BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Museum belum mendapatkan perhatian yang memadai dalam kehidupan masyarakat di Indonesia pada umumnya. Meskipun sebagian masyarakat mengetahui peran penting museum, tetapi dalam kenyataannya penghargaan masyarakat terhadap lembaga ini masih sangat kurang. Sampai dengan saat ini, museum seringkali dilihat hanya sebagai tempat penyimpanan benda-benda kuno saja, yang tidak cukup menarik untuk dikunjungi. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya kondisi museum itu sendiri. Museum-museum di Indonesia memang lebih banyak menampilkan benda-benda saja, dan belum cukup menyajikan makna atau nilai-nilai yang ada di balik benda-benda tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarjiyanto (2010: 19) dalam penelitiannya yang mengungkap bahwa kondisi umum museum saat ini dicirikan oleh keterbatasan atau minimnya penyampaian informasi tentang makna di balik koleksi. Padahal, peran penting museum justru menampilkan benda-benda koleksinya dalam konteks kehidupan bermasyarakat. Realitas yang menunjukkan bahwa museum hanya sebagai tempat penyimpanan dan merawat benda peninggalan sejarah telah mengaburkan peranperan penting museum dalam kehidupan masyarakat. Museum seharusnya dapat memiliki berbagai peran penting dalam kehidupan masyarakat. Museum memiliki peran strategis untuk memperkuat kepribadian dan jati diri bangsa, meningkatkan
1
2
kesatuan, sekaligus menjadi kebanggaan nasional. Salah satu peran penting museum digambarkan oleh kutipan di bawah ini. ”Apabila suatu bangsa adalah sebuah keluarga yang hidup dengan dan dalam rumah kebudayaan, maka Museum dapatlah dipahami sebagai album keluarga itu. Di dalam album itulah foto-foto seluruh keluarga tersimpan dan disusun dari setiap masa dan generasi. Foto-foto itu ditatap untuk tidak sekedar menjenguk dan menziarahi sebuah masa lalu, sebab waktu bukan hanya terdiri dari ruang dimensi kemarin, hari ini dan besok pagi. Foto-foto itu adalah waktu yang menjadi tempat untuk menatap dan memaknai seluruhnya, bukan hanya peristiwa, akan tetapi juga pemaknaan di balik peristiwa-peristiwa itu. Pemaknaan tentang seluruh identitas, di dalam dan di luar kota. Foto-foto itu akhirnya bukan lagi dipahami sebagai sebuah benda" (Hermawan, 2001). Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa museum seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai lembaga untuk mengumpulkan dan memamerkan bendabenda yang berkaitan dengan sejarah perkembangan kehidupan manusia dan lingkungan, akan tetapi juga menjadi lembaga yang dapat melakukan pembinaan dan pengembangan nilai budaya bangsa. Dengan peran tersebut, museum dapat memperkuat jati diri bangsa dan meningkatkan kebanggaan nasional. Museum dapat diibaratkan kamera perekam yang mencatat jejak sejarah alam, dan kebudayaan manusia dari masa ke masa. Melalui koleksinya, orang akan mengenali hasil pikir manusia dari generasi ke generasi yang dapat disebut dengan peradaban manusia. Hal ini menjadikan museum sebagai lembaga yang penting untuk mempelajari pengetahuan tentang kebudayaan manusia. Selain bertugas untuk menumpulkan, merawat, dan memamerkan warisan budaya manusia, museum juga bertugas sebagai lokasi pelaksanaan penelitian, serta mengkomunikasikan warisan budaya tersebut untuk tujuan pendidikan. Menurut Lord & Lord (2009: 56) museum adalah lembaga kebudayaan yang
3
kompleks
dan
unik.
Lembaga
ini
menitikberatkan
perhatiannya
pada
pengumpulan dan pemeliharaan warisan budaya materi, dan dalam waktu bersamaan harus mengkomunikasikan makna benda-benda tersebut, baik yang berasal dari karya seni, benda arkeologi, atau pun bendasejarah serta spesimen ilmu pengetahuan. Hal ini sejalan dengan pendapat Pearce (1993: 1) yang mengemukakan bahwa museum merupakan lembaga yang mengumpulkan, merawat, menyimpan, dan mengkomunikasikan benda budaya atau benda alam yang ada keterkaitannya dengan sejarah kehidupan manusia. Pengertian museum juga dapat ditinjau dari beberapa regulasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Secara khusus, pengertian museum di Indonesia tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum. Menurut peraturan tersebut, museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. Konsep museum ini menyebabkan museum Indonesia memang lebih berperan hanya sebagai tempat penyimpanan dan pelestarian saja, bukan sebagai sarana pendidikan. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum ditetapkan bahwa museum tidak diberi tugas untuk mengomunikasikan makna benda-benda warisan budaya tersebut. Secara fungsional, museum merupakan pranata budaya di dalam masyarakat. Artinya, lembaga ini secara aktif melakukan usaha-usaha menuju peningkatan
4
kecerdasan bangsa, peningkatan apresiasi dan penghayatan seni budaya nasional. Aktivitas dan peranan yang dikembangkan senantiasa untuk merealisasikan fungsionalisasi museum. Direktorat Museum (2007: 2) mengungkapkan bahwa apabila mengacu kepada hasil musyawarah umum ke-11 (11th General Assembley) International Council of Museum (ICOM) pada tanggal 14 Juni 1974 di Denmark, dapat dikemukakan 9 fungsi museum sebagai berikut. 1. Pengumpulan dan pengamanan warisan alam dan budaya; 2. Dokumentasi dan penelitian ilmiah; 3. Konservasi dan preparasi; 4. Penyebaran dan penataan ilmu pengetahuan untuk umum; 5. Pengenalan dan penghayatan kesenian; 6. Pengenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa; 7. Visualisasi warisan alam dan budaya 8. Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia dan 9. Pembangkit rasa ketaqwaan dan bersyukur kepada Tuhan Yang maha Esa. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka tampak jelas bahwa museum merupakan bagian dari peradaban modern yang universal. Museum bukanlah sekedar tempat menyimpan benda-benda antik yang berharga dan bernilai tinggi. Jika museum didefinisikan seperti itu, maka semua istana tradisional akan dianggap museum karena istana tradisional banyak menyimpan dan memajang barang antik. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa museum bukan sekedar pajangan dari berbagai benda seni dan artefak, tetapi lebih merupakan alat pengingat bagi masyarakat tentang identitas kebudayaannya yang otentik
5
sebagaimana tersirat dalam simbol-simbol bermakna. Keberadaan museum berperan penting dalam memberikan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya identitas, kesinambungan historis dan makna kehidupan (Abdullah dan Surjomiharjo, 2001: 84). Lebih spesifik, museum dapat juga dilihat sebagai lembaga nirlaba yang tugasnya meliputi hal-hal berikut (Tanudirjo, 2005: 5): 1. Menjadi pendidik dan perantara budaya 2. Mencegah terjadinya kemerosotan budaya dan kemerosotan apresiasi terhadap warisan budaya. 3. Melindungi, melestarikan dan meneliti benda-benda koleksinya 4. Memberikan penyadaran atau pencerahan akan pentingnya pelestarian budaya. Dari beberapa uraian di atas dapat ditegaskan bahwa museum bukanlah sekedar lembaga atau gudang tempat penyimpanan benda antik bernilai historis dengan harga jual tinggi. Namun, museum merupakan lembaga yang mempunyai nilai penting dalam membangun identitas suatu bangsa demi kelangsungan bangsa itu sendiri. Di negara-negara maju, museum telah menjadi bagian dari media penghubung antara masa silam dengan masa kini sehingga keberadaannya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat. Museum tersebut bahkan tumbuh di tengah masyarakat. Terlebih lagi, keberadaan museum ditopang dengan fasilitas, sarana, dan prasarana yang terus mengikuti perkembangan jaman, sehingga museum selalu eksis dan kompetitif. Hal ini berbanding terbalik dengan keberadaan museum di Indonesia yang cenderung ”hidup segan mati tak mau”.
Kondisi
umum
sebagian
besar
museum
di
Indonesia
kurang
6
menggembirakan karena masih dianggap hanya sebagai tempat penyimpanan benda kuno, benda antik, tempat yang angker, kusam, dan tidak menyenangkan. Mengingat kondisi seperti itu, terciptalah suatu keinginan untuk mewujudkan fungsi museum sebagai institusi pelayanan yang bersifat edukatif, rekreatif, dan bermanfat bagi kepentingan pembelajaran dan pendidikan. Keinginan tersebut tentunya harus senantiasa diupayakan oleh pengelola melalui proses yang harus mendapat perhatian serius. Pengelola museum harus kreatif dan inovatif dalam usaha melakukan upaya untuk mengubah persepsi masyarakat yang keliru akan keberadaan museum. Keinginan untuk mewujudkan peran museum sebagai suatu sarana pendidikan dirasakan oleh banyak tenaga pendidik terhadap seluruh museum. Keinginan tersebut juga semestinya ditumbuhkan dan dikembangkan di Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Pada saat ini, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menjalankan berbagai upaya untuk mengembangkan Museum Sonobudoyo menjadi museum bertaraf internasional. Di tengah keterbatasan yang ada, Museum Sonobudoyo harus senantiasa berupaya memperbaiki citra museum di mata masyarakat, sehingga dapat terwujud fungsi museum yang ideal. Salah satu cara yang dapat mendukung hal itu adalah meningkatkan kegiatan yang melibatkan masyarakat luas. Perlu diakui bahwa Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta telah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki citra Museum Sonobudoyo. Upaya-upaya tersebut dilakukan melalui berbagai program publik. Program publik merupakan seluruh program atau kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat
7
umum. Dalam hal ini, masyarakat merupakan sasaran dari pelaksanaan program publik. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Lord & Lord dalam The Manual of Museum Management (2009: 109) mengatakan bahwa program publik suatu museum merupakan segala aktivitas museum yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat umum. Pada tahun 2013, seiring pencanangan Museum Sonobudoyo menuju museum internasional dengan program revitalisasi Museum Sonobudoyo, dilakukan perbaikan sarana dan prasarana fisik. Namun demikian, dalam pencanangan Museum Sonobudoyo menuju museum internasional tidak ada upaya untuk meningkatkan kegiatan publik di museum. Seharusnya, perbaikan terhadap Muesum Sonobudoyo dapat meningkatkan citra museum dalam penilaian masyarakat. Ironisnya, sampai dengan saat ini tidak terlihat peningkatan citra maupun minat masyarakat untuk memanfaatkan museum sebagai sumber belajar atau untuk sekedar berkunjung. Kondisi ini dapat dilihat dari stagnasi jumlah kunjungan di museum Sonobudoyo Yogyakarta dari tahun ke tahun sebagaimana tabel berikut. Tabel 1.1. Data Kunjungan Museum Sonobudoyo Yogyakarta KUNJUNGAN 2008 2009 2010 2011 2012 Ruang Pameran A. Wisatawan Nusantara 13.865 12.729 12.985 15.286 14.942 B. Wisatawan Mancanegara 3.627 4.819 4.527 5.065 5.758 5.114 4.674 5.568 5.094 5.320 Pergelaran Wayang kulit 1.785 1.453 1.059 1.029 1.057 Perpustakaan JUMLAH 24.391 23.675 24.139 26.474 27.077 Sumber: Seksi Bimbingan Informasi dan Dokumentasi Museum Sonobudoyo Yogyakarta (2012) Jumlah angka kunjungan rata-rata per tahun di Museum Sonobudoyo Yogyakarta di atas tidak jauh berubah dari tahun ke tahun. Perubahan yang cukup
8
banyak hanya terjadi pada tahun 2011, namun pada tahun lainnya tidak ada peningkatan jumlah pengunjung yang signifikan di Museum Sonobudoyo. Sebenarnya, Museum Sonobudoyo telah menjadi salah satu dari mueum faavorit di Yogyakarta. Berdasarkan data Kunjungan Museum Barahmus DIY 2012, terdapat 12 museum favorit dari 32 museum yang ada di Yogyakarta. Museum favorit tersebut antara lain Museum Kraton Yogyakarta, Museum Kebon Binatang Gembiraloka, Museum Monumen Yogya Kembali, Museum Benteng Vredeburg, Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, Museum Gunung Api Merapi, Museum Seni dan Budaya Jawa Ullen Sentalu, Museum Sonobudoyo, Museum Biologi Universitas Gadjah Mada, Museum Tani Jawa Indonesia, Museum Sasmitaloka Pangsar Jenderal Soedirman, dan Museum Dewantara Kirti Griya Tamansiswa
(http://tourismnews.co.id/category/destinations/inilah-12-museum-
terfavorit-di-yogyakarta, diakses tanggal 2 Desember 2013). Sebagai salah satu museum favorit di Daerah Istimewa Yogyakarta, Museum Sonobudoyo tentunya harus memiliki fasilitas, kegiatan, serta sarana prasarana yang memadai. Fasilitas, kegiatan, serta sarana prasarana yang memadai akan menyebabkan museum tersebut banyak dikunjungi masyarakat. Apabila dilihat dari potensinya yang cukup besar, seharusnya Museum Sonobudoyo dapat menarik banyak kunjungan. Museum Sonobudoyo telah berdiri sejak tanggal 6 November 1935 sehingga sudah cukup lama dikenal masyarakat. Namun demikian, hal ini tentunya dapat menjadi kelemahan juga bagi Museum Sonobudoyo. Dengan keberadaannya yang sudah lama, tanpa adanya pembaruan dan program-program publik baru yang dikemas secara
9
menarik tentunya masyarakat sudah tidak tertarik lagi untuk berkunjung ke Museum Sonobudoyo. Pada dasarnya, potensi koleksi Museum Sonobudoyo juga dinilai sangat luar biasa dan ditunjang sarana prasarana dan ruang tata pamer yang cukup representatif. Letak museum juga sangat strategis di pusat kota Yogyakarta dan dekat dengan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang banyak dikunjungi wisatawan. Dengan modal potensi tersebut, Museum Sonobudoyo seharusnya dapat dikembangkan menjadi pusat informasi, pusat ilmu pengetahuan, laboratorium belajar, dan pusat penelitian tentang kebudayaan di Daerah Isitmewa Yogyakarta sehingga dapat mendatangkan banyak pengunjung. Pada kenyataannya, sarana, prasarana, penataan, dan koleksi yang dimiliki Museum Sonobudoyo belum dapat menggugah minat dan citra masyarakat terhadap museum. Oleh karena itu, harus ada upaya lain yang strategis berupa pengembangan program kegiatan untuk publik. Adanya program publik tersebut diharapkan dapat menggugah berbagai lapisan masyarakat agar terpanggil dengan kesadarannya untuk hadir di museum karena merasa perlu dengan keberadaan museum tersebut. Dengan demikian, masyarakat merasa terpanggil untuk mengapresiasi layanan program tersebut di museum. Pelaksanaan program publik dapat meningkatkan kunjungan museum, seperti halnya yang dilaksanakan di Museum Lampung. Salah satu berita yang dilansir salah satu media online menginformasi adanya peningkatan jumlah kunjungan di Museum Lampung setelah pelaksanaan beberapa program publik, yaitu program night at museum yang memberikan pelayanan pemanduan interaktif dan inisiatif, pemutaran film
10
dokumenter Museum Lampung, kunjungan pameran tetap, dan kunjungan pameran temporer sahabat arkeologi, serta diadakannya beberapa lomba permainan anak-anak tradisional Lampung seperti halnya lomba egrang dan terompah panjang (http://www.radarlampung.co.id, diakses tanggal 2 Desember 2013). Berawal dari permasalahan di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk merumuskan strategi yang dapat dipakai sebagai dasar pengembangan program publik sebagai salah satu cara dan sarana untuk meningkatkan angka kunjungan ke Museum Sonobudoyo Yogyakarta di masa mendatang. Sampai dengan saat ini, belum banyak kegiatan program publik di Museum Sonobudoyo yang dikembangkan dan dikemas secara kreatif baik berkenaan dengan pemanfaatan koleksi museum maupun kegiatan lain untuk kepentingan umum (Dinas Kebudayaan DIY, 2006 : 4-5). Penelitian mengenai program publik ini dilakukan guna mengatasi permasalahan mengenai apresiasi masyarakat terhadap museum yang rendah sebagaimana tercermin dari angka kunjungan ke museum. Melalui strategi pengembangan program publik dengan memanfaatkan potensi koleksi yang dimiliki Museum Sonobudoyo Yogyakarta ini, diharapkan fungsi Museum Sonobudoyo akan lebih optimal. Berdasarkan berbagai pengalaman yang dipelajari
ternyata
kebanyakan
meningkatkan kinerjanya.
museum
membutuhkan
rekayasa
untuk
11
B. Perumusan Masalah Bertolak dari permasalahan di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian berikut. 1. Bagaimanakah proses pelaksanaan program publik dan pemanfaaatan museum sebagai sarana pendidikan yang selama ini telah dilakukan dari awal berdirinya sampai dengan sekarang di Museum Sonobudoyo Yogyakarta? 2. Bagaimanakah efektivitas pelaksanaan program publik yang selama ini telah dilakukan pada tahun 2007-2011 di Museum Sonobudoyo Yogyakarta? 3. Bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap Museum Sonobudoyo dan apakah harapan/keinginan masyarakat akan program publik Museum Sonobudoyo Yogyakarta? 4. Bagaimanakah
strategi
pengembangan
Program
Publik
di
Museum
Sonobudoyo, agar Museum Sonobudoyo Yogyakarta dapat dimaksimalkan sebagai salah satu sarana pendidikan budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2013? C. Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan permasalahan di atas maka penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan data yang akan menjadi dasar bagi Museum Sonobudoyo untuk
pengembangan
program
publiknya.
Dengan
demikian,
Museum
Sonobudoyo akan dapat ikut berperan mencerdaskan dan membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya museum dalam dunia pendidikan. Hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai acuan mengenai cara memberdayakan dan mengelola museum daerah agar lebih berperan serta memberikan kontribusinya
12
kepada daerah melalui program publik. Hal ini disebabkan belum banyak museum di Indonesia yang dapat dianggap sebagai lembaga yang aktif menjadi fasilitator dan laboratorium belajar bagi masyarakat. Secara lebih khusus, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui pelaksanaan program publik dan pemanfaaatan museum sebagai sarana pendidikan yang selama ini telah dilakukan dari awal berdirinya sampai dengan sekarang di Museum Sonobudoyo Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program publik yang selama ini telah dilakukan pada tahun 2007-2011 di Museum Sonobudoyo Yogyakarta. 3. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap Museum Sonobudoyo dan apakah harapan/keinginan masyarakat akan program publik Museum Sonobudoyo Yogyakarta. 4. Untuk menjaring minat dan harapan pengunjung museum/masyarakat terhadap program publik di Museum Sonobudoyo Yogyakarta di masa yang akan datang. D. Sasaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Museum Sonobudoyo Yogyakarta sebagai obyek utamanya. Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian maka sasaran penelitian meliputi: 1. Program publik yang ada di Museum Sonobudoyo Yogyakarta Menurut MacLulich (1994: 6), program publik adalah penghubung antara museum dan pengunjungnya. Efektivitas setiap program publik bergantung pada tujuan yang jelas dan pemahaman tentang khalayak sasaran,
13
dikombinasikan
dengan
tepatnya
strategi
serta
interpretasi
yang
dikembangkan. Berdasarkan hal tersebut maka sasaran observasi dalam penelitian ini meliputi program publik yang telah dilaksanakan di Museum Sonobudoyo Yogyakarta, bagaimana penyelenggaraannya, apa saja hambatan dalam pelaksanaannya dan apakah program publik yang telah dilaksanakan tersebut secara umum dapat dirasakan manfaatnya oleh pengunjung museum/masyarakat,
terlebih
secara
khusus
manfaatnya
bagi
dunia
pendidikan. 2. Tanggapan dan saran masyarakat/pengunjung museum Menurut Azwar (1995: 4-9), tanggapan diartikan sebagai konstelasi atau kesatuan komponen-komponenkognisi (pemikiran), afeksi (perasaan) dan keinginan bertindak yang diakibatkan oleh adanya kondisi tertentu. Tanggapan masyarakat ataupun pengunjung sangatlah penting untuk mendapatkan pemahaman atas respon mereka terhadap program publik yang ada di Museum Sonobudoyo. Gambaran respon ini selanjutnya menjadi salah satu landasan untuk menyusun strategi dan pengembangan program publik dan pemanfaatannya untuk pendidikan di Museum Sonobudoyo Yogyakarta. 3. Pengembangan program publik yang diinginkan dan dibutuhkan masyarakat/ pengunjung dan pemanfaatannya untuk pendidikan Evaluasi terhadap tanggapan dan keinginan baik masyarakat maupun pengunjung akan menghasilkan gambaran tentang substansi program publik, bentuk-bentuk program publik yang selanjutnya dapat dijadikan dasar untuk
14
menyusun strategi pengembangan program publik dan pemanfaatannya untuk pendidikan di Museum Sonobudoyo Yogyakarta. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya sebagai berikut. 1. Pihak Akademik Bagi pihak akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi kajian museologi, khususnya kerangka pikir yang terkait dengan masalah hubungan museum dan masyarakat. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam pengembangan program publik di museum. 2. Pengelola Museum Sonobudoyo Yogyakarta Bagi pihak pengelola Museum Sonobudoyo, penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai strategi pengembangan program publik dan pemanfatannya untuk pendidikan, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu sarana peningkatan angka kunjungan di Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Dengan Program publik bernuansa pendidikan dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat tentu akan meningkatkan wawasan pengetahuan dan pengalaman budaya pengunjung museum/masyarakat yang pada gilirannya dapat meningkatkan pelayanan pengelola museum terhadap pengunjungm museum/masyarakat. Dalam kaitannya fungsi rekreasi museum pengemasan dan pengembangan program publik merupakan bagian dari manajemen pengunjung. Manajemen pengunjung dalam hal ini bertujuan
15
untuk memaksimalkan apresiasi dan penikmatan terhadap obyek yang dikunjungi (Pearson & Sullivan, 1995: 277). Dengan kata lain, ketersediaan program publik yang ideal dan memenuhi kebutuhan pengunjung/masyarakat, dapat dijadikan sebagai salah satu daya tarik orang untuk berkunjung ke museum. 3. Pengunjung Bagi pengunjung, hasil penelitian ini dapat memberikan masukan agar masyarakat dapat mengetahui dan memperoleh berbagai manfaat pendidikan dari program publik yang ada di Museum Sonobudoyo. Dengan adanya program publik tersebut, pengunjung/masyarakat akan dapat menikmati kunjungannya selama di museum, tidak sekedar melihat pajangan benda koleksi tanpa makna namun ada suatu manfaat yang dapat menjadi kenangan dan kesan selama berkunjung di Museum Sonobudoyo. Museum tidak hanya sekadar menjadi tempat untuk mendidik masyarakat, tetapi menjadi tempat pembelajaran, yang termasuk di dalamnya tempat di mana pengunjung dapat memperoleh pengalaman (Ambrose dan Paine, 2006: 46 -48). F. Metode Penelitian Dalam kaitannya dengan dunia keilmuan, metode berarti tata cara kerja yang dilakukan menjadi sasaran kajian bidang ilmu, sedangkan pengetahuan tentang rangkaian tata kerja dalam suatu bidang ilmu tertentu disebut metodologi (Koentjaraningrat, 1991: 8). Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitis. Danim (2002: 41) menggambarkan bahwa penelitian deskriptif
16
dimaksudkan untuk mendeskripsikan suatu situasi atau area populasi tertentu yang bersifat faktual secara sistematis dan akurat. Menurut Singarimbun (1994: 4), penelitian deskripitif dimaksud untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu, yang di dalamnya peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun konsep serta menghimpun fakta, tetapi tidak menguji hipotesa. Dengan menggunakan metode penelitian ini, peneliti akan menggambarkan dan menterjemahkan fakta aktual yang ada di lapangan. Hal ini juga dikemukakan oleh Azwar (1998: 5) yang pada intinya mengemukakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sitematis dan akurat mengenai populasi atau bidang tertentu. Sementara menurut Sumanto (1995 :77), penelitian deskriptif analitis berusaha mendeskripsi dan menginterpretasi apa yang ada, dapat mengenai kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang tumbuh, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi atau kecenderungan yang sedang berkembang. Dalam hal ini biasanya data dikumpulkan melalui survei angket, wawancara atau observasi sebagai fakta empiris. Fakta empiris yang diperoleh dianalisis dengan pemilahan fakta berdasarkan katagori tertentu. Hasil pemilahan ini diharapkan memberi gambaran mengenai kondisi tertentu, sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian. Gambaran tersebut akan digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan atau menjawab permasalahan yang diajukan. Adapun analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis secara deskriptif analitis. Deskriptif analitis dimaksudkan melakukan penyelidikan terhadap program publik di Museum Sonobudoyo kemudian memaparkan
17
kenyataan yang diperoleh di lapangan berkenaan dengan permasalahan penelitian yaitu pengembangan program publik dan pemanfaatannya untuk pendidikan di Museum Sonobudoyo, serta merumuskan strategi yang tepat untuk dijalankan oleh Museum Sonobudoyo. Proses analisis dilakukan secara deskriptif komparatif, analisis kuantitatif, dan analisis kualitatif. Deskriptif komparatif dilakukan dengan membandingkan antara kenyataan program publik yang ada dilaksanakan di Museum Sonobudoyo dengan kebutuhan pengunjung/masyarakat atas program untuk publik di Museum Sonobudoyo. Analisis kuantitatif dilakukan dengan memaparkan data secara kuantitatif baik berupa tabel sederhana ataupun grafik khususnya mengenai tanggapan dan kebutuhan pengunjung/masyarakat atas program publik dan pemanfaatannya untuk pendidikan, dan analisis kualitatif dilakukan dengan memaparkan, memilah dan mengelompokkan data hasil wawancara dengan pengunjung/masyarakat, khususnya tanggapan kebutuhan atas program publik yang ada di Museum Sonobudoyo. 1. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian Untuk melaksanakan penelitian dengan metode tersebut di atas, diperlukan sejumlah data dan teknik pengumpulan data. Beberapa teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini diuraikan sebagaimana berikuit. a. Observasi Dalam peneltian ini, observasi dilaksanakan untuk memperoleh gambaran awal lokasi penelitian. Hal ini dilakukan untuk merumuskan masalah yang akan diteliti. Observasi juga dilakukan untuk mengetahui
18
tata ruang pamer, kondisi dan kebiasaan pengunjung, dan lain sebagainya. Observasi adalah kegiatan pengamatan terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra manusia, yakni melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan mengecap. Observasi ini digunakan untuk penelitian yang telah direncanakan secara sistematik tentang bagaimana program publik yang dilaksanakan di Museum Sonobudoyo. Metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data dari keadaan yang ingin diamati, yaitu proses pelaksanaan program publik. Observasi dilakukan secara langsung terhadap lokasi penelitian. Melalui teknik observasi langsung, pengumpulan data dilakukan dengan mengamati dan mencatat gejala-gejala yang tampak, serta pola perilaku subjek penelitian. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan secara langsung dengan melihat di lapangan (field research), melihat secara langsung kondisi obyektif di museum Sonobudoyo seperti, tata pamer dan kebiasaan-kebiasaan pengunjung. b. Wawancara Wawancara adalah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh
informasi
dari
terwawancara.
Sumber
data
yang
diwawancarai pada penelitian ini adalah pihak pengunjung Museum Sonobudoyo. Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan sumber lain yang diyakini mampu memberikan jawaban yang mendukung pelaksanaan penelitian, yaitu pengelola Museum Sonobudoyo.
19
Tujuan dilakukannya wawancara adalah untuk memperoleh data mengenai perencanaan, pelaksanaan, kesulitan, hambatan, dan penyebab kesulitan dan hambatan dalam melakukan dan mengembangkan program publik. Wawancara dilakukan di lingkungan Museum Sonobudoyo. Dalam proses wawancara, peneliti dapat mengajukan pertanyaan yang bersifat terbuka, sehingga dapat memunculkan pandangan dan opini dari subjek penelitian (Creswell, 2010: 267). Proses wawancara dilakukan dengan teknik wawancara yang dipandu menggunakan bantuan pedoman wawancara. Panduan pedoman wawancara tersebut dimaksudkan agar selama proses wawancara dilakukan dapat memperoleh jawaban yang akurat dan tidak menyimpang dari maksud menjawab pertanyaan rumusan masalah. Adapun informan dalam pelaksanaan wawancara ini adalah Kepala Museum sebagai informan kunci, serta Staf Museum terutama seksi Bimbingan Informasi dan Dokumentasi sebagai informan biasa. c. Angket Angket merupakan sejumlah daftar pertanyaan tertulis, yang diberikan kepada responden untuk diisi sesuai dengan keadaan responden, sehingga peneliti memperoleh informasi dari responden dalam bentuk laporan tentang hal-hal atau pribadinya yang diketahui (Arikunto, 2010: 201). Teknik pengumpulan data yang berupa angket dimaksudkan untuk memperoleh data mengenai persepsi masyarakat terhadap program publik yang telah dilaksanakan dan harapan/keinginan masyarakat akan program publik Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Responden yang dilibatkan
20
dalam pengisian angket adalah pengunjung Museum Sonobudoyo. Angket ini digunakan untuk menjaring data dari responden atau pengunjung museum, termasuk didalamnya siswa, mahasiswa, dosen dan guru sekolah. d. Dokumentasi Menurut Sugiyono (2010: 82), dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Analisis dokumen adalah sebuah gambaran dari isu atau masalah, yang dapat dikonstruksikan melalui dokumendokumen seperti surat-surat, memo-memo, pengumuman-pengumuman, hasil kerja, hasil penilaian, arsip-arsip, laporan-laporan, time table atau tabel waktu, kebijakan, dan pengaturan. Studi dokumen atau studi pustaka dilakukan dengan mencari dan membaca berbagai literatur, yang berbentuk buku-buku, jurnal, maupun artikel-artikel sesuai dengan aspek yang akan diteliti. Studi ini dilakukan untuk memperoleh landasan keilmuan sebagai penunjang dalam mempelajari dan menganalisa permasalah penelitian. Selain itu, studi pustaka juga dilakukan untuk mengetahui posisi obyek yang akan diteliti melalui penelitian-penelitian sebelumnya atau sejenis yang telah ada dengan menelaah sejumlah buku, majalah, koran, dan laporan hasil penelitian lain di museum untuk memperoleh masukan dan pemahaman yang seluas-luasnya terhadap permasalahan yang akan diteliti. Metode dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder melalui dokumen-dokumen yang telah tersedia. Dokumentasi diperlukan dalam penelitian ini karena data yeng
21
diperoleh dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan triangulasi data penelitian. Data yang diperoleh melalui metode dokumentasi adalah data bahan tertulis yang bisa digunakan untuk memperkuat hasil penelitian sehubungan program publik di Museum Sonobudoyo. Analisis dokumen dilakukan dengan menelaah arsip pengunjung dan data kegiatan lain di museum Sonobudoyo. 2. Prosedur Penelitian Pelaksanaan penelitian ini diarahkan untuk memperoleh data primer dan sekunder mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Datadata tersebut dikumpulkan untuk mengetahui program publik yang dilakanakan di Museum Sonobudoyo. Guna memperoleh data tersebut, dilakukan berbagai tahapan penelitian. Tahapan-tahapan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Persiapan Pada tahap persiapan yang dilakukan adalah mengurus ijin dan melaporkan rencana penelitian pada instansi terkait, kemudian pemilihan dan perumusan terhadap masalah yang akan diteliti. Berdasarkan permasalahan tersebut kemudian dilakukan studi pendahuluan untuk menghimpun informasi dan teori-teori sebagai dasar menyusun kerangka konsep penelitian. Selain itu, juga disusun asumsi-asumsi atau anggapan dasar penelitian serta metode yang akan digunakan. Faktor-faktor dari rencana penelitian tersebut kemudian disusun menjadi proposal penelitian.
22
Dalam tahap persiapan juga disusun kuesioner atau angket yang digunakan dalam pengumpulan data. b. Pelaksanaan Pelaksanaan penelitian dilakukan secara langsung oleh peneliti pada lokasi penelitian selama kurun waktu dilaksanakannya penelitian. Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti dibantu oleh beberapa orang enumerator menyebarkan angket dan melakukan wawancara kepada responden yang terpilih sebagai sampel penelitian, meminta kesediaan responden dan informan untuk mengikuti penelitian, memberikan angket untuk diisi oleh pengunjung yang bersedia menjadi responden, dan melakukan penilaian terhadap responden. c. Pelaporan Selanjutnya, setelah data diperoleh dapat dilakukan pengolahan dan analisis data penelitian. pengolahan dan analisis data dilakukan berdasarkan metode-metode analisis yang telah direncanakan sebelumnya dan dicantumkan pada proposal penelitian. Hasil analisis data kemudian digunakan untuk menarik kesimpulan dan generalisasi. Pada tahap ini juga dilakukan penyusunan laporan hasil penelitian yang dalam hal ini berbentuk tesis ini. 3. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan salah satu proses yang terintegrasi dalam pelaksanaan penelitian ini. Proses analisis data sangat berkaitan dengan rangkaian kegiatan lainnya. Dengan demikian, kegiatan ini sangat berkaitan
23
dengan jenis penelitian yang dipilih, rumusan masalah dan tujuan penelitian, jenis data, jumlah responden dan informan, serta asumsi-asumsi teoritis yang melandasi kegiatan penelitian. Setiap rangkaian dan tahapan dalam penelitian ini sangat diperhatikan agar mampu melakukan analisis data sehingga penelitian yang dilaksanakan bersifat koheren. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini diuraikan sebagaimana berikut. a. Analisis Deskriptif Kualitatif Analisis data secara deskriptif kualitatif dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan dan hasil wawancara. Hasil wawancara tersebut antara lain data mengenai program publik yang dilaksanakan di Museum Sonobudoyo. Selain itu juga dilakukan deskripsi terhadap data mengenai efektivitas program yang telah dijalankan. Analisis dilakukan terhadap data kualitatif hasil penelitian. Proses penemuan yang sistematis dari catatan interview, catatan lapangan dan bahan-bahan lain yang telah dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap data dalam penelitian ini, sehingga penemuan dapat disajikan (Bogdan & Biklen, 2003: 153). Miles & Huberman (2009: 166) mengemukan bahwa analisis data harus dilakukan dengan pendekatan yang baik, yaitu menguji validitas temuan-temuan dengan meramalkan apa yang terjadi pada kasus selanjutnya enam bulan atau satu tahun sebelumnya. Morse (1994: 67) juga mengungkapkan bahwa penelitian evaluasi mencari informasi untuk memahami mekanisme letak intervensi yang berhasil. Creswell (2010:
24
274) menyatakan bahwa analisis data pada pendekatan kualitatif dilakukan secara berkelanjutan dengan refleksi terus menerus terhadap data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan analitis, dan mengungkapkan catatan singkat sepanjang penelitian. Analisis deskriptif kualitatif pada penelitian ini dilakukan berdasarkan metode analisis data model Miles dan Huberman. Miles & Huberman (2009: 73) menyatakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas sehingga datanya jenuh. Aktivitas dalam analisis data kualitatif yang dilaksanakan terdiri dari tahap reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. b. Analisis Deskriptif Kuantitatif Selain mengambil kesimpulan secara kualitatif, analisis kuanitatif juga dilakukan dengan statistik deskriptif. Dalam analisis data statistik deskriptif ini, data kualitatif yang diperoleh melalui angket penilaian dikonversikan
ke
data
kuantitatif
dengan
skala
5,
kemudian
dideskripsikan. Hasil deskripsi tersebut dijadikan sebagai dasar menilai kualitas model pembelajaran yang dikembangkan. Analisis deskriptif pada penelitian ini dilakukan terhadap hasil tabulasi dari data yang telah diperoleh melalui angket. Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan dan mengkategorikan data penelitian. Data yang didapat dari setiap perangkat angket akan dibuat satu tabel distribusi frekuensi.
25
4. Langkah Penelitian Penelitian memerlukan langkah-langkah yang teratur agar penelitian yang dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Tahapan-tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Observasi Observasi pada penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi obyek penelitian dan merumuskan masalah yang akan diangkat dalam penelitian. Peneliti melakukan observasi dengan mendatangi lokasi penelitian, yaitu Museum Sonobudoyo kemudian melakukan pengamatan guna mengetahui kondisi dan permasalahan yang dihadapi Museum Sonobudoyo dalam pelaksanaan program publik. Hasil pengamatan peneliti mengenai permasalahan yang dihadapi Museum Sonobudoyo dalam pelaksanaan program publik tersebut kemudian dicatat dan digunakan untuk menggambarkan kondisi subjek penelitian. b. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan survey pendahuluan peneliti melakukan identifikasi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh Museum Sonobudoyo dalam pelaksanaan
program
publik.
Permasalahan-permasalahan
tersebut
kemudian dirumuskan menjadi aspek-aspek yang diteliti pada penelitian ini. c. Penetapan Tujuan Penelitian Melalui permasalahan yang telah dirumuskan, peneliti menentukan tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian. Hal ini berguna agar
26
langkah-langkah yang hendak diambil pada proses penelitian menjadi terarah dan jelas. Tujuan penelitian ini, disusun untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan sebelumnya. Tujuan penelitian kemudian dijadikan sebagai pedoman pelaksanaan penelitian, sehingga proses penelitian dan pembahasannya tidak akan keluar dari jalur yang sudah ditetapkan. d. Pemilihan Metode Permasalahan yang dihadapi oleh Museum Sonobudoyo berkaitan dengan pelaksanaan program publik. Permasalahan tersebut antara lain berkaitan dengan pelaksanaan program publik, efektivitas pelaksanaan program publik, dan persepsi masyarakat terhadap program publik yang telah dilaksanakan. Pada dasarnya, permasalahan pada
Museum
Sonobudoyo berkaitan dengan pelaksanaan program publik dalam upaya pengembangan Museum Sonobudoyo. e. Analisis Dokumen Studi pustaka dilakukan peneliti dengan mencari dan membaca berbagai literatur, yang berbentuk buku-buku, jurnal, maupun artikelartikel sesuai dengan aspek yang akan diteliti. Studi ini dilakukan untuk memperoleh landasan keilmuan sebagai penunjang dalam mempelajari dan menganalisa permasalah penelitian. Selain itu, studi pustaka juga dilakukan untuk mengetahui posisi obyek yang akan diteliti melalui penelitian-penelitian sebelumnya atau sejenis yang telah ada.
27
f. Penyusunan Kerangka Pikir Peneliti perlu memahami tahap-tahap dalam pelaksanaan penelitian dan permasalahan yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, peneliti melakukan penyusunan kerangka pikir penelitian. Kerangka pikir adalah narasi atau pernyataan tentang kerangka konsep pemecahan masalah yang telah diidentifikasi atau dirumuskan. g. Pengumpulan Data Penelitian Pengumpulan data penelitian dilakukan peneliti sesuai dengan metode yang telah ditentukan guna memperoleh data-data yang diperlukan dalam proses analisis data. Pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara melakukan observasi, wawancara, penyebaran kuesioner, dan dokumentasi terhadap data-data yang diperlukan. h. Pengolahan Data Setelah data yang dikumpulkan maka dilakukan pengolahan data sesuai dengan alat analisis data yang telah ditentukan sebelumnya. Pengolahan data dilakukan terhadap data yang diperoleh selama pelaksanaan penelitian. i. Analisa dan Pembahasan Pembahasan hasil analisis dilakukan dengan menginterpretasikan hasil analisis guna mengetahui pelaksanaan program publik pada Museum Sonobudoyo. Hasil analisis data diinterpretasikan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian.
28
j. Kesimpulan dan Saran Penarikan kesimpulan berdasarkan pengolahan data dan analisa yang telah dilakukan. Kesimpulan harus mengacu pada tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari kesimpulan yang telah diperoleh, peneliti kemudian dapat memberikan saran bagi Museum Sonobudoyo yang merupakan subjek penelitian. Tahapan-tahapan penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya dapat disusun dalam bentuk diagram alir sebagai berikut.
29
Program Publik
Identifikasi dan Perumusan Masalah Melalui Observasi
Penentuan tujuan dan manfaat penelitian
Studi pustaka
Pemilihan metode
Ya
Penyusunan kerangka pikir
Pengumpulan data melalui, dokumentasi, wawancara, kuisioner, dan pelaksanaan observasi
A (bersambung) Gambar. 1.1. Diagram Alir Proses Penelitian
Tidak
30
A (lanjutan)
Analisis Data Pelaksanaan program publik dan pemanfaaatan Museum Sonobudoyo Efektivitas pelaksanaan program publik Persepsi masyarakat terhadap Museum Sonobudoyo Strategi pengembangan program publik di Museum Sonobudoyo
Pembahasan hasil analisis
Kesimpulan dan saran
Selesai
Gambar 1.1. Diagram Alir Proses Penelitian (lanjutan) G. Kerangka Pikir Museum adalah salah satu objek wisata yang memiliki daya tarik wisata budaya. Museum dapat melaksankan berbagai program publik dalam upaya meningkatkan daya tarik wisata. Pada dasarnya strategi pengembangan program publik di Museum Sonobudoyo mengacu pada pandangan bahwa kunjungan ke
31
museum tidak hanya sebagai kegiatan rekreatif saja. Akan tetapi, kunjungan tersebut dapat memberikan ilmu pengetahuan kepada seluruh masyarakat sebagai pengunjung museum. Museum juga dapat difungsikan sebagai salah satu media pendidikan bagi siswa di berbagai jenjang pendidikan. Hal ini disebabkan museum
memiliki
benda
koleksi
yang
dapat
dimanfaatkan
untuk
memvisualisasikan bagian dari materi pelajaran di sekolah sehingga siswa menjadi lebih faham akan materi pelajaran yang disampaikan guru (Van Wangen dalam Thompson, 1986: 43). Museum Sonobudoyo seharusnya dapat dijadikan sebagai pusat peningkatan pemahaman
konstruktif
tentang
sejarah
dan
kebudayaan
Jawa,
pusat
pengembagan ilmu dan kebudayaan Jawa, serta menjadi pusat pengembangan potensi wisata yang berbasis edukatif dan rekreasi. Proses pendidikan tidak cukup hanya dilakukan diruang kelas melalui pendidikan formal. Namun juga dapat dilakukan melalui pendidikan informal yang dilakukan di lingkungan masyarakat, termasuk melalui program publik di museum. Berkaitan dengan pendidikan di museum, Screven (1993: 4) menjelaskan bahwa pengembangan pendidikan informal yang dapat dilakukan museum merupakan potensi yang belum dimanfaatkan untuk komunikasi sosial, budaya, dan informasi ilmu pengetahuan. Secara teoritis pendidikan pada dasarnya merupakan suatau upaya untuk meningkatkan
pertumbuhan
budi
pekerti,
pengembangan
wawasan
dan
pembangunan karakter. Dari gambaran ini museum melalui program publik seharusnya mampu menjadi sarana pengembangan media dan sumber belajar, karena dengan kekayaan dan variasi yang dimiliki museum harus mampu
32
menyajikan media belajar dalam bentuk pengalaman langsung. Falk dan Dierking (2002: 1) dalam The Museum Experience menyatakan bahwa orang datang ke museum karena museum merupakan tempat mendapatkan pengalaman yang tidak didapatkan seseorang di tempat lain. Menurutnya, ada tiga hal yang diperoleh seseorang datang ke museum, yaitu konteks pribadi, konteks sosial, dan konteks fisik (Falk dan Dierking, 2002: 2). Konteks pribadi dari masing-masing pengunjung museum sangat unik. Hal ini merupakan gabungan dari berbagai pengalaman dan pengetahuan tentang isi dan desain museum. Konteks pribadi pada pengunjung termasuk ketertarikan, motivasi, dan perhatian. Konteks pribadi berbeda halnya dengan konteks sosial. Kunjungan ke museum terjadi karena konteks sosial. Kebanyakan pengunjung datang ke museum dalam suatu kelompok. Hal ini menyebabkan perspektif setiap pengunjung sangat dipengaruhi oleh konteks sosial. Motivasi pengunjung untuk datang ke museum tentunya juga melibatkan konteks fisik. Kondisi fisik museum biasanya menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh pengunjung. Pengunjung seringkali datang untuk mengobservasi arsitektur ataupun objek yang terdapat di museum. Hal inilah yang dikenal dengan konteks fisik. Program publik tentunya sudah pernah dilaksanakan di Museum Sonobudoyo. Namun demikian, dari fakta yang ada dapat dikatakan bahwa program tersebut belum tergolong berhasil dengan efektif. Hal ini disebabkan masih rendahnya nilai kunjungan ke Museum Sonobudoyo. Museum yang diharapkan dapat menjadi salah satu sarana belajar juga tidak kunjung dapat terlaksana. Museum
33
seperti tidak pernah mendapatkan perhatian, baik di dunia pariwisata maupun di dunia pendidikan. Pada dasarnya, Museum Sonobudoyo memiliki potensi yang cukup besar untuk menarik pengunjung. Museum Sonobudoyo merupakan museum sejarah dan kebudayaan Jawa. Museum dengan arsitektur klasik Jawa ini menyimpan benda-benda bersejarah di Jawa. Namun demikian, potensi yang dimiliki Museum Sonobudoyo belum sepenuhnya digali. Sampai dengan saat ini, Museum Sonobudoyo terkesan masih menjadi lembaga tempat penyimpangan benda-benda bersejarah saja, akan tetapi tidak dikembangkan untuk memberikan edukasi mengenai sejarah dan budaya Jawa itu sendiri. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dipahami bahwa museum ini belum lengkap untuk digunakan sebagai sarana pendidikan dan sumber belajar. Untuk dapat melaksanakan peran museum sebagaimana yang diharuskan, Museum Sonobudoyo tentunya perlu melaksanakan suatu strategi. Strategi ini juga
dapat
dilaksanakan
untuk
meningkatkan
kunjungan
ke
Museum
Sonobudoyo. Strategi yang dapat dilaksanakan tersebut antara lain melalui pengembangan program publik. Program publik merupakan segala aktivitas yang dilakukan untuk kepentingan publik (Lord & Lord, 2002: 21). Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Museum Sonobudoyo telah menjalankan program publik, akan tetapi belum dapat dikatakan berhasil dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan analisis lebih lanjut mengenai efektivitas pelaksanaan program publik di Museum Sonobudoyo.