BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Lingkungan industri yang kompetitif, telah memacu setiap perusahaan dan organisasi untuk terus meningkatkan serta memaksimalkan usaha serta potensi kerja yang dimiliki oleh karyawannya. Meskipun terjadi revolusi dalam bidang teknologi informasi, akan tetapi masih saja terjadi ketimpangan dalam efektivitas fungsi dari suatu organisasi. Oleh karena itu, saat ini muncul paradigma baru dalam mengembangkan efektivitas fungsi dari suatu organisasi yang tidak hanya bersandar pada pemenuhan kewajiban sesuai dengan peran dan tanggung jawab jabatan seorang karyawan. Namun lebih dari itu, hal ini bergantung pada seberapa besar usaha yang dilakukan oleh karyawan untuk melampaui peran formal yang dibebankan atas dirinya (Garg & Rastogi, 2006:529). Usaha karyawan untuk melampaui peran formal dan tanggung jawabnya inilah yang menjadi dasar bagi konsep Organizational Citizenship Behavior atau OCB. Bateman dan Organ pada 1983 merupakan tokoh yang pertama kali menggunakan istilah ini untuk menggambarkan konsep perilaku tersebut. Adapun definisi yang diberikan terhadap OCB adalah extra-role performance, yaitu perilaku bermanfaat yang dilakukan atas kemauan karyawan sendiri, terlepas dari ketentuan atau kewajiban yang dibebankan kepadanya dengan tujuan untuk membantu orang lain dalam mencapai tujuan organisasi ( Bateman & Organ dalam Garg & Rastogi, 2006:529).
Hal yang membedakan OCB dengan perilaku kerja biasa adalah OCB merupakan suatu pilihan yang bersifat sukarela dilakukan oleh karyawan, perilaku tersebut merupakan hal di luar deskripsi jabatan yang diwajibkan atas dirinya serta memiliki dampak yang positif terhadap organisasi. Namun demikian, tidak berarti perilaku OCB yang ditunjukkan oleh karyawan dapat diabaikan begitu saja oleh manajemen. Justru perilaku tersebut patut mendapatkan perhatian dan penghargaan khusus supaya karyawan terus terpacu untuk melakukan OCB, misalnya dengan mencatat perilaku OCB sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian kinerja karyawan (Newstrom & Davis, 2002 : 217). Sebagaimana disebutkan bahwa OCB merupakan pilihan yang bisa dilakukan ataupun tidak dilakukan oleh seorang karyawan, maka pada umumnya ada tiga alasan utama yang melatarbelakangi munculnya OCB, yaitu (Newstrom & Davis, 2002 : 217) : 1. Karakteristik kepribadian karyawan itu sendiri akan mempengaruhi tindakannya yang secara alami cenderung melakukan OCB, misalnya orang dengan mood yang menyenangkan akan lebih mudah menolong orang lain. 2. Adanya harapan dengan melakukan OCB maka mereka akan memperoleh penghargaan dan reward tertentu dari orang lain. 3. Berusaha membangun citra positif terhadap dirinya dengan tujuan atau kepentingannya tertentu. Adanya harapan tertentu dalam munculnya OCB menunjukkan bahwa perilaku ekstra ini harus dihargai secara tepat oleh perusahaan dan karyawan lainnya.
Perilaku yang tergolong dalam OCB cukup bervariasi, mulai dari tindakan sepele seperti selalu membicarakan hal yang positif tentang perusahaannya, menolong rekan kerja menyelesaikan masalah, menunda mengambil cuti sampai dengan tingkat perilaku yang lebih kompleks seperti mengusulkan suatu ide inovatif untuk mengatasi masalah perusahaan. Perilaku OCB yang terkesan sederhana ini jika terus dilakukan oleh banyak karyawan dalam suatu organisasi akan
sangat
membantu
organisasi
meningkatkan
produktivitasnya
serta
melampaui kinerja para kompetitornya (Sweeney & McFarlin, 2002 : 81). Performa kerja maupun produktivitas karyawan sering kali dikaitkan sebagai pengaruh dari kepuasan kerja. Begitu juga dengan munculnya perilaku OCB pada karyawan yang merupakan hasil dari kepuasan yang dirasakan oleh karyawan terhadap pekerjaan dan organisasinya. Meskipun masih ada perdebatan mengenai hubungan kausalitas yang terjadi, namun cukup logis untuk menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan faktor penentu utama munculnya OCB. Studi yang dilakukan oleh Ostroff menyimpulkan bahwa organisasi yang memiliki karyawan yang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi cenderung berbicara positif mengenai organisasinya, bersedia membantu orang lain, mengerjakan tugas diluar batas minimal yang diharapkan serta akan lebih efektif dalam menjalankan fungsinya. Semuanya ini dilakukan karyawan karena mereka ingin membalas perasaan nyaman yang mereka peroleh dengan perilaku kerja yang produktif terhadap organisasinya (Ostroff dalam Robbins, 2001:80). Sejumlah riset lainnya juga mendukung hipotesa bahwa individu yang merasa puas dengan pekerjaannya akan cenderung memberikan kontribusi yang
lebih besar terhadap pekerjaan dan organisasinya. Kepuasan kerja dimaknai sebagai evaluasi terhadap situasi kerja, karakteristik pekerjaan serta pengalaman emosional yang dialami seseorang selama bekerja. Kepuasan kerja juga merupakan sikap yang termasuk konstruk hipotesis sebagaimana motivasi dan need, yaitu konsep yang tidak konkrit namun hanya dapat dipahami melalui sejumlah pola perilaku (McShane & Von Glinow, 2003:74). Prediksi terhadap kepuasan kerja dapat diamati melalui sejumlah prediktor, seperti gaji yang diterima, sifat pekerjaan itu sendiri, kesempatan promosi, supervisi dari atasan atau organisasi, hubungan dengan rekan kerja, kondisi fisik pekerjaan serta kenyamanan bekerja di organisasi untuk jangka panjang (Ivancevich & Matteson, 2002:122). Berdasarkan sejumlah literatur di atas diperoleh gambaran bahwa dalam membangun OCB diperlukan beberapa syarat diantaranya kepuasan kerja. Kepuasan kerja yang dipersepsi oleh karyawan dapat mendukung penyelesaian tugas dan tanggung jawabnya cenderung mengarahkan karyawan tersebut untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu di luar tugas dan tangguung jawabnya sendiri dengan tujuan untuk membantu pencapaian tujuan organisasi. Inilah yang disebut dengan OCB (Chiu & Tsai, 2006:517). Konsep OCB telah membentuk wacana baru dalam perilaku organisasi. Konsep ini telah memacu organisasi untuk menjadi lebih inovatif, fleksibel, produktif dan responsif demi kelangsungan serta kesuksesan organisasi. Hal ini didukung oleh sejumlah penelitian terbaru yang menemukan bukti bahwa OCB
mengarahkan karyawan kepada
sejumlah perilaku etis serta
peningkatan
performa kerja (Garg & Rastogi, 2006:529). Sayangnya hingga saat ini, konsep OCB masih dipraktekkan secara terbatas pada sejumlah sektor jasa dan pelayanan publik seperti rumah sakit, restoran dan hotel. Sehingga terkesan jika OCB hanya cocok digunakan untuk sektor industri dan organisasi itu saja. Padahal, OCB menjadi konsep dalam pengembangan organisasi itu sendiri yang dapat membantu organisasi untuk mencapai standar yang diinginkan, setiap personel dalam organisasi harus mampu melampaui performa standar yang telah ditetapkan (Soeroso & Sarwono, 2001:23). Hal ini didasarkan pada fakta bahwa OCB cenderung memicu meningkatnya efektivitas fungsi dari organisasi secara lebih optimal, kondisi ini dimungkinkan jika adanya tingkat kepuasan kerja yang tinggi pada karyawannya (Garg & Rastogi, 2006:529). Tidak mengherankan jika kajian terhadap OCB ini menjadi begitu penting khususnya bagi organisasi yang terus ingin meningkatkan performa dan produktivitasnya. Sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Auto2000 yang kini telah membuktikan dirinya sebagai salah satu perusahaan terkemuka yang senantiasa mengedepankan kepuasan konsumennya dengan cara mempertahankan dan meningkatkan prestasi kerja karyawannya. Auto2000 sendiri merupakan jaringan jasa penjualan, perawatan, perbaikan dan penyediaan suku cadang Toyota yang manajemennya ditangani penuh oleh PT Astra International Tbk. Saat ini Auto2000 adalah main dealer
Toyota terbesar di Indonesia, yang menguasai antara 70-80 % dari total penjualan Toyota. Auto2000 berkembang pesat karena memberikan berbagai layanan yang sangat memudahkan bagi calon pembeli maupun pengguna Toyota. Dengan slogan “Urusan Toyota jadi mudah!” , Auto2000 selalu mencoba menjadi yang terdepan dalam pelayanan. (http://www.Auto2000.com). Semua fasilitas Auto2000 yang telah diuraikan di atas telah mengantarkan Auto2000 sebagai perusahaan dengan performa dan produktivitas yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan Auto2000 dalam memenangkan Indonesia Service Quality Award 2007 yang membuktikan kualitas pelayanan terbaik yang diberikan Auto2000 kepada para konsumennya. Berbagai prestasi yang berhasil diraih oleh Auto2000 menjadi karya nyata dan dedikasi karyawan di Auto2000 (http://www.Auto2000.com). Perhatian terhadap konsumen ini tidak hanya diwujudkan dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan standar prosedur kerja yang ada, tetapi juga melampaui hal tersebut. Tidak mengherankan jika para karyawan di Auto 2000 pernah melakukan tugas tertentu di luar tanggung jawabnya demi menyesuaikan dengan tuntutan lapangan sehingga mereka cepat tanggap dengan kebutuhan konsumennya. Sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan salah satu sales executive Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan pada hari Sabtu tanggal 1 Mei 2010 yang lalu, dimana ia menceritakan pengalamannya saat berhubungan dengan seorang konsumen saat membantunya menguruskan klaim asuransi. Sebenarnya tugasnya sebagai seorang sales executive sudah tuntas saat serah terima mobil kepada
konsumennya. Namun, ketika konsumen tersebut mendatangi kantornya untuk menanyakan masalah klaim asuransi, ia lalu menawarkan dirinya untuk mengurus masalah itu, dari menyelesaikan masalah administrasi di kantor asuransi sampai memasukkan mobil konsumen ke bengkel. Hal ini dilakukannya karena ia merasa bahwa tugasnya sebagai sales executive tidak hanya berhenti ketika mobil itu sudah diserahkan kepada konsumen, tetapi lebih jauh lagi ia merasa berkewajiban membantu konsumen kapanpun dibutuhkan sepanjang masih berhubungan dengan mobil yang dibelinya dari Auto2000 sehingga ia tetap bisa menjaga hubungan baik dengan konsumen. Hal ini dikarenakan, ia menilai bahwa pekerjaannya sebagai sales memberikan kesempatan baginya untuk mengenal berbagai kalangan masyarakat dengan begitu ia bisa memperluas jaringan dan hubungan yang tidak terbatas pada masalah jual beli mobil saja. Kesempatan membina hubungan seperti ini dirasakannya sebagai suatu pengalaman yang menyenangkan serta diakuinya sebagai alasan utamanya tetap bertahan untuk bekerja sebagai sales di Auto2000. Alasan lain yang dikemukakannya adalah karena ia merasa bertanggung jawab dengan mobil konsumen tersebut karena sebagai sales executive ia sudah menerima komisi yang memadai dari setiap penjualan unit kendaraan di Auto2000 sehingga ia tidak terbebani dan merasa senang untuk membantu konsumen. Perilakunya ini juga dilakukannya demi mempertahankan hubungan baik antara perusahaannya dan konsumen sekaligus meningkatkan citra positif perusahaannya yang selalu mengedepankan slogan “Urusan Toyota jadi mudah!” padahal apa yang dilakukannya ini tidak termasuk dalam penilaian hasil kerjanya sebagai sales
executive di Auto2000 sehingga ia tidak memperoleh bonus atau reward lainnya dari atasan atau perusahaan. Perilaku menolong konsumen yang ditunjukkan karyawan Auto2000 ini merupakan salah satu bentuk OCB karena ia melakukan tugas ekstra di luar tanggung jawabnya. Sikap kerja yang sama juga ditunjukkan oleh karyawan lain pada divisi administrasi yang diungkapkan melalui wawancara dengan peneliti di Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan pada hari Jumat tanggal pada tanggal 30 Juli 2010. Pada awal tahun 2010, ada kebijakan baru dari perusahaan terkait masalah remunerasi/penggajian sehingga dalam pembuatan daftar gaji bulanan karyawan terdapat perubahan rumus hitungannya. Proses penyusunan daftar gaji ini merupakan tanggung jawab karyawan administrasi lain yang juga rekan kerjanya. Kebetulan rekan kerjanya ini mengalami kesulitan saat menyelesaikan tugas tersebut, padahal tenggat waktu laporan penggajian harus diserahkan besok harinya. Ia melihat kesulitan yang dialami oleh rekannya ini, lalu menawarkan bantuan dalam penyelesaian laporan tersebut, padahal tugas itu bukanlah tanggung jawabnya. Mereka berdua lalu terpaksa bekerja lembur pada hari itu sehingga laporan penggajian itu akhirnya bisa diselesaikan pada tengah malam dan dapat diserahkan kepada atasan sesuai tenggat waktu yang ada. Ketika ditanyakan alasannya untuk membantu rekan kerjanya ini, ia menyatakan bahwa bantuan yang diberikannya itu bukanlah sesuatu yang luar biasa karena rekan kerjanya itu juga sering membantunya dalam penyelesaian tugasnya yang lain. Ia merasa senang bisa menolong rekan kerjanya dengan begitu sikap tolong
menolong yang mereka lakukan bisa membantu penyelesaian tugas kelompoknya secara keseluruhan. Perilaku staf administrasi ini yang rela bekerja lembur untuk menolong rekan kerjanya dalam menyelesaikan tugas yang bukan menjadi tanggung jawabnya menunjukkan bahwa dengan dasar kepuasan terhadap hubungan kerja yang menyenangkan, saling tolong menolong antar rekan kerja membuatnya bersedia melakukan perilaku kerja yang melebihi kewajibannya. Dampak dari tindakan OCB yang dilakukannya ini tidak hanya membantu penyelesaian tugas satu orang rekan kerja saja, namun juga membuat target penyelesaian kerja tim dapat tercapai. Fenomena pengaruh kepuasan kerja terhadap munculnya OCB juga tergambar dari pengalaman kerja yang dituturkan oleh seorang teknisi di bagian service. Berdasarkan hasil wawancaranya dengannya di Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan pada hari Sabtu tanggal 31 Juli 2010 yang lalu, ia juga menguraikan bahwa ia merasa cukup puas terhadap pihak manajemen karena memberi perhatian kepada kesejahteraan karyawan melalui peningkatan gaji secara berkala tiap tahunnya serta pemberian tunjangan yang memadai dibandingkan perusahaan lain yang sejenis dengan Auto2000. Ia merasa tuntutan perusahaan untuk memberi kepuasan kepada pelanggan cukup sebanding dengan imbalan yang diterimanya jadi ia tidak keberatan untuk berbuat yang terbaik juga, demi memenuhi hal tersebut. Misalnya pada bulan Mei yang lalu, ia yang saat itu bertugas sebagai teknisi untuk Toyota Home Service (THS) yang bertugas memberikan perbaikan dan layanan teknis lainnya kepada konsumen secara
langsung di luar bengkel Auto2000, bisa di rumah ataupun di kantor konsumen. Kebetulan hari itu, layanan THS sebenarnya akan tutup karena jam kerja sudah selesai dan semua kru sedang bersiap-siap untuk pulang. Tiba-tiba ada seorang konsumen yang menelepon meminta THS datang ke rumahnya untuk memeriksa mobilnya yang mendadak mogok. Operator telepon bengkel menjelaskan bahwa jam kerja bengkel sudah selesai dan teknisi THS baru bisa datang besok pagi ke rumah konsumen tersebut. Percakapan telepon itu didengar oleh teknisi ini, ia lalu berinisiatif untuk membantu konsumen itu dan meminta operator menelepon balik konsumen itu supaya menunggu tim THS di rumahnya. Keputusannya ini didasarkan pada tuntutan perusahaan yang selalu mengedepankan slogan “Urusan Toyota jadi mudah!” sehingga ia bersedia lembur dan juga mengajak rekan satu timnya untuk melakukan hal yang sama demi kepuasan konsumen. Akhirnya masalah mobil konsumennya ini dapat diatasi bahkan konsumennya ini memberikan tips sebagai hadiah kepada teknisi tersebut dan rekan timnya atas kesediaan mereka datang ke rumahnya padahal sudah lewat jam kerja. Ia lalu menolak uang tips tersebut, selain memang tidak diperbolehkan oleh perusahaan untuk menerima imbalan di luar pembayaran resmi karena dapat menjelekkan citra perusahaan, ia juga merasa bahwa gajinya sebagai pekerja sudah dipenuhi oleh perusahaan secara adil sesuai kontribusinya. Pengalaman teknisi di atas menunjukkan bahwa kepuasannya terhadap gaji/upah mendorongnya untuk melakukan OCB dengan membantu konsumen padahal sudah di luar jam kerjanya. Tindakannya ini tidak dihitung sebagai lembur, namun ia merasa harus tetap membantu konsumennya agar senantiasa
merasa puas dengan perusahaannya. Selain itu, ia juga menolak uang tips yang menunjukkan bahwa ia berusaha menjaga citra perusahaannya sekaligus menegaskan kepuasannya dengan imbalan yang selama ini diperolehnya dari perusahaan. Ketiga pengalaman di atas memberi gambaran yang cukup jelas mengenai fenomena pengaruh kepuasan kerja terhadap munculnya OCB pada karyawan Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan. Berikut ini merupakan tabel yang merangkum fenomena tersebut secara lebih ringkas. Tabel 1.1 Fenomena Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Karyawan Auto2000 Cabang Gatot Subroto Medan Divisi Marketing
Kepuasan Kerja • Pekerjaan sebagai sales itu menyenangkan • Memberi kesempatan membina hubungan dengan banyak orang • Tanggung jawab terhadap komisi penjualan yang diterimanya
Administrasi Kepuasan terhadap hubungan dengan kerja yang menyenangkan dan saling menolong
OCB
Analisa
Membantu konsumen mengurus asuransi hingga memasukkan mobil yang rusak ke bengkel, padahal itu bukan tanggung jawabnya
Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri serta gaji yang telah diterimanya mendorongnya untuk melakukan altruism, menolong orang lain serta Conscientiousness, yaitu berbuat lebih dari kewajibannya Hubungan yang baik dengan rekan kerja memunculkan altruism yang juga membantu pencapaian target tim kerja
Bekerja lembur untuk membantu rekan kerja yang kesulitan menyelesaikan laporan penggajian yang baru
Kepuasan terhadap gaji dan kebijakan remunerasi dari perusahaan
Service
• Bersedia memberi palayanan di luar jam kerja • Menolak uang tips dari konsumen • Memotivasi rekan satu timnya untuk bekerja tanpa diberi lembur demi kepuasan konsumen
Kesejahteraan finanisial mendorongnya melakukan altruism & Conscientiousness dengan menolong konsumen serta civic virtue dengan ikut menjaga citra perusahaan
Sumber : Hasil Wawancara Awal (data diolah) Tahun 2010
Hasil wawancara lanjutan dengan ketiga responden tersebut, yang dilakukan peneliti pada tanggal 25-27 Oktober 2010 menangkap adanya kesamaan motif yang mendasari OCB yang mereka lakukan. Selain alasan-alasan yang sudah mereka sebutkan sebelumnya, ketiga responden mengakui bahwa perilaku sukarela
dan
bantuan
terhadap
orang
lain
yang
dilakukan
melebihi
tugas/kewajiban mereka ini akan masuk dalam catatan penilaian kerja harian bahkan menjadi nilai tambah dalam penilaian kerja tahunan yang dilakukan oleh atasan mereka. Biasanya atasan akan memuji kinerja mereka dan hal ini akan menguntungkan mereka karena dapat membuka peluangnya untuk memperoleh kesempatan promosi atau reward tahunan yang diberikan perusahaan kepada karyawan yang dianggap berprestasi. Bentuk reward ini jenisnya bervariasi bisa uang ataupun hadiah barang tertentu. Secara umum, hasil wawancara ini menunjukkan bahwa ada indikasi kepuasan kerja khususnya pada aspek gaji dan promosi yang melatarbelakangi munculnya OCB pada responden. Kondisi ini juga sejalan dengan alasan umum munculnya OCB yang dikemukakan oleh Newstrom & Davis (2002 : 217), yaitu adanya harapan dari karyawan bahwa dengan
melakukan OCB maka mereka akan memperoleh penghargaan dan reward tertentu dari orang lain serta berusaha membangun citra positif terhadap dirinya dengan tujuan atau kepentingannya tertentu. Berdasarkan uraian pengalaman di atas, peneliti tertarik untuk meneliti secara lebih lanjut mengenai kepuasan kerja karyawan yang diyakini sebagai faktor utama yang mempengaruhi munculnya Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan Auto2000. Penelitian ini direncanakan akan dilakukan pada Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan. Pemilihan cabang Auto2000 ini dilakukan mengingat Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan merupakan salah satu dealer Toyota terbaik dengan tingkat penjualan yang tinggi di kawasan kota Medan sekitarnya dan Sumatera Utara secara umum. Oleh karena itu, peneliti berharap mendapatkan fenomena yang utuh mengenai pengaruh kepuasan kerja terhadap munculnya Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan Auto2000.
B. Perumusan Masalah Prestasi dan performa terbaik yang telah dicapai oleh Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan dapat diraih melalui kerja sama serta kerja keras dari setiap karyawan dalam perusahaan tersebut. Dedikasi nyata para karyawan ini menjadi dasar berpikir dan titik tolak peneliti untuk menyelidiki kontribusi kepuasan kerja yang dirasakan karyawan yang memicu para karyawan tersebut untuk berbuat melebihi performa standar yang telah ditetapkan serta memicu perkembangan
perusahaannya. Dengan demikian, peneliti bermaksud mengangkat perumusan masalah kinerja karyawan Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan, yaitu : “Apakah
ada pengaruh
kepuasan
kerja
karyawan
terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan Auto2000 Cabang Gatot Subroto Medan ?”.
C. Kerangka Konseptual Kepuasan kerja merupakan salah satu topik utama yang selalu dibicarakan dalam perilaku organisasi. Kepuasan kerja
memiliki arti sebagai persepsi
karyawan terhadap baik tidaknya pekerjaan tersebut dapat memberikan hal-hal yang dinilai penting bagi diri mereka sendiri. Hal-hal yang bernilai penting bagi karyawan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam lima dimensi yang berbeda, yaitu pekerjaan itu sendiri, gaji
yang diterima, kesempatan promosi,
supervisi/pengawasan dari atasan atau organisasi, hubungan dengan rekan kerja, (Smith, Kendall & Hulin dalam Luthans, 2006:243). Pembahasan mengenai kepuasan kerja menjadi penting karena memiliki hubungan yang erat dengan berbagai faktor kinerja yang dapat mempengaruhi organisasi secara keseluruhan. Salah satunya adalah Organizational Citizenship Behavior atau OCB yaitu perilaku yang dipilih sendiri atas dasar sukarela oleh karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, dimana sebenarnya perilaku tersebut tidak menjadi bagian dari kewajiban formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif (Robbins & Judge, 2008:40).
Ada lima dimensi utama dalam mengukur OCB dalam suatu organisasi, diantaranya adalah (Organ dalam Luthans, 2006:251), yaitu Altruism (Perilaku membantu
orang
lain),
Civic
Virtue
(Mengedepankan
kepentingan
umum/bersama), Conscientiousness (Kesungguhan dalam bekerja), Courtesy (Bersikap sopan) dan Sportmanship (Toleransi yang tinggi). Organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang akan melakukan lebih dari sekedar tugas biasa yang menjadi kewajiban mereka, dimana mereka sebenarnya diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang melebihi harapan dan standar yang ada. Dalam dunia kerja yang dinamis saat ini, dimana tugas semakin sering dikerjakan dalam tim dan fleksibilitas menjadi sangat penting, maka organisasi membutuhkan karyawan yang bersedia memperlihatkan perilaku “good citizen” seperti, membantu anggota tim lainnya, mengajukan diri untuk melakukan tugas ekstra, menghindari konflik dengan pihak lain dalam bekerja, menghormati aturan perusahaan, serta memiliki toleransi yang tinggi terhadap kondisi-kondisi yang menyulitkan dirinya selama menyelesaikan tugasnya (Robbins & Judge, 2008:40). OCB hanya dapat dicapai jika didukung oleh faktor dalam organisasi memungkinkan hal itu, dimana yang paling utama adalah adanya kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan selama bekerja dalam organisasi. Dennis Organ sebagai tokoh penting yang mengemukakan OCB, menyatakan bahwa karyawan yang merasa puas akan membalas kenyamanan bekerja yang dirasakannya kepada organisasi yang telah memperlakukan dirinya dengan baik dan memenuhi kebutuhannya selama ini dengan cara melaksanakan tugasnya secara ekstra
melebihi standar yang ada. Hal ini ditunjukkan dengan kesediaan karyawan dalam berbagai bentuk perilaku OCB secara sukarela demi kemajuan perusahaannya (George & Jones, 2002:95). Dengan demikian, organisasi yang mampu memacu karyawannya untuk melakukan OCB akan mampu mencapai kinerja yang lebih baik dibandingkan organisasi lainnya (Gibson dkk, 2003:140). Berikut ini merupakan kerangka berpikir peneliti mengenai pengaruh kepuasan kerja karyawan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Kepuasan Kerja
Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual Kepuasan Kerja dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) Sumber : (Organ dalam George & Jones, 2002:95) Diolah
D. Hipotesis Sesuai dengan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : “Kepuasan kerja karyawan mempunyai pengaruh terhadap munculnya Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan Auto2000 Cabang Gatot Subroto Medan”.
E. Tujuan & Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepuasan kerja karyawan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan Auto2000 Cabang Gatot Subroto Medan. 2. Manfaat Penelitian a. Bagi Perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada pengembangan karyawan dan organisasi melalui
program Organizational
Citizenship Behavior (OCB). Selain itu dapat juga digunakan sebagai evaluasi terhadap tingkat kepuasan kerja karyawan. b. Bagi Peneliti Memperluas ruang lingkup dan menambah wacana peneliti dalam bidang ilmu manajemen sumber daya manusia. c. Bagi Peneliti Lanjutan Sebagai salah satu sumber informasi yang diperlukan dalam perbandingan hasil studi di masa yang akan datang berkaitan dengan masalah kepuasan kerja dan Organizational Citizenship Behavior (OCB).
F. Metode Penelitian 1. Batasan Operasional Sebagai upaya untuk menghindari kesimpangsiuran dalam membahas dan menganalisis permasalahan, maka penelitian ini dibatasi pada menyelidiki
pengaruh
kepuasan
kerja karyawan
tetap
dari
semua
divisi
terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan Auto2000 Cabang Gatot Subroto Medan saja. 2. Definisi Operasional Variabel Tabel 1.2 Definisi Operasional Variabel VARIABEL DEFINISI DIMENSI SKALA OPERASIONAL Kepuasan Evaluasi seseorang terhadap 1. Pekerjaan itu Likert Kerja pekerjaannya berupa sendiri (Work It Karyawan (X) perasaan mendukung atau self) tidak mendukung yang 2. Penyelia dialami karyawan dalam (Supervision) 3. Teman sekerja bekerja (Coworkers) 4. Promosi (Promotion) 5. Gaji/Upah (Pay) Organizational Setiap perilaku yang 1. Altruism (Perilaku Likert Citizenship dilakukan oleh seorang membantu orang Behavior karyawan di luar tugas dan lain) (OCB) (Y) tanggung jawab yang telah 2. Conscientiousness dirumuskan dalam Job (Kesungguhan) Description – nya. Perilaku 3. Sportmanship ini ditampilkan tidak hanya (Sikap sportif) melalui pelaksanaan 4. Civic Virtue kewajiban mereka saja tetapi (Partisipasi/ juga melakukan segala upaya kepatuhan) yang telah melampaui 5. Courtessy standar minimum yang harus (Menghormati) dipenuhi seorang karyawan. Sumber : Uraian Definisi Operasional Variabel (data diolah)
a. Variabel Independen (X) : Kepuasan Kerja Karyawan Kepuasan kerja merupakan evaluasi seseorang terhadap kerja dan pekerjaannya berupa perasaan mendukung atau tidak mendukung yang dialami karyawan dalam bekerja, diukur dengan menggunakan skala kepuasan kerja.
Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan kerja karyawan tersebut. Pengukuran kepuasan kerja ini meliputi lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu :
1. Pekerjaan itu sendiri (Work It self), yaitu evaluasi karyawan terhadap tingkat kesulitan yang harus dihadapi oleh seorang karyawan ketika menyelesaikan tugas dari pekerjaannya. 2. Penyelia (Supervision) merupakan bentuk evaluasi karyawan terhadap sikap yang ditunjukkan oleh atasannya kepada karyawan tersebut. 3. Teman sekerja (Coworkers) adalah evaluasi karyawan terhadap karyawan lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. 4. Promosi (Promotion) yaitu evaluasi karyawan terhadap ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. 5. Gaji/Upah (Pay) merupakan evaluasi karyawan terhadap pemenuhan kebutuhan hidup karyawan serta kesesuaian antara jumlah gaji dengan pekerjaan yang dilakukan.
b. Variabel Dependen (Y) : Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan setiap perilaku yang dilakukan oleh seorang karyawan di luar tugas dan tanggung jawab yang telah dirumuskan dalam deskripsi jabatannya. Perilaku ini ditampilkan tidak hanya melalui pelaksanaan kewajiban mereka saja tetapi juga melakukan segala upaya yang telah melampaui standar minimum yang harus dipenuhi seorang karyawan.
Perilaku ini diukur melalui lima dimensi perilaku berikut ini, yaitu : 1. Altruism yaitu perilaku membantu orang lain, diantaranya :
Menggantikan rekan kerja yang tidak masuk atau istirahat
Membantu orang lain yang pekerjaannya sedang menumpuk
Membantu proses orientasi karyawan baru meskipun tidak diminta
Membantu mengerjakan tugas orang lain saat mereka tidak masuk
Meluangkan waktu untuk membantu orang lain berkaitan dengan permasalahan-permasalahan pekerjaan yang dihadapi
Bersedia menjadi sukarelawan untuk mengerjakan sesuatu tanpa harus diminta terlebih dahulu
Membantu orang lain di luar departemennya ketika mereka menghadapi masalah
Membantu para pelanggan atau tamu jika mereka tengah dalam kesulitan
2. Conscientiousness yaitu perilaku yang melebihi standar minimum yang dipersyaratkan bagi seorang karyawan seperti kehadiran, kepatuhan terhadap aturan dan lain sebagainya. Adapun bentuk perilakunya diantaranya :
Tiba lebih awal sehingga siap bekerja pada saat jadwal kerja dimulai
Tepat waktu setiap hari tidak peduli pada cuaca ataupun lalu lintas dan sebagainya
Berbicara seperlunya dalam percakapan telepon
Tidak menghabiskan waktu dengan melakukan pembicaraan di luar masalah pekerjaan
Datang dengan segera jika dibutuhkan
3. Sportmanship merupakan kemauan untuk bertoleransi terhadap masalah dan situasi yang dianggap menyulitkan dirinya. Adapun bentuk perilakunya diantaranya :
Menahan diri untuk mengeluh atau mengumpat
Tidak membesar-besarkan masalah yang ada
4. Civic Virtue adalah bentuk partisipasi sukarela dan dukungan karyawan terhadap fungsi-fungsi organisasi baik secara profesional maupun secara alamiah sosial, diantaranya yaitu :
Memberikan perhatian terhadap pertemuan yang dianggap penting bagi perusahaan
Meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni
Ikut menjaga citra baik perusahaan
5. Courtessy merupakan upaya yang dilakukan untuk menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalah interpersonal, yaitu : •
Mengizinkan seseorang untuk mengambil tindakan demi kebaikan tim
•
Menyimpan informasi yang dirahasiakan oleh organisasi
•
Membangun kebersamaan dan kekompakan dalam tim kerja
3. Skala Pengukuran Variabel Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua skala yaitu skala kepuasan kerja karyawan serta skala Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Skala adalah suatu metode pengumpulan data yang merupakan suatu daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek secara tertulis.
Skala
mendasarkan diri pada laporan pribadi (self report) memiliki kelebihan dengan asumsi sebagai berikut (Hadi, 2000:157) : 1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya 2. Apa yang dikatakan subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya 3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti Adapun skala kepuasan kerja menggunakan skala tipe Likert. Pernyataan dalam skala ini terdiri dari pernyataan favorable (positif) dan unfavorable (negatif). Skala ini disusun dengan memberikan lima alternatif jawaban yaitu : STS (Sangat Tidak Sesuai), TS (Tidak Sesuai),N (Netral) S (Sesuai), SS (Sangat Sesuai). Untuk butir pernyataan favorable, jawaban “Sangat Sesuai” akan diberi angka 5, demikian seterusnya sampai dengan skor 1 untuk jawaban “Sangat Tidak Sesuai”. Sedangkan untuk butir pernyataan unfavorable, jawaban “Sangat Tidak Sesuai” akan diberi skor 5, demikian seterusnya sampai dengan skor 1 untuk jawaban “Sangat Sesuai” (Azwar, 2005 :46-47). Hal ini dapat diamati dalam tabel 1.3 berikut ini
Berikut ini merupakan distribusi aitem dari skala kepuasan kerja, yaitu : Tabel 1.3 Distribusi Aitem Skala Kepuasan Kerja Sebelum Uji Coba No
1 2 3 4 5
Dimensi
Pekerjaan itu sendiri (Work It self) Penyelia (Supervision) Teman sekerja (Coworkers) Promosi (Promotion) Gaji/Upah (Pay) TOTAL
Nomor Aitem
Jumlah
Favourable
Unfavourable
1,2,3
4,5
5
6,7,8 11,12,13
9,10 14,15
5 5
16,17,18 21,22,23 15
19,20 24,25 10
5 5 25
Sumber : Hasil Penelitian (data diolah) Tahun 2010
Semakin tinggi skor pada skala ini maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan kerja yang dialami karyawan. Sedangkan untuk skala Organizational Citizenship Behavior (OCB) juga disusun berdasarkan skala tipe Likert. Pernyataan dalam skala ini terdiri dari pernyataan favorable (positif) dan unfavorable (negatif), dimana lima alternatif jawaban yang tersedia disesuaikan dengan format OCB yang mendasarkan pada perilaku yang pernah dialami, yaitu : SS (Sangat Sering), S (Sering), K (Kadangkadang), HTP (Hampir Tidak Pernah), TP (Tidak Pernah). Untuk butir pernyataan favorable, jawaban “Sangat Sering” akan diberi angka 5, demikian seterusnya sampai dengan skor 1 untuk jawaban “Tidak Pernah”. Sedangkan untuk butir pernyataan unfavorable, jawaban “Sangat Sering” akan diberi skor 1, demikian seterusnya sampai dengan skor 5 untuk jawaban “Tidak Pernah”, seperti yang diuraikan dalam tabel 1.4 berikut ini.
Tabel 1.4 Distribusi Aitem Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB) Sebelum Uji Coba No 1 2 3 4 5
Dimensi Altruism Conscientiousness Sportmanship Civic Virtue Courtessy TOTAL
Nomor Aitem Favourable Unfavourable 1,2,3 4,5 6,7,8 9,10 11,12,13 14,15 16,17,18 19,20 21,22 23,24,25 14 11
Jumlah 5 5 5 5 5 25
Sumber : Hasil Penelitian (data diolah) Tahun 2010
Semakin tinggi skor pada skala ini maka semakin tinggi pula frekuensi perilaku Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang telah dilakukan oleh karyawan.
4. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan antara bulan November 2010 hingga Januari 2011 yang bertempat di kantor Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan, dimana lokasi tepatnya berada di jalan Gatot Subroto no.220 Sei Sikambing-B, Medan. 5. Populasi & Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan tetap dari kantor Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan yang terdiri dari tiga divisi dan seluruhnya berjumlah sebanyak 160 orang. Pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan tehnik proportional cluster random sampling, dimana sampling ini diperoleh tidak dengan memilih secara satu per satu unit sampel. Namun yang menjadi unit samplingnya adalah kelompok tertentu bisa itu area tertentu, kelas, angkatan dan lain sebagainya.
Peneliti mengambil sampelnya dari masing-masing divisi yang dianggap sebagai cluster ini dengan cara random sederhana (Umar dalam Setiawan, 2007:7). Berikut
ini
merupakan
karakteristik
yang
dimiliki oleh
tehnik
proportional cluster random sampling yaitu sebagai berikut (Hadi, 2000:85) : •
Cluster yang artinya mengacu pada penggunaan suatu tehnik sampling terhadap populasi yang terdiri dari kelompok-kelompok (cluster).
•
Proportional
maknanya
dalam
proses
sampling
nantinya
akan
memperhatikan keseimbangan atau proporsi individu dalam setiap stratanya dengan cara randomisasi. Dengan demikian, jumlah sampel dari setiap strata mungkin saja berbeda dikarenakan didasarkan pula pada populasi stratanya yang disesuaikan dengan perbandingan populasinya. •
Random menunjukkan bahwa tehnik ini tergolong dalam kelompok random sampling dimana semua individu dalam populasi memiliki peluang yang sama untuk terlibat sebagai subjek penelitian. Sebenarnya tidak ada ketetapan yang mutlak mengenai jumlah/persentase
sampel yang digunakan, tetapi peneliti harus memperhatikan keseimbangan proporsi dari karakteristik kelompok sampel yang berbeda. Hal yang pasti adalah semakin
besar
sampel
maka
semakin
kecil
pula
nilai
galat,
atau
deviasi/penyimpangan dari nilai populasinya sehingga hasil penelitian semakin dapat dipercaya mewakili populasi secara umum. Begitu juga sebaliknya, semakin kecil jumlah sampel maka semakin besar pula nilai galat yang berarti hasil penelitian kurang bisa dipercaya mewakili gambaran populasi sebenarnya (Kerlinger, 2003 : 206).
Hal ini ditegaskan pula oleh Prof. Sutrisno Hadi dalam bukunya Metodologi Research, menjelaskan bahwa suatu sampel disebut sebagai sampel yang besar jika jumlahnya di atas 30 orang. Jumlah ini akan mendorong hasil statistik penelitiannya semakin mendekati distribusi normal. Begitu juga sebaliknya, jika sampel di bawah 30 orang disebut dengan sampel kecil sehingga statistik penelitiannya semakin menjauhi distribusi normal (Hadi, 2000 : 332). Penentuan jumlah sampel dalam
tehnik proportional cluster random
sampling ini, akan dilakukan dengan mengambil 50% sampel dari setiap divisi sehingga jumlahnya nanti akan berimbang. Hal ini juga dilakukan dengan dasar keterbatasan peneliti untuk melibatkan lebih banyak sampel lagi dalam penelitian ini. Selain itu, kebijakan dari perusahaan juga membatasi jumlah sampel supaya proses pengambilan data dapat berjalan lancar dan cepat mengingat tingkat kesibukan yang tinggi dari para karyawan. Oleh karena itu dengan tujuan untuk memenuhi jumlah minimal di atas 30 orang sampel, maka rumusan jumlah sampel 50% dari setiap divisi menjadi pilihan bagi peneliti. Berdasarkan beberapa rumusan di atas, maka dapat disusun perhitungan sampel sebagai berikut : Tabel 1.5 Tabel Data Populasi & Rencana Sampling Divisi Ukuran 50 % dalam Populasi Populasi 12 6 Divisi Administrasi 53 26 Divisi Marketing 95 48 Divisi Service TOTAL 160 80 Sumber : Hasil Penelitian (data diolah) Tahun 2010
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jumlah sampel minimal yang harus dipenuhi dalam penelitian ini adalah 80 orang. Jumlah ini direncanakan akan dipenuhi dengan memilih secara acak individu per individu dari setiap cluster. 6. Jenis & Sumber Data Menurut cara memperolehnya, (Umar dalam Setiawan, 2007:3) data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : a. Data primer, merupakan data yang didapat dari sumber pertama yaitu responden dengan memberikan kuesioner atau pertanyaan kepada karyawan. b. Data sekunder, yaitu data-data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang berasal dari buku-buku bacaan dan penelitian lapangan dengan melihat obyek penelitian untuk memperoleh data-data yang diperlukan. 7. Tehnik Pengumpulan Data a. Wawancara (interview) Wawancara dilakukan dengan pihak-pihak yang bersangkutan, yaitu karyawan dari ketiga divisi yang ada di kantor Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan. b. Daftar pertanyaan Menyebarkan daftar pertanyaan kepada karyawan yang telah ditetapkan menjadi sampel atau responden. Penyebaran skala dilakukan di kantor Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan.
c. Studi Dokumentasi Pengumpulan data diperoleh dari buku-buku dan internet yang mempunyai relevansi dengan penelitian yang dilakukan. d. Observasi Melakukan pengamatan langsung pada obyek yang diteliti di lokasi penelitian. 8. Tehnik Analisis Data a. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan dengan cara merumuskan dan menafsirkan data sehingga memberikan gambaran yang jelas melalui pengumpulan, penyusunan, dan analisis data, sehingga dapat diketahui gambaran umum perusahaan yang diteliti. b. Analisis Kuantitatif Didalam penelitian ini, peneliti menganalisis data dengan memakai metode analisis statistik regresi linear sederhana. Disebut regresi sederhana karena hanya ada satu variabel independent yang digunakan dalam penelitian ini. Analisis regresi digunakan terutama untuk tujuan peramalan/prediksi,
dalam
hal
ini
berfungsi
untuk
memprediksi
kemunculan variabel dependent yaitu OCB dengan mengetahui nilai variabel independent yakni tingkat kepuasan kerja karyawan. Berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi ini, akan dikembangkan persamaan regresi (estimating equation), yaitu suatu rumus untuk mencari
besarnya nilai variabel dependent dari nilai variabel independent yang diketahui. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Santoso, 2005 : 334-343) : Y = a + bX Dimana :
Y = OCB X = Kepuasan kerja a = nilai intersep (konstan) b = koefisien regresi
Untuk keperluan analisis dan pengujian hipotesis, data diolah secara statistik dengan menggunakan alat bantu SPSS version 15.0 For Windows. Dalam penelitian ini data yang ada di uji dalam beberapa tahap antara lain : 1. Uji Validitas, untuk mengukur apakah data yang telah didapat setelah penelitian merupakan data yang valid dengan alat ukur yang digunakan (kuesioner). 2. Uji Reabilitas, untuk melihat apakah alat ukur yang di gunakan (kuesioner) menunjukan kosistensi didalam mengukur gejala yang sama. Teknik yang digunakan adalah teknik koefisien Alpha dari Cronbach, yang akan menghasilkan reliabilitas dari skala. Pengolahan data tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan bantuan program SPSS version 15.0 For Windows. 3. Uji Hipotesis, dilakukan Uji t yaitu secara parsial untuk membuktikan hipotesis awal tentang kepuasan kerja sebagai variabel bebas terhadap OCB sebagai variabel terikat.
Ho : β1 = 0
(Tidak ada pengaruh yang signifikan dari kepuasan kerja terhadap OCB).
Hi : β1 ≠ 0
(Ada pengaruh yang signifikan dari kepuasan kerja terhadap OCB)
Ho diterima jika t hitung < t tabel pada α = 5% H1 diterima jika t hitung > t tabel pada α = 5% 4.
Identifikasi Determinan (R2) Determinan digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Dengan kata lain nilai koefisien determinan digunakan untuk mengukur besarnya variabel bebas yang diteliti yaitu Kepuasan Kerja (X) terhadap OCB (Y) sebagai variabel terikatnya. Jika determinan (R2) semakin besar atau mendekati satu, maka variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) semakin kuat. Hal ini berarti model yang digunakan semakin kuat untuk menerangkan variabel bebas yang diteliti terhadap variabel terikat. Jika determinan (R2) semakin kecil atau mendekati nol, maka variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) semakin kecil sehingga pengaruh variabel bebas yang diteliti kurang kuat terhadap variabel terikat.