BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Masalah Bahasa diperlukan manusia sebagai makhluk sosial untuk melakukan kegiatan interaksi sebagai sarana menyampaikan buah pikiran kepada manusia lainnya. Bahasa merupakan sarana komunikasi antar anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat ucap manusia. Bahasa juga dapat membangun cara berpikir dan menciptakan dirinya sendiri (Keraf 1984: 16). Bahasa bukan sekadar daftar kata-kata yang digunakan manusia, bahasa juga merupakan simbol kebudayaan suatu masyarakat. Bahasa sebagai sarana komunikasi menjadi suatu pelengkap manusia dalam memenuhi hasrat kebudayaan demi kelangsungan hidup. Bahasa itu sendiri, seperti dikemukakan Djarjowidjojo (2003:16) merupakan suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama. Sebagai sebuah sistem rentetan simbol arbitrer yang memiliki arti, bahasa akan benar-benar berfungsi apabila pikiran, gagasan, konsep yang diungkapkan berada dalam satu kesatuan bidang, artinya penutur maupun petutur berada dalam suatu bidang yang sama. Dalam studi sosiolinguistik, bahasa tidak hanya dipahami sebagai sistem tanda saja, tetapi lebih dari itu juga dipandang sebagai salah sistem sosial dan sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat tertentu. Oleh karena itu, di dalam penelitian bahasa dengan ancangan sosiolinguistik senantiasa akan melihat bagaimana pemakaiannya di dalam masyarakat yang dipengaruhi berbagai faktor sosial. Masyarakat sebagai penutur bahasa merupakan sekelompok manusia yang heterogen. Sebagai kumpulan manusia yang heterogen mereka mempunyai kegiatan interaksi sosial yang
berbeda-beda. Keberagaman interaksi sosial itulah yang menyebabkan munculnya variasi bahasa. Berdasarkan faktor sosial situasi, muncul beragam bahasa dari kelompok-kelompok sosial tertentu yang dalam penggunaannya tercipta dari berbagai macam sandi atau kode yang rahasia dengan rumus yang beraneka ragam. Di samping itu, pemakai bahasa juga dipengaruhi oleh faktor situasional yaitu, siapa pembicara, dengan siapa, kapan dan dengan ragam apa, serta mengenai masalah apa. Adanya berbagai variasi bahasa atau lebih tepatnya pemakaian bahasa itu bersifat aneka ragam. Dalam kehidupan bermasyarakat akan bermunculan berbagai macam kelompok-kelompok yang kemudian secara tidak langsung akan memunculkan bahasa yang khas dalam kelompok mereka. Dalam bidang sosiolinguistik, istilah-istilah berbentuk kata atau kelompok kata yang pemakaiannya terbatas pada bidang tertentu disebut dengan jargon (Kosasih, 2003:114). Jargon adalah bagian dari variasi bahasa yang digunakan dalam suatu lingkup masyarakat sosial, baik menurut profesi, kelas sosial, maupun umur tertentu. Bahasa yang digunakan oleh kelompok masyarakat yang berkenaan dengan sepakbola seperti komentator sepakbola, penggemar sepakbola, penyiar berita sepakbola, penulis sepakbola adalah beberapa contoh jargon. Studi tentang jargon bisa dianalisa dari berbagai aspek, misalnya dari kosa kata, fitur bahasa, karakteristik fonologi, variabel jargon, dan lain-lain. Salah satu bidang yang memiliki jargon bahasa tersendiri adalah bidang sepakbola. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sepakbola adalah permainan beregu di lapangan, menggunakan bola sepak dari dua kelompok yang berlawanan, masing-masing terdiri atas sebelas pemain, kemenangan ditentukan oleh selisih gol yang masuk ke gawang lawan; Dalam pembicaraan yang berkaitan dengan sepakbola terdapat banyak sekali penggunaan kosakata khusus yang digunakan dalam berbagai kesempatan, baik Secara lisan maupun tulisan, seperti: komunikasi dalam lapangan, termasuk interaksi antar pemain,
pemain dengan pelatih, serta dengan dan antar wasit dan asisten wasit; komunikasi dalam sesi latihan; wawancara pelaku sepakbola (pemain, pelatih, staf tim, pengamat sepakbola dan petinggi klub) dalam radio, TV, atau media tulis seperti majalah dan koran; peraturan resmi permainan sepakbola yang diterbitkan oleh FIFA yang disebut “Laws of the Game”; diskusi informal tentang sepakbola antara penggemar sepakbola; berita dan artikel tentang sepakbola. Pemakaian istilah-istilah ini yang kemudian menjadi kesepakatan bersama antarkomunitas sepakbola. Berhubungan dengan pemaknaan kata, jargon sepakbola juga mempunyai kemungkinan perubahan makna. Misalnya saja seperti kata shot „tembak‟, jika dalam bahasa fotografi bermakna kegiatan memotret atau mengambil gambar, berbeda dalam bidang sepakbola, kata shot mempunyai makna menendang bola. Perkembangan pesat dalam bidang sepakbola telah memengaruhi adanya perubahan dalam bahasa yang menjadi sarana untuk mengomunikasikan perkembangan tersebut. Sepakbola modern yang semakin kaya taktik dan teknik telah menyebabkan munculnya istilah-istilah dan makna baru. Istilah-istilah yang lama mengalami perubahan makna menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi. Bentuk-bentuk istilah jargon sepakbola sangat beragam, sebagian besar istilah yang dipakai dalam jargon sepakbola berasal dari bahasa asing, terutama bahasa Inggris sebagai salah satu kiblat sepakbola dunia. Pemakaian jargon tersebut bisa kita temui dalam berbagai tulisan mengenai sepakbola dalam
laman web goal.com berbahasa Indonesia. Laman Goal.com adalah laman web
internasional yang khusus membahas sepakbola dan beralamat di www.goal.com serta memiliki berbagai pilihan bahasa termasuk bahasa Indonesia (www.goal.com/ina). Dalam berbagai artikel sepakbola yang terdapat dalam laman goal.com tersebut terdapat contohcontoh jargon sepakbola sebagai berikut: 1.
Messi memerankan peran sebagai false 9 dengan sangat baik dalam pertandingan ini. (Goal.com/ina, 9 Agustus 2013).
2.
Inverted winger menjadi populer diawal tahun 2000-an saat Chelsea dengan Mourinho merajai liga Inggris. (Goal.com/ina, 9 Agustus 2013).
3.
Goetze adalah playmaker yang sangat dibutuhkan Jerman dalam pertandingan akhir kualifikasi piala dunia. (Goal.com/ina, 12 Agustus 2013). Pada contoh pertama, pemakaian istilah false 9 atau false nine tersebut telah lazim
digunakan dalam pembicaraan yang berkenaan dengan sepakbola. Istilah tersebut merujuk pada pemain yang berposisi awal sebagai penyerang murni, yang sering disebut juga sebagai number nine „nomor sembilan‟, namun dalam perkembangan permainan akan bermain lebih ke dalam menjadi bagian dari pemain di lini tengah dan ikut membangun serangan. Definisi tersebut sesuai dengan pendapat Michael Cox, jurnalis pemerhati taktik dan strategi sepakbola, dalam laman Zonal Marking yang membahas tentang taktik sepakbola. Menurut Cox, false nine adalah: “an unconventional lone striker, who drops deep into midfield.” (www.zonalmarking.net, 12 Agustus 2013). Striker tunggal yang tidak konvensional, yang turun jauh ke lini tengah‟. Cox juga menyebut contoh mutakhir pemain berposisi false nine diantaranya Francesco Totti untuk Roma pada musim 2006/7, Lionel Messi untuk Barcelona pada musim 2008/2009 dan Robin Van Persie untuk Arsenal pada musim 2009/2010. Sementara pada contoh kedua, inverted winger didefinisikan Cox sebagai ”Wingers used the opposite way to which their stronger foot would dictate- a left footer on the right , a right-footed on the left” (www.zonalmarking.net, 12 Agustus 2013). „Sayap-sayap yang digunakan pada pada posisi berlawanan dengan kaki dominannya pemain berkaki kiri di kanan, pemain berkaki kanan di kiri‟. Pemain seperti ini dapat dicontohkan oleh Cristiano Ronaldo dan Arjen Robben. Pada contoh ketiga, pemakaian kata tersebut sudah meluas dalam percakapan mengenai sepakbola, Cox mendefinisikan playmaker sebagai “players that have the passing ability to decide the run of play (www.zonalmarking.net, 12 Agustus 2013).‟pemain-pemain
yang memiliki kemampuan operan yang bisa menentukan jalannya pertandingan‟. Pemain dengan kategori ini biasanya beroperasi sebagai pemain tengah, seperti Mesut Ozil dari Jerman dan Firman Utina dari Indonesia. Ketiga contoh diatas merupakan istilah-istilah atau jargon sepakbola yang dipungut dari bahasa Inggris dan belum memiliki padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia yang banyak ditemukan dalam laman web sepakbola Goal.com. Adanya kecenderungan untuk menggunakan leksikon atau istilah asing tersebut bisa jadi disebabkan sulitnya mencari padanan katanya dalam bahasa Indonesia karena konsep tersebut baru sehingga belum tersedia padanan katanya. Pemakaian istilah sepakbola dari bahasa inggris ini juga bisa disebabkan adanya keinginan penulis untuk lebih mementingkan segi kepraktisan dan penyajian tulisan yang menarik. Walaupun untuk itu, mereka terkadang sedikit menyimpang dari kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa asing dan bahasa Inggris khususnya mempunyai bentuk kebahasaan yang berbeda dengan bahasa Indonesia. Hal-hal inilah yang kemudian mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang istilah sepakbola yang dipungut dari bahasa Inggris. Media sepakbola Goal.com memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan media sepakbola lainnya yaitu banyak menggunakan jargon sepakbola yang diserap dari bahasa asing, termasuk bahasa Inggris, sehingga menarik untuk dibahas. Melalui penelitian ini, istilah-istilah jargon sepakbola dalam laman web sepakbola Goal.com tersebut akan dikumpulkan, diklasifikasikan dan dianalisis.
1. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pemaknaan jargon sepakbola menurut ranah makna yang dipungut dari bahasa Inggris pada laman goal.com? b. Bagaimana bentuk jargon sepakbola yang dipungut dari bahasa Inggris pada laman goal.com? c. Bagaimana perubahan makna yang muncul dalam jargon sepakbola yang dipungut dari Bahasa Inggris pada laman Goal.com? d. Apakah penyebab pemakaian istilah jargon sepakbola yang dipungut dari Bahasa Inggris pada laman Goal.com?
1. 3. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, tujuan dari penelitian ini adalah untuk: a. Mendeskripsikan pemaknaan jargon sepakbola menurut ranah makna yang dipungut dari bahasa Inggris pada laman Goal.com. b. Mendeskripsikan bentuk jargon sepakbola yang dipungut dari bahasa Inggris pada laman Goal.com. c. Mendeskripsikan perubahan makna yang muncul dalam jargon sepakbola yang dipungut dari bahasa Inggris pada laman Goal.com. d. Menjelaskan penyebab pemakaian jargon sepakbola yang dipungut dari bahasa Inggris pada laman Goal.com. 1. 4. Manfaat penelitian Setiap kegiatan ilmiah harus mempunyai landasan aksiologis, oleh karena itu penelitian ini juga dilaksanakan dengan harapan membawa manfaat teoritis bagi perkembangan ilmu linguistik, khususnya sosiolinguistik. Bagi sosiolinguistik hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang jargon. Secara praktis, hasil
penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pengetahuan bagi masyarakat umum, terutama pengetahuan tentang jargon yang berkaitan dengan sepakbola.
1. 5. Tinjauan Pustaka Pembahasan mengenai jargon dalam bidang sepakbola secara khusus tidak penulis temukan. Sementara secara umum penelitian tentang jargon telah dilakukan oleh Luriawati (2010) dalam penelitian berjudul “Bentuk dan Faktor Penyebab Penggunaan Jargon Masyarakat Nelayan di Rembang”. Penelitian tersebut menyatakan bahwa jargon adalah kosakata khusus yang digunakan dalam setiap bidang kehidupan, keahlian, dan lingkungan pekerjaan yang tidak dimengerti oleh kelompok lain. Jargon yang digunakan masyarakat nelayan di Rembang dalam komunikasi sehari-hari tersebut sulit dipahami oleh masyarakat di luar komunitas mereka. Dari penelitian yang ia lakukan, ada beberapa faktor yang memunculkan penggunaan jargon, yakni faktor kebiasaan turun-temurun serta faktor keinginan masyarakat nelayan Rembang untuk menunjukkan identitas mereka. Sementara itu untuk pembahasan mengenai istilah sepakbola sebagai register telah dibahas Dhafid Wahyu Utomo (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Register Laporan pandangan Mata Komentator Pertandingan Sepakbola” merupakan penelitian tesis di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Berbeda dengan penelitian ini, David Wahyu Utomo memfokuskan penelitiannya untuk mendeskripsikan karakteristik register bahasa lisan komentator pertandingan sepakbola, khususnya gambaran fonologi, morfologi, leksikal, dan sintaksis. Penelitian yang lain adalah “Register Sepakbola Internazionale Lega Calcio pada Tabloid Bola Triwulan Pertama 2002” oleh ldilla Hartawati (2002). Penelitian ini mendeskripsikan penggunaan istilah dan penggunaan gaya bahasa dalam rubrik sepakbola Internazionale Lega Calcio pada tabloid Bola. Berdasarkan penelitian, ditemukan adanya ciri
khas yang menandai register sepakbola Lega Calcio yaitu berupa penggunaan istilah dan gaya bahasa. Istilah dalam rubrik ini meliputi kata dan frasa. Kata dibagi tunggal dan majemuk, frasa dibagi menjadi frasa endosentrik atributif, frasa endosentrik apositif, dan eksosentris. Istilah-istilah yang digunakan dalam rubrik sepakbola Internazionale Lega Calcio pada tabloid Bola didominasi oleh kata pungutan dari bahasa asing yaitu bahasa Italia dan Bahasa Inggris. Gaya bahasa yang digunakan dalam rubrik ini adalah eufimisme, personifikasi, hiperbola, metonimia, simile, sarkasme, dan antonomasia. Sementara itu sudah dilakukan pula penelitian yang membahas penggunaan istilah yang dipungut dari bahasa Inggris yang dilakukan oleh Widagsa (2011) dalam tesisnya yang berjudul “Pemakaian Peristilahan Bahasa Inggris dalam Bidang Internet”. Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa jargon menggunakan kosakata khusus yang hanya dipakai dalam suatu bidang tertentu dan tidak dipakai dalam bidang lainnya. Berdasarkan analisis morfologis, bentuk istilah yang diteliti digolongkan menjadi dua, yakni bentuk dasar yang meliputi nomina, verba, dan adjektiva, serta bentuk jadian yang mencakup afiksasi, reduplikasi, komposisi, penggabungan (blending), singkatan, dan akronim. Istilah bahasa Inggris dalam bidang internet tidak hanya dikaji dari segi bentuk saja, namun juga dari perspektif makna. Makna istilah dalam bidang tersebut mengalami perubahan makna, baik berupa perluasan maupun penyempitan makna.
1. 6. Landasan Teori Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori dalam payung sosiolinguistik yaitu teori variasi bahasa dan jargon. 1. 6.1 Variasi Bahasa Variasi bahasa adalah jenis ragam bahasa yang pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi dan situasi tanpa menghasilkan kaidah-kaidah pokok yang berlaku dalam bahasa yang
bersangkutan (Suwito, 1985: 29). Penggunaan ragam bahasa yang berbeda satu dengan yang lainnya digunakan dalam suatu kelompok sosial masyarakat dikarenakan adanya kelompokkelompok sosial yang memiliki kecenderungan untuk menggunakan bahasa yang mereka anggap sesuai dengan konteks sosial. Kecenderungan ini lebih disebabkan karena masyarakat mengikuti kaidah-kaidah sosial yang beraneka ragam. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat penutur bahasa memiliki berbagai keragaman bentuk serta fungsi. Adanya keragaman ini menunjukkan bahwa bahasa memiliki variasi-variasi tertentu. Pateda (1992:52-76) membagi variasi bahasa ke dalam beberapa kategori, yakni berdasarkan tempat, waktu, pemakai, situasi, dialek terkait sapaan, status, serta pemakainya. Berdasarkan tempat, variasi bahasa dapat berupa dialek, bahasa daerah, kolokial (yang selanjutnya berkembang menjadi slang), serta vernakular. Berdasarkan waktu, variasi bahasa disebut juga sebagai dialek temporal. Dari segi pemakai, variasi bahasa dapat diperinci atas glosolalia (tuturan ketika orang kesurupan), idiolek, jenis kelamin, monolingual, rol (peran salam situasi tutur), status sosial penutur, serta umur penutur. Variasi dilihat dari segi pemakaiannya dapat dikelompokkan menjadi diglosia, kreol, lisan, non-standar, pijin, register, repertories, reputations, standar, tulis, bahasa tutur sapa, kan (atau cant, sejenis slang yang digunakan untuk merahasiakan sesuatu), dan jargon. Dari segi situasi, variasi dibedakan menjadi bahasa dalam situasi resmi dan situasi tidak resmi. Variasi bahasa dari statusnya dapat diperinci menjadi bahasa-bahasa seperti bahasa ibu, daerah, lingua franca, nasional, negara, pengantar, persatuan dan resmi. Adanya faktor-faktor sosial dan faktor situasional yang mempengaruhi pemakaian bahasa menimbulkan variasi-variasi bahasa. Dengan timbulnya variasi bahasa menunjukkan bahwa bahasa itu bersifat aneka ragam dan manasuka. Soeparno dalam Dasar-dasar Linguistik (2003:55-61) mengemukakan bahwa variasi bahasa terdiri dari variasi kronologis,
variasi geografis, variasi sosial, variasi fungsional, variasi gaya/style, variasi kultural, dan variasi individual. a. Variasi Kronologis Variasi kronologis adalah variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor keurutan waktu atau masa. Perbedaan pemakaian bahasa telah mengakibatkan perbedaan wujud pemakaian bahasa. Wujud nyata pemakaian bahasanya dinamakan kronolek. b. Variasi Geografis Variasi geografis adalah variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan geografis atau faktor regional, oleh karenanya juga sering disebut variasi regional. Wujud/varietasnya dinamakan dialek atau dialek regional. Contoh dialek dalam bahasa Jawa, yaitu dialek Banyumas, dialek Tegal, dialek Osing, dialek standar, dan sebagainya. c. Variasi Sosial Variasi sosial adalah variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan sosiologis. Variasi sosial ini sering disebut sosiolek. Beberapa sosiolek antara lain sebagai berikut. 1) Akrolek adalah realisasi variasi bahasa yang dipandang lebih bergengsi atau lebih tinggi dari varietas-varietas yang lain. Sebagai contoh, bahasa Bagongan yang khusus dipakai oleh para bangsawan di kalangan kraton Jawa. 2) Basilek adalah realisasi variasi bahasa yang dipandang kurang bergengsi atau bahkan dipandang rendah. Misalnya, pada bahasa yang dipakai oleh para kuli pasar, bahasa Jawa krama ndesa, dan lain-lain. 3) Vulgar adalah wujud variasi bahasa yang ciri-cirinya menunjukkan pemakaian bahasa oleh penutur yang kurang terpelajar atau dari kalangan
orang-orang bodoh. Bagi kalangan yang kurang terpelajar dalam berbahasa cenderung langsung mengungkapkan maksudnya tanpa mempertimbangkan bentuk bahasanya. Oleh karena itu bahasa yang dipergunakan adalah bahasa dengan kata-kata kasar. 4) Slang adalah wujud atau realisasi variasi bahasa yang bersifat khusus dan rahasia. Berarti dipakai oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas dan tidak boleh orang di luar kelompoknya mengerti. Sebagai langkah untuk menjaga kerahasiaan, slang akan diubah/berubah, jadi bersifat temporal. 5) Kolokial adalah bahasa percakapan sehari-hari yang biasanya dipergunakan oleh kelompok sosial kelas bawah. 6) Jargon adalah wujud variasi bahasa yang pemakaiannya terbatas pada kelompok-kelompok sosial tertentu. Berbentuk istilah-istilah khusus namun bersifat rahasia. Misalnya, bahasa tukang batu, bahasa montir, bahasa kernet dan sopir. 7) Argot adalah wujud variasi bahasa yang pemakaiannya terbatas pada profesi-profesi tertentu dan bersifat rahasia. Misalnya bahasa para pencuri, pencopet, penggarong, dan sebagainya. Letak kekhususannya biasanya terletak pada kosakata, misalnya pada kalangan preman, sangek = nafsu, cipok = cium, pecun = wanita tunasusila, mokat = mati, dan lain-lain. 8) Ken (cant) adalah wujud variasi bahasa yang dipakai oleh kelompok sosial tertentu dengan lagu yang dibuat-buat supaya lebih menimbulkan kesan “memelas”. Misalnya bahasa para pengemis. d. Variasi Fungsional Variasi ini disebabkan oleh perbedaan fungsi pemakaian bahasa. Sampai seberapa jauh fungsi-fungsi bahasa itu dimanifestasikan akan tampak pada wujud variasi fungsional
atau yang disebut fungsiolek. Pemakaian bahasa dengan pokok pembicaraan khusus dan dengan cara yang khusus di dalam dunia sosiolinguistik dikenal dengan istilah register. Contoh beberapa register misalnya bahasa untuk khotbah, bahasa telegram, bahasa reportase, bahasa pembawa acara. e. Variasi Gaya/Style Variasi ini disebabkan oleh perbedaan gaya. Gaya adalah cara berbahasa seseorang dalam performansinya secara terencana maupun tidak, secara lisan maupun tertulis. Mario Pei (dalam Alwasilah, 1985:53, dalam Soeparno, 2003:58) mengemukakan adanya lima macam gaya, yakni: (1) gaya puisi, (2) gaya prosa, (3) gaya ujaran baku, (4) gaya kolokial, atau gaya percakapan kelas rendah, dan (5) gaya vulgar dan slang, sedangkan Martin Joss (1967) membedakan lima macam gaya di dalam bukunya “The Five Clocks” (dalam Soeparno, 2003:58) berdasarkan tingkat kebakuan. Kelima macam gaya tersebut adalah gaya frozen/beku, gaya formal/baku, gaya konsultatif, gaya kasual (casual), gaya intim (intimate) f. Variasi Kultural Variasi ini disebabkan oleh perbedaan budaya masyarakat pemakainya. Suatu bahasa yang dipergunakan oleh penutur asli atau oleh penutur pribumi kadang-kadang mengalami perubahan dengan masuknya budaya lain. Varietas yang termasuk sebagai variasi kultural ini antara lain: 1) Vernakular adalah bahasa asli atau bahasa penduduk pribumi di suatu wilayah. Misalnya bahasa Jawa di daerah Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. 2) Pidgin adalah bahasa yang struktur maupun kosakatanya merupakan struktur campuran sebagai akibat percampuran dua budaya yang bertemu. 3) Kreol adalah pidgin yang sudah berlangsung turun temurun sehingga struktur maupun kosakatanya menjadi mantap. Bahkan kreol dapat diangkat menjadi bahasa resmi suatu negeri.
4) Lingua franca adalah bahasa yang diangkat oleh para penutur yang berbeda budayanya untuk dipakai bersama-sama sebagai alat komunikasi. Misalnya bahasa Arab di Timur Tengah, bahasa Indonesia di Nusantara, bahasa Melayu di Nusantara pada zaman Sriwijaya, dan lain-lain. g. Variasi Individual Variasi ini disebabkan oleh perbedaan perorangan. Wujud variasinya dinamakan idiolek. Setiap individu penutur memiliki ciri tuturan yang berbeda dengan penutur lain. Ciri pembeda tersebut terletak pada warna suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Itulah sebabnya kita dapat mengenal seseorang lewat tuturannya, meskipun tidak melihat si penutur. Misalnya, idiolek pada pewayangan, salah satunya idiolek Semar.
1. 6. 2 Jargon Seperti sudah disinggung sebelumnya jargon merupakan salah satu bentuk variasi bahasa yang dilihat dari segi pemakainya atau sosiolek. Adapun definisi Jargon dijelaskan Sugono (2008:568) sebagai kosakata khusus yang dipergunakan dalam bidang kehidupan atau lingkungan tertentu. Selanjutnya, Kridalaksana (2008:87) menjelaskan dengan lebih rinci bahwa jargon merupakan kosakata khusus yang digunakan di bidang kehidupan tertentu, seperti yang dipakai montir-montir, guru bahasa, dan tukang kayu, sehingga kosakata tersebut tidak dipakai dalam bidang lain. Sementara menurut Hartmann dan Stork (dalam Alwasilah, 1993:51) jargon adalah seperangkat istilah-istilah dan ungkapan-ungkapan yang dipakai satu kelompok sosial atau pekerja, tetapi dipakai dan sering tidak dimengerti oleh masyarakat ujaran secara keseluruhan. Pemakaian bahasa dalam setiap bidang kehidupan, keahlian, jabatan, lingkungan pekerjaan, masing-masing mempunyai bahasa khusus yang sering tidak dimengerti oleh kelompok lain (Pateda, 1992:70).
Selanjutnya, Alwasilah (1993:70) mengatakan bahwa jargon adalah istilah yang dipakai dalam suatu kelompok sosial, pekerja atau jabatan, tetapi kurang dimengerti oleh masyarakat ujaran secara umum. Chaer dan Leoni Agustina (2010:68) menyatakan bahwa jargon adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok sosial yang tertentu. Ungkapan bahasa jargon yang digunakan seringkali tidak dapat dipahami oleh masyarakat umum atau masyarakat di luar kelompoknya. Ungkapan-ungkapan tersebut tidak bersifat rahasia. Hal yang sama dikemukakan Soeparno (2003:73) jargon merupakan wujud variasi bahasa yang pemakaiannya terbatas pada kelompok-kelompok sosial tertentu. Istilahistilah yang dipakai sering tidak dimengerti oleh masyarakat umum dan masyarakat di luar kelompoknya. Pendapat lain mengenai jargon disampaikan oleh Caudle (1999:143) bahwa definisi jargon terkini adalah bahasa teknis profesi tertentu, kelompok, atau bidang perdagangan. Akan tetapi, orang yang mempelajari jargon atau jargonaut mengklaim bahwa jargon tercipta karena alasan kepraktisan dalam pekerjaan tertentu demi kenyamanan berkomunikasi. Dari pendapat para ahli diatas, jargon yang dimaksud dalam penelitian ini kosakata khusus yang dipergunakan dalam bidang kehidupan, kelompok sosial atau lingkungan tertentu yang tidak bersifat rahasia tetapi sering tidak dimengerti oleh masyarakat ujaran secara keseluruhan. Dalam hal ini komunitas sepakbola, penulis berita dan artikel dalam laman web goal.com dan pembacanya, menggunakan jargon sepakbola dalam proses komunikasinya.
1.6.3. Sepak Bola Sepak bola adalah suatu permainan yang dilakukan dengan cara menyepak bola kian kemari untuk diperebutkan di antara pemain-pemain yang mempunyai tujuan untuk memasukkan bola ke gawang lawan dan mempertahankan gawang sendiri agar tidak
kemasukan bola. Di dalam permainan sepak bola, setiap pemain diperbolehkan menggunakan seluruh anggota badan kecuali tangan dan lengan. Hanya penjaga gawang atau kiper yang diperbolehkan memainkan bola dengan kaki dan tangan. Sepak bola merupakan permainan beregu yang masing-masing regu terdiri atas sebelas pemain. Biasanya permainan sepak bola dimainkan dalam dua babak (2x45 menit) dengan waktu istirahat (10 menit) di antara dua babak tersebut. Mencetak gol ke gawang merupakan tujuan utama dalam sepakbola. Suatu kesebelasan dinyatakan sebagai pemenang apabila kesebelasan tersebut dapat memasukkan bola ke gawang lebih banyak dan kemasukan bola lebih sedikit jika dibandingkan dengan lawannya. Tentang sejarah sepakbola, menurut Morris (1954:1) permainan mirip sepakbola yang tertua ditemukan di Tiongkok pada masa zaman pemerintahan Kaisar Huang Ti sekitar abad ke-2 masehi dimana paea pemain bermain memasukkan bola kulit menggunakan kaki, dada, punggung dan bahu para pemain. Sementara itu era sepakbola modern dimulai di Inggris ketika The Football Association (FA) atau Asosiasi sepakbola dibentuk untuk pertama kalinya di Cambridge Inggris pada 26 Oktober 1863. Selanjutnya FA ini pulalah yang merumuskan peraturan resmi pertama sepakbola yang baku the Laws of Football yang pada perkembangannya menjadi dasar peraturan sepakbola modern hingga saat ini.
1. 7. Metode Penelitian a. Metode pengumpulan data Data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dengan mencatat istilahistilah jargon sepakbola yang dipungut dari bahasa Inggris dalam sumber tertulis, yaitu laman web sepakbola Goal.com, sebagai sumber berita dan artikel sepakbola.
Untuk keperluan penelitian ini, data berupa kata dan frasa diambil secara acak dari artikel dan berita yang terbit atau ditampilkan dalam laman goal.com/ina dari bulan Juni sampai dengan Agustus 2014 yang menjadi masa pengumpulan data penelitian ini. Kata dan frasa yang teridentifikasi sebagai bagian dari jargon sepakbola yang dipungut dari bahasa Inggris kemudian ditandai dengan menggunakan marker, lalu dicatat dalam kartu, dikumpulkan dan diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok.
b. Metode analisis data Data yang terkumpul dianalisis sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan masalah. Untuk mengetahui bentuk jargon data yang terkumpul diklasifikasikan menurut bentuknya. Setelah itu dilakukan penelahan untuk mengetahui perubahan makna yang terjadi dalam data jargon yang ditemukan. Penelaahan ini dilakukan dengan cara membandingkan makna leksikal yang ditemukan dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia (Echols dan Shadily, 2000) dan kamus internal bahasa Inggris (Oxford learner’s dictionary, 1995) dengan makna kontekstual yang didapat melalui wawancara dengan narasumber yang terdiri dari kontributor media online goal.com dan para penggemar sepakbola yang tergabung dalam komunitas penggemar klub sepakbola eropa. Pada tahap analisis ini penulis juga menggunakan metode konstekstual untuk menguraikan konteks yang mempengaruhi penggunaan bahasa. Metode kontekstual ini mengandalkan konteks sebagai unsur yang mempengaruhi corak penggunaan bahasa dalam berkomunikasi antara pengirim pesan, pesan, dan penerima pesan. c. Metode penyajian hasil Analisis Penyajian data penelitian akan disajikan dalam bentuk penyajian informal yaitu dengan mendeskripsikan hasil penelitian dengan bentuk uraian kata-kata biasa.
Penyajian data dimaksudkan sebagai sajian data dalam bentuk bagan-bagan dari hasil abstraksi. Kesimpulan ini diverifikasi selama penelitian berlangsung. Dalam kegiatan verifikasi, makna yang muncul dari data diuji kebenarannya dan kekokohannya yang sekaligus merupakan proses pengabsahannya.
1. 8. Sistematika Penulisan Hasil penelitian ini akan disajikan dalam enam bab. Bab I berisi tentang pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II berisi klasifikasi jargon sepakbola berdasarkan ranah makna. Bab III berisi satuan kebahasaan jargon sepakbola yang dipungut dari bahasa Inggris. Bab IV berisi tentang perubahan makna jargon sepakbola yang dipungut dari bahasa Inggris. Bab V berisi tentang penyebab pemakaian istilah jargon sepakbola yang dipungut dari Bahasa Inggris. Bab VI merupakan simpulan yang diambil berdasarkan bab-bab sebelumnya.