Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Objek linguistik adalah bahasa. Menurut Keraf (1994:1), bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Sedangkan definisi bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:66) adalah “sistem lambang bunyi berartikulasi yang dihasilkan alat-alat ucap yang bersifat sewenangwenang dan konvensional yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran”. Menurut Verhaar (2004:7), menguasai bahasa dalam arti dapat memakai secara lancar tidak sama dengan mampu menerangkan kaidah-kaidahnya, belajar suatu bahasa tidak sama dengan belajar tentang bahasa tersebut. Misalnya, seseorang menguasai bahasa Indonesia, tapi tanpa keahlian khusus ia tidak akan dapat menerangkan tata bahasa Indonesia. Sama dengan bahasa Indonesia, seseorang yang menguasai bahasa Jepang belum tentu dapat menerangkan tata bahasa Jepang tersebut. Banyak pemelajar bahasa Jepang yang hanya menguasai saja tanpa mengerti lebih jauh bahasa Jepang tersebut sehingga banyak kesalahan dalam pemakaian kata. Menurut Chino (1994:vii) jika seseorang hanya memiliki sedikit pengetahuan tata bahasa, ia dapat menggunakan nomina, verba, adjektiva dalam bahasa Jepang dengan sedikit lebih mudah. Namun untuk suatu alasan tertentu, hal tersebut tidak dapat dilakukan pada partikel. Partikel dalam bahasa Jepang tidak dapat ditebak, dicocok-cocokkan, atau dipadan-padankan begitu saja. Penempatan partikel dengan benar menjadi keharusan dalam 1
setiap tingkatan pembicaraan bahasa Jepang karena partikel tidak bisa berdiri sendiri dan tidak memiliki arti. Sebuah partikel mungkin dapat didefinisikan sebagai bagian yang tak dapat ditafsirkan dalam sebuah percakapan, memiliki kemutlakan arti tersendiri yang tanpa ikatan, melengkapi dirinya sendiri dalam bagian-bagian pembicaraan, yang dengan demikian, ia menempatkan dirinya dalam sebuah konteks. Oleh karena itu, suatu kata yang hanya terdiri atas partikel saja, mungkin tidak akan berarti apa-apa. Tetapi dengan menambahkan kata lain, akan membawa suatu perbedaan besar. Sebagai contoh, sebuah frasa seperti Toukyou ni (東京に) sudah memenuhi fungsi komunikatif, tetapi kata ni (に) tersebut kalau berdiri sendiri, tidak dapat memberikan apa-apa. Satuan terkecil yang membentuk kalimat (bun) sering dikenal dengan istilah tango/kata (単語). Iwabuchi (1989:105-106) menyebut tango dengan istilah go (語). Misalnya apabila kalimat hana ga saku (花が咲く) ‘bunga berkembang’ dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil akan menjadi hana-ga-saku (花―が―咲く), bagian-bagian kalimat ini tidak dapat dibagi lagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Kalaupun dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil akan menjadi ha-na-ga-sa-ku (は―な―が―さ― く) yang hanya merupakan deretan silabel (onsetsu) yang tidak mempunyai arti apapun. Go memiliki arti tertentu, diucapkan sekaligus, dan memiliki aksen tertentu. Berdasarkan suatu kalimat, go secara langsung dapat membentuk sebuah bunsetsu. Berdasarkan cara-cara pembentukannya, go dapat dibagi menjadi jiritsugo (自立語) dan fuzokugo (付属語). Pada umumnya, masing-masing tango dapat berdiri sendiri dan memiliki arti yang pasti, tango ini biasanya disebut jiritsugo (termasuk di dalamnya doushi (動詞), i-keiyoushi (イ ー形容詞), na-keiyoushi (ナー形容詞), meishi (名詞), rentaishi (連体詞), fukushi (副詞), setsuzokushi (接続詞), dan kandoushi (感動詞), sedangkan yang tidak memiliki arti 2
tertentu disebut fuzokugo (termasuk di dalamnya joshi (助詞) dan jodoushi (助動詞)). Dake dan bakari termasuk dalam kelompok joshi yaitu 取り立て助詞 (toritate joshi). Joshi adalah kelas kata yang termasuk fuzokugo yang digunakan setelah suatu kata untuk menunjukkan hubungan antara kata tersebut dengan kata lain serta untuk menambah arti kata tersebut lebih jelas lagi. Kelas kata joshi tidak mengalami perubahan bentuknya. Joshi sama dengan jodoushi, kedua-duanya termasuk fuzokugo, namun kelas kata jodoushi dapat mengalami perubahan sedangkan joshi tidak dapat mengalami perubahan. Oleh karena joshi termasuk fuzokugo, maka kelas kata ini tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu kata, satu 文 節 (bunsetsu), apalagi sebagai satu kalimat. Joshi akan menunjukkan maknanya apabila telah dipakai setelah kelas kata lain dapat berdiri sendiri (jiritsugo) sehingga membentuk sebuah bunsetsu atau sebuah bun. Kelas kata yang dapat disisipi joshi antara lain meishi, doushi, i-keiyoushi, na-keiyoushi, joshi, dan sebagainya. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini, saya akan menjelaskan fungsi-fungsi partikel dake dan bakari serta menganalisis perbedaan dari kedua partikel tersebut. Kedua partikel ini sama-sama memiliki arti dalam bahasa Indonesia sebagai ‘hanya’ , tapi kedua partikel ini memiliki fungsi yang berbeda. Penulis akan meneliti perbedaan kedua partikel ini dengan menggunakan novel sakura house karya Shizuko Toudou sebagai sumber data.
1.2 Rumusan Permasalahan Penulis akan meneliti tentang perbedaan partikel dake dan bakari berdasarkan fungsi pemakaiannya dalam kalimat.
1.3 Ruang Lingkup Permasalahan Penulis akan meneliti fungsi penggunaan partikel dake dan bakari yang terdapat dalam 3
novel Sakura House, karya Shizuko Toudou
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan antara partikel dake dengan bakari yang secara umum memiliki arti sama dan sulit untuk dibedakan. Manfaat penelitian ini secara umum memberikan sumbangsih bagi perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan. Serta agar para pemelajar bahasa Jepang dapat mengetahui perbedaan fungsi dan pemakaian partikel dake dan bakari. Selain itu juga agar memudahkan para pemelajar mempelajari kedua partikel ini.
1.5 Metode Penelitian Saya akan menggunakan metode penelitian studi kepustakaan yaitu dengan menggunakan korpus data berupa novel, selain itu menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu menganalisis partikel toritatejoshi ‘dake’ dan ‘bakari’ pada kalimat dalam novel Sakura House karya Shizuko Toudou.
1.6 Sistematika Penulisan Bab 1, berisi tentang pendahuluan, yakni : latar belakang, rumusan permasalahan, ruang lingkup permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Dalam latar belakang berisi tentang berbagai hal tentang linguistik dan kelas kata. Dalam rumusan permasalahan berisi tentang hal yang akan diteliti penulis secara umum. Dalam ruang lingkup permasalahan berisi tentang hal yang akan diteliti penulis secara detail. Dalam tujuan dan manfaat penelitian berisi tentang tujuan dan manfaat dari hal yang diteliti penulis. Dalam sistematika penulisan berisi tentang urutan penulisan 4
skripsi secara singkat. Bab 2, berisi tentang landasan teori. Landasan teori membahas tentang teori yang digunakan penulis untuk meneliti. Bab 3, berisi tentang analisis data, yakni menganalisis data-data yang penulis peroleh dengan teori yang digunakan penulis untuk menganalisis. Bab 4, berisi tentang ringkasan isi skripsi. Bab 5, berisi tentang kesimpulan dari isi skripsi yang menjadi jawaban dari rumusan permasalahan.
5