BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan pendidikan Nasional. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan Nasional maka setiap masyarakat berhak mendapatkan pendidikan yang sama. Begitu pula para penyandang cacat, sepert yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 disebutkan bahwa : Pendidikan khusus ( pendidikan luar biasa ) merupakan pendidikan bagi para siswa yang memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. ( Depdiknas, 2003:67). Tujuan layanan pendidikan bagi ABK, tidak berbeda dengan tujuan pendidikan secara umum, yaitu “untuk optimalisasi perkembangan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahas Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” ( UU Sisdiknas No. 20/2003). Dalam UU No. 23/2003 tentang perlindungan Siswa, pasal 51 juga menyatakan : “siswa yang menyadang cacat fisik dan atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa danpendidikan luar biasa” (Sukarso:2006:Unit 4).
1
2
Iswari (dalam Marti 2012:2) mengemukakan siswa berkebutuhan khusus adalah siswa yang mengalami kelainan atau ketunaan dalam segi fisik, mental, emosi dan sosial atau gabungan dari hal-hal tersebut sedemikian rupa baik bersifat permenen ataupun temporer sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan ketunaan mereka. Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada siswa berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, berarti memperkecil kesenjangan angka partisipasi pendidikan siswa normal dengan siswaberkebutuhan khusus. Disamping itu ada efek psikologis, yaitu tumbuhnya motif berprestasi dan meningkatnya harga diri siswa berkebutuhan khusus, yang nilainya jauh lebih penting dan dapat melebihi nilai ekonomi. Kondisi ini dapat memperkuat pembentukkan konsep diri siswa berkebutuhan khusus. Dalam mengatasi permasalahan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus ini telah disediakan berbagai bentuk layanan pendidikan. Pada dasarnya sekolah untuk siswa berkebutuhan khusus, maka sekolah bagi siswa dirancang secara khusus sesuai dengan jenis dan karakteristik kelainanya (Rama 2011:74). Memberikan layanan pendidikan yang relevan dengan kebutuhannya, guru perlu memahami sosok siswa yang memiliki hambatan dan karakteristik, penyebab kelainan, dan dampak psikologis serta prinsip-prinsip layanan pendidikan siswa berkelainan. Dengan ini guru memiliki wawasan yang tepat tentang keberadaan siswa yang memiliki hambatan sebagai sosok individu masih berpotensi dapat terlayani secara maksimal. Pembelajaran untuk siswa berkebutuhan khusus membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, yang berbeda antara satu
3
dan lainnya. Dalam menyusunan program pembelajaran untuk setiap bidang studi, hendaknya guru sudah memahamikarakteristik spesifik, kemampuan dan kelemahan, kompetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembangansiswa. Karakteristik spesifik siswa berkebutuhan khususpada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional. Karakterstik spesifik tersebut meliputi tingkat
perkembangan
keterampilan
diri,
sensormotorik,
konsep
diri,
kognitif,
kemampuan
kemampuan berinteraksi
berbahasa,
sosial,
serta
kreativitasnya, untuk mengetahui karakteristik dari setiap siswa, hendaknya seorang guru melakukan assesmen agar mengetahui secara jelas mengenai kompetensi diri siswa bersangkutan. Tujuannya agar saat memprogramkan pembelajaran, sudah dipikirkan mengenai bentuk intervensi pembelajaran yang dianggap sesuai. Assesmen di sini adalah proses kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap siswa dalam segi perkembangan kognitif dan perkembangan sosial, melalui pengamatan. Kegiatan ini biasanya memerlukan penggunaan instrumen khusus secara baku atau dibuat sendiri oleh guru kelas. Siswa berkebutuhan khusus merupakan istilah lain untuk menggunakan kata “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Siswa berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda dengan siswa lainnya. Siswa
berkebutuhan khusus memiliki hak untuk memperoleh
penyesuaian agar dapat mengikuti sekolah di sekolah khusus ataupun di sekolah reguler ( inklusi ). Siswa berkebutuhan khusus ini memiliki beberapa jenis-jenis gangguan atau hambatan yang salah satunya adalah siswa dengan gangguan mental yang biasa disebut dengan Tunagrhita. Tunagrahita merupakan siswa yang memiliki IQ 70 ke bawah. Siswa dengan hambatan perkembangan kemampuan
4
(tunagrahita), memiliki problema belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan intelegensi, mental, emosi, sosial, dan fisik ( Delphie 2006:2). Menurut Sulistiyani (dalam Desi 2011: 2-3) seperti halnya pada siswa tunagrahita proses pembelajaran harus dilakukan secara intensif karena mereka sangat memerlukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan mereka. Berdasarkan
permasalahan
di
lapangan
siswa
yang
mengalami
gangguanketunagrahita kebanyakan mengalami kesulitan dalam belajar di kelas. Siswa tunagrahita tidak jauh berbeda dengan siswa normal biasa pada umumnya, hanya saja siswa tunagrahita memiliki keterbatasan dalam kemampuan belajar dan penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya, siswa yang memiliki keterbatasan memerlukan
suatu
metode
pembelajaran
yang
sifatnya
khusus
untuk
mengembangkan potensi yang siswa miliki. Pembelajaran siswa tunagrahita berbeda dengan kelas siswanormal, hal ini dikarenakan siswa tunagrahita memiliki karakteristik yang berbeda, biasanya pembelajaran dilakukan dalam bentuk kelas kecil dan pola pembelajaran mengacu terhadap pembinaan yang diharapkan pada normalisasi fungsi tubuh dan kesehatan. Struktur fungsi tubuh pada umumnya siswa tunagrahita kurang dari siswa normal, bahkan diantaranya banyak yang mengalami cacat bicara, pendengaran dan penglihatannya banyak yang kurang sempurna. Kelainan ini terjadi bukan pada organ tubuh siswa tetapi dari pusat pengolahan otak sehingga siswa melihat, tetapi tidak memahami apa yang telah dilihatnya, mendengar tetapi tidak memahami apa yang didengarnya. Sehingga mengakibatkan siswa mengalami kesulitan dalam melakukan tatalaksanan pribadi seperti komunikasi, adaptasi sosial dan lain sebagainya.
5
Dalam hasil data assessment yang didapat dari sekolah siswa tunagrahita SDN Bedali 5 Lawang di kelas 2 mengalami kesulitan pada bidang akademik, misalnya dalam hal membaca pada huruf b dan d, kedua-duanya dibaca dengan huruf b, ketika siswa diminta untuk menulis, siswa dapat menulis dengan baik sesuai dengan contoh yang diberikan oleh guru ataupun sesuai dengan catatan di buku. Begitu pula pada saat membaca angka,untuk angka 1-10 siswa dapat menyebutkan atau membaca dengan benar namun ketika membaca angka 10 ke atas seperti 14, siswa membacanya dengan satu-satu yaitu 1 dan 4. Ketika guru memberikan tugas untuk dikerjakan pada LKS (Lembar Kerja Siswa) siswa langsung merespon apa yang telah diperintahkan oleh guru, dengan membuka buku sesuai perintah guru, namun hal ini hanya bertahan beberapa menit, beberapa menit kemudian siswa pun langsung mengalihkan perhatiannya dengan menganggu teman, melamun, memperhatikan lingkungan di luar kelas dan terkadang siswa sama sekali tidak mau mengerjakan tugas yang diberikan dan mengatakan bosan, susah, melihat pekerjaan teman, mengantuk ataupun dibuat pekerjaan rumah saja dan ketika guru memberikan pertanyaan terkadang siswa hanya melihat wajah guru dan tidak merespon pertanyaan guru. Tetapi ketika diberikan pertanyaan seputar pengetahuan umum terkadang siswa menjawab dengan benar, dan ketika diberikan pelajaran kesenian dengan perintah mewarnai atau olahraga berlari-lari mereka langsung menunjukkan minat belajar yang baik dan perhatian berlangsung dalam waktu yang lama dan selanjutnya siswa akan meminta ingin belajar lagi. Dilihat dari observasi awal pada proses pembelajaran di SDN Bedali 5 Lawang pada kelas 2 untuk siswa tunagrahita masih kurang maksimal hal ini
6
disebabkan karena kurangnya motivasi dari guru, dan pembelajaran yang kurang menarik dan kendala lain terdapat pada adanya beberapa siswa berkebutuhan khusus lainnya yaitu tunarungu, hiperaktif, disleksia, sehingga perhatian yang didapat oleh siswa tunagrahita di kelas sangat kurang, guru hanya memberikan tugas dan terlalu banyak duduk di meja tanpa melihat satu persatu pekerjaan siswa. Hal yang lain dapat juga muncul dari siswa tunagrahita sendiri yaitu kurang memiliki semangat untuk belajar di kelas sehingga siswa sering kali merasa bosan, malas dan mengatuk, ramai bersama temannya bahkan terkadang siswa sama sekali tidak memperhatikan apa yang telah diperintahkan oleh guru. Siswa tunagrahita ini sangat memerlukan bimbingan dan latihan secara terus menerus atau pembelajaran berulang sehingga dapat membantu siswa sedikit demi sedikit untuk lebih mengingat namun hal ini bukan berarti siswa akan tetap selalu mengingat apa yang telah mereka pelajari hal ini dapat membantu proses dalam pembelajaran di kelas.
B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah proses pelaksanaan pembelajaran untuk siswa tunagrahita kelas 2 di SDN Bedali 5 Lawang? 2. Kendala apa saja yang dihadapi oleh guru pada saat proses pelaksanaan pembelajaran di kelas 2 SDN Bedali 5 Lawang? 3. Bagaimanakahupaya-upaya yang harus dilakukan oleh guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran di kelas 2 untuk siswa tunagrahita di SDN Bedali 5 Lawang?
7
C. TUJUAN PENELITIAN 1. Mendeskripsikan proses pelaksanaan pembelajaran pada siswa tunagrahita kelas 2 di SDN Bedali 5 Lawang. 2. Melakukan analisis kendala-kendala yang dihadapi guru dalam proses pelaksanaaan pembelajaran untuk siswa tunagrahita kelas 2 di SDN Bedali 5 Lawang. 3. Mendeskripsikan upaya-upaya apa yang harus dilakukan oleh guru untuk proses pelaksanaan pembelajaran di kelas 2 di SDN Bedali 5 Lawang.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Guru : a. Dapat meningkatkan kompetensi guru dalam memberikan pembelajaran terhadap siswa tunagrahita. b. Guru dapat mengetahui faktor-faktor yang meyebabkan kesulitan siswa tunagrahita terhadap pembelajaran di kelas. 2. Bagi Sekolah : a. Sekolah dapat mengetahui penyebab kesulitan siswa terhadap pembelajaran di kelas. b. Sekolah dapat meningkatkan kemampuan mengajar guru untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran. 3. Bagi Peneliti Dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentag bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran di SDN Bedali 5 Lawang.
8
E. DEFINISI ISTILAH 1. Pelaksanaan pembelajaran yang mencangkup metode, media, evaluasi pembelajaran, pembelajaran individual, pengelolaan kelas dan program pengajaran individual (PPI), kendala yang dihadapi guru di kelas 2 dan upaya yang dilakukan oleh guru saat proses pelaksanaan pembelajaran di kelas 2 di SDN Bedali 5 Lawang. 2. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah siswa yang memiliki hambatan belajar dan hambatan perkembangan baik secara fisik maupun secara mental sehingga mereke membutuhkan pendidikan yang berbeda dari siswa normal. 3. Tunagrahita adalah siswa yang mengalami hambatan dan keterbelakangan mental – intelektual di bawah rata-rata, sehingga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya dan memerlukan pendidikan layanan khusus.