BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pertumbuhan wirausaha di Indonesia sangat lambat dibandingkan dengan negara lain (www.Smecda.com). Berdasarkan data General Enterpreuner Monitorong (GEM) 2009, jumlah wirausaha Indonesia sekitar 1,56 persen dari jumlah populasi. Pembangun ekonomi bangsa yang maju dibutuhkan minimal dua persen dari populasi penduduk yang berusia dewasa. (Kruger, Reilly, dan Carsrud, 2000). Oleh sebab itu, pemerintah mencanangkan Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) untuk mencapai jumlah wirausaha minimal 2 persen dari populasi penduduk Indonesia pada 2014 (www.depkop.go.id). GKN perlu diimplementasikan secara bertahap dengan sasaran akhir tumbuhnya wirausaha-wirausaha baru yang mampu menggerakkan ekonomi masyarakat (www.depkop.go.id). Pemerintah melakukan upaya meningkatkan jumlah wirausaha baru melalui tahapan-tahapan motivasi, semangat dan niat berwirausaha. Seseorang yang memiliki semangat dan
niat untuk memulai usaha, akan memiliki
kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dalam usaha yang dijalankan jika dibandingkan seseorang tanpa niat untuk memulai usaha (Indarti dan Rosiana, 2008). Bird (1988) menyatakan bahwa niat untuk berwirausaha merupakan hal yang penting bagi keberhasilan bisnis. Teori yang paling sering digunakan untuk memperkirakan suatu niat untuk berperilaku adalah theory of planned behavior (TPB) (Ajzen, 1991; Segal, Borgia dan Schoenfeld (2005). Ajzen (1991) menyatakan niat 1
merupakan kesediaan individu untuk melakukan tingkah laku tertentu. Boyd dan Vozikis (1994) menyatakan bahwa niat untuk berperilaku dipengaruhi tiga variabel, yaitu: (1) attitude toward the behavior (2) subjective norms (3) perceived behavioral control. Namun menurut Shapero Enterpreuner Event Model (SEEM) yang dikembangkan oleh Shapero dan Sokol (1982), tidak semua wirausaha lahir dan berkembang mengikuti jalur yang sistematis dan terencana sejak awal. Niat wirausaha muncul karena adanya perubahan jalan kehidupan individu misalnya: dipecat dari pekerjaan, baru keluar dari penjara, baru keluar dari sekolah, bercerai, memasuki masa pensiun, atau adanya pengaruh dari pihak lain, misalnya rekan, pelanggan, dan mentor (Kruger et al., 2000). Shapero dan Sokol (1982) menyatakan niat berwirausaha dipengaruhi oleh perceived desirability dan perceived feasibility Kruger, Reilly, dan Casrud (2000) melakukan perbandingan antara model TPB dan model SEEM dan menemukan bahwa model SEEM lebih baik dalam menjelaskan niat berwirausaha. Lebih lanjut Kruger et al. (2000) menyimpulkan bahwa salah satu variabel model TPB dan model SEEM yaitu perceived behavioral control dan perceived feasibility, kedua variabel tersebut merupakan variabel yang sama dengan variabel self efficacy yang didefinisikan oleh Bandura (1982). Bandura (1982) mendefinisikan self efficacy sebagai persepsi atas kemampuan seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Prasad dan Raud (2000); Segal, et al. (2005); Farzier dan Niehm (2008).
2
Self efficacy sebagai variabel yang penting dalam menentukan niat kewirausahaan (Boyd dan Vozikis 1994). Self efficacy dapat meningkatkan keyakinan bahwa individu dapat berhasil jika menjalankan suatu usaha baru (Bayron, 2013). Bayron (2013) menyatakan pengusaha perlu self efficacy yang tinggi yang berguna mengelola waktu secara efektif, komunikasi, manajemen sumber daya manusia, etika bisnis, tanggung jawab sosial, mengembangkan kualitas kepemimpinan yang efektif, keterampilan pengambilan keputusan, keterampilan pemasaran dan manajemen keuangan. Keputusan untuk menjadi seorang pengusaha sebagai keputusan yang berhubungan dengan karir (Prasad dan Raud, 2012). Pilihan wirausaha sebagai pilihan karir seorang individu dipengaruhi oleh orang banyak faktor termasuk akses mendapatkan modal (Fraser, Stuart, dan
Greene, 2004). Akses
mendapatkan modal menjadi salah satu penentu kesuksesan suatu usaha (Kristiansen, Furuholt dan Wahid, 2003; Indarti, 2004). Lembaga keuangan, tabungan pribadi, bantuan keluarga dan teman-teman adalah yang paling sering digunakan sebagai sumber utama keuangan pada permulaan bisnis baru (Fraser et al., 2004). Indarti dan Rostiani (2008) berpendapat akses kepada modal merupakan hambatan klasik terutama dalam memulai usaha-usaha baru, setidaknya terjadi di negara-negara berkembang dengan dukungan lembagalembaga penyedia keuangan yang tidak begitu kuat. Wilayah negara maju infrastruktur keuangan sangat efisien, akses kepada modal juga dipersepsikan sebagai hambatan untuk menjadi pilihan wirausaha karena tingginya hambatan masuk untuk mendapatkan modal yang besar terhadap rasio tenaga kerja di banyak industri yang ada (Indarti dan Rosiana, 2008).
3
Berdasarkan telaah penelitian sebelumnya mengenai niat berwirausaha terdapat research gap yang dapat ditindak lanjuti pada penelitian berikutnya. Segal et al. (2005) menyatakan bahwa niat berwirausaha cocok dengan tindakan yang direncanakan. Namun menurut Shapero dan Sokol (1982), tidak semua wirausaha lahir dan berkembang mengikuti jalur yang sistematis dan terencana sejak awal. Pada penelitian sebelumnya, pengaruh norma subjektif pada niat berwirausaha masih bervariasi misalnya: Solesvik, Marina, Westhead, Kolvereid, Matley (2012); Marible, Rialp, Urbano (2008); Brenner, Pringle, Greenhaus (1991) pengaruh norma subjektif pada niat berwirausaha tidak terdukung. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ghazali, Ghosh, Tay (1995); Yang (2013); dan Brown (1990) pengaruh norma subjektif pada niat berwirausaha terdukung. Sebagai contoh pada penelitian sebelumnya, Fatoki dan Olufonso (2010) yang melakukan penelitian niat berwirausaha pada 710 orang mahasiswa di Afrika, hasil penelitian menunjukkan bahwa norma subjektif tidak berpengaruh pada niat berwirausaha. Lebih lanjut Fatoki dan Olufonso (2010) mengatakan bahwa salah satu faktor penghambat niat berwirausaha di Afrika Selatan adalah ketiadaan dukungan keluarga serta tidak memiliki kemampuan mengendalikan bisnis dan takut terhadap resiko. Pretorius dan Shaw, 2004 dalam Fatoki dan Olufonso (2010) mengatakan faktor terbesar penyebab kegagalan wirausaha di Afrika Selatan adalah ketidak mampuan untuk mengendalikan bisnis. Penelitian yang dilakukan oleh Hadjimanolis dan Poutziouris (2011) pada kasus perusahaan keluarga, hasil penelitian menyatakan norma sujektif berpengaruh pada niat berwirausaha. Lebih lanjut
Hadjimanolis dan Poutziouris (2011) mengatakan
4
bahwan generasi sebelumnya ketika akan memilih penerusnya tidak berdasarkan urutan anak yang tertua, tetapi memilih berdasarkan self efficacy yang dimilikinya. Semakin tinggi self efficacy, semakin dukungan keluarga. Hasil penelitian tentang pengaruh norma subjektif pada niat berwirausaha yang masih bervariasi tersebut perlu dicarikan jalan keluar. Upaya yang dilakukan oleh peneliti adalah manambahkan variabel moderasi. Variabel self efficacy dapat dijadikan sebagai variabel moderasi. Davidsson (1997) mengatakan individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi mampu membaca situasi, ancaman dan peluang bisnis yang lebih baik dibandingkan dengan individu yang memiliki self efficacy rendah. Baron dan Byrne (2000) mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Lippke, Amelie. Wiedemann, Ziegelmann,
Reuter, Schwarzer (2009)
yang melakukan penelitian peran self efficacy sebagai variabel moderasi pengaruh peran keluarga terkait dengan pilihan menjadi pengusaha sebagai pilihan karir. Norma subjektif merupakan fungsi dari keyakinan normatif dirasakan penting yang berasal dari pendapat orang lain, seperti keluarga, teman, dan rekan kerja (Hartono, 2007). Pierce, Gardner, Dunham, Cummings (1993) menyatakan bahwa individual yang memiliki self efficacy tinggi pada situasi tertentu akan mencurahkan semua usaha dan perhatiannya sesuai dengan tuntutan situasi tersebut dalam mencapai tujuan dan kinerja yang telah ditentukannya Ahmad, Ayu, Mangundjaya (2015) mengatakan para mahasiswa yang masih enggan untuk menjadi seorang pengusaha. Salah satu alasan terkait dengan self-efficacy untuk menjadi seorang pengusaha, individu perlu memiliki self-
5
efficacy untuk menjadi pengusaha, dengan self efficacy yang tinggi seorang pengusaha mampu melihat peluang bisnis dengan baik. Ahmad et al. (2015) mengatakan, self-efficacy tidak hanya dikembangkan dari sifat-sifat pribadinya, tetapi juga diperkuat oleh sumber-sumber eksternal seperti keluarga, orang tua, keluarga besar, dan masyarakat. Selanjutnya, pengaruh keluarga dan orang tua juga diperlukan, terutama dalam kaitannya dengan kegiatan kewirausahaan. Menurut Clement dan Wang, (2002) terdapat dua model untuk menjelaskan pengaruh peran keluarga panutan orang tua dan dukungan keluarga. Peran orang tua menegaskan bahwa seorang wirausaha yang berasal dari keluarga pengusaha akan menjadi pengusaha karena teladan orang tua mereka. Tantangan lain ketika mengukur norma sosial adalah mengidentifikasi kelompok references. Kelompok references bagi pengusaha potensial tidak hanya keluarga dan teman-teman, tetapi termasuk rekan kerja dan mitra bisnis (Carsrud et al., 2007). Prabhu et al. (2012) melakukan penelitian terhadap peran ganda variabel self efficacy sebagai variabel moderasi dan sebagai variabel mediasi, antara variabel personaliti terhadap niat berwirausaha pada China, Finlandia, Rusia, dan Amerika Serikat. Lebih lanjut Prabhu et al. (2012) menegaskan self efficacy yang merupakan prediktor kuat dari niat berwirausaha. Pada kasus perusahaan keluarga Hadjimanolis dan Poutziouris (2011) menyatakan bahwa generasi sebelumnya, ketika akan memilih penerusnya tidak berdasarkan urutan anak yang tertua, tetapi memilih berdasarkan self efficacy yang yang dimilki seorang anak untuk menjalankan usaha yang dirikan oleh orang tuanya. Individu yang memiliki self efficacy tinggi maka dukungan untuk berwirausaha juga tinggi (Schunk 2001).
6
Penelitian ini menampilkan suatu pendekatan teori perilaku dengan menggabungkan pendekatan Shapero Entrepreneurial Event Model dan Theory of Planned Behavior. Krueger, et al. (2000) melakukan penelitian dengan membandingkan antara Shapero Entrepreneurial Event Model dan Theory of Planned Behavior. Hasilnya menyimpulkan bahwa kedua model penelitian tersebut memiliki kemampuan memprediksi intensi berwirausaha dimana Shapero Entrepreneurial Event Model memberikan kekuatan hubungan lebih besar. Lebih lanjut Krueger, et al (2000) juga menyimpulkan bahwa kedua model penelitian tersebut dengan saling berkaitan ketika diterapkan pada penelitian tentang kewirausahaan. Penelitian ini dikembangkan dengan menambahkan variabel eksternal faktor yaitu akses mendapatkan modal. Hampir semua bisnis baru membutuhkan investasi untuk membeli barang, jasa, menyediakan modal kerja dan untuk membangun infrastruktur dasar sebuah bisnis baru (Mason dan Harrison, 2003). Sepanjang yang teramati penelitian yang menggabungkan model TPB dan model SEEM dengan manambahkan variabel akses mendapatkan modal belum dilakukan sehingga merupakan suatu keunikan dari penelitian ini. Menurut Veciana, et al (2005) mahasiswa adalah sumberdaya yang paling diharapkan untuk dapat menjadi wirausahawan, atau perguruan tinggi adalah tempat yang bagus untuk mengembangkan ide dan kreatifitas sehingga diharapkan dapat menghasilkan lulusannya menjadi wirausahawan baru. Kawasan yang dapat menjelaskan niat berwirausaha adalah mahasiswa fakultas ekonomi yang ada di Yogyakarta, hal ini disebabkan bahwa mahasiswa fakultas ekonomi mengenal kewirausahaan, selain itu sudah diajarkan matakuliah pengantar bisnis. Berdasarkan data Kopertis wilayah V
Yogyakarta tahun 2013, sebagai kota
7
pelajar di Yogjakrata terdapat 3 universitas negeri, 18 universitas swasta, 4 institut, 32 sekolah tinggi, 7 politeknik dan 53 akademik.
Pada tahun 2013
tercatat sekitar 310.860 mahasiswa dari 33 provinsi di Indonesia belajar di Jogyakarta. Dari jumlah itu, 244.739 orang atau 78,7 persen adalah mahasiswa perantauan dari luar daerah, sehingga mewakili Indonesia dalam lingkup yang lebih kecil. 1.2. Permasalahan Perumusan masalah merupakan hal yang harus dijawab dalam sebuah penelitian (Sekaran, 2010). Latar belakang perumusan masalah dalam penelitian ini adalah terdapat fenomena yaitu masih rendahnya pertumbuhan wirausaha di Indonesia. Selain itu masih terdapat research gap yaitu masih bervariasinya hasil penelitian pengaruh norma subjektif pada niat berwirausaha. Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah sikap berpengaruh positif pada keinginan berwirausaha? 2. Apakah
keinginan
berwirausaha
berpengaruh
positif
pada
niat
berwirausaha? 3. Apakah sikap berpengaruh positif pada niat berwirausaha? 4. Apakah Norma Subjektif berpengaruh positif pada niat berwirausaha? 5. Apakah self-efficacy sebagai variabel pemoderasi pengaruh norma subjetif pada niat berwirausaha? 6. Apakah akses untuk mendapatkan modal berpengaruh positif pada niat berwirausaha?
8
1.3.Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji niat wirausaha dengan menggunakan pendekatan TPB dengan menggabungkan variabel yang ada pada Shapero Enterpreuner Event Model (SEEM). Adapun tujuan utama dalam penelitian ini adalah; 1. Menguji pengaruh keinginan berwirausaha pada sikap 2. Menguji pengaruh keinginan berwirausaha pada niat berwirausaha 3. Menguji pengaruh sikap pada niat berwirausaha 4. Menguji Norma Subjektif pada niat berwirausaha 5. Menguji self-efficacy sebagai vaariabel pemoderasi antara norma subjetif pada niat berwirausaha 6. Menguji
pengaruh
akses
untuk
mendapatkan
modal
pada
niat
berwirausaha 1.4. Kontribusi Penelitian Penelitian ini menampilkan suatu pendekatan penelitian yang lebih komprehensif, dengan menggabungkan pendekatan model TPB, dan model SEEM. Jika tujuan penelitian ini tercapai maka penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Secara teori penelitian ini memberikan kontribusi kepada pengembangan Model TPB dan model SEEM dalam hal wirausaha. Berwirausaha cocok dengan tindakan yang direncanakan, dapat dibayangkan bahwa mendirikan suatu uaha baru tanpa suatu perencanaan.
9
2. Manfaat praktis, secara praktis studi ini memberikan pedoman bagi para pengambil kebijakan, pendidik untuk menyusun program yang mendorong peningkatan kegiatan wirausaha. 3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi metodologis tentang pengaruh variabel moderasi self efficacy yang merupakan representasi variabel kontrol perilaku yang dikembangkan Azjen (1989) dan variabel kemudahan yang dirasakan yang dikembangkan oleh Shapero dan Sokol (1982). Fakta empiris pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dan titik tolak penelitian-penelitian selanjutnya tentang niat berwirausaha, sehingga merangsang munculnya penelitian-penelitian baru tentang niat berwirausaha yang melibatkan variabel lain di luar TPB model dan SEE model
10