BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu isu yang perlu mendapat perhatian saat ini adalah menyangkut fenomena daerah pinggiran kota dan proses perubahan spasial, serta sosial di daerah ini. Berawal dari adanya Perkembangan kota dan pertambahan jumlah penduduk yang memberikan konsekuensi pada peningkatan akan jumlah kebutuhan ruang. penambahan penduduk di kota-kota besar pada umumnya berasal dari peningkatan jumlah penduduk sebelumnya dan
pertambahan
penduduk dari luar wilayah kota yang melakukan urbanisasi menuju kota tersebut (Panudju, 1999). Pertambahan penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan kebutuhan sarana dan prasarana perkotaan terutama kebutuhan akan sarana perumahan pun ikut meningkat atau dengan kata lain pertambahan penduduk dalam suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan ruang. Semakin berkembangnya penduduk yang tinggal di daerah perkotaan yang sudah padat bangunannya, serta segala aspek kehidupan yang berlangsung secara terus-menerus mengakibatkan kota tidak lagi dapat menampung kegiatan penduduknya. Selain itu karena wilayah kota secara administratif terbatas, maka pemerintah pun harus mengalihkan perhatiannya ke daerah pinggiran kota. Dampak yang ditimbulkan dari perlakuan tersebut adalah terjadinya proses densifikasi permukiman di daerah pinggiran kota dengan berbagai dampak lainnya.
1
2
Adapun dampak positif dan negatif dari proses densifikasi permukiman bagi suatu kota adalah dengan adanya perkembangan kota yang mengarah ke daerah pinggiran secara berlebihan mengakibatkan adanya kecenderungan pergeseran fungsi-fungsi kekotaan mengarah ke daerah pinggiran kota (urban fringe) yang disebut dengan proses perembetan penampakan fisik kekotaan ke arah luar (urban sprawl). Selain itu, adapun dampak yang terjadi dari proses densifikasi di daerah pinggiran kota yaitu pada daerah pinggiran kota akan mengalami proses transformasi spasial berupa proses densifikasi permukiman dan transformasi sosial ekonomi sebagai dampak lebih lanjut dari proses transformasi spasial. Proses densifikasi permukiman yang terjadi di daerah pinggiran kota, merupakan realisasi dari meningkatnya kebutuhan akan ruang di daerah perkotaan (Giyarsih, 2001). Daerah pinggiran kota (urban fringe) didefinisikan sebagai daerah pinggiran kota yang berada dalam proses transisi dari daerah perdesaan menjadi perkotaan. Sebagai daerah transisi, daerah ini berada dalam tekanan kegiatankegiatan perkotaan yang meningkat, salah satunya adalah tingginya pembangunan perumahan baru. Dalam proses pembangunan perumahan yang terjadi saat ini seringkali membedakan target pemasaran atau pangsa pasar mereka berdasarkan kelas ekonomi masyarakatnya yaitu masyarakat ekonomi atas, menengah dan bawah. Perbedaan kelas tersebut juga bisa dipengaruhi oleh letak atau posisi dari perumahan tersebut yang berada pada lokasi yang strategis, atau dengan kata lain perumahan yang berada di kawasan yang akan tumbuh cepat akan memiliki harga
3
yang mahal, begitu juga sebaliknya lokasi perumahan yang semakin lambat pertumbuhan kawasannya akan semakin murah. Hal tersebut sesuai seperti yang diuraikan dalam teori struktur kota (model filtering, invasi dan suksesi). Kabupaten Sleman saja saat ini, terdapat banyak perumahan dengan tingkat ekonomi yang beragam yaitu tinggi, sedang dan rendah. Hal tersebut merupakan salah satu upaya dari pengembang dalam menentukan segmentasi pasar berdasarkan psychografis. Segmentasi pasar ini dilakukan yaitu dengan cara membagi-bagi konsumen kedalam kelompok-kelompok yang berlainan menurut kelas sosial, gaya hidup, berbagai ciri kepribadian, motif pembelian, dan lain-lain. Dengan
adanya
perbedaan
berdasarkan
psychografis
tersebut
sehingga
menimbulkan perbedaan karakteristik penghuni (baik dari segi sosial dan ekonomi) juga bentuk fisik bangunan di perumahan. Dalam perancangan pengembangan perumahan sekarang ini seringkali didasarkan konsep teritorialitas yang menyatakan bahwa daerah perumahan dan kediaman dirancang untuk bisa bertahan terhadap kejahatan dan vandalisme (Newman,1973). Dengan adanya rasa ketakutan dan kecurigaan, maka yang terjadi adalah pembangunan perumahan yang bersifat privacy, diantaranya adalah dengan membangun pagar, tembok pembatas yang tinggi serta jarak bangunan yang tidak saling menempel. Sehingga image yang terbentuk akibat pembangunan perumahan tersebut adalah bangunan-bangunan yang tertutup dan tidak nyaman untuk dikunjungi (berinteraksi), serta yang paling penting adalah jauh dari pembauran yang dicita-citakan.
4
Menurut Owen, W. F. (1985) menjelaskan bahwa “rasa kepemilikan” dapat membentuk kohesivitas individu dalam suatu kelompok. “rasa kepemilikan” ini membuat individu menyadari bahwa ia merupakan bagian dari suatu kelompok (pembauran), dan kelompok merupakan bagian dari individu. Kohesivitas tidak saja ada di dalam sebuah organisasi tetapi juga dalam kehidupan sosial, seperti dalam lingkungan perumahan, dimana terdapat orang yang dianggap mampu mengkoordinir seluruh warga yang tinggal dalam lingkungannya. Sama halnya dengan kohesivitas sosial di sebuah organisasi yang memiliki target atau tujuan yang ingin dicapai sebuah organisasi, begitu juga dengan kohesivitas yang ada di lingkungan perumahan, memiliki tujuan yang sama untuk mewujudkan lingkungan yang baik bagi warga yang tinggal di lingkungan perumahan, agar terciptanya keamanan, ketenangan dan kenyamanan. Kohesivitas sosial sangat penting disadari oleh masyarakat yang tinggal dalam lingkungan perumahan, hal ini karena kohesivitas sosial merupakan sebuah keterikatan atau keterhubungan yang kuat dalam lingkungan sosial masyarakat, dimana terjadi interaksi harmonis, dinamis, dan sinambung antar anggota masyarakat terlepas dari latarbelakang suku, gender, maupun agama sehingga jarak sosial (social gap) dan potensi konflik intern-horizontal dapat terminimalisir. Oleh sebab itu, dari berbagai gambaran tersebut peneliti ingin menguji apakah ada hubungan karakteristik komplek (kompleks perumahan kelas atas, menengah dan bawah) baik dari segi sosial, ekonomi dan fisik perumahan terhadap tingkat kohesivitas sosial masyarakat yang tinggal di perumahan tersebut.
5
1.2 Perumusan permasalahan penelitian Seperti yang dijelaskan pada pembahasan di atas, karakteristik perumahan saat ini lebih menekankan pada kesenjangan sosial dengan membagi kelas perumahan berdasarkan kelas ekonominya. Oleh sebab itu, di dalam penelitian ini diambil 3 kasus yang mewakili dari ketiga kelas ekonomi masyarakat tersebut. Ketiga kasus tersebut adalah Perumahan Merapi View, Perumahan Pertamina dan Perumahan Soka Asri Permai. Perumahan Merapi view merupakan perumahan yang mewakili kelas ekonomi atas yang ada di Kabupaten Sleman, hal ini karena harga rumah yang ditawarkan sebesar 0,75 M– 1,1 M dengan ciri perumahan adalah rumah tunggal. Pada perumahan lainnya yaitu Perumahan Pertamina merupakan perumahan yang mewakili perumahan kelas menengah dengan kisaran harga 400-850 juta dengan ciri rumah kopel. Sedangkan yang terakhir yaitu Perumahan Soka Asri Permai merupakan perwakilan perumahan kelas bawah dengan kisaran harga berkisar 250-400 juta dengan ciri rumah deret atau rapat. Dengan adanya jarak atau perbedaan yang dibuat tersebut maka secara tidak langsung akan mempengaruhi kondisi sosial masyarakat didalamnya. Rasa kohesivitas sosial masyarakat pun secara tidak langsung akan semakin berkurang dengan semakin banyaknya perbedaan didalamnya, baik dari segi fisik bangunan, ekonomi maupun sosial. Oleh sebab itu, dirasa perlu mengetahui apakah ada hubungan antara karakteristik perumahan dari segi fisik, sosial dan ekonomi dan tingkat kohesivitas sosial?.
6
1.3 Tujuan Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengukur derajat kohesivitas sosial pada masing-masing komplek perumahan di pinggiran kota yaitu Perumahan Merapi View, Pertamina dan Soka Asri permai. 2. Menggambarkan/menjelaskan hubungan karakteristik perumahan terhadap kohesivitas sosial. 1.4 Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini penulis berharap memberikan manfaat secara teoritis dan praktis : 1. Manfaat
teoritisnya adalah bahwa : hasil penelitian ini diharapkan
memberikan sumbangan kepada pemahaman teori perencana bahwa perlunya kajian tentang faktor sosial dan nilai dalam ruang, dan secara khusus mengkaji pengetahuan lokal masyarakat di komplek perumahan. Selain itu, menambah hasil penelitian untuk kajian ilmu perencanaan khususnya yang berkaitan dengan penguatan faktor sosial yang menjadi bagian dalam proses perencanaan komplek perumahan dan mendorong terjadinya perubahan sistem sosial di komplek perumahan. 2. Manfaat praktisnya adalah sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah Kabupaten Sleman secara khsusus, dalam kerangka perumusan kebijakan tentang perumahan. Selain itu, mengembangkan karakteristik perumahan dengan pendekatan yang mengakomodasi kebutuhan sosial masyarakat di
7
perumahan sehingga tetap dapat menyelaraskan kegiatan pembangunan dalam proses perencanaan serta tidak mengesampingkan kebutuhan masyarakatnya untuk dapat saling berinteraksi dan solid. 1.5 Ruang Lingkup Sesuai dengan judul penelitian ini, maka perlu adanya batasan ruang lingkupnya, baik ruang lingkup lokasi maupun ruang lingkup materi pembahasan. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut: 1.5.1
Ruang Lingkup Materi Penelitian Dengan adanya keterbatasan waktu dan biaya bagi peneliti, oleh sebab itu
penelitian ini hanya dibatasi menilai karakteristik komplek perumahan dan menilai
derajat
kohesivitas
sosial
yang
kemudian
dihubungkan
untuk
mendapatkan suatu kesimpulan. Adapun penilaian yang dilakukan untuk karakteristik komplek perumahan ini didasarkan pada penilaian dari segi fisik, sosial, dan ekonomi masyarakat yang tinggal di perumahan tersebut. Sedangkan untuk mengukur kohesivitas sosial dilihat dari ketertarikan sosial masyarakat, stabilitas kelompok, ukuran kelompok dan inisiasi kelompok. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1.1 Ruang lingkup materi penelitian Tujuan Mengetahui hubungan antara ketersediaan ruang publik terhadap derajat kohesivitas sosial.
Sasaran mendeskripsikankarakteristik komplek perumahan
Variabel Dari segi fisik: 1. Kondisi Lahan Perumahan 2. Pola jalan 3. Luas tanah 4. Lebar jalan 5. Ketersediaan halaman 6. Ketersediaan pagar
Referensinya Menurut Kotler dan Armstrong (2001), karakteristik sosial demografi adalah ciri yang menggambarkan perbedaan masyarakat berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, suku, bangsa, status pernikahan, lokasi geografi dan kelas sosial.
Bersambung ....
8
Sambungan tabel 1.1 Ruang lingkup materi penelitian Tujuan
Sasaran 7. 8. 9.
Variabel Jenis pagar Pagar rumah Bukaan pagar
Referensinya
Dari segi ekonomi: 1. Tingkat pendapatan 2. Tingkat pengeluaran 3. Jenis pekerjaan
Mengukur kohesivitas Sosial.
Sumber : Hasil kajian 2013
derajat
Dari segi sosial: 1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Status pernikahan 4. Pendidikan terakhir 5. Status kependudukan 6. Status tempat tinggal 7. Jumlah anggota keluarga 8. Agama 9. Asal Ketertarikan sosial masyarakat; stabilitas kelompok; ukuran kelompok; dan inisiasi kelompok
Menurut Forshty (2010 : 122127) kohesivitas kelompok terbentuk karena adanya daya tarik antar anggota kelompok dengan kelompok itu sendiri. Adapun faktor yang mempengaruhi kohesivitas kelompok yaitu : ketertarikan kelompok (interpersonal attraction); stabilitas kelompok (stability of membership); ukuran kelompok (Group Size); ciri-ciri struktural (structural features) dan permulaan kelompok (initiations).
9
1.5.2
Ruang Lingkup Wilayah Studi Dalam penelitian ini, batasan penelitian lebih kepada komplek
perumahan yang ada di Kabupaten Sleman dan sesuai dengan kriteria pemilihan lokasi perumahan. Alasan mengambil di daerah Kabupaten Sleman, karena lokasi Kabupaten Sleman saat ini merupakan tempat pengembangan komplek perumahan. Selain itu, Kabupaten Sleman sesuai dengan permasalahan yang dijabarkan peneliti pada latar belakang mengenai fenomena yang terjadi yaitu mengenai dampak perkembangan kota ke daerah pinggiran dan maraknya pembangunan perumahan. Adapun kriteria pemilihan lokasi perumahan berdasarkan klasifikasi harga komplek perumahan tersebut yaitu perumahan elit, perumahan menengah– atas dan perumahan perumahan menengah-bawah. Hal ini karena, agar memudahkan dalam proses generalisasi hasil penelitian mengenai karakteristik perumahan dengan kohesivitas. Selain itu juga dengan mengklasifikasi berdasarkan harga maka secara tidak langsung akan memberikan batas pemilihan lokasi dalam pengambilan sampel perumahan yang ada di Kabupaten Sleman. Adapun komplek perumahan yang dijadikan lokasi penelitian adalah Perumahan Merapi View yang terletak di Kelurahan Sinduharjo Kecamatan Ngaglik. Sementara itu, 2 perumahan lainnya adalah Perumahan Pertamina dan Perumahan Soka Asri Permai yang terletak di Kelurahan Purwomartani Kecamatan Kalasan. Alasan memilih Perumahan Merapi View adalah karena perumahan tersebut berbeda dengan 2 perumahan lainnya, perumahan merapi view
10
menggunakan sistem perumahan one gate sehingga anggapan peneliti dengan karakteristik perumahan yang menggunakan sistem one gate akan mempengaruhi derajat kohesivitas sosial sosial. Sedangkan alasan memilih Perumahan Pertamina adalah karena perumahan tersebut memiliki karakteristik perumahan yang terbuka dengan pola grid, berbeda dengan Perumahan Merapi View yang terbatas orang lain untuk mengaksesnya. Selain itu, perumahan ini juga di prioritaskan untuk dihuni oleh kalangan yang sama (adanya kesamaan) PNS yang bekerja di Pertamina, sehingga anggapan peneliti akan mempengaruhi derajat kohesivitas sosial warganya. Sedangkan yang terakhir pada kelas menengah bawah, yaitu pada Perumahan Soka Asri Permai, bentuk karakteristik perumahan tersebut hampir menyerupai perumahan di perkampungan dimana jarak antar bangunannya dekat dan rapat, sehingga anggapan peneliti hal tersebut juga akan mempengaruhi derajat kohesivitas sosial di perumahan tersebut. 1.6 Keaslian Penelitian Sejauh yang peneliti ketahui, penelitian berkaitan dengan karakteristik perumahan dan derajat kohesivitas dalam penataan ruang, khususnya yang terdapat di Kabupaten Sleman masih belum ada yang melakukan. Sedangkan untuk penelitian-penelitian lain yang berkaitan dengan perumahan dan derajat kohesivitas, mengangkat tentang kajian sosial budaya, antropologi, psykologi , lingkungan, bangunan arsitektur, dan pola kegiatan masyarakat lainnya. Adapun penelitian-penelitian lain berkaitan dengan lokasi penelitian, adalah sebagai berikut:
11
1. Warsono. 2006. UNDIP. Dengan penekanan pada perkembangan permukiman pinggiran kota pada koridor jalan kaliurang kecamatan ngaglik kabupaten sleman. 2. Surtiani. 2006. UNDIP. Dengan penekanan pada Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terciptanya Kawasan Permukiman Kumuh Di Kawasan Pusat Kota. 3. Wiwik. 2012. UMS. Dengan penekanan pada Hubungan Antara Kohesivitas Kelompok Dengan Komitmen Organisasi Pada Karyawan. 4. Sasongko. 2006. ITS. Dengan penekanan pada Pembentukan Ruang Permukiman Berbasis Budaya Ritual. 5. Rahma. 2010. UNDIP. Dengan penekanan pada Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Permintaan Perumahan Tipe Cluster. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika pembahasan dalam penyusunan tesis ini, berkaitan dengan hubungan karakteristik komplek perumahan terhadap derajat kohesivitas sosial, terdiri atas lima bagian utama yaitu: Bab 1, pendahuluan membahas tentang latar belakang, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup wilayah studi, keaslian penelitian, serta sistematika penulisan. Bab 2, kajian pustaka menguraikan tentang kajian pustaka dan landasan yang berkaitan dengan latar belakang penelitian, yaitu definisi permukiman,
12
karakteristik permukiman pinggiran kota, definisi komunitas/ kelompok masyarakat, interaksi sosial dan kohesivitas sosial. Bab 3, metodologi menguraikan tentang cara melakukan penelitian yaitu : pendekatan penelitian, sumber data, skala pengukuran yang digunakan, instrumen penelitian, tahapan penelitian dan sistematika Pembahasan Bab 4, gambaran umum memberikan gambaran tentang lokasi masingmasing perumahan, seperti di mana lokasi perumahan, siapa pengembang perumahan tersebut, jumlah unit rumah masing-masing perumahan dan fasilitas apa saja yang terdapat pada masing-masing perumahan. Bab 5, hasil analisa menggambarkan dan menjelaskan tentang hasil analisa mengenai karakteristik pada masing-masing perumahan serta kondisi derajat kohesivitas sosial masyarakat perumahan, kemudian menjelaskan bagaimana hubungan dan variabel apa saja yang memperngaruhi antara karakteristik perumahan dengan derajat kohesivitas sosial di perumahan. Bab 6, kesimpulan dan saran, menjelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan memberikan masukan terhadap penelitian selanjutnya dan apa saja yang harus di perhatikan dalam melakukan penelitian mengenai kohesivitas sosial dan karakteristik perumahan.