BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Non Performing Financing (NPF) merupakan salah satu instrumen penilaian kinerja sebuah bank syariah yang menjadi interpretasi penilaian pada aktiva produktif, khususnya dalam penilaian pembiayaan bermasalah. Non Performing Financing perlu diperhatikan karena sifatnya yang fluktuatif dan tidak pasti. Rasio NPF adalah rasio yang digunakan untuk mengukur resiko kegagalan dari pembiayaan, dimana NPF adalah rasio antara pembiayaan bermasalah (yang masuk dalam kriteria pembiayaan kurang lancar, diragukan, dan macet) dengan total pembiayaan yang disalurkan (Mutamimah. 2012). Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 pembiayaan yang termasuk golongan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet disebut NPF gross, sedangkan NPF netto adalah pembiayaan yang masuk pada golongan kurang lancar, diragukan dan macet. Bank Indonesia telah menetapkan tingkat NPF gross maksimal 5% sebagai angka toleran bagi kesehatan suatu bank. Semakin tinggi NPF (diatas 5%) maka bank tersebut dinyatakan tidak sehat karena NPF yang tinggi menyebabkan menurunnya laba yang akan diterima oleh bank(Popita, 2013). Statistik Perbankan Syariah yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) industri bank umum syariah per Juni 2016 mencapai 5,68% (gross). Angka ini melampaui ketentuan, yakni maksimal 5%. Sementara, NPF unit usaha syariah terkendali di level 3,49% (gross). Secara keseluruhan, NPF perbankan syariah,
1
baik bank umum syariah maupun unit usaha syariah, mencapai lebih dari 5% per Juni 2016. Kenaikan rasio pembiayaan macet ini menjadi lampu kuning bagi industri perbankan syariah untuk lebih hati-hati dalam menyalurkan pembiayaan (news cnnindonesia.com). Indikasi pembiayaan bermasalah dapat dilihat dari perilaku rekening (account attitudes), perilaku kegiatan bisnis (business activities attitude), perilaku nasabah (customer attitudes), dan perilaku makroekonomi (macroeconomic attitudes). Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah dapat dilihat dari sisi eksternal dan internal, yaitu dari pihak bank itu sendiri (kreditur), dari pihak nasabah (debitur) serta diluar pihak debitur dan kreditur tersebut. Faktor kreditur merupakan faktor yang disebabkan oleh kinerja bank yang bersifat mikroekonomi, sedangkan faktor debitur merupakan faktor dari pengguna danadan faktor diluar keduanya merupakan faktor yang bersifat makroekonomi (Popita, 2013). Fungsi dan kegiatan bank syariah adalah menyalurkan dana atau memberikan kredit, atau dalam terminologi bank syariah kredit disebut dengan istilah pembiayaan. Pembiayaan adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga (Muhammad, 2005). Pembiayaan pada perbankan konvensional (umum) disebut dengan loan, sementara dalam perbankan syariah disebut financing. Pembiayaan sebagai salah satu produk perbankan syariah yang banyak diminati oleh masyarakat. Terbukti dalam statistik perbankan syariah yang dikeluarkan oleh Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total pembiayaan yang diberikan 2
mengalami pertumbuhan yang pesat setiap tahunnya, tercatat pada tahun 2014 total pembiayaan sebesar Rp 187,204 triliun dan mengalami peningkatan sebesar Rp 209,326 triliun per Juni 2016. Pemberian pembiayaan sesuai UU NO 10 tahun 1998 pasal 8 dilakukan berdasarkan analisis dengan menetapkan prinsip kehati-hatian tujuannya agar nasabah mampu melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan sesuai dengan perjanjian sehingga resiko kemacetan dalam pelunasan dapat dihindari. Meskipun demikian, pemberian pembiayaan kepada nasabah tidak akan terlepas dari resiko terjadinya pembiayaan bermasalah yang akhirnya dapat berpengaruh terhadap kinerja bank syariah tersebut (Widya dan Teguh, 2015). RahmaWulan (2008), menjelaskan bahwa kegiatan perbankan baik bank maupun non bank sebagai penghimpun dana dan menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan menghadapi resiko besar yang perlu diperhatikan. Suatu kredit dinyatakan bermasalah jika bank benar-benar tidak mampu menghadapi risiko yang ditimbulkan oleh pembiayaan atau kredit tersebut. Risiko kredit didefenisikan sebagai risiko kerugian sehubungan dengan pihak peminjam tidak dapat dan tidak mau memenuhi kewajiban untuk membayar kembali dana yang dipinjamnya secara penuh pada saat jatuh tempo atau sesudahnya. Bank sangat memperhatikan risiko ini, karena sebagian besar bank dan lembaga keuangan non bank lainnya melakukan pemberian kredit atau pembiayaan sebagai bisnis utamanya. Bahkan risiko kredit merupakan kontributor utama yang menyebabkan kondisi perbankan memburuk, karena nilai kerugian yang ditimbulkannya sangat besar sehingga mengurangi modal bank secara cepat.Indikator yang menunjukkan
3
kerugian akibat risiko tersebut adalah tercermin dari besarnya rasio non performing financing yang dimiliki oleh bank. Salah satu lembaga keuangan syariah yang berperan penting dalam menjalankan program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan perekonomian masyarakat saat ini adalah Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Koperasi Jasa Keuangan Syariah selanjutnya disebut KJKS adalah Koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah). Sedangkan Unit Jasa Keuangan Syariah selanjutnya disebut UJKS, adalah unit koperasi yang bergerak di bidang usaha pembiayaan, investasi dan simpanan dengan pola bagi hasil (syariah) sebagai bagian dari kegiatan koperasi yang bersangkutan (Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia No. 35.3/Per/M.KUKM/X/2007).
Hingga semester I tahun 2014, secara keseluruhan di Indonesia, jumlah Koperasi Simpan Pinjam (KSP)/KJKS dan Unit Simpan Pinjam (USP)/UJKS mencapai 110.079 unit dengan total aset Rp87,28 triliun dan melayani 18,9 juta orang. Rinciannya adalah jumlah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) mencapai 10.838 unit beranggotakan 3,052 juta orang dan memiliki asset Rp 24,20 triliun. Unit Simpan Pinjam (USP) koperasi sebanyak 95.881 unit beranggotakan 15,409 juta orang dan memiliki aset Rp57,63 triliun. Jumlah KJKS sebanyak 1.197 unit beranggotakan 136.710 orang dan memiliki aset Rp 4,28 triliun, sedangkan UJKS Koperasi sebanyak 2.163 unit beranggotakan 333.282 orang dan memiliki asset Rp 1,16 triliun (Deputi Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM, Choirul Djamhari, dalam Suara Pembaruan). Data tersebut membuktikan
4
bahwa koperasi syariah punya potensi yang sangat besar dalam mensejahterakan masyarakat Indonesia terutama melalui akses pembiayaan dan penyerapan tenaga kerja.
Khususnya di Kota Padang, Sumatera Barat, Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) dirintis pada tahun 2010 dan tersebar diseluruh kelurahan di Kota Padang. Pendirian KJKS ini dilakukan bertahap, yaitu pada tahun 2010 didirikan 54 KJKS, dan dilanjutkan pada 2011 dengan mendirikan 20 KJKS. Pada tahun 2012 dikembangkan lagi pada 30 kelurahan, dan tahun 2013 berdiri lagi 20 KJKS. Sehingga total keseluruhan ada 104 KJKS yang tersebar pada 11 kecamatan Kota Padang (Variyetmi & Wira, 2015). Dinas Koperasi dan UKM Kota Padang, Sumatera Barat, mencatat pada tahun 2016 dari 104 KJKS yang ada, 76 KJKS diantaranya telah berbadan hukum dan sebanyak 13 ribu orang lebih menjadi anggota Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS)
yang tertampung dalam
program kesejahteraan masyarakat.
Sama halnya dengan bank syariah, Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) juga menghadapi masalah dalam produk pembiayaan yang diberikan kepada nasabahnya. Produk pembiayaan tersebut bisa beragam yaitu pembiayaan dengan kerjasama (mudharabah, musyarakah), pembiayaan dengan jual beli (murabahah, salam, istishna), pembiayaan dengan sewa (ijarah) dan pembiayaan kebaikan (qard) (Popita, 2013). Produk pembiayaan yang sering terjadi pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan murabahah dan mudharabah. Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang paling banyak disalurkan oleh Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) khususnya di kota Padang,
5
sehingga murabahah menjadi pembiayaan yang berisiko terjadinya pembiayaan bermasalah. Sedangkan dalam pembiayaan mudharabah terdapat istilah kepercayaan antara pihak pemilik dana (shahibul maal) sebagai pihak yang menyediakan modal dana sebesar 100% dengan pihak pengelola modal (mudharib),dengan porsi keuntungan akan dibagi bersama (nisbah) sesuai dengan kesepakatan dimuka dari kedua belah pihak. Jika ada kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal kecuali jika ditemukan adanya kelalaian dan kesalahan dari pihak pengelola modal seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana. Oleh karena itu, mudharabah adalah pembiayaan yang paling rentan dengan risiko terjadinya kerugian. Hingga tahun 2015, jenis pembiayaan yang paling banyak diterapkan KJKS di Kota Padang adalah pembiayaan murabahah, yaitu 81 KJKS. Selanjutnya pembiayaan mudharabah sebanyak 21 KJKS (Variyetmi & Wira, 2015).
Koperasi Syariah perlu mengatur strategi agar tingkat NPF nya tidak dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Karena jika semakin besar tingkat pembiayaan bermasalah yang dimiliki oleh suatu koperasi, maka akan berakibat buruk bagi jalannya operasional dan kinerja keuangan koperasi tersebut. Dan semakin besar pula biaya yang ditanggung atas pembiayaan bermasalah tersebut. Hal ini tentunya akan mempengaruhi profitabilitas dan akan menentukan tingkat laba yang akan diperoleh koperasi (Alissanda, 2015).
Berkaitan dengan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah (non performing financing), pada dasarnya terdapat banyak faktor baik internal maupun eksternal. Selain itu, juga terdapat faktor dari nasabah yang
6
mempengaruhi pembiayaan bermasalah. Penelitian tentang faktor internal meliputi kondisi mikro ekonomi atau kinerja keuangan yang mempengaruhi non performing financing pada bank syariah yaitu rasio Financing Deposito Ratio (FDR), Capital Adequacy Ratio (CAR), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dan Total Aset sudah dilakukan, antara lain: (Ihsan, 2011), (Popita, 2013), (Sholihah, 2013), (Siti, 2014), (Alissanda, 2015), (Yulianto, 2013), (Widya & Teguh, 2015). Hasil penelitian menunjukkan bahwa FDR berpengaruh tidak signifikan positif terhadap NPF, sementara (Siti Raysa, 2014) menyatakan FDR berpengaruh signifikan negatif terhadap NPF. Sedangkan (Sholihah, 2013) dan (Yulianto, 2013) menyatakan sebaliknya FDR berpengaruh signifikan positif terhadap NPF. Variabel CAR dan BOPO berpengaruh signifikan terhadap NPF (Alissanda, 2015) dan (Yulianto, 2013). Sementara variabel Total Aset berpengaruh signifikan terhadap NPF (Popita, 2013). Penelitian yang dilakukan saat ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya. Penulis membatasi penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi NPF dari segi internal dilihat dari kinerja dan rasio keuangan yang ada seperti rasio Financing Deposito Ratio (FDR), Capital Adequacy Ratio (CAR), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dan Total Aset. Alasan penulis hanya menguji faktor-faktor internal adalah karena berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, faktor eksternal pada umumnya tidak signifikan mempengaruhi pembiayaan bermasalah karena cakupannya yang luas yaitu makroekonomi. Penulis memfokuskan penelitian pada pengujian faktor internal yang mempengaruhi tingkat pembiayaan bermasalah untuk menggambarkan kinerja keuangan dari KJKS yang akan dijadikan objek
7
penelitian. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) yang ada di Kota Padang, Sumatera Barat dengan total 104 KJKS dan tahun pengamatan adalah periode 2013-2015. Berdasarkan tingkat fluktuasi NPF yang cukup tinggi serta adanya perbedaan-perbedaan dari hasil penelitian sebelumnya, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan memilih judul “Analisis Pengaruh Financing Deposito Ratio (FDR), Capital Adquacy Ratio (CAR), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dan Total Aset terhadap Non Performing Financing (NPF) Studi Empiris pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) Kota Padang, Sumatera Barat periode 2013-2015”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan diuji dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh Financing Deposito Ratio (FDR) terhadap pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) ? 2. Bagaimana pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) ? 3. Bagaimana pengaruh Operasional
(BOPO)
Biaya Operasional terhadap Pendapatan terhadap
pembiayaan
bermasalah
(Non
Performing Financing) ?
8
4. Bagaimana pengaruh Total Aset terhadap pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) ? 5. Bagaimana Financing Deposito Ratio (FDR), Capital Adequacy Ratio (CAR), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dan Total Aset memberikan pengaruh secara bersama-sama terhadap terhadap pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) ? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis hubungan Financing Deposito Ratio (FDR) terhadap pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) 2. Menganalisis hubungan Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) 3. Menganalisis hubungan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO)
terhadap
pembiayaan
bermasalah
(Non
Performing Financing) 4. Menganalisis hubungan Total Aset terhadap pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) 5. Menganalisis hubungan Financing Deposito Ratio (FDR), Capital Adequacy Ratio (CAR), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dan Total Aset, secara bersama-sama terhadap terhadap pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing).
9
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan di bidang akuntansi dan sebagai sarana untuk penerapan teori-teori yang diperoleh selama kuliah, khususnya terkait dengan pemahaman dibidang Non Performing Financing. 2. Bagi akademisi Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan referensi dan tambahan literatur dalam membuat penelitian sejenis selanjutnya serta dapat memberikan gagasan, ide, dan pemikiran dalam upaya penerapan ilmu. 3. Bagi Nasabah Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dan pertimbangan nasabah dalam mengambil keputusan kredit atau pembiayaan di KJKS khususnya kota Padang, Sumatera Barat. 4. Bagi KJKS Hasil penelitian ini diharapkan sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan kebijakan masalah pembiayaan atau kredit di KJKS khususnya kota Padang, Sumatera Barat. 1.4 Batasan Penelitian Penelitian ini hanya melihat hubungan faktor-faktor internal yang mempengaruhi pembiayaan bermasalah (non performing financing) yaitu Financing Deposito Ratio (FDR), Capital Adequacy Ratio (CAR), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), serta Total Asetpada
10
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) di Kota Padang, Sumatera barat periode 2013 sampai 2015. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi landasan teori yang digunakan, juga membahas penelitian terdahulu yang sejenis dan kerangka pemikiran penelitian yang menggambarkan hubungan antar variabel penelitian serta hipotesis penelitian. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang jenis penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, populasi dan sampel penelitian, definisi operasional dan pengukuran variabel, dan metode analisis data BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan hasil penelitian mengenai deskripsi data, gambaran data secara statistik, analisis data, dan pembahasan untuk masing-masing variabel.
11
BAB V : PENUTUP Bab ini merupakan bagian penting yang menjelaskan kesimpulan dari analisis data dan pembahasan. Selain itu juga berisi saransaran yang direkomendasikan kepada pihak tertentu serta mengungkapkan keterbatasan penelitian ini.
12