BAB I PENDAHULAUN
A. Latar Belakang Dalam
Undang-undang
dijelaskan
bahwa
pendidikan
nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1 Pendidikan pada hakikatnya akan mencakup kegiatan mendidik, mengajar, dan melatih. Kegiatan tersebut kita laksanakan sebagai suatu usaha untuk mentransformasikan nilai-nilai. Maka dalam pelaksanaannya ketiga kegiatan tersebut tadi harus berjalan secara serempak dan terpadu dan berkelanjutan, serta serasi dengan perkembangan anak didik serta lingkungan hidupnya.2 Secara filosofis kita dapat menghayati bahwa pendidikan itu merupakan suatu usaha yang disadari, bukan suatu perbuatan yang serampangan begitu saja, harus kita pertimbangkan segala akibatnya dari perbuatan-perbuatan mendidik itu.
1
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (2006), 8-9. 2 Burhanuddin Salam, Pengantar Paedagogik (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), 10.
1
2
Pendidikan
yang bagus
akan
dapat
mewujudkan
masyarakat
berkualitas. Karena perwujudan masyarakat yang berkualitas tersebut akan menjadi tanggung jawab pendidikan, terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subyek yang makin berperan menampilkan keunggulan yang tangguh, kreatif, mandiri dan profesional pada bidangnya masing-masing. Kompetensi tersebut terutama harus dimiliki oleh siswa SMU yaitu selain dapat digunakan untuk menembus seleksi masuk PT favorit, yang terkesan sebagai kompetensi akademik.3 Kalau kita lihat, pendidikan kita selama ini berjalan dengan verbalistik dan berorientasi semata-mata kepada penguasaan mata pelajaran. Pengamatan terhadap praktek pendidikan sehari-hari menunjukkan bahwa pendidikan difokuskan agar siswa menguasai informasi yang terkandung dalam materi pelajaran dan kemudian dievaluasi dari seberapa jauh penguasaan itu dicapai oleh siswa. Sampai saat inipun kalau kita bicara mengenai proses belajar mengajar di sekolah seringkali membuat kita kecewa, apalagi bila dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi ajar.4 Kebanyakan peran siswa lebih banyak hanya sekedar obyek dari proses pembelajaran. Sementara guru cenderung berperan sebagai subyek. Guru banyak menganggap dirinya sebagai satu-satunya sumber informasi yang selalu menyampaikan pada siswa, sedangkan siswa adalah sekedar penerima
3
Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah Afektif (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 68. 4 Departemen Pendidikan Nasional, Pembelajaran Berbasis Kontekstual, 2.
3
informasi. Akhirnya akan muncul kecenderungan siswa tidak akan belajar ketika guru belum mengajar. Penting bagi kita untuk melihat bagaimana cara pandang baru, yang muncul dari ilmu pengetahuan, mengubah sikap kita tentang pendidikan. Pendidikan tradisional menekankan penguasaan dan manipulasi isi. Para siswa menghafalkan fakta, angka, nama, tanggal, tempat dan kejadian, mempelajari mata pelajaran secara terpisah satu sama lain, dan berlatih dengan cara yang sama untuk memperoleh kemampuan dasar menulis dan menghitung. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual, sebagai sebuah sistem mengajar, didasarkan pada pikiran bahwa makna muncul dari hubungan isi dan konteksnya semakin banyak keterkaitan yang ditemukan siswa dalam suatu konteks, semakin bermaknalah isinya bagi mereka. Semakin mampu para siswa mengaitkan pelajaran-pelajaran akademis mereka dengan konteks ini, maka semakin banyak makna yang akan mereka dapatkan dari pelajaran tersebut. Mampu mengerti makna dari pengetahuan dan keterampilan akan menuntun pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan.5 Tentu saja suasana belajar yang membawa siswa pada bentuk “mengalami” akan lebih bermakna, sesuatu yang dirasakan dan dilaksanakan sendiri oleh siswa dapat memaknai sebuah peristiwa secara empiris. Berdasarkan hal itu, diperlukan strategi belajar yang dapat lebih “memperdayakan siswa dan menghidupkan kelas”, mendorong siswa
5
Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning (Bandung: Mizan Learning Center (MLC), 2007), 34-35.
4
mengkontruksi pengetahuan dibenak mereka sesuai tren sehingga siswa akan lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah.6 Dari hal di atas jika kita kaitkan dengan proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah, kiranya konsep pembelajaran yang mengarah pada suasana “mengalami” akan lebih memudahkan proses pencapaian internalisasi dan aplikasi nilai-nilai Islam. Selain siswa juga akan lebih faham tentang teori-teori atau pengetahuan dari materi Pendidikan Agama Islam. Strategi pembelajaran yang dapat dikaitkan dengan proses internalisasi dan aplikasi nilai-nilai Islam adalah CTL (Contextual Teaching and Learning). CTL merupakan salah satu alternatif pilihan pendekatan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang komponen-komponennya tidak terpisahkan dalam mata pelajaran lainnya juga harus mempraktekkan pendekatan pembelajaran CTL.7 Berdasarkan tujuan dan fungsi materi Pendidikan Agama Islam, maka CTL menjadi sangat penting dan segera dapat dilaksanakan dalam proses pembelajaran terutama untuk dapat meningkatkan nilai atau prestasi akademik siswa. Seperti halnya yang telah kita ketahui bahwa strategi belajar tradisional seperti menghafal fakta-fakta tidak akan efektif untuk pemahaman siswa sehingga mempengaruhi prestasi akademik atau nilai siswa, baik dalam ujian akhir atau dalam pemahaman sehari-hari. 6 7
Ulin Yudhawati, “Paradigma Baru Melalui CTL”, Jawa Pos, 8 Februari 2008. Saekhan Muchith, Kelompok dan Kuncil Sukses KBK, Suara Merdeka, 11 April 2005, 1.
5
Berangkat dari hal tersebut maka penulis bermaksud meneliti bagaimana upaya guru untuk lebih meningkatkan prestasi akademik siswa dengan menggunakan pendekatan CTL. Kemudian dalam penelitian ini yang dipilih sebagai subyek penelitian adalah SMU Bakti Ponorogo. Sehingga dalam penelitian ini dipilih judul: “UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN PRESTASI AKADEMIK SISWA KELAS XI SMU BAKTI PONOROGO MELALUI CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)”.
B. Fokus Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti memfokuskan penelitian pada: 1. Diterapkannya pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas XI SMU Bakti Ponorogo. 2. Langkah-langkah
pembelajaran
Pendidikan
Agama
Islam
dengan
menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) di SMU Bakti Ponorogo. 3. Pertumbuhan dan perkembangan prestasi akademik siswa ketika dan setelah pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning).
6
C. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apa latar belakang diterapkan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas XI SMU Bakti Ponorogo? 2. Bagaimana langkah-langkah pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) di kelas XI SMU Bakti Ponorogo? 3. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan prestasi akademik siswa kelas XI SMU Bakti Ponorogo setelah pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning)? 4. Upaya apa yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam untuk meningkatkan prestasi akademik siswa di kelas XI, SMU Bakti Ponorogo dengan menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning)?
D. Tujuan Penelitian Berawal dari rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan dan menjelaskan tentang: 1. Diterapkan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas XI SMU Bakti Ponorogo
7
2. Langkah-langkah
pembelajaran
Pendidikan
Agama
Islam
dengan
menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) di kelas XI SMU Bakti Ponorogo. 3. Pertumbuhan dan perkembangan prestasi akademik siswa kelas XI SMU Bakti Ponorogo setelah pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning). 4. Upaya-upaya yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam untuk meningkatkan prestasi akademik siswa di kelas XI, SMU Bakti Ponorogo dengan menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning)
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Untuk menambah khasanah keilmuan dibidang pendidikan, khususnya tentang pendekatan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. b. Untuk menambah wawasan pemikiran bagi peneliti serta sebagai pijakan bagi peneliti lain khususnya dibidang pendidikan. c. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi wawasan untuk memahami dan mengetahui berbagai macam pendekatan pembelajaran khususnya pendekatan Contextual Teaching and Learning. 2. Manfaat praktis a. Lembaga Pendidikan Dapat
meningkatkan
kualitas
pendidikan dapat terus meningkat
belajar
sehingga
mutu
8
b. Bagi Guru Sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan mutu Pendidikan Agama Islam terutama untuk meningkatkan nilai akademik siswa. c. Bagi Penulis Untuk menambah wawasan pengetahuan yang berkaitan dengan arti CTL serta pengaruhnya terhadap prestasi siswa. d. Bagi Masyarakat Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan dapat dijadikan bahan penyusunan kebijakan lebih lanjut.
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian dengan pendekatan
kualitatif
deskriptif,
yaitu
prosedur
penelitian
yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dengan orang-orang atau pelaku yang dapat diamati. Berikutnya sebagai ciri dari penelitian ini dimana melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan (entity) sebagai sumber data langsung dan peneliti sendiri merupakan instrumen penunjang.8 Alasan penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan alasan bahwa di dalam pembahasan skripsi ini penulis menggambarkan suatu
8
2002), 4.
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
9
keadaan sesuai apa adanya sesuai dengan kontek ruang dan waktu serta situasi lingkungan penelitian secara alami tanpa dilakukan perubahan dan intervensi oleh penulis.9 2. Kehadiran Peneliti Ciri khas penelitian kualitatif deskriptif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan
berprasangka,
peranan
penelitian
yang
menentukan
keseluruhan sekenarionya.10 Untuk itu, dalam penelitian ini, peneliti bertindak
sebagai
instrumen
kunci,
persiapan
penuh
sekaligus
pengumpulan data, sedangkan instrumen yang lain sebagai penunjang. 3. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian yang dimaksud adalah di SMU Bakti Ponorogo, terletak di Jln. Batoro Katong No. 24 Ponorogo. Wilayahnya yang strategis dan mudah dijangkau oleh para pelajar menjadikan alasan peneliti untuk melakukan penelitian, selain itu di SMU Bakti Ponorogo disamping mengutamakan pendidikan umum juga mengedepankan pendidikan agama yang telah menggunakan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.11
9
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), 38. Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 117. 11 Lihat transkrip wawancara nomor: 03/3-W/F-2/31-III/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 10
10
4. Sumber Data Sumber data adalah subjek dimana data dapat diperoleh.12 Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan dari sampel penelitian, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lainnya. Dalam hal ini yang menjadi sumber data adalah guru Pendidikan Agama Islam kelas XI yaitu bapak Arif Hariyadi dan bapak Sunyoto. Selain itu untuk mendapatkan tentang pembelajaran di kelas dengan menggunakan pendekatan CTL diperlukan data-data dokumentasi seperti daftar nilai untuk mengetahui tingkat prestasi siswa. 5. Tekhnik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut: a. Observasi Observasi (pengamatan) meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra.13 Tekhnik observasi ini digunakan untuk mencari data tentang: 1. Letak geografis SMU Bakti Ponorogo. 2. Kegiatan pembelajaran di kelas dengan menggunakan pendekatan CTL.
12
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), 107. 13 Ibid., 133.
11
b. Interview atau Wawancara Adalah merupakan pertemuan 2 orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.14 Tekhnik
wawancara ini digunakan untuk mencari data
tentang: 1. Alasan diterapkannya pendekatan CTL dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas XI SMU Bakti Ponorogo. 2. Langkah-langkah pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang digunakan di SMU Bakti Ponorogo. 3. Pertumbuhan dan perkembangan prestasi akademik siswa ketika dan setelah pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan penggunaan pendekatan CTL. 4. Upaya yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam untuk meningkatkan prestasi akademik siswa kelas XI SMU Bakti dengan menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning). Untuk mendapatkan data tersebut yang perlu diwawancarai adalah wakasek kurikulum Ibu Emy Sulistyani, guru Pendidikan Agama Islam kelas XI Bapak Arief Hariadi dan Bapak Sunyoto dan siswa kelas XI yang diwakili oleh 3 orang siswa masing-masing dari kelas IPA, IPS dan bahasa.
14
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2005), 72.
12
c. Dokumentasi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.15 Dokumen digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.16 Metode dokumentasi ini digunakan untuk mencari tentang: 1. Sejarah berdirinya SMU Bakti Ponorogo. 2. Keadaan guru dan siswa SMU Bakti Ponorogo. 3. Struktur organisasi SMU Bakti Ponorogo. 4. Hasil belajar siswa bidang studi Pendidikan Agama Islam. 5. Sarana dan prasarana yang dimiliki SMU Bakti Ponorogo. 6. Analisis Data Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data yang bermacammacam.17 Metode analisis data yang peneliti gunakan adalah analisis model Miles dan Hubermen. Aktivitas yang dilakukan dalam analisis data ini, yaitu:18
15
Ibid., 82. Lexy J. Moleong, Metodologi…, 161. 17 Ibid., 87. 18 Matthew B. Miles dan Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press, 1992), 20. 16
13
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penyajian Data
Kesimpulankesimpulan penarikan/verivikasi
a. Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.19 Data yang diperoleh di lapangan biasanya berupa data yang kompleks dan sulit untuk dimengerti. Untuk lebih mudah dimengerti maka peneliti perlu menerangkan, mengambil data yang penting dan mengelompokkannya. b. Data Display (Penyajian Data) Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.20 Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar katagori dan lainlain. Tetapi yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
19 20
Ibid., 16. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 95.
14
c. Conclusion Drawing/Verification Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.21 7. Pengecekan Keabsahan Data Dalam hal ini peneliti menggunakan tekhnik triangulasi sampai tercapainya kejenuhan pengumpulan data, yang dimaksud dengan data jenuh bahwa peneliti dalam mengumpulkan data, baik yang melalui wawancara, dokumentasi akan didapatkan hasil yang sama. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.22 Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (realibilitas).23 Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi dengan sumber yaitu membandingkan dan mengecek suatu informasi yang diperoleh 21
Ibid., 99. Pedoman Penulisan Skripsi (Ponorogo: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri STAIN Ponorogo, 2008), 56. 23 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 171. 22
15
dengan jalan membandingkan hasil pengamatan dengan data hasil wawancara juga membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.24 8. Tahapan-tahapan Penelitian Tahap-tahap penelitian kualitatif dengan salah satu ciri pokoknya peneliti menjadi sebagai alat penelitian. Adapun tahap-tahap penelitiannya adalah:25 a. Tahap Pra Lapangan Yang dilakukan pada tahap ini adalah menyusun rancangan penelitian,
memilih
lapangan
penelitian,
mengurus
perizinan,
menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian, dan persoalan etika penelitian. b. Tahap Pekerjaan Lapangan Meliputi memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, berperan serta sambil mengumpulkan data. c. Analisa Data Yang diuraikan di sini meliputi tiga pokok persoalan, yaitu konsep dasar, menemukan tema dan merumuskan hipotesis, bekerja dengan hipotesis.
24 25
Ibid., 178. Ibid., 85-103.
16
G. Sistematika Pembahasan Dalam penelitian ini, untuk mempermudah pembaca memahami, berikut ini penulis paparkan sistematika pembahasan: BAB I
: PENDAHULUAN Di dalam pendahuluan memuat latar belakang yang merupakan gambaran secara umum yang mengarah pada mengapa penelitian ini dilakukan, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II : LANDASAN TEORITIK Pada bab ini berisi pengertian, komponen CTL (Contextual Teaching and Learning), penerapan CTL di kelas, pengertian prestasi akademik dan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik. BAB III : TEMUAN PENELITIAN Berisi tentang laporan utama, yang berisi data umum (meliputi: letak geografis, sejarah berdiri, struktur organisasi, data guru, pegawai dan siswa, serta sarana dan prasarana), data khusus (meliputi data tentang: alasan diterapkannya pendekatan CTL, langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan CTL serta prestasi akademik siswa setelah pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan pendekatan CTL, dan upaya yang
17
dilakukan guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan prestasi akademik siswa dengan menggunakan pendekatan CTL. BAB IV : PEMBAHASAN Berisi tentang analisa dan penjelasan dari hasil penelitian. Analisa tentang alasan diterapkannya pendekatan CTL, langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan CTL serta pertumbuhan dan perkembangan prestasi akademik siswa ketika dan setelah pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan pendekatan CTL serta upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan prestasi akademik siswa dengan menggunakan pendekatan CTL. BAB V : PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir penulisan skripsi yang terdiri dari dua sub bab, yaitu kesimpulan dan saran.
18
BAB II CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DAN PRESTASI AKADEMIK
H. Contextual Teaching and Learning Pengertian Contextual Teaching and Learning Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and LearningCTL) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.26 Anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” apa yang dipelajarinya, bukan hanya mengetahui “mengetahui”nya.27 Pembelajaran tidak hanya sekedar kegiatan mentransfer pengetahuan dari guru kepada siswa, tetapi bagaimana siswa mampu memaknai apa yang dipelajarinya itu.28 Pentingnya mengalami daripada mengetahui tentu saja memiliki perbedaan. Mengalami merupakan proses alamiah yang dirasakan dan dilakukan oleh anak didik sehingga ia dapat memberi makna sebuah peristiwa secara empiris, sedangkan mengetahui cenderung diperoleh
26
103.
27
Nurhadi, Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban) (Jakarta: PT. Grasindo, 2005),
Ibid., 104. Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), 271. 28
19
karena adanya transfer informasi dari seseorang atau guru kepada dirinya.29 Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal kelas masih terfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah sebagai pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar “baru” yang lebih memperdayakan siswa. Strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkontruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.30 Tugas guru bukan hanya menyampaikan materi pelajaran yang berupa hafalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk ikut aktif.31 CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget.32 Piaget berpendapat bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema. Skema terbentuk karena pengalaman.33
29
Muhyi Batubara, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: PT. Ciputat Press, 2004), 101. Nurhadi, et.al., Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) (Malang: UM Press, 2003), 9. 31 E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 137. 32 Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (Jakarta: Kencana, 2005), 111. 33 Ibid., 111. 30
20
Melalui landasan filosofi kontruktivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi CTL, siswa diharapkan belajar melalui “mengalami” bukan “menghafal”. CTL merupakan pendekatan atau strategi yang sudah lama berkembang di negara maju seperti Amerika. Strategi ini pada hakikatnya adalah membantu guru untuk mengaitkan pengetahuan yang diajarkannya dengan kehidupan nyata dan memotivasi siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajari dengan kehidupannya sebagai anggota keluarga dan masyarakat.34 Jadi pengetahuan atau keterampilan itu akan ditemukan oleh siswa sendiri, bukan apa kata guru. Dalam pembelajaran kontekstual ini ada motto:35 “Students learn best by actively constructing their awn understanding” (cara belajar terbaik adalah siswa mengkonstruksikan sendiri secara aktif pemahamannya)”.
Secara definitif pembelajaran kontekstual adalah sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: membuat keterkaitanketerkaitan yang bermakna melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerjasama, berfikir kritis dan
34
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), 222. 35 Ibid., 223.
21
kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.36 Selanjutnya menurut The Washington State Concertium For Contextual Teaching and Learning (2001: 3-4) mendefinisikan definisi CTL sebagai berikut: Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Pembelajaran kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah riel yang berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, siswa selaku pekerja. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual menekankan berfikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan melalui disiplin ilmu dan mengumpulkan, menganalisis, dan mensistesiskan informasi dan data dari berbagai sumber dan sudut pandang.37
Sedangkan menurut Center On Education and Work at The University Of Wisconsin Madison (2002) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan belajar.38 Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning-CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan 36 Elaine. B. Johnson, Contextual Teaching and Learning (Bandung: Mizan Learning Center (MLC), 2007), 60. 37 Nurhadi, et. al., Pembelajaran Kontekstual…, 12. 38 Kunandar, Guru Profesional…, 274.
22
mendorong
siswa
membuat
hubungan
antara
pengetahuan
yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.39 CTL merupakan suatu pendekatan pendidikan yang berbeda, melakukan lebih daripada sekedar menuntun para siswa dalam menggabungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan mereka sendiri.40
Komponen CTL Terkait dengan komponen yang ada dalam pembelajaran kontekstual (CTL) dalam hal ini akan dipaparkan beberapa pendapat para ahli. Menurut Johnson (2002: 24) ada delapan komponen utama dalam sistem pembelajaran kontekstual seperti dalam rincian berikut:41 Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections) Siswa dapat mengatur sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning by doing). Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work) Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning) 39
Ibid., 274. Elaine B. Johnson, Contextual Teaching…, 66. 41 Nurhadi, et. al., Pembelajaran Kontekstual…, 14. 40
23
Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan, ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada
hubungannya dengan
penentuan pilihan, dan ada produk atau hasilnya bersifat nyata. Bekerjasama (collaborating) Siswa dapat bekerjasama, guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi. Berfikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking) Siswa dapat menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara kreatif dan kritis, dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan,dan menggunakan logika dan bukti-bukti.
Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual) Siswa memelihara pribadinya, mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards) Siswa
mengenal
dan
mencapai
standar
yang
tinggi,
mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut “excellence”.
24
Menggunakan penilaian autentik (using authentic assesment) Siswa menggunakan pengetahuan akademi dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Berikutnya The Nort West Regional Education Laboratory USA mengidentifikasikan enam kunci dasar pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut: a. Pembelajaran Bermakna Pemahaman, relevansi dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa dalam mempelajari isi materi-materi pelajaran. Pembelajaran dirasakan terkait dengan kehidupan nyata atau siswa mengerti manfaat isi pembelajaran. Jika mereka merasa mempunyai kepentingan untuk belajar dengan kehidupannya dimasa mendatang. Prinsip ini sejalan dengan pembelajaran bermakna (meaningful learning) yang diajukan oleh Ausuble. b. Penerapan pengetahuan Kemampuan siswa untuk memahami yang dipelajari dan diterapkan dalam tatanan kehidupan dan fungsi dimasa sekarang atau di masa depan. c. Berfikir tingkat tinggi Siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami sesuatu isu dan memecahkan suatu masalah. d. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar
25
Isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal, provinsi, nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta dunia kerja. e. Responsif terhadap budaya Guru harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan, dan kebiasaan siswa, teman, pendidik dan masyarakat tempat ia mendidik. Ragam individu dan budaya suatu kelompok serta hubungan antar budaya akan mempengaruhi pembelajaran dan sekaligus akan berpengaruh terhadap cara mengajar guru.
f. Penilaian autentik Penggunaan berbagai strategi penilaian (misalnya: penilaian proyek/tugas terstruktur, kegiatan siswa, penggunaan fortofolio, rublik, daftar cek,
pedoman observasi, dan sebagainya) akan
merefleksikan hasil belajar sesungguhnya.42 Kemudian sebagaimana dipaparkan dalam pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) oleh Departemen Pendidikan Nasional, pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Kerjasama. b. Saling menunjang. c. Menyenangkan, tidak membosankan.
42
Ibid., 14-15.
26
d. Belajar dengan bergairah. e. Pembelajaran terintegrasi. f. Menggunakan berbagai sumber. g. Siswa aktif. h. Sharing dengan teman. i. Siswa kritis guru kreatif. j. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lain-lain. k. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain.43
Penerapan CTL dalam Kelas Sebuah kelas dikatakan menggunakan CTL, jika menerapkan ke tujuh komponen dalam CTL. Ke tujuh komponen tersebut adalah kontruktivisme (contruktivisme), bertanya (questioning), menemukan (inkuiri), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).44 Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kontekstual dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat erat kaitanya. Faktor-faktor tersebut bisa datang dari dalam diri peserta didik dan dari luar dirinya atau dari lingkungan
43 44
disekitarnya.
Sehubungan
Kunandar, Guru Profesional…, 276-277. Ibid., 31.
dengan
itu
Zuhairini
27
mengungkapkan
lima
elemen
yang
harus
diperhatikan
dalam
pembelajaran kontekstual, sebagai berikut: a. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik. b. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagianbagiannya secara khusus. c. Pembelajaran ditekankan pada pemahaman dengan cara: 1. Menyusun konsep sementara. 2. Melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain. 3. Merevisi dan mengembangkan konsep. d. Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari. e. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengetahuan yang dipelajari.45 Secara
garis
besarnya
langkah-langkah
penerapan
CTL
(Contextual Teaching and Learning) dalam kelas sebagai berikut:46 a. Komponen kontruksivisme Kembangkan pemikiran bahasa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan bertanya. b. Komponen inkuiri 45 46
E. Mulyasa, Implementasi…, 138. Kunandari, Guru Profesional…, 32.
28
Laksanakan kegiatan inkuiri untuk mencapai kompetensi yang diinginkan disemua bidang studi. c. Komponen bertanya Bertanya sebagai alat belajar dikembangkan sifat ingin tahu. d. Komponen masyarakat belajar Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompokkelompok). e. Komponen pemodelan Tunjukkan “model” sebagai contoh pembelajaran (bendabenda, guru, siswa lain, karya inovasi, dan lain-lain). f. Komponen refleksi Lakukan refleksi diakhir pertemuan agar siswa “merasa” bahwa hari ini mereka belajar sesuatu. g. Komponen penilaian yang sebenarnya Lakukan penilaian yang sebenarnya, dari berbagai sumber dan dengan berbagai cara. Tujuh komponen utama yang mendasari pembelajaran kontekstual tersebut bisa dijelaskan sebagai berikut: a. Kontruktivisme Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan
baru
dalam
struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman.47
47
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam…, 118.
29
Belajar dengan kontruktivisme adalah siswa belajar sedikit demi sedikit dari konteks yang terbatas, siswa mengkonstruksikan sendiri pemahamannya dan pemahaman yang mendalam diperoleh melalui pengalaman belajar yang bermakna.48 Penerapan filosofis kontruktivisme dalam pembelajaran di kelas yaitu dengan mengaktifkan pengetahuan yang sudah ada (active learning). b. Menemukan (inkuiri) Inkuiri pada dasarnya adalah suatu ide yang kompleks yang berarti banyak hal, bagi banyak orang, dalam banyak konteks. Inkuiri adalah bertanya. Kegiatan inkuiri sebenarnya sebuah siklus. Siklus itu terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:49 1. Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun). 2. Mengumpulkan data melalui observasi. 3. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya. 4. Mengkomunikasikan/menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, atau audiens yang lain. c. Bertanya (questioning)
48 49
Nurhadi, et.al. Pembelajaran Kontekstual…, 33. Ibid., 43-44.
30
Questioning (bertanya) adalah induk dari strategi pembelajaran kontekstual, awal dari pengetahuan, jantung dari pengetahuan, dan aspek penting dari pelajaran. Bertanya mengecek
dapat
pemahaman
digunakan siswa,
untuk
menggali
membangkitkan
informasi,
respon
siswa,
mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui siswa, menyegarkan kembali pengetahuan siswa dan mengarahkannya. Proses bertanya mengakibatkan ekspansi ilmu pengetahuan.50 Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya untuk:51 1. Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis. 2. Mengecek pemahaman siswa. 3. Memecahkan persoalan yang dihadapi. 4. Membangkitkan respon kepada siswa. 5. Mengetahui sejauhmana keingintahuan siswa. 6. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa. 7. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru. 8. Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa. 9. Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa. d. Masyarakat Belajar (learning comunity)
50 51
Ulin Yudhawati, Paradigma Baru Melalui CTL, Jawa Pos, 18 Februari 2008, 32. Nurhadi, et. al., Pembelajaran Kontekstual, 45-46.
31
Pada dasarnya, learning community/masyarakat belajar itu mengandung arti sebagai berikut:52 1. Adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagai gagasan dan pengalaman. 2. Ada kerja sama untuk memecahkan masalah. 3. Pada umumnya hasil kerja kelompok lebih baik daripada kerja secara individual. 4. Ada rasa tanggung jawab kelompok, semua anggota dalam kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama. 5. Upaya membangun motivasi belajar bagi anak yang belum mampu dapat diadakan. 6. Menciptakan situasi dan kondisi yang menunjukkan seorang anak belajar dengan anak lainnya. 7. Ada rasa tanggung jawab dan kerjasama antara anggota kelompok untuk saling memberi dan menerima. 8. Ada
fasilitator/guru
yang memandu proses belajar dalam
kelompok. 9. Harus ada komunikasi dua arah atau multi arah. 10. Ada kemauan untuk menerima pendapat orang lain. 11. Ada kesediaan untuk menghargai pendapat orang lain. 12. Tidak ada kebenaran yang hanya satu saja.
52
Ibid., 47-48.
32
13. Dominasi siswa-siswa yang pintar perlu diperhatikan agar yang lambat/lemah bisa pula berperan. 14. Siswa bertanya kepada teman-temannya itu sudah mengandung arti learning comunity. e. Pemodelan (modeling) Pemodelan pada dasarnya membahaskan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswa-siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktifitas belajar.53 f. Refleksi (reflection) Refleksi
adalah
cara
berfikir
tentang
apa
yang
dipelajari/berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan/pengetahuan yang baru diterima. Guru perlu melaksanakan refleksi pada akhir program pengajaran. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa: 1. Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu. 2. Catatan / jurnal di buku siswa. 3. Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu. 4. Diskusi.
53
Ibid., 49.
33
5. Hasil karya, dan 6. Cara-cara lain yang ditempuh guru untuk mengarahkan siswa kepada pemahaman mereka tentang materi yang dipelajari.54 g. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment) Authentic
Assesment
adalah
prosedur
penilaian
pada
pembelajaran kontekstual. Prinsip yang dipakai dalam penilaian serta ciri-ciri penilaian autentik adalah sebagai berikut: 1. Harus mengukur semua aspek pembelajaran, proses, kinerja dan produk. 2. Dilaksanakan
selama
dan
sesudah
proses
pembelajaran
berlangsung. 3. Menggunakan berbagai cara dan sebagai sumber. 4. Tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian. 5. Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan bagian-bagian kehidupan siswa yang nyata setiap hari, maka harus dapat menceritakan pengalaman/kegiatan yang mereka lakukan setiap hari. 6. Penilaian harus menekankan kedalam pengetahuan dan keahlian siswa, bukan keluasaannya (kuantitas).55 Dalam
menerapkan
pembelajaran
kontekstual
memegang beberapa prinsip pembelajaran, diantaranya:56
54
Ibid., 50-51. Ibid., 51-52. 56 Ibid., 20-21. 55
guru
harus
34
a. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental (developmentally appropriate) siswa. b. Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung (independent learning regulated learning). c. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self regulated learning). d. Memperhatikan multi intelegensi (multiple intelligences) siswa. e. Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of students). f. Menggunakan meningkatkan
teknik-teknik pembelajaran
bertanya siswa,
(questioning)
perkembangan
untuk
pemecahan
masalah dan keterampilan berfikir tingkat tinggi. g. Menerapkan penilaian autentik (authentic assesment). CTL merupakan pendekatan belajar yang mendekatkan materi yang dipelajari oleh siswa dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Jika dilaksanakan dengan baik, CTL dapat meningkatkan makna pembelajaran bagi siswa. Peningkatan makna pembelajaran ini pada gilirannya akan meningkatkan hasil belajar siswa, baik hasil belajar yang berupa kemampuan dasar maupun kemampuan fungsional.57
Prestasi Akademik Pengertian Prestasi Akademik
57
Harry, “MBS, Life Skill, KBK, CTL dan Saling Keterkaitannya.”, Artikel Pelangi, Views: 2624, Favoured: 35 Tahun 2007. http://pelangi.dit.plp.go.id, Diakses 13 Maret 2008.
35
Kata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda “prestica”. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti hasil usaha.58 Pengertian yang lain juga menyebutkan bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai.59 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia prestasi akademik adalah hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan persekolahan yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan oleh pengukuran dan penilaian. Definisi prestasi akademik hampir sama dengan prestasi belajar. Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan, keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran lazimnya ditunjukkan oleh nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.60 Jadi, pengertian prestasi akademik hampir sama dengan prestasi belajar, yaitu pengukuran hasil tes suatu mata pelajaran dengan memberikan nilai/agama.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Akademik Dalam
bukunya
Psikologi
Pendidikan,
Sumadi
Suryabrata
menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah: Faktor ekstern (faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar). Faktor non sosial
58
Zainal Arifin, Evaluasi Instruksional, Prinsip-Tekhnik-Prosedur (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996), 2-3. 59 Pius. A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 2004), 623. 60 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 700.
36
Faktor-faktor kelompok ini boleh dikatakan tak terbilang jumlahnya, seperti keadaan udara, suhu, cuaca, waktu, tempat, alat belajar, keadaan gedung, metode belajar dan sebagainya. Faktor sosial Manusia adalah makhluk sosial, semacam makhluk yang berkecenderungan untuk hidup bersama satu dengan yang lainnya. Hidup dalam kebersamaan dan saling membutuhkan interaksi sosial lingkungan budaya diluar sekolah. Ternyata sisi kehidupan yang mendatangkan problem tersendiri bagi kehidupan anak didik di sekolah. Faktor tersebut mencakup kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.61 Faktor intern Faktor fisiologis Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengalaman pada kemampuan belajar seseorang. Faktor-faktor yang dapat melatarbelakangi aktifitas belajar adalah:62 Faktor kesehatan Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya/bebas dari penyakit seperti flu, ngantuk, kurang bersemangat. Agar seseorang belajar dengan baik maka ia harus menjaga dirinya dari penyakit. Cacat tubuh 233.
61
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001),
62
Ibid., 234.
37
Cacat tubuh ialah kurang sempurnanya tubuh. Hal ini dapat mempengaruhi belajar. Faktor psikologis Faktor psikologis sebagai faktor dari dalam merupakan hal utama yang mempengaruhi hasil belajar/prestasi anak didik. Meski faktor luar mendukung, tetapi faktor psikologis tidak mendukung, maka faktor luar itu akan kurang signifikan.63 Ada beberapa faktor psikologis yaitu: a. Intelegensi/kecerdasan Adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui relasi dan mempelajari dengan cepat. M. Dalyono secara tegas mengatakan bahwa seseorang yang memiliki intelegensi baik (IQ-nya tinggi) umumnya mudah belajar dan hasilnya cenderung baik.64 b. Minat/perhatian Minat dan perhatian dalam belajar mempunyai hubungan yang erat. Seseorang yang menaruh minat pada mata
63 64
pelajaran
tertentu
biasanya
cenderung
untuk
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), 156. Ibid., 157.
38
memperhatikan pelajaran tersebut. Dalam konteks ini diyakini minat mempengaruhi hasil belajar/prestasi anak didik.65
65
Ibid., 156.
39
c. Bakat Bakat adalah potensi atau kemampuan-kemampuan itu akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar dan berlatih. Pada dasarnya setiap anak mempunyai bakat yang berbeda-beda. Bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi tertentu, akan tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan mendorong agar bakat itu dapat terwujud.66 d. Motivasi Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam belajar hendaknya siswa mempunyai motivasi belajar yang kuat, hal ini akan memperbesar kegiatan dan usahanya untuk mencapai prestasi tinggi.67 e. Kematangan Kematangan
adalah
suatu
tingkat/fase
dalam
pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara terusmenerus untuk itu diperlukan latihan-latihan dan pelajaran.68 f. Kemampuan kognitif 66
Ibid., 162. Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), 68. 68 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1992), 102-104. 67
40
Kemampuan
menguasai
ilmu
pengetahuan/mata
pelajaran.69 g. Kesiapan Kesiapan/readines menurut Jamles Drever adalah kesediaan untuk memberi response atau reaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kesiapan. Jika siswa belajarnya sudah ada kesiapan maka hasil belajarnyapun akan lebih baik.70 Selain faktor-faktor di atas disebutkan juga dalam al-Qur'an surat al-Zumar ayat 9 :
َةMَ O ِ PْR ُر اVَ W ْ YX Zً\]ِ Zَ^وX `ًاa ِ Zَb c ِ dْ RXءَاZَfٌ اhfِ Zَ^ iَ ْ ُهklX َا ن َ iُ\nَoْ Yَ k َ YِVRXِي اiqَ r ْ Yَ ْcْ َهc^ُ sِ ut َرvَ \َ w ْ َرiُaْMYَ َو (9:Ml|Rب )ا ِ ZَyRْ ZَRْ اiُR أُوMُ آX Vَ qَ Yَ Zَ\fX ن ِا َ iُ\nَoْ Yَ ZَR k َ YِVRXوَا Artinya: Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? "Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (Az-Zumar : 9)71 Di jelaskan dalam ayat tersebut bahwasanya hanya orangorang yang berakallah yang mampu menerima pelajaran.
69
Slameto, Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar…,164. Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor…,72. 71 Al-Qur'an, 39 : 9. 70
41
BAB III UPAYA GURU PAI DALAM MENINGKATKAN PRESTASI AKADEMIK SISWA DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
I. Paparan Data umum Letak Geografis SMA Bakti Ponorogo terletak di Jalan Batoro Katong No. 24 Desa Nologaten, Kecamatan Ponorogo. Menempati areal yang luas tanah seluruhnya 8.115.000 m2 dan keliling tanah seluruhnya 495,5 m2. Dan sudah di pagar permanen (termasuk pagar hidup) 48,5 m2 dari gedung yang ada dengan perincian sebagai berikut: a. Bangunan 3, 750 m2 b. Halaman atau taman 4, 540 m2 Batasan-batasan lokasi SMA Bakti Ponorogo yaitu: Sebelah Utara
: Jalan Batoro Katong
Sebelah Timur
: Jalan Pesarean Bondo Arum
Sebelah Selatan : Tanah milik Bu. Karmah Sebelah Barat
: Tanah milik Bu. Hj. Fatimah
Sejarah Singkat Berdirinya SMA Bakti Ponorogo SMA Bakti Ponorogo adalah sebuah sekolah swasta favorit yang ada di Ponorogo yang mendapatkan status terakreditasi dengan No. SKI: 33/CC7/Kep/MN/1998. Yang beralamat di Jalan Batoro Katong 24 Desa
42
Nologaten Kecamatan Ponorogo Provinsi Jawa Timur. Berdirinya SMA Bakti ini bermula dari para tokoh-tokoh yang mempunyai ide berfikir yang cemerlang, yang merupakan tokoh Koperasi Batik, diantaranya adalah: a. Bapak Adam Bashori b. Bapak H. Sumaryono c. Bapak H. Imam Sukadi d. Bapak Sufyan Edi Mulyono e. Bapak Bintoro Beliau ini mendirikan dengan tekad dan usaha yang gigih dengan tujuan: a. Ingin menanam amal jariyah di lembaga tersebut b. Ingin menampung anak-anak sekolah yang ada pada saat itu tidak bisa ditampung di sekolah negeri c. Ingin menciptakan lapangan pekerjaan Akhirnya pada tahun 1989 tokoh dengan kekuatan dan gigih bisa merangkul masyarakat untuk bersama-sama mendirikan gedung sekolah yang dibangun di atas tanah seluas 4,25 m2 tanah yang digunakan untuk membangun sekolah ini merupakan tanah wakof dari anggota-anggota koperasi batik yang terletak di sebelah selatan jalan Batoro Katong Ponorogo. Pada awalnya gedung SMA Bakti ini dipakai oleh SMAN 1 Ponorogo, dikarenakan pada saat itu SMA Bakti belum mempunyai
43
pengurus yayasan. Jadi proses belajar mengajar SMA Bakti belum bisa berjalan. Kemudian pada tanggal 1 Juni 1983 di SMA Bakti Ponorogo dibuka pendaftaran pertama yang menerima murid yang cukup banyak dan ditempatkan menjadi dua kelas, dikarenakan pagi masih dipakai oleh SMAN 1 Ponorogo, akhirnya siswa-siswi SMA Bakti masuk pada sore hari. Lambat laun SMAN 1 Ponorogo mempunyai gedung sendiri yang letaknya di selatan POM, tepatnya di depan kampus UNMUH Ponorogo, sedangkan SMA Bakti semakin lama muridnya semakin banyak, proses belajar mengajar menjadi pagi hari sampai sekarang. Sejak dibuka hingga sekarang SMA Bakti dipimpin oleh Kepala Sekolah yang profesional dan me-manage lembaga pendidikan. Hal ini terbukti dari status yang semula terdaftar hingga menjadi status disamakan. Para pemimpin atau kepala sekolah yang telah menjabat diantaranya adalah: a. Bapak H. Imam Sukardi, beliau adalah yang menjadi kepala sekolah pertama. b. Bapak Marjino, kepala sekolah kedua. c. Bapak Drs. Agung Pramono, kepala sekolah ketiga dan masih menjabat sampai sekarang SMA Bakti adalah sekolah yang selalu berkembang mengikuti arus zaman yang menggunakan tehnologi yang mengutamakan mutu dan
44
pendidikan keberhasilan menjawab tantangan tersebut tercermin bahwa semua program kerja berjalan dengan baik dan sempurna.72 Sebagai suatu lembaga pendidikan yang mampu menjawab tantangan perubahan dan perkembangan dalam upaya mewujudkan kemandirian sekolah SMA Bakti Ponorogo merumuskan visi, misi dan tujuan sekolah sebagai berikut:73 a. Visi Unggul
dalam
ilmu
pengetahuan
dan
tehnologi
yang
berdasarkan iman dan taqwa, dan nilai-nilai keagamaan, serta menjunjung tinggi budaya bangsa. Indikatornya: 1) Nilai ketamatan dan atau kelulusan 100 %. 2) Tamatan yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi 30 %. 3) Menguasai IPTEK berdasarkan iman dan taqwa. 4) Unggul dengan lomba-lomba festival dan kejuaraan. 5) Unggul dalam prestasi akademik. b. Misi 1) Melaksanakan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. 2) Menumbuhkan
potensi
diri
setiap
siswa
sehingga
dapat
dikembangkan secara optimal.
72 Lihat Transkrip Dokumentasi Nomor: 01/ D/ F-2/ 31-III/2008 dalam Lampiran Laporan Hasil Penelitian. 73 Lihat Transkrip Dokumentasi Nomor: 02/ D/ F-2/ 31-III/2008 dalam Lampiran Laporan Hasil Penelitian.
45
3) Meningkatkan pendalaman dan pengalaman ajaran agama islam dalam kehidupan sehari-hari. 4) Menumbuhkan semangat dan berusaha untuk berprestasi kepada seluruh warga sekolah. 5) Menumbuhkan kreativitas yang kompetitif seluruh warga sekolah. 6) Melaksanakan terobosan inovatif dalam pembaharuan pola pembelajaran untuk menumbuhkembangkan kreatifitas siswa dalam
menghadapi
tantangan-tantangan
pembaharuan
dan
perubahan-perubahan. c. Tujuan Sekolah 1) Tujuan Jangka Panjang Menjadikan SMA Bakti Ponorogo sebagai sekolah standar internasional sehingga menjadikan pilihan utama bagi masyarakat kabupaten ponorogo. 2) Tujuan Jangka Menengah Keberadaan SMA Bakti Ponorogo diterima, diakui, dan dibutuhkan masyarakat Kabupaten Ponorogo dan sekitarnya sehingga menjadi pilihan peserta didik untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. 3) Tujuan Jangka Menengah a) Pelaksanaan proses belajar mengajar yang mengarah pada program pembelajaran berbasis kompetensi dan berbasis tehnologi informasi.
46
b) Meningkatkan koleksi buku dan literatur serta sarana dan prasarana di perpustakaan sekolah. c) Meningkatkan pelayanan laboratorium komputer baik untuk warga sekolah maupun untuk masyarakat luas. d) Memiliki tim komputer yang mampu mewakili sekolah dalam even kejuaraan. e) Memiliki tim LKIR dan LPIR yang tangguh.
Struktur Organisasi SMA Bakti Ponorogo Struktur organisasi dalam suatu perkumpulan atau lembaga sangat penting keberadaannya. Hal ini karena dengan adanya struktur organisasi akan mempermudah pelaksanaan program yang telah direncanakan juga untuk menghindari kesimpangsiuran dalam melaksanakan tugas antar personil sekolah, sehingga tugas yang dibebankan kepada personil dapat berjalan dengan lancar serta mekanisme kerja dapat diketahui dengan mudah. 74
Data Guru, Pegawai dan Siswa Dalam data ini akan dicantumkan diantaranya adalah:75 a. Data Guru SMA Bakti Ponorogo Tahun 2007/ 2008 b. Data Pegawai SMA Bakti Ponorogo Tahun 2007/ 2008
74 Lihat Transkrip Dokumentasi Nomor: 03/D/F-2/31-III/2008 dalam Lampiran Laporan Hasil Penelitian. 75 Lihat Transkrip Dokumentasi Nomor: 04/D/F-2/31-III/2008 dalam Lampiran Laporan Hasil Penelitian.
47
c. Data Siswa SMA Bakti Ponorogo Tahun 2007/ 2008 Sarana dan Prasarana SMA Bakti Ponorogo Sarana dan prasarana merupakan suatu perlengkapan yang harus dimiliki oleh lembaga formal, kerena sarana dan prasarana suatu yang urgen bagi kelancaran kegiatan belajar mengajar. Sarana dan prasarana merupakan tolak ukur terhadap tingkat kemajuan dan kualitas lembaga pendidikan itu sendiri. SMA Bakti Ponorogo memiliki beberapa sarana dan prasarana sebagai pendukung proses belajar mengajar .76
J. Data Khusus 1. Data Tentang Alasan Diterapkannya CTL (Contextual Teaching and Learning) Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah pendekatan makna, pendekatan yang berusaha bagaimana memberikan makna tersendiri bagi siswa. Makna yang diperoleh oleh siswa dalam kegiatan belajar mengajar akan benar-benar dirasakan apabila guru dalam menyampaikan materi menggunakan strategi yang tepat. Pembelajaran dengan makna bukan hanya sekedar transfer ilmu pengetahuan77 Di SMA Bakti Ponorogo, sesuai dengan visi, misi dan tujuan sekolah yang selain mengedepankan ilmu pengetahuan umum juga mengedepankan ilmu agama, untuk itu pendidikan PAI dibagi menjadi tiga 76 Lihat Transkrip Dokumentasi Nomor: 05/D/F-2/31-III/2008 dalam Lampiran Laporan Hasil Penelitian. 77 Lihat Transkrip Wawancara Nomor: 01/1-W/ F-1/07-IV/2008 dalam Lampiran Laporan Hasil Penelitian.
48
mata pelajaran yaitu Pendidikan Agama Islam, Al-Qur’an, dan ibadah. Semuanya mempunyai jam pelajaran sendiri.78 Untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan sekolah tersebut, di SMA Bakti Ponorogo digunakan kurikulum yang mengikuti perkembangan pendidikan yang ada. Untuk saat ini kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), akan tetapi strategi yang dipergunakan diarahkan sepenuhnya kepada guru mata pelajaran yang pada tujuan akhirnya adalah agar siswa dapat menguasai materi yang diajarkan dan memperoleh prestasi akademik yang memuaskan.79 Alasan guru PAI menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah karena dengan menggunakan pendekatan ini siswa akan lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran. Dalam berdiskusi misalnya akan terlihat sekali bagaimana siswa aktif berdebat atau mengemukakan argumen-argumennya. Selain itu siswa bisa langsung berhubungan dengan dunia nyata apa yang mereka pelajari, lebih bermakna. Jadi, siswa akan lebih bisa mengerti dan mengingat apa yang telah mereka pelajari.80 Selain alasan di atas, ada alasan lain mengapa guru PAI menggunakan pendekatan CTL yaitu untuk variasi mengajar, agar siswa atau peserta didik tidak jenuh dan lebih fresh jadi anak-anak mudah dalam
78
Lihat Transkrip Wawancara Nomor: 01/1-W/F-1/07-IV/2008 dalam Lampiran Laporan Hasil Penelitian. 79 Lihat Transkrip Wawancara Nomor: 03/3-W/F-2/31-III/2008 dalam Lampiran Laporan Hasil Penelitian. 80 Lihat Transkrip Wawancara Nomor: 01/1-W/F-1/ 07-IV/2008 dalam Lampiran Laporan Hasil Penelitian.
49
menerima pelajaran jika anak merasa senang dan tidak jenuh.81 Dan dengan menggunakan pendekatan bermakna tersebut akibatnya akan kelihatan sekali saat siswa menghadapi ujian. Saat ujian secara langsung mereka akan mengingat apa yang telah mereka pelajari, dengan demikian akan mempengaruhi prestasi akademiknya. Hal ini diperkuat dengan pendapat siswa, bahwa menurut mereka dengan guru mengganti strategi mengajar akan membuat mereka tidak bosan.
Dan
dengan
strategi
atau
pendekatan
bermakna
akan
mempermudah mereka dalam belajar saat akan ujian. Pada umumnya mereka masih mengingat materi pelajaran seperti apa yang telah mereka praktekkan dan sudah dilakukan sehari-hari seperti sholat. Tentu saja hal itu akan mempengaruhi prestasi akademik mereka. 82
2. Data Tentang Langkah-langkah Pembelajaran yang Dilakukan Guru PAI dengan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Langkah-langkah atau strategi mengajar sangat menentukan proses belajar tersebut apakah nantinya kegiatan belajar akan berlangsung dengan baik atau tidak. Siswa akan dapat menerima pelajaran dengan baik jika guru tepat dalam menggunakan strategi belajar. Adapun langkah-langkah yang digunakan guru dalam mengajar adalah: 81 Lihat Transkrip Wawancara Nomor: 02/2-W/F-1/09-IV/2008 dalam Lampiran Laporan Hasil Penelitian. 82 Lihat Transkrip Wawancara Nomor: 04/4-W/F-1/01-IV/2008 dalam Lampiran Laporan Hasil Penelitian.
50
a. Setiap mengawali pelajaran kita tidak bisa menggunakan tradisi atau metode lama yaitu ceramah, akan tetapi ini tidak dilakukan terlalu lama. Ceramah dilakukan untuk memberikan sedikit penjelasan tentang materi. b. Siswa dibagi beberapa kelompok untuk diskusi, kemudian salah satu wakil kelompok presentasi ke depan. c. Untuk memperdalam materi diberikan waktu tanya jawab antar siswa sebelum guru memberikan tanggapan atau penjelasan lebih lanjut. d. Untuk praktek-praktek ibadah diperlukan contoh atau model seperti pada saat materi jenazah dan lain-lain.83 Selain langkah-langkah di atas ada juga guru yang menggunakan langkah berbeda diantaranya: a. Setiap masuk kelas sebelum belajar dimulai dengan do’a dan menghafal ayat-ayat pendek atau juz’amma. b. Dalam mengawali pelajaran, dalam menggunakan strategi apapun, ceramah tidak dapat ditinggalkan sebagai pengantar, akan tetapi porsinya sudah tidak seperti dulu atau kita kurangi. c. Strategi yang digunakan disesuaikan dengan materi, terkadang diskusi, tanya jawab, praktek langsung, yang baru-baru ini dilakukan adalah strategi powerpoint untuk materi jenazah dan haji. Yang dilakukan di laboratorium fisika akan tetapi belum bisa dilakukan secara maksimal karena rasio kelas belum ideal. 83
Lihat Transkrip Wawancara Nomor: 01/1-W/F-1/07-IV/2008 dalam Lampiran Laporan Hasil Penelitian.
51
d. Diakhir pelajaran diadakan refleksi untuk menginternalisasikan nilainilai agama pada anak dan menambah dengan ilmu-ilmu agama atau pengetahuan lain tentang agama yang tidak ada dalam materi.84 Selain strategi di atas, semua guru PAI menerapkan system hafalan untuk menghafal ayat-ayat pendek atau jus’amma. Untuk kegiatan-kegiatan di luar kelas atau kegiatan langsung praktek biasanya adalah kegiatan bakti sosial, yamg dilakukan di tempattempat yang sekiranya memerlukan bantuan. Selain itu kegiatan rutin seperti sholat jama’ah dhuhur, sholat jum’at, pengajian rohis, dan lain-lain kegiatan-kegiatan yang positif untuk menunjang kegiatan belajar mengajar PAI.85
3. Data Tentang Pertumbuhan dan Perkembangan Prestasi Akademik Siswa Setelah Pembelajaran PAI dengan Menggunakan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Untuk mengetahui tingkat perkembangan prestasi akademik siswa yaitu dengan cara evaluasi. Evaluasi dilakukam dengan cara penilaian langsung dan penilaian tidak langsung. Untuk penilaian langsung dilihat dari keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, seperti aktif dalam diskusi dan praktek. Sedangkan untuk penilaian tidak langsung yaitu dengan
84 Lihat Transkrip Wawancara Nomor: 02/2-W/F-1/09-IV/2008 dalam Lampiran Laporan Hasil Penelitian. 85 Lihat Transkrip Wawancara Nomor: 02/2-W/F-1/09-IV/2008 dalam Lampiran Laporan Hasil Penelitian.
52
mengadakan ujian tulis, seperti ulangan harian, ulangan tengah semester maupun UAS.86 Selain itu siswa diwajibkan juga untuk setoran hafalan jus’amma atau surat-surat pendek. Ini juga akan menambah nilai mereka. Dengan menggunakan strategi atau pendekatan CTL ini terbukti siswa dapat aktif, karena siswa tidak merasa jenuh dalam belajar dan tidak ada lagi siswa yang ngantuk. Anak merasa senang jika suasana belajar berubah-rubah. Hai ini terbukti bahwa sedikit sekali siswa yang harus mengulang ujian atau remedial. Bila ada yang harus mengikuti ujian ulang ini bukan hanya semata-mata karena nilai mereka yang jelek tetapi karena tidak masuk saat ujian. Berikut ini hasil belajar mata pelajaran PAI kelas XI .87
4. Data Tentang Upaya GPAI dalam Meningkatkan Prestasi Akademik Siswa dengan Menggunakan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Dalam meningkatkan prestasi akademik siswa, upaya yang dilakukan guru PAI antara lain: a. Dengan menggunakan strategi yang tepat pada setiap materi yang diajarkan pada siswa. Pembelajaran dengan makna bukan hanya sekedar transfer ilmu akan tetapi memberi pengertian. Siswa menemukan sendiri, terjun langsung atau terlibat dengan masyarakat 86 Lihat Transkrip Wawancara Nomor: 01/1-W/F-1/07-IV/2008 dalam Lampiran Laporan Hasil Penelitian. 87 Lihat Transkrip Dokumentasi Nomor: 02/D/F-2/15-IV/2008 dalam Lampiran Laporan Hasil Penelitian.
53
secara langsung sehingga siswa akan mengerti dan mengingatnya terus, sehingga tercapai prestasi atau nilai akademik yang baik pada saat diadakan tes atau evaluasi. Baik tes harian, UTS maupun UAS.88 Hal ini dilihat dari data tes UTS yang telah mencapai standar nilai yang ditentukan oleh pihak sekolah yaitu 70. Sehingga sedikit sekali siswa yang mengulang ujian b. Dengan menggunakan strategi yang tepat. Pembelajaran siswa aktif dan penggunaan tehnologi yang tepat guna.89 Upaya tersebut akan berjalan dengan baik, apabila guru bisa dengan baik dalam mengelola kelas dan memadukan strategi yang tepat serta memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi siswa dalam belajar. Selain upaya guru di atas, kegiatan-kegiatan dari sekolah juga akan mendukung siswa dalam belajar. Kegiatan-kegiatan positif tersebut bisa membantu siswa untuk meningkatkan nilai akademis dari nilai keaktifan siswa.
88 Lihat Transkrip Wawancara Nomor: 01/1-W/F-1/07-IV/2008 dalam Lampiran Laporan Hasil Penelitian. 89 Lihat Transkrip Wawancara Nomor: 02/2-W/F-1/09-IV/2008 dalam Lampiran Laporan Hasil Penelitian.
54
K. BAB IV UPAYA GURU PAI DALAM MENINGKATKAN PRESTASI AKADEMIK SISWA DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
A. Analisa Data Tentang Alasan Diterapkannya CTL (Contextual Teaching and Learning) Pada Mata Pelajaran PAI di SMA Bakti Ponorogo Kelas XI Tahun Ajaran 2007/ 2008. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah pendekatan atau konsep belajar yang mendorong guru umtuk menghubungkan antara materi dan dunia nyata, bagaimana seorang guru dapat memberikan makna tersendiri bagi siswa. Anak akan merasa belajar lebih baik jika anak tersebut mengalami apa yang mereka pelajari bukan hanya mengetahui. Sesuai dengan pengertian CTL yang bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budi mereka. Adapun alasan guru PAI dalam menggunakan pendekatan CTL ini adalah karena dengan pendekatan CTL ini siswa dapat membuat keterkaitanketerkaitan yang bermakna, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerjasama, berfikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk
55
tumbuh dan berkembang mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian yang autentik. Melakukan hubungan yang bermakna yaitu siswa dapat mengatur sendiri, siswa belajar aktif, tidak tergantung pada guru yang akan menyampaikan pelajaran. Siswa dapat bekerja sendiri atau bisa juga belajar kelompok, selain itu siswa juga dapat belajar dengan cara berbuat atau praktek langsung. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan, siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dengan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku atau anggota masyarakat. Ini bisa dicontohkan seperti kegiatan bakti sosial. Belajar yang diatur sendiri, siswa melakukan kegiatan yang ada tujuannya, ada hasil yang bersifat nyata. Dengan diadakan praktek siswa bisa terampil dalam melakukan sesuatu. Siswa dapat bekerjasama, guru membantu siswa bekerja secara aktif dan efektif dalam kelompok, dengan berdiskusi maka kerjasama mereka dapat terbentuk. Siswa dapat menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara kreatif dan kritis, dapat menganalisa, membuat sistesis, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Mengajak siswa untuk kreatif tidak monoton dalam belajar. Mencapai standar nilai yang tinggi dengan pembelajaran bermakna terbukti siswa dapat mengerti dan memahami apa yang mereka pelajari dan mereka akan berhasil dalam ujian. Menggunakan penilaian autentik akan
56
mempermudah guru dalam mengidentifikasi kemampuan akademis siswa dalam konteks dunia nyata.
B. Analisa Data Tentang Langkah-langkah Pembelajaran yang Dilakukan Guru PAI dengan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Prestasi akademik biasanya dijadikan tolak ukur siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Kesuksesan atau keberhasilan siswa biasanya diukur dari baik atau tidaknya nilai akademik mereka. Nilai akan menentukan apakah siswa tersebut berhasil dalam mengikuti pelajaran, maka biasanya siswa akan berlomba-lomba untuk memperoleh nilai yang baik. Adapun langkah-langkah pembelajaran PAI yang dilakukan adalah: 1. Kontruktivisme Mengembangkan pemikiran peserta didik dengan cara belajar menemukan sendiri, tidak langsung memberikan pengertian. Hal ini dilakukan dengan diskusi antar teman ataupun mengerjakan tugas ataupun pengantar ceramah. 2. Inkuiri atau Menemukan. Dengan kegiatan ini diharapkan siswa dapat mengetahui apa yang mereka pelajari dilakukan dengan merumuskan berbagai masalah sebelum dimulai pelajaran, kemudian mengumpulkan data dengan observasi atau pengamatan dan menyajikan hasil baik dalam bentuk lisan atau tulisan. Kegiatan ini lebih sering digunakan dalam diskusi.
57
3. Bertanya Bertanya adalah alat belajar yang akan mengembangkan sifat ingin tahu. Kesempatan bertanya memberikan pertanyaan pada saat sebelum dimulai pelajaran atau diakhiri pelajaran atau juga diberi kesempatan pada saat mereka melakukan diskusi atau debat. 4. Masyarakat Belajar Masyarakat belajar adalah belajar bersama masyarakat atau juga bisa dikatakan kelompok belajar. Siswa dibagi untuk menjadi kelompok untuk kemudian belajar bersama. Atau juga belajar bersama masyarakat dengan terjun langsung di lapangan. 5. Pemodelan Pemberian contoh atau pemodelan dalam belajar, guru memberikan contoh atau praktek ibadah. Bisa juga dilakukan dengan demonstrasi, ini dilakukan agar siswa tidak hanya tahu tapi mengerti dengan benar pemutaran video tentang haji atau jenazah misalnya adalah salah satu kegiatan yang dilakukan untuk pemodelan. 6. Refleksi Di
akhir
pertemuan
biasanya
dilakukan
refleksi
untuk
mengintrernalisasikan nilai-nilai agama yang mereka pelajari. Ini dilakukan dengan merenung atau sekejap memejamkan mata, atau juga memberikan cerita-cerita nyata yang berhubungan dengan keagungan Tuhan yang berkaitan dengan materi. Bisa juga dengan memberikan dalil-dalil yang bisa menyentuh hati para anak didik, agar dapat memperkuat iman mereka.
58
7. Penilaian yang Sebenarnya Dilakukan dengan berbagai sumber dan berbagai cara. Pada saat diskusi atau pembelajaran di kelas akan terlihat siswa yang aktif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, selain itu ujian tertulis harian, UTS maupun pada saat UAS, tentu saja bukan hanya penilaian yang subyektif karena siswa kenal dekat dengan guru atau yang lain. Ketujuh langkah-langkah di atas tidak semuanya dilakukan oleh guru PAI. Strategi atau langkah pembelajaran disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan. Selain faktor-faktor lain yang menghambat seperti keterbatasan waktu juga media belajar yang belum memadai tidak memungkinkan untuk guru PAI melaksanakan ketujuh komponen di atas. Pada dasarnya pembelajaran kontekstual hampir sama dengan pembelajaran dalam kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), jadi guru sudah sedikit banyak tahu dan berpengalaman dalam menggunakan strategi kontekstual tersebut
C. Analisa Data Tentang Pertumbuhan dan Perkembangan Prestasi Akademik Siswa Setelah Pembelajaran PAI dengan Menggunakan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi akademik siswa diantaranya:
1. Faktor Fisiologis
59
Kondisi
Fisiologi
pada
umumnya
sangat
berpengaruh
pada
kemampuan belajar seseorang. Faktor kesehatan seperti siswa ngantuk, kurang bersemangat bisa mempengaruhi prestasi akademik mereka, selain itu tubuh yang cacat seperti penglihatan yang tidak jelas juga akan mempengaruhi prestasi belajar mereka. 2. Faktor Psikologis a. Intelegensi atau Kecerdasan Pada dasarnya setiap siswa mempunyai tingkat kecerdasan yang berbeda, ini akan menentukan siswa dalam menerima pelajaran. b. Minat atau Perhatian Siswa yang mempunyai minat atau perhatian yang tinggi terbukti mempunyai nilai yang baik, dengan siswa memperhatikan akan bisa mengerti apa yang dipelajari. c. Bakat Setiap anak mempunyai bakat dan potensi berbeda, bakat akan memungkinkan siswa untuk memperoleh potensi yang baik. d. Motivasi Dalam belajar jika siswa mempunyai motivasi yang tinggi akan bisa mempengaruhi nilai prestasi belajar. Karena dengan motivasi yang tinggi siswa akan tekun belajar.
e. Kematangan
60
Kesiapan fisik siswa dalam menerima pelajaran, diperlukan latihan-latihan dan pelajaran. f. Kemampuan Kognitif Kemampuan siswa dalam menguasi ilmu pengetahuan. g. Kesiapan Kesiapan atau kesadaran siswa untuk memberi respon atau reaksi atas apa yang diberikan oleh guru. Pertumbuhan prestasi akademik dipengaruhi oleh faktor fisiologis dan faktor psikologis. Kondisi fisik siswa seperti mengantuk, sakit dan lainnya akan mempengaruhi tingkat keberhasilan siswa dalam belajar. Dengan pembelajaran ini, siswa bersemangat untuk aktif dalam mengikuti pelajaran. Strategi yang berbeda-beda, dimaksudkan agar siswa tidak jenuh dan bersemangat dalam belajar. Dari hasil yang diperoleh bahwa dengan pembelajaran kontekstual, siswa aktif dalam belajar, aktif dalam berbagai kegiatan di luar sekolah yang diadakan pihak sekolah untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Sehingga nilai yang mereka peroleh di atas standar kelulusan yang telah ditetapkan dari sekolah.
61
D. Analisa Data Tentang Upaya GPAI dalam Meningkatkan Prestasi Akademik Siswa dengan Menggunakan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Guru bertanggung jawab kepada peserta didik. Kesuksesan belajar siswa selain siswa sendiri guru juga mempengruhi. Bagaimana cara guru menyampaikan materi agar siswa bisa dengan mudah menangkap pelajaran. Untuk itu guru harus pintar dalam memilih strategi. Strategi yang tepat untuk berbagai materi pelajaran agar siswa dengan mudah menerima pelajaran, dan berhasil dalam berbagai tes atau evaluasi. Upaya yang dilakukan guru PAI dalam meningkatkan prestasi akademik siswa adalah dengan: 1. Penggunakan strategi yang tepat, penerapan komponen yang sesuai. yaitu dengan penerapan ketujuh komponen pembelajaran kontekstual (CTL). a. Komponen Konstruktivisme b. Komponen Inkuiri c. Komponen Bertanya d. Komponen Masyarakat Belajar e. Komponen Pemodelan f. Komponen Refleksi g. Komponen Penilaian yang Sebenarnya.
62
2. Memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi siswa dalam belajar yaitu: a. Faktor ekstern yaitu faktor sosial (budaya) dan faktor non sosial (suhu udara, tempat belajar, gedung dan lain-lain). b. Faktor intern yaitu faktor fisiologis (kesehatan tubuh, dan cacat tubuh) dan faktor psikologis (yang berasal dari diri siswa). Untuk memperoleh prestasi belajar yang memuaskan, guru PAI harus dapat memilih strategi yang tepat, yang dapat menjadikan peserta didik mudah dalam menerima pelajaran yang nantinya bisa sukses dalam ujian. Selain strategi yang tepat guru juga harus memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi anak dalam belajar. Kondisi lingkungan yang baik serta faktor fisik dan psikologis yang baik akan mendukung siswa dalam menerima pelajaran. Jika anak siswa merasa senang dan nyaman maka anak dapat dengan mudah menangkap pelajaran.
63
BAB V PENUTUP
L. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa: Alasan guru PAI menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah untuk membuat siswa aktif, tidak jenuh dengan strategi-strategi yang lama. Karena pada dasarnya pendekatan kontekstual adalah pendekatan makna yang mengedepankan siswa aktif, menjadikan siswa tidak malas atau ngantuk. Jadi kegiatan belajar mengajar akan berjalan dengan baik dan siswapun akan mudah dalam mencapai prestasi akademikyang memuaskan. Langkah-langkah pembelajaran PAI yang digunakan di kelas dengan menggunakan pendekatan CTL adalah dengan menerapkan tujuh komponen dasar dalam CTL yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya, pemodelan, masyarakat belajar, refleksi dan penilaian yang sebenarnya. Pertumbuhan dan perkembangan prestasi akademik siswa setelah pelajaran PAI menggunakan CTL adalah meningkat, ini terbukti dengan sedikitnya siswa yang mengikuti remedial saat Ujian Tengah Semester. Nilai yang diperoleh telah memenuhi standar nilai yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 70. Upaya yang dilakukan oleh guru PAI dalam meningkatkan prestasi akademik melalui CTL adalah menerapkan pendekatan pembelajaran yang sesuai
64
dengan materi yang diajarkan dengan tetap memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
M. Saran Dengan selesainya penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan yang berguna bagi SMA Bakti khususnya untuk mengembangkan pelaksanaan serta strategi dalam pembelajaran PAI yang menggunakan pendekatan kontekstual. Dan sebagai rekomendasi atau bahan pertimbangan bagi dunia pendidikan Islam umumnya untuk menggunakan pendekatan kontekstual. Hendaknya guru memilih strategi yang tepat dalam setiap pembelajaran sesuai dengan materi yang diajarkan, dengan tetap memperhatikan kondisi siswa dan juga lingkungan di sekitarya.
65
DAFTAR RUJUKAN
Anwar. Pendidikan Kecakapan Hidup. Bandung: Alfabeta, 2004. Arifin, Zainal. Evaluasi Intruksional, Prinsip-Tekhnik-Prosedur. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998. Batubara, Muhyi. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. Ciputat Press, 2004. Departemen Pendidikan Nasional. Pembelajaran Berbasis Kontekstual 2. Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989. Djamarah, Syaiful Bahri. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002. Harry. “MBS, Life Skill, KBK, CTL dan Saling Keterkaitannya”. Artikel Pelangi. Views: 2624, Favoured:35 Tahun 2007. http://pelangi.dit.plp.go.id//. Diakses 13 Maret 2008. Johnson B, Elaine. Contextual Teaching and Learning. Bandung: Mizan Learning Center (MLC), 2007. Komariah, Aan dan Cepi Triatna. Visionary Leadership Menuju Sekolah Afektif. Jakarta: Bumi Aksara, 2006. Kunandar. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996. Milles, B. Matthew dan Michael Huberman. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1992. Moleong, J Lexy. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2002. Muchith, Saekhan. “Kelompok Kunci Sukses KBK”. Suara Merdeka, 11 April 2005.
66
Mulyasa, E. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. Nurhadi. Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban). Jakarta: PT. Grasindo, 2005. -------. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press, 2003. Partanto, A Pius dan M Dahlan Al Barry. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola, 2004. Pedoman Penulisan Skripsi. Ponorogo: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri STAIN Ponorogo, 2008. Poedjiadi, Anna. Sains Tekhnologi Masyarakat. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005. Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992. Salam, Burhanuddin. Pengantar Paedagogis. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997. Sanjaya, Wina. Pembelajaran dalam Implementasi KBK. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006. Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006. Slameto. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2005. Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan Rektorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2006. Yudhawati, Ulin. “Paradigma Baru Melalui CTL”. dalam Jawa Pos, 18 Februari 2008.