1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga negaranya. Di dalam menjalankan kewajibannya tersebut, negara memiliki organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat sebagaimana diharapkan dapat terwujud. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), notaris merupakan pejabat umum yang mendapatkan delegasi kewenangan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam membuat akta otentik.3 UUJN mengatur bahwa notaris yang terbukti melakukan pelanggaran dalam
menjalankan
jabatannya,
maka
notaris
dapat
dikenai
pertanggungjawaban secara perdata, administrasi dan kode etik jabatan notaris.4 UUJN tidak mengatur pertanggungajawaban pidana terhadap notaris dalam rangka menjalankan jabatannya. Oleh karena itu pertanggungjawaban pidana terhadap notaris dalam menjalankan jabatannya harus dilihat ada atau tidaknya unsur perbuatan pidana atau tindak pidana.
3
Lihat Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Lihat Pasal 83, Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. 4
1
2
Di dalam praktik tidak sedikit notaris yang dikenakan sanksi pidana sebagai bentuk pertanggungjawaban pidana notaris dalam menjalankan jabatannya. Sebagai contoh antara lain : 1. Putusan Pengadilan Negeri Magelang Nomor 49/Pid.B/2005/PN.Mgl yang menyatakan bahwa terdakwa Notaris Kunsri Hastuti terbukti telah memalsukan akta otentik dan penggelapan. Putusan tersebut menjatuhkan pidana selama empat bulan penjara pada terdakwa Notaris Kunsri Hastuti.5 2. Putusan
Pengadilan
Negeri
Yogyakarta
Nomor
48/Pid.B/2003/PN.YK yang menyatakan bahwa terdakwa Notaris Hamdani terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana bersama-sama membuat dan menggunakan surat-surat palsu yang dilakukan secara berlanjut. Berdasarkan putusan tersebut, terdakwa Notaris Hamdani dijatuhi pidana penjara selama enam bulan.6 3. Putusan
Pengadilan
Negeri
Surakarta
Nomor
141/Pid.B/2009/PN.Ska dengan terdakwa Notaris Tjondro Santosa yang dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana memalsukan akta otentik dan dihukum pidana penjara selama dua tahun.7
5
Juwairiah, “Pengenaan Sanksi Pidana Pemalsuan Akta Notaris dalam Praktek Pembuatan Akta (Studi Kasus Perkara No. 49/Pid.B/2005/PN.Mgl di Pengadilan Negeri Magelang)”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2011. 6 Mahkamah Agung Republik Indonesia, “Putusan”, www.direktoriputusan.go.id , diakses tanggal 10 April 2013. 7 Hasil prapenelitian di Pengadilan Negeri Surakarta pada tanggal 09 Maret 2013.
3
Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 141/Pid.B/2009/PN.Ska dengan terdakwa Notaris Tjondro Santosa merupakan fokus kajian dalam penelitian ini. Pertimbangan hakim dalam memutus Notaris Tjondro Santosa secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan memalsukan surat (akta otentik) dalam menjalankan jabatannya selaku notaris merupakan kajian yang menarik karena perkara pidana tersebut telah diajukan banding ke pengadilan tinggi dan kasasi ke Mahkamah Agung. Putusan tingkat banding menguatkan hasil putusan dari pengadilan negeri yang menyatakan Notaris Tjondro Santosa secara sah dan meyakinkan bersalah, namun diperingan sanksi pidananya oleh majelis hakim. Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung secara berkebalikan menyatakan Notaris Tjondro Santosa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana. Penulis hendak mengkaji apakah putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Surakarta telah sesuai dengan norma serta asas-asas hukum yang terkait karena terdapat perbedaan (disparitas) pendapat serta pertimbangan hukum majelis hakim pada setiap tingkatan upaya hukum yang dilakukan oleh Notaris Tjondro Santosa. Pemahaman yang kurang komprehensif dari aparat penegak hukum serta para pihak yang tidak puas terhadap pelayanan notaris dan produk hukum notaris seringkali membuat notaris dalam menjalankan jabatan diproses hukum ke ranah pidana.8 Namun demikian, tidak dapat dipungkiri juga bahwa terdapat notaris yang melakukan tindak pidana karena kesengajaan dan kelalaian berkaitan dengan jabatan yang melekat pada 8
Mulyoto, 2011, Kriminalisasi Notaris Dalam Pembuatan Akta Perseroan Terbatas, Cakrawala Media, Yogyakarta, hlm. 39.
4
dirinya. Seorang pakar hukum kenotariatan Pieter E. Latumeten memberikan pendapat berkaitan dengan kasus-kasus pidana yang menimpa para notaris sebagai berikut 9: Saat ini cukup banyak perkara-perkara pidana yang terjadi dikarenakan perilaku unprofessional Notaris/PPAT dan bermuara pada timbulnya masalah hukum pada akta-akta yang dibuatnya. Akibat semuanya ini ada beberapa Notaris/PPAT yang telah diajukan ke pengadilan sebagai terdakwa, bahkan ada yang dikenakan penahanan. Berdasarkan
putusan
Pengadilan
Negeri
Surakarta
No.
141/Pid.B/2009/PN.Ska tertanggal 12 Mei 2009, Notaris Tjondro Santosa didakwa melanggar Pasal 264 (1) KUHP dalam dakwaan primer, Pasal 266 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan subsidair dan lebih subsidair melanggar Pasal 266 ayat (1) juncto Pasal 56 ayat (2) KUHP. Menurut Moeljatno sebagaimana dikutip oleh Soedarto dapat dikatakan perbuatan pidana adalah jika perbuatan yang dilakukan, dilarang oleh suatu aturan hukum. Larangan mana disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi yang melanggar larangan tersebut.10 Adapun unsur-unsur dari perbuatan pidana ini adalah sebagai berikut: 1. Perbuatan (manusia); 2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini bersifat formil); 3. Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil).11 Unsur kedua dari perbuatan pidana adalah harus memenuhi rumusan dalam undang-undang. Secara formil jika unsur-unsur perbuatan pidana
9
Pieter E. Latumeten, 2006, Perlindungan Jaminan Hukum Bagi Profesi Notaris, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 64. 10 Soedarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, hlm. 35. 11 Ibid.
5
ditarik pada perkara Notaris Tjondro Santosa, maka permasalahan hukum tersebut tidak terlepas dari ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Berdasarkan tempus delicti atau waktu kejadian perkara, akta perseroan terbatas sebagai pokok permasalahan dalam pemalsuan akta tersebut terjadi pada tahun 2006, sehingga penulis menganalisis putusan tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang menjadi dasar pertimbangan majelis hakim memutus perkara tersebut. Notaris Tjondro Santosa didakwa telah melakukan tindak pidana pemalsuan surat berkaitan dengan pembuatan akta No. 02 tertanggal 6 Januari 2006 tentang Pernyataan Keputusan Rapat (PKR) PT. Indo Veneer Utama. Akta No. 2 tersebut menjadi dasar bagi terbitnya akta No. 03 tertanggal 6 Januari 2006 yang merubah komposisi kepengurusan Dewan Komisaris PT. Indo Veneer Utama. Notaris Tjondro Santosa membuat PKR tersebut atas permintaan dari Kuasa PT Indo Veneer Utama, Yunita Koeswoyo, yang datang menghadap untuk dibuatkan PKR. Notaris Tjondro dihadapkan di sidang pengadilan dengan dasar bahwa penerbitan akta No. 03 yang memerlukan pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia namun tidak dilaporkan oleh Notaris. Sebagaimana diketahui bahwa akta otentik yang dibuat notaris sendiri digolongkan dalam dua (2) jenis akta yaitu12 : akta yang dibuat oleh notaris
12
Nico, 2003, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, CDSBL, Yogyakarta, hlm. 47.
6
(ambtelijk akten, procesverbaal akten) dan akta yang dibuat di hadapan notaris (partij akten). Dalam jenis akta ambtelijk, secara yuridis formil notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya. Sedangkan dalam pembuatan akta partij seharusnya notaris tidak dapat dituntut atas kebenaran materiil dari akta yang dibuatnya karena beban pembuktian terletak pada para pihak yang menghadap notaris. Dengan mencermati kedudukan serta peran masing-masing pihak dalam dakwaan serta putusan pengadilan, maka akan diketahui sejauh mana peran notaris tersebut
sehingga
dapat
dipertanggungjawabkan
secara
pidana
atas
perbuatannya. Berdasarkan
putusan
Pengadilan
Negeri
Surakarta
Nomor
141/Pid.B/2009/PN.Ska, terdakwa Notaris Tjondro Santosa pada pokok perkaranya dinyatakan bersalah karena terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan surat terhadap akta penyesuaian perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PT. Indo Veneer Utama yang berkedudukan hukum di wilayah Kota Surakarta. Atas putusan tersebut, terdakwa mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Semarang yang amar putusannya menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 141/Pid.B/2009/PN.Ska. Terdakwa kemudian mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia yang diputus dengan Putusan Nomor 1860 K/Pid/2010. Putusan tersebut mengabulkan permohonan kasasi dari terdakwa Notaris Tjondro Santosa dan menyatakan bahwa terdakwa Notaris Tjondro
7
Santosa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan membebaskan terdakwa dari dakwaan primer, dakwaan subsidair dan dakwaan lebih subsidair tersebut. Dalam hal notaris terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan surat dan demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi kenotarisan, maka notaris harus mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Hukum pidana ditegakkan karena terancamnya kepentingan masyarakat berupa kepercayaan terhadap surat-surat yang mempunyai akibat hukum. Jika notaris kenyataannya telah memenuhi segala kaidah hukum terkait dalam pembuatan akta berdasarkan UUJN dan ketentuan dalam UUPT, maka selayaknya harkat, martabat dan kedudukan notaris tersebut dipulihkan dan dilepaskan dari pertanggungjawaban pidana mengingat arti pentingnya nilai kepercayaan masyarakat bagi profesi notaris. Oleh karena itu penulis berminat untuk mengangkat judul “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PERSEROAN”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, rumusan masalah yang akan penulis bahas adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah dasar pemikiran yang dibangun oleh hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap notaris yang melakukan tindak pidana berkaitan dengan akta perseroan?
8
2. Bagaimanakah akibat hukum dari putusan hakim tersebut terhadap notaris dan akta perseroan yang dibuatnya?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan dengan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis dan mengetahui dasar pemikiran yang dibangun oleh hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap notaris yang melakukan tindak pidana berkaitan dengan akta perseroan. 2. Untuk menganalisis dan mengetahui akibat hukum dari putusan hakim tersebut terhadap notaris dan akta perseroan yang dibuatnya.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat memberikan wacana dan sumbangan pemikiran di bidang ilmu hukum, khususnya di bidang ilmu kenotariatan, serta menambah wawasan dan pengetahuan penulis. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yang bagi : a. Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian bagi pemerintah khususnya bagi Majelis Pengawas Notaris. Tugas dan kewenangan majelis pengawas sebagai pemberi ijin terhadap
9
prosedur pemanggilan notaris yang terlibat perkara pidana memiliki peran yang penting bagi perlindungan hukum terhadap harkat dan martabat notaris dalam menjalankan jabatannya. b. Notaris Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian yang bermanfaat bagi notaris untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam membuat akta serta memahami lebih mendalam prosedur pembuatan akta perseroan. c. Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat luas, khususnya para pihak dalam menyikapi putusan pengadilan yang berkaitan dengan tindak pidana pemalsuan akta perseroan oleh notaris. d. Aparat Penegak Hukum Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian bagi aparat penegak hukum dalam menyikapi permasalahan dan penerapan kebijakan terkait profesi notaris dalam menjalankan jabatannya.
E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis, setelah melakukan penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penelitian dengan judul “Pertanggungjawaban
Pidana
Notaris
Dalam
Pembuatan
Akta
Perseroan”, belum pernah dilakukan. Berdasarkan penelusuran kepustakaan
10
tersebut terdapat beberapa hasil penelitian yang terkait dengan judul penelitian ini antara lain sebagai berikut : 1. Pertanggungjawaban Pidana Notaris Terhadap Akta-Akta Yang Dibuatnya yang dilakukan oleh Jujunan Putra Jayo dengan rumusan masalah 13: a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana notaris terhadap akta-akta yang dibuatnya? b. Perbuatan-perbuatan
apa
saja
yang
dapat
dimintakan
pertanggungjawaban pidana notaris terhadap akta-akta yang dibuatnya? c. Hambatan-hambatan
apa
saja
yang
dihadapi
dalam
kerangka
mempertanggungjawabkan secara kepidanaan terhadap notaris ? Berdasarkan rumusan masalah di atas, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : a. Pertanggungjawaban pidana terhadap notaris terkait dengan akta-akta yang dibuatnya harus berupa unsur kesengajaan, bukan unsur kealpaan. b. Perbuatan-perbuatan pidana yang dapat dikenakan terhadap notaris apabila ia melakukan pemalsuan surat, membuka rahasia jabatan dan penggelapan berkaitan denganh profesinya sebagai notaris. c. Hambatan-hambatan yang ditemui dalam menerapkan sanksi pidana terhadap notaris yang berasal dari pihak kepolisian adalah berupa kurangnya kapasitas ilmu dan terhambatnya langkah mereka dengan terbitnya/keluarnya Undang-Undang Jabatan Notaris yang baru. Dari pihak majelis pengawas notaris berupa kurangya fasilitas tempat dan 13
Jujunan Putra Jayo, “Pertanggungjawaban Pidana Notaris Terhadap Akta-Akta Yang Dibuatnya”, Tesis, Program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta, 2007.
11
anggaran, sedangkan dari pihak pemerintah berupa kurang seriusnya dalam menyediakan fasilitas tempat dan anggaran tersebut. 2. Perlindungan Hukum Bagi Notaris Berkaitan Akta Yang Dibuat Dihadapannya
(Studi
Kasus
Putusan
Mahkamah
Agung
No.
1860K/Pid/2010) yang dilakukan oleh Aloysius Yossi Aribowo dengan rumusan masalah 14: a. Apa yang menjadi pertimbangan hukum bagi hakim yang memutus perkara dugaan pemalsuan akta otentik yang dilakukan oleh notaris TS pada Pengadilan Negeri Surakarta, Pengadilan Tinggi Semarang dan Mahkamah Agung? b. Bagaimana perlindungan hukum bagi notaris berkaitan dengan kasus tersebut? Berdasarkan rumusan masalah di atas, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : a.
Pengadilan Negeri Surakarta dan Pengadilan Tinggi Semarang menimbang bahwa pertanggungjawaban atas isi akta PKR adalah tanggungjawab notaris, sedangkan pertimbangan Mahkamah Agung menyatakan
bahwa
isi
akta
PKR
tersebut
adalah
menjadi
tanggungjawab penghadap. b.
Perlindungan hukum yang bias ditempuh berkaitan dengan kasus ini adalah dapat mengajukan ganti rugi, rehabilitasi, dan melaporkan hakim ke Komisi Yudisial untuk diperiksa dan dikoreksi apakah
14
Aloysius Yossi Aribowo, “Perlindungan Hukum Bagi Notaris Berkaitan Akta Yang Dibuat Dihadapannya (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 1860K/Pid/2010)”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2012.
12
mereka betul-betul sudah cakap dalam memutus perkara tersebut dan apabila dapat dibuktikan terjadinya suap terhadap penyidik, jaksa atau hakim dalam menangani perkara maka dapat pula dituntut secara pidana. 3. Pertanggungjawaban
Pidana
Notaris
Dalam
Menjalankan
Tugas
Jabatannya yang dilakukan oleh Hendro Wibowo dengan rumusan masalah15: a. Bagaimana perlindungan hukum terhadap notaris dalam menjalankan tugas jabatannya? b. Bagaimana pertanggungjawaban pidana notaris dalam menjalankan tugas jabatannya? Berdasarkan rumusan masalah di atas, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : a. Notaris tidak bertanggung jawab secara pidana terhadap kebenaran materiil pada akta yang dibuat oleh dan atau di hadapannya, tetapi bila dalam akta tersebut terdapat unsur-unsur suatu tindak pidana pemalsuan yang dilakukan oleh seorang notaris dalam pembuatan akta otentik tersebut, maka notaris dapat dituntut dan dikenai sanksi pidana berdasarkan pasal-pasal pemalsuan surat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. b. Akta otentik yang dibuat oleh seorang notaris dikatagorikan termasuk ke dalam suatu tindak pidana pemalsuan surat seperti yang diatur dalam 15
Hendro Wibowo, “Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam Menjalankan Tugas Jabatannya”, Tesis, Program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2012.
13
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, apabila dalam pembuatan akta otentik tersebut oleh notaris terdapat salah satu dari hal-hal sebagai berikut : pemalsuan tandatangan dalam hal penandatanganan akta otentik tersebut, isi dari akta otentik tersebut tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya atau tidak sesuai dengan kebenaran dan hal itu sudah diketahui sebelumnya oleh notaris tersebut, serta akta otentik tersebut dibuat oleh orang yang tidak berhak atau berwenang untuk membuatnya. Ketiga penelitian di atas memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian yang disusun oleh penulis adalah bahwa penelitian yang penulis susun lebih spesifik mengkaji mengenai dasar pemikiran yang dibangun oleh hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap notaris yang melakukan tindak pidana berkaitan dengan akta perseroan dan pertanggungjawaban pidana notaris terhadap pembuatan akta perseroan serta akibat hukum terhadap akta yang dibuat oleh notaris tersebut. Apabila memang memiliki kesamaan dengan penelitian sebelumnya, maka penelitian yang dilakukan oleh penulis saat ini diharapkan dapat melengkapi penelitian terdahulu.