu atau musik dan penerapan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Universitas Sumatera Utara
2. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode peneltian yuridis empris. Penggunaan pendekatan yuridis empiris yaitu untuk menggambarkan bagaimana efektifitas
Undang-Undang Hak Cipta memberikan perlindungan Hak untuk
Mempertunjukkan (publication Right) dalam kenyataannya di lapangan.
3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di kota Medan, Propinsi Sumatera Utara, khususnya pada daerah sentra hiburan masyarakat.
4. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah usaha sarana hiburan masyarakat umum yang terdapat di kota medan. Dimana dalam menjalankan usuaha hiburan, tempattempat hiburan tersebut mempertunjukkan lagu atau musik baik secara langsung maupun melalui media elektronik. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara mengkategorikan usaha keroke kedalam jenis usaha jasa-jasa, dimana berdasarkan hasil pendaftaran sensus ekonomi 2006 dengan proyeksi hingga tahun 2008, jumlah usaha/perusahaan yang bergerak dibidang jasa-jasa menurut kabupaten/kota, khususnya di kota medan adalah sebanyak 35.365 43 . Dimana jenis usaha yang termasuk kedalam kategori jasa-jasa antara lain adalah mencakup kategori jasa 43
Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, Berita Resmi Statistik Hasil Olah Cepat Sensus Ekonomi 2006 proyeksi 2007-2008, Volume 09 Nomor 014,13 september 2006.Hal.2
Universitas Sumatera Utara
pendidikan, jasa kesehatan dan kegiatan sosial, jasa kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan, dan perorangan lainnya, serta jasa perorangan yang melayani rumah tangga. Dengan demikian usaha karoke yang merupakan usaha yang bersifat jasa hiburan dikategorikan dalam usaha jasa-jasa. Dengan asumsi dari total keseluruhan jumlah usaha/perusahaan yang termasuk kategori jasa-jasa tersebut,tiap-tiap kategori memiliki persentase yang sama yaitu sebesar 14,2 %. Maka setidaknya dapat dikalkulasikan setidaknya terdapat kurang lebih 5021 usaha/perusahaan hiburan. Dari ke 5021 usaha/perusahaan hiburan tersebut juka kita bagi lagi berdasarkan jenis usaha hiburan yang antara lain sarana ketangkasan billiard, bioskop, launge, diskotik, pub, sarana ketangkasan bermain (video games), dan jasa penyewaan kaset dan video. Maka setidaknya dapat dikalkulasikan setidaknya ada 721 usaha/perusahaan yang bergerak dibidang usaha jasa hiburan karoke di kota medan. Sebagai akibat dari banyaknya jumlah usaha karoke dan letaknya yang tersebar, maka sebagai Sampel penelitian diambil sebanyak 10 (sepuluh) tempat hiburan karoke yang dipilih berdasarkan kuantitas pengunjung. Pengambilan sample dilakukan secara purposive sample, dimana kesepuluh tempat usaha/perusahaan jasa hiburan karoke tersebut antara lain adalah : 44 1. JP Karoke& lounge, yang terletak di dalam kompleks pusat perbelanjaan Carefour, Medan. 2. Nav Karoke yang terletak di Jl.Raden Saleh, Medan. 3. K2 Karoke yang terletak di JL. Multatuli, Medan. 4. MC Karoke , yang terletak di JL.Glugur, Medan. 5. Strm Karoke, yang merupakan fasilitas tambahan dari Selecta Building yang terletak di JL. Listrik, Medan. 44
Sebahagian tempat usaha karoke disebutkan dengan inisial atas permintaan responden
Universitas Sumatera Utara
6. Clssl Karoke& bar, yang terletak di kompleks gedung Capital Building, Jl. Putri Hijau, Medan. 7. CW Karoke & lounge, yang merupakan sarana tambahan dari Hotel Polonia, Medan. 8. Int Karoke& bar, yang merupakan sarana hiburan tambahan dari Hotal Danau Toba, Medan. 9. Stn Ktv, live music & lounge, yang merupakan sarana hiburan tambahan dari hotel Tiara Medan 10. Airport karoke& lounge, yang terletak di Jl. Perniagaan, Medan.
5. Metode Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan, baik berupa pengetahuan ilmiah, maupun tentang suatu fakta atau gagasan, maka pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Studi Kepustakaan (library Research), yang dilakukan dengan penelaahan bahan kepustakaan, baik berupa dokumen-dokumen, maupun Peraturan Perundang-Undangan, yang berkaitan dengan perlindungan Hak Produser Rekaman Suara dan Pemegang Hak Cipta. b. Studi Lapangan (Field Research) yaitu untuk melakukan wawancara dengan pelaku usaha ataupun staff operasional unit usaha hiburan tersebut. Agar wawancara yang dilakukan lebih terarah dan sistematis, maka wawancara dilakukan dengan pedoman wawancara.
Universitas Sumatera Utara
6. Alat Pengumpul Data Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan alat : a. Studi Dokumentasi Guna memperoleh data sekunder perlu dilakukan studi dokumentasi yaitu dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. b. Wawancara Mengingat jumlah populasi yang relative cukup banyak, maka tidak mungkin dilakukan penelitian terhadap setiap orang. Maka penarikan sample dilakukan dengan menggunakan non probality sampling
yaitu dengan teknik
purposive sampling. Alasan penulis menggunakan cara purposive sampling dalam penelitian ini adalah karena populasi penelitian yang menyebar sedemikian rupa, dimana jumlah yang hendak diteliti juga sangat banyak. Guna
memperoleh
data
primer,
dilakukan
wawancara
dengan
mempergunakan pedoman wawancara dan daftar pertanyaan yang disusun secara kombinasi antara bentuk tertutup dan bentuk terbuka yang dilakukan dengan cara melakukan wawancara secara langsung terhadap para pihak-pihak yang terkait dan untuk melengkapi dan mendukung data-data agar penelitian ini menjadi lebih sempurna diperlukan juga pendukung yang didapatkan dari nara sumber yang lain
Universitas Sumatera Utara
yaitu para pihak yang terlibat secara langsung dalam objek yang diteliti. Berikut daftar yang diwawancarai secara langsung, yaitu : a. 10 orang pemilik usaha ataupun manager operasional tempat hiburan karoke sebagai responden b. 1 orang Pejabat dari Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) sebagai nara sumber
7. Analisis Data Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh dilapangan dianalisa secara kualitatif. Metode analisa yang dipakai adalah metode deduktif 45 dan induktif 46 Melalui metode deduktif, data sekunder yang telah diuraikan dalam tinjauan pustaka secara komparatif akan dijadikan pedoman dan dilihat pelaksanaannya dalam prakyek di lapangan. Dengan metode induktif, data primer yang diperoleh dilapangan setelah dihubungkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang perkaitan dengan perlindungan Hak untuk mengumumkan (Publication Right) maka akan diketahui efektifitas Undang-undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta dalam rangka perlindungan Hak untuk Mengumumkan (Publication Right).
45
Sutandyo Wigjosoebroto, Apakah Sesungguhnya Penelitian Itu, Kertas Kerja, Universitas Erlangga, Surabaya, Hal . 2. Prosedur Dedukrif yaitu bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahu dan diyakini dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat lebih khusus. 46 Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakrta 1997, Hal.10. Prosedur Induktif yaitu proses berasal dari proporsi-proporsi khusus sebagai hasil pengamatan dan berakhir pada suatu kesimpulan .
Universitas Sumatera Utara