BAB I PENDAHULUAN
1.1. Masalah dan Latar Belakang Pada umumnya studi tentang mobilitas penduduk di Indonesia menekankan pada gerak penduduk permanen, yakni mobilitas penduduk antar propinsi, migrasi antar desa dan kota, urbanisasi dan transmigrasi. Mobilitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk disamping faktor lainnya yaitu: kelahiran (fertilitas) dan kematian (mortalitas). Sedangkan perpindahan penduduk atau mobilitas itu sendiri adalah gerak perubahan atau perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke tempat yang lain (Suyono,1985: 260). Bentuk-bentuk mobilitas penduduk dapat dibagi menjadi dua, yaitu mobilitas yang permanen atau disebut juga migrasi dan mobilitas yang non permanen atau mobilitas sirkuler. Menurut Mantra (1978) yang dimaksud dengan mobilitas yang permanen atau migrasi adalah perpindahan penduduk dari setiap wilayah ke wilayah lain dengan niat untuk menetap di daerah tujuan. Sedangkan pengertian mobilitas non permanen atau migrasi sirkuler adalah gerakan penduduk dari setiap wilayah ke wilayah lain dengan niat tidak menetap di daerah tujuan. Mobilitas dapat terjadi antara desa dengan desa, desa dengan kota dan kota dengan kota. Namun sayang hingga kini belum ada kesepakatan di antara pakar tentang batasan ruang dan waktu yang digunakan dalam mendefinisikan mobilitas penduduk. Sebagai contoh Biro Pusat Statistik, dalam melaksanakan Sensus Penduduk di Indonesia setelah Perang Dunia II, menggunakan propinsi sebagai
Universitas Sumatera Utara
batas ruang dan batas waktunya enam bulan. Seseorang dikatakan migran apabila ia bergerak melintasi batas propinsi menuju ke propinsi lain dan lamanya berada di propinsi tujuan enam bulan atau lebih. Peneliti-peneliti lain menggunakan batasan ruang dan waktu yang lebih sempit (Singanetra Renard, 1981; Mukherji, 1975; Chapmen, 1975, Mantra, 1981). Sudah jelas bahwa makin sempit batasan ruang dan waktu yang digunakan, makin banyak terjadi gerak penduduk antara wilayah tersebut (Mantra, 1995). Adapun macam-macam perpindahan penduduk menurut Grame Hugo meliputi 3 arus perpindahan dari desa ke kota, yakni pindah, merantau, dan pergi pulang balik. Arus gerak pindah yaitu mereka yang bermigrasi secara tetap dari desa ke kota, dan mereka yang paling sedikit enam bulan terus menerus menetap di kota sebelum mereka kembali pulang ke desa. Arus gerak merantau yaitu mereka yang tidak berada di desa karena mereka tinggal di tempat lain terus menerus selama paling sedikit enam bulan. Sedangkan arus pergi pulang balik mereka yang pergi pulang balik secara berkala dari desa ke tempat pekerjaannya, dan desa hanya dijadikan untuk tidur saja (Jakti, 1994). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengungkapkan faktor-faktor apa yang mendukung orang untuk berpindah atau bermobilitas, serta motivasi apa yang mempengaruhi masyarakat untuk mencari pekerjaan keluar daerah tempat tinggalnya. Setiap mobilitas atau perpindahan selalu didasari (disebabkan) adanya 2 faktor yaitu adanya faktor pendorong atau faktor penekan (push factor) dari daerah asal dan faktor penarik (pull factor) dari daerah tujuan, atau dengan adanya faktor lain seperti faktor cultural mission (yakni seperangkat tujuan yang
Universitas Sumatera Utara
diharapkan oleh masyarakat budaya tersebut untuk dicapai dalam tujuan) seperti yang diutarakan oleh Pelly (1994). Menurut Lee (1995), adapun faktor yang mendorong terjadinya mobilitas penduduk adalah: 1. Daerah asal, yakni faktor yang akan mendorong (push factor) seseorang untuk meninggalkan daerah asal. 2. Daerah tujuan, yakni faktor yang menarik (full factor) seseorang untuk pindah ke daerah tersebut. 3. Rintangan antara yang bias jadi penghambat (intervening obstracles) bagi terjadinya mobilitas misalnya biaya perjalanan. 4. Faktor individu (pribadi). Menurut Arios (1995: 110) dalam penelitiannya tentang Pola Migrasi Orang Nias menuliskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan mobilitas yaitu faktor dari daerah asal, yang meliputi faktor geografis di daerah asal, faktor ekonomi, faktor sosial dan faktor budaya. Sementara itu Batubara (1990: 56) berdasarkan penelitiannya mengenai penjaja jamu di kota Medan, menyatakan bahwa faktor yang paling kuat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam melakukan migrasi adalah alasan-alasan ekonomis. Sementara faktor yang paling kecil mempengaruhi adalah alasan-alasan budaya. Penduduk di daerah sering dihadapkan pada masalah yang sulit dipecahkan yaitu pemenuhan kebutuhan yang semakin tinggi persentasenya sedangkan pendapatan yang diterima terkadang tidak mencukupi. Hal ini merupakan salah satu motivasi yang membuat masyarakat desa cenderung untuk mencari kehidupan yang layak di luar daerahnya.
Universitas Sumatera Utara
Suparlan (Soerdjani dan Samad, 1992: 66-67) menuliskan bahwa kebudayaan adalah jembatan antara manusia dan lingkungan dimana ia berada, sehingga melalui kebudayaan manusia mampu beradaptasi dengan lingkungan dimana ia bertempat tinggal dan melakukan aktivitasnya sehari-hari. Sehingga masalah ini menuntut bagimana manusia mampu mendayagunakan lingkungannya agar ia dapat hidup dan survive di alam ini. Karena dalam kebudayaan tercakup adanya seperangkat pengetahuan yang dimiliki manusia sebagai mahluk sosial yang dipergunakan dalam memahami dan menginterpretasikan lingkungannya serta menjadi kerangka landasan untuk mewujudkan aktivitas yang akan dilakukan. Demikian juga halnya dengan masyarakat dusun XV Kota Datar, yang mana sebagian besar masyarakatnya hidup dari bertani. Lahan pertanian dikelola sudah cukup modern dengan mengadakan panenan sebanyak dua kali dalam setahun. Pada panenan pertama padi disemaikan pada bulan November
dan
ditanam pada pertengahan Desember. Pada awal April hingga mei, padi siap untuk dipanen. Sedangkan pada panenan kedua padi disemaikan pada bulan Juni dan ditanam pada bulan Juli. Pada akhir Oktober hingga awal November padi siap untuk dipanen. Pada bulan Januari hingga bulan Februari serta bulan Agustus hingga bulan September adalah masa pertumbuhan padi di sawah. Selama masa pertumbuhan tersebut, padi hanya butuh disiangi dan dipupuk. Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pekerjaan tersebut tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja yang cukup besar. Sedangkan pekerjaan penyiangan (marbabo) biasanya dilakukan oleh para perempuan dengan bergotong royong dengan para
Universitas Sumatera Utara
kerabat atau tetangga yang dilakukan secara bergotong royong bergilir (marsiadapari). Pada selang waktu itu keluarga dihadapkan pada dua keadaan dimana di satu pihak keluarga membutuhkan dana untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari atau kebutuhan yang lain, sedangkan di pihak lain keluarga mempunyai kelebihan tenaga kerja. Kompleksnya kebutuhan tersebut mendorong mereka untuk mencari alternatif lain sebagai sumber pendapatan lain. Memang pada masa tersebut di atas, ada juga dari para petani yang mengusahakan pekerjaan lain untuk mendapat penghasilan tambahan, antara lain dengan cara berladang di lahan kering atau di lahan basah dengan cara menanam berbagai jenis tanaman. Selain dengan melakukan kegiatan di atas, sebagian dari penduduk mengadakan mobilitas (perpindahan) sirkuler ke daerah Percut. Perjalanan tersebut mereka istilahkan dengan marripang. Keadaan ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan sepertinya mengikuti suatu pola tertentu. Kenyataan menunjukkan seseorang melakukan mobilitas karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi misalnya, faktor sosial ekonomi, geografis, demografi, kebudayaan dan banyak lagi faktor lainnya. Menurut Koentjaraningrat (1982) mobilitas sirkuler yang ada di Indonesia biasanya dillakukan oleh orang-orang yang juga mempunyai tujuan yang lebih baik lagi. Biasanya mobilitas terjadi akibat adanya tekanan hidup, kurangnya kesempatan kerja, sempitnya pemilikan tanah (lahan pertanian) dan kecilnya pendapatan di daerah asal. Semua faktor-faktor di atas mendorong penduduk desa melakukan mobilitas.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Kerangka Teori Perpindahan (mobilitas) dalam studi ilmu-ilmu sosial sangat menarik untuk dibicarakan. Para ahli dari berbagai bidang ilmu dan jenis penelitian telah banyak melahirkan teori, konsep, defenisi mengenai mobilitas ataupun migrasi dalam arti luas. Mobilitas penduduk adalah semua gerakan penduduk yang melewati batas wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu pula (Mantra, 1978). Bentukbentuk mobilitas penduduk dapat dibagi menjadi tiga, yakni nglaju (commuting), sirkulasi (circulation) dan menetap (migration). Nglaju yaitu bentuk mobilitas penduduk dari desa ke kota atau ke tempat lain dan kembali ke tempat asal pada hari yang sama. Sirkulasi yaitu bentuk mobilitas penduduk dari desa ke kota atau ke daerah lain dalam jangka waktu lebih dari satu hari, tetapi tidak ada niat untuk menetap di daerah tujuan. Migrasi yaitu bentuk perpindahan penduduk ke kota atau ke daerah lain dengan maksud untuk bertempat tinggal menetap di daerah tersebut. Ross Steele mengatakan bahwa sebenarnya perbedaan antara mobilitas permanen dan non pemanen terletak pada ada atau tidaknya niatan untuk bertempat tinggal menetap di daerah tujuan. Apabila seorang yang pindah ke daerah lain tetapi sejak semula sudah bermaksud kembali ke daerah asal, maka perpindahan tersebut dapat dianggap sebagai sirkulasi dan bukan mobilitas permanen (Mantra, 1984). Mengenai motivasi penduduk untuk melakukan mobilitas, Standing (1987: 1) mengatakan bahwa manusia bukanlah mahluk yang tidak pernah diam; perpindahan merupakan adaptasinya dengan lingkungan sosial, ekonomi,
Universitas Sumatera Utara
kebudayaan dan ekologi. Sedangkan Mochtar Naim mengatakan bahwa penduduk desa melakukan perpindahan karena terjadi ketidakseimbangan ekonomi antar berbagai wilayah yang ada di Indonesia (Naim, 1982: 247). Melalui tulisan tersebut digambarkan adanya faktor pendorong dari daerah asal dan faktor penarik dari daerah tujuan. a. Faktor-faktor pendorong (push factors), biasanya digambarkan sebagai akibat kekurangan sumber-sumber untuk kebutuhan hidup, adanya kemiskinan dan pola hubungan sosial yang mengekang. b. Faktor-faktor penarik (pull factors), digambarkan sebagai keadaan yang berlawanan dengan keadaan yang menjadi faktor pendorong di tempat asal, misalnya kesempatan kerja yang lebih baik di tempat tujuan. Jadi perpindahan yang terjadi dikarenakan adanya suatu kesempatan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih baik daripada di daerah asal. Pada dasarnya bahwa dorongan utama orang untuk melakukan mobilitas adalah untuk memperoleh penghasilan yang lebih baik. Apabila di suatu tempat atau daerah kebutuhan seseorang belum dapat dipenuhi maka ia akan mencari informasi
mengenai tempat lain yang dapat memperoleh penghasilan untuk
memenuhi kehidupan keluarganya. Senada
dengan
apa
yang
dikemukakan
oleh
Naim
(1982),
Koentjaraningrat (1982) mengatakan bahwa mobilitas sirkuler yang ada di Indonesia biasanya dilakukan oleh orang-orang yang ingin mempunyai tujuan hidup yang lebih baik lagi. Akan tetapi banyak anggapan bahwa merantau itu hanya bepergian bersifat sementara saja serta adanya satu harapan kalau harta benda sudah terkumpul mereka kembali ke kampung asal, sehingga dapat
Universitas Sumatera Utara
dikatakan bahwa keadaan ekonomi berhubungan positif dengan status sosial individu dimana semakin baik keadaan ekonomi maka semakin rendah mobilitas penduduk. Jadi mobilitas terjadi akibat adanya tekanan hidup, kurangnya kesempatan kerja dan kecilnya pendapatan di desa. Mantra (1978: 20) mengemukakan hal yang sama dengan apa yang dikemukakan kedua ahli di atas. Mantra menuliskan, bahwa kurangnya kesempatan kerja di bidang pertanian dan non pertanian dan terbatasnya fasilitas pendidikan yang ada mendorong penduduk untuk pergi ke daerah lain dimana kesempatan tersebut terdapat. Sedangkan hal-hal yang mengikat penduduk untuk tetap tinggal di desa adalah: eratnya jalinan kekeluargaan; jalinan gotong royong yang kuat; penduduk sangat terikat dengan tanah warisan dan enggan menjualnya; penduduk sangat terikat dengan daerah asal dimana mereka dilahirkan, dimana biasanya terdapat makam nenek moyang mereka yang setiap lebaran akan dikunjunginya. Selanjutnya Mantra menuliskan bahwa memperhatikan kedua kekuatan di atas, terlihat satu dengan yang lain sangat bertentangan. Penduduk dihadapkan kepada dua keadaan yang sulit dan terbatasnya fasilitas pendidikan ataukah berpindahnya ke daerah lain meninggalkan desa, sawah, ladang, dan sanak saudara? Konflik tersebut diatasi penduduk dengan mengadakan mobilitas sirkuler yang merupakan koptomi antara tetap berdiam di daerah asal dan berpindah ke daerah lain. Menurut Mabogunje hubungan migran dengan desa dapat dilihat dari materi informasi yang mengalir dari daerah tujuan ke desa asal. Jenis informasi itu bersifat positif dan negatif. Informasi positif biasanya datang dari para migran yang berhasil. Hal ini berakibat (a) stimulus untuk pindah semakin kuat di
Universitas Sumatera Utara
kalangan migran potensial di desa, (b) pranata sosial yang mengontrol mengalirnya warga desa ke luar semakin longgar, (c) arah pergerakan penduduk menuju ke kota-kota atau daerah tertentu, dan (d) perubahan pola investasi dan atau pemilikan tanah di desa karena tanah mulai dilihat sebagai suatu komoditi pasar. Sementara itu, informasi negatif biasanya datang dari para migran yang gagal atau kurang berhasil sehingga mengakibatkan dampak yang sebaliknya (Mantra, 1995). Pada bagian lain kembali Naim menjelaskan (Mantra, 1978: 20), bahwa mobilitas sirkuler merupakan mekanisme yang mengatur keseimbangan (ekulibrial) antara kemampuan daya dukung ekologis dari tanah/daerah dengan perkembangan penduduk padat dan kemampuan daya dukung tanah terbatas. Apabila perkembangan penduduk dan daya dukung tanah terbatas, maka di sana tingkat dan intensitas mobilitas sirkuler tinggi. Di daerah penduduknya yang relatif masih jarang dan kemampuan daya dukung alam yang menguntungkan, maka tingkat dan intensitas mobilitas sirkuler rendah. Studi tentang mobilitas sirkuler memang sudah banyak dilakukan di Indonesia berdasarkan studi kasus mobilitas dari desa ke kota, desa ke desa, terutama dengan kasus-kasus yang terjadi di pulau Jawa, maka teori di atas berasal dari studi tersebut. Penelitian mengenai mobilitas yang ada di Sumatera pernah dilakukan oleh Naim (1984) dan Pelly (1994) yang mana mereka mengkaji pola merantau masyarakat Minangkabau ke beberapa kota yang ada di Indonesia. Kedua ahli tersebut berpendapat bahwa merantau dalam masyarakat Minangkabau ataupun masyarakat Mandailing selalu didasari/ditekan oleh adanya faktor
Universitas Sumatera Utara
ekonomi dan faktor tekanan budaya (yang diistilahkan oleh Pelly dengan missi budaya). Dari semua teori yang kita temukan di atas selalu ditemukan adanya faktor-faktor penyebab dari ruang, waktu, dan aktor di dalam melakukan migrasi (mobilitas). Sebagai kerangka acuan maka penulis berpegang dengan apa yang dikemukakan oleh Naim yang mengatakan bahwa tindakan perpindahan (mobilitas) selalu didasari dengan pertimbangan menjaga keseimbangan kekuatan faktor pendorong dan faktor penarik, atau dengan kata lain bahwa mobilitas sirkuler dilakukan untuk menseimbangkan kedua kekuatan tersebut.
1.3. Kerangka Konsep Untuk menjelaskan mengenai pola mobilitas sirkuler dan gambarannya maka penulis memberikan batasan-batasan konsep yang akan dipergunakan dalam penelitian ini, sehingga memudahkan penulis dalam memperhatikan fenomena sosial yang terjadi pada masyarakat yang diteliti (Singarimbun dan Effendi, 1983: 17). Konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Marripang Marripang merupakan satu istilah yang dipergunakan masyarakat dusun XV Bakaran Batu untuk mengistilahkan jenis mobilitas yang mereka lakukan. Marripang berarti perpindahan (mobilitas) yang dilakukan oleh masyarakat dusun XV Bakaran Batu ke Percut dalam jangka waktu tertentu setiap tahunnya, yaitu untuk memanen padi di daerah tersebut. Sedangkan orang-orang yang melakukan mobilitas tersebut dinamakan parripang, karena imbuhan par dalam bahasa Batak Toba menunjukkan orang yang melakukan aktivitas tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Marripang yang diadakan masyarakat dusun XV Bakaran Batu setiap tahunnya pada bulan Februari serta bulan Agustus atau akhir Februari serta akhir Agustus (berangkat dari daerah asal) hingga bulan Maret serta bulan September (pulang ke daerah asal). Kriteria parripang adalah mereka yang mempunyai mata pencaharian utama sebagai petani dengan usia rata-rata 18-49 tahun. Hal ini berarti bahwa petani yang mempunyai mata pencaharian lain tentunya tidak turut melakukan mobilitas. Tetapi yang menjadi obyek kajian kita adalah mereka yang pergi selama masa panen di daerah tujuan. Bentuk mobilitas seperti ini lazim dilakukan oleh masyarakat dusun XV Kota Datar dan di daerah ini terdapat angka mobilitas yang cukup tinggi setiap tahunnya. Berbicara mengenai mobilitas tentunya harus membicarakan konsep ruang, waktu, dan pelaku. Adanya ruang berarti adanya daerah asal dan daerah tujuan dimana orang-orang melakukan perpindahan kedua tempat ini dalam sebuah jangka waktu (dalam kasus ini terjadi secara sirkuler/periodik). Mengenai istilah perpindahan dalam penelitian ini maka penulis menggunakan istilah mobilitas dan bukan istilah migrasi. Walaupun secara umum istilah migrasi menunjukkan perubahan tempat tinggal secara permanen maupun non permanen. Namun pada definisi yang lain istilah migrasi selalu mengacu pada perubahan tempat tinggal secara permanen. Untuk memudahkan kita mengerti tentang mobilitas sirkuler maka disini penulis mencatat pengertian yang ditulis oleh (Mantra dan Kasto, 1984), yang mengatakan bahwa apabila seseorang berpindah dari daerah lain tetapi semula bermaksud kembali ke daerah asal, maka perpindahan tersebut dianggap sebagai suatu sirkulasi dan bukan migrasi.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya Mantra menuliskan bahwa mobilitas penduduk horizontal atau geografis meliputi semua gerakan (movement) yang melintasi wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu (Mantra, 1978: 20). Sedangkan istilah sirkuler menunjukkan adanya sebuah sirkulasi (perputaran) suatu hal (kejadian) yang terjadi berulang-ulang dalam sebuah jangka waktu (periode tertentu). Jadi mobilitas sirkuler berarti adanya suatu perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain yang terjadi secara berulang-ulang dalam suatu jangka waktu tertentu.
b. Pola Mobilitas Menurut Suyono (1985: 327) pola adalah suatu rangkaian unsur-unsur yang sudah menetap mengenai suatu gejala dan dapat dipakai sebagai contoh dalam hal menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu sendiri. Dari defenisi tersebut di atas, pola mobilitas dalam penelitian ini diartikan sebagai unsur-unsur yang sudah menetap dalam proses mobilitas tersebut dan untuk melihat pola mobilitas pada masyarakat Dusun XV Kota Datar maka akan terlihat dengan mengetahui motivasi mereka melakukan mobilitas dan proses mobilitas yang mereka lakukan.
c. Motivasi Motivasi diartikan sebagai alasan-alasan atau faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan dan menyebabkan seseorang pergi meninggalkan kampung halamannya menuju daerah lain. Faktor-
Universitas Sumatera Utara
faktor tersebut terdiri dari faktor pendorong (push factors) dari daerah asal dan faktor penarik (pull factors) dari daerah tujuan.
1.4. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang ingin dilihat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Bagaimana pola mobilitas sirkuler yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba di Dusun XV Desa Kota Datar? 2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat Batak Toba di Dusun XV Desa Kota Datar melakukan mobilitas sirkuler?
1.5. Ruang Lingkup Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini adalah menggambarkan pola mobilitas sirkuler yang dilakukan masyarakat Dusun XV Kota Datar, sehingga dengan demikian dapat diketahui bagaimana mereka melakukan mobilitas tersebut. Serta faktor-faktor apa saja yang memotivasi mereka marripang. Sedangkan hal yang perlu diteliti dalam penelitian ini adalah bentuk atau pola mobilitas yang dilakukan oleh masyarakat. Serta faktor pendorong dari daerah asal dan faktor penarik dari daerah tujuan.
1.6. Tujuan dan Mamfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk mengetahui bagaimana pola marripang yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba di Dusun XV Desa Kota Datar. 2. Untuk mengetahui bagaimana sistem kerja dan bagi hasil yang dilakukan oleh setiap kelompok kerja. 3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan sosial inter dan antar migran serta hubungan sosial para parripang dengan daerah asal. 4. Untuk mengetahui apa motivasi yang mendorong mereka melakukan aktivitas marripang..
b. Mamfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan nantinya dapat bermamfaat sebagai bahan masukan yang berupa data dan informasi mengenai pola dan faktor-faktor mobilitas untuk penyusunan kebijakan pengelolaan mobilitas penduduk, sebagai penunjang pembangunan, baik pembangunan nasional, pembangunan regional, maupun pembangunan pedesaan. Disamping itu dari segi teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bahan kajian dalam disiplin ilmu Antropologi khususnya mengenai mobilitas penduduk.
1.7. Metode Penelitian Untuk keperluan penulisan penulis menggunakan metode deskriptif yang bermaksud menggambarkan atau melukiskan bagaimana mobilitas penduduk yang dilakukan oleh masyarakat Dusun XV Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.
Universitas Sumatera Utara
Dalam
pengumpulan
data
yang
diperlukan
digunakan
metode
pengumpulan data: a. Observasi Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi nonpartisipan. Non-partisipan, yaitu peneliti (observer, pengamat) peneliti hanya mengamati masalah yang terjadi pada masyarakat tersebut dan tidak ikut serta terhadap masalah yang akan diteliti nantinya. Bungin (2008: 115) menjelaskan bahwa
observasi
adalah
kemampuan
seseorang
untuk
menggunakan
pengamatannya melalui hasil kerja panca indra mata serta dibantu dengan panca indara lainnya. Untuk mendapatkan informasi yang akurat dan objektif, maka peneliti terjun ke lapangan dan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala nyata pada objek yang diteliti. Data yang hendak diperoleh dari metode ini ialah: (1). Bagaimana aktivitas sehari-hari di daerah asal meliputi hal-hal yang dikerjakan pada jam kerja. (2). Bagaimana keadaan alam mereka meliputi: keadaan tanah dan jenis tanaman yang diusahakan, dll. Observasi yang dilakukan tidak terlepas dari pengamatan terhadap komponen ruang (tempat), pelaku (aktor), di dalam ruang waktu. Data yang diperoleh dari observasi akan dilengkapi dengan observasi di daerah tujuan.
Universitas Sumatera Utara
b. Wawancara Wawancara merupakan suatu tehnik untuk mendekati sumber informasi dengan cara tanga jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan berdasar pada tujuan penelitian. Wawancara ini digunakan untuk mengungkapkan masalah yang diteliti. Dengan demikian wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang open ended (wawancara dimana jawaban tidak terbatas pada satu tanggapan saja) dan mengarah pada pendalaman informasi serta dilakukan tidak secara formal terstruktur. Wawancara ini dilakukan beberapa kali sesuai dengan keperluan peneliti yang berkaitan dengan kejelasan dan kemantapan masalah yang dijelajahi. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: - Wawancara biasa Tahap pertama peneliti akan menggunakan wawancara tak berstruktur/bersifat terbuka agar informan dapat memberikan data yang luwes, tanpa terikat, supaya dapat diketahui pandangan informan terhadap masalah yang diteliti. Untuk menjaring data maka diperlukan sejumlah syarat untuk para informan: 1. Si subyek yang sudah pernah melakukan mobilitas pada waktu yang lalu untuk mengetahui bagaimana sistem kerja dan bagi hasil diantara mereka, jumlah pendapatan rata-rata selama marripang, serta sarana dan prasarana yang
diperlukan
dalam
melakukan
perpindahan
(transportasi
dan
akomodasi). 2. Orang luar yang sedikitnya mempunyai pengetahuan mengenai masalah yang diteliti untuk mengetahui tanggapannya terhadap aktivitas marripang. 3. Pemerintah setempat yang dapat memberikan informasi mengenai masalah yang diteliti untuk mengetahui tentang jumlah parripang setiap tahunnya.
Universitas Sumatera Utara
4. Pemuka adat dan agama yang dapat menjelaskan hubungan parripang dengan daerah asal dalam kaitannya dengan adat istiadat setempat. 5. Beberapa keluarga migran yang mendukung keberangkatan para parripang meninggalkan daerah asal untuk mengetahui bagaimana pendapat mereka ketika salah seorang dari keluarga berangkat marripang. - Wawancara mendalam (dept innterview) Hal ini dimaksudkan supaya dapat memperoleh data yang jelas mengenai pola mobilitas. Data yang akan diperoleh dari wawancara ini adalah: 1. Motivasi marripang 2. Hubungan sosial antar dan inter parripang 3. Bagaimana keterikatan para parripang dengan aktivitas sosial budaya di daerah tujuan, terlebih di daerah asal. Wawancara mendalam ini ditujukan kepada informan yang sudah lama melakukan marripang. Tidak sekedar tahu tetapi dapat memberikan informasi yang jelas mengenai masalah yang sedang diteliti.
c. Kuesioner Untuk melengkapi data yang diperoleh dari hasil wawancara maka penulis mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada beberapa orang dari parripang berupa kuestioner guna menguji motivasi apa yang dimiliki oleh para pekerja dalam melakukan aktivitas marripang. Dalam hal ini sampel yang dimaksudkan adalah sampel purporsif (yaitu sampel menurut tujuan penelitian).
Universitas Sumatera Utara
d. Studi pustaka Tinjauan pustaka bertujuan untuk mendapatkan teori/konsep sebagai landasan pemikiran dalam melengkapi dan memperjelas masalah penelitian ini. Hal ini diperoleh dari buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah, majalah, artikel yang berkenaan dengan masalah yang diteliti.
e. Dokumentasi Yang termasuk dokumentasi adalah foto-foto peristiwa, data statistik yang diperoleh dari pemerintah setempat yang dipergunakan dalam melengkapi data yang diperoleh pada saat wawancara.
1.8. Pengolahan Data dan Penyajian Analisa Data Analisa data adalah kualitatif. Menurut Patton analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar (Moleong, 1991: 103). Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diproleh dari hasil pengamatan (observasi), wawancara, kuesioner, studi kepustakaan, dan dokumentasi. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah selanjutnya mereduksi data dengan jalan membuat abstraksi yang gunanya membuat rangkuman inti dari data, proses-proses dan pernyataan-pernyataan yang diperlukan agar tidak hilang. Selanjudnya menyusun data dalam satuan-satuan yang kemudian dikategorisasikan sambil mengkoding data – yaitu proses pengelompokan data setelah dilakukan pengklasifikasian dari data mentah. Tahap akhir dari analisa data ini adalah memeriksa keabsahan data.
Universitas Sumatera Utara
Setelah proses tersebut selesai selanjutnya adalah menafsirkan data. Penafsiran data adalah memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian.
1.9. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian adalah masyarakat Dusun XV Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Adapun pertimbangan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Desa ini adalah salah satu desa yang mana penduduknya melakukan mobilitas ke daerah Percut Sei Tuan. 2. Angka mobilitas sirkuler cukup tinggi di daerah ini. 3. Ekologi tanah dan keadaan sosial budaya masyarakat Dusun XV Desa Kota Datar, hampir sama dengan desa lain yang ada di Kecamatan Hamparan Perak (yang mana penduduknya melakukan mobilitas juga).
Universitas Sumatera Utara