BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tanah bagi manusia memiliki kedudukan yang sangat penting dimana tanah merupakan kebutuhan primer, hal ini disebabkan karena segala aktivitas manusia dilaksanakan di atas tanah. Hak atas tanah dapat diperoleh melalui salah satunya dengan cara jual beli. Manusia dengan tanah mempunyai hubungan bersifat abadi, karena manusia sebagai makhluk sosial sekaligus pemilik tanah tidak bisa berbuat semana-mena mempergunakan hak atas tanah tanpa memperhatikan kepentingan orang lain yang melekat pada haknya yang berfungsi sosial, sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 6 Undang-undang pokok agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 yang menyatakan : “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, yang antara lain berarti bahwa kepentingan bersamalah yang harus didahulukan, kepentingan perseorangan harus tunduk pada kepentingan umum”. Mengingat kebutuhan akan tanah bagi masyarakat Indonesia maupun masyarakat asing yang ada di Indonesia masih sangat tinggi, maka harus ditingkatkan jaminan kepastian hukum dalam penguasaan tanah. Dengan kata lain meningkat pula kebutuhan dukungan berupa jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan.
Universitas Sumatera Utara
Berkaitan dengan itu Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tercantum dalam
Undang-Undang
Nomor
5
Tahun
1960
telah
memerintahkan
diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum. 1
Menurut pasal 1 butir 1 peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah menyebutkan :
“Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya”. Adapun yang menjadi tujuan dari pendaftaran tanah adalah : 1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikkan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. 2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam
Universitas Sumatera Utara
mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. 3. Untuk terselenggaranya tertib administrasinya pertanahan 1 Sebagai konsistensi dari peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, maka peranan pejabat membuat Akta Tanah (PPAT) sangat diperlukan, baik dalam penyediaan tanah maupun dalam pemutakhiran data penguasaan tanah. Hal ini disesuaikan dengan peraturan kepada badan pertanahan nasional republik Indonesia nomor 7 tahun 2007 tentang panitia pemeriksaan tanah. Menurut peraturan pemerintah nomor 37 tahun 1998 tentang peraturan jabatan pejabat pembuat akta tanah pasal 1 butir 1, menyebutkan : PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. 2 Pejabat pembuat akta tanah diangkat oleh pemerintah, dalam hal ini badan pertanahan nasional dengan tugas dan kewenangan tertentu dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat akan akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa pembebanan hak tanggungan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undang yang berlaku.
1
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PP No. 37 Tahun 1998, LN No. 52 Tahun 1998, TLN 3746, PS 1 ayat 1. 2
Universitas Sumatera Utara
Dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat, PPAT berkewajiban untuk memberikan nasehat hukum kepada pihak-pihak yang meminta bantuan jasa, serta perlindungan atau pengayoman kepada pihak-pihak yang memerlukan bantuannya khususnya di bidang pertanahan. Dalam hal melakukan perbuatan hukum untuk mengalihkan suatu hak atas tanah haruslah dihadapan seorang notaris atau pejabat pembuat akta tanah yang bertujuan untuk memperoleh kekuatan pembuktian yang sah dan dibuatkan dengan akta otentik. Khusus untuk tanah-tanah yang bersertifikat jual beli atau pengalihan hak ini dilakukan dihadapan pejabat pembuat akta tanah, tetapi ada kalanya pelaksanaan jual beli ini dilakukan dihadapan notaris, yang dinamakan dengan perjanjian jual beli/perikatan jual beli. Akta otentik memiliki peranan penting apabila dalam pergaulan hukum di dalam masyarakat terdapat pelanggaran terhadap norma hukum. Pelanggaran terhadap
hukum
perdata
akan
menimbulkan
perkara
perdata
dan
untuk
menyelesaikannya harus sesuai dengan yang diatur dalam hukum acara perdata 3 . Keberadaan akta otentik disebabkan karena adanya alat bukti untuk perbuatan hukum tertentu. Dapat pula karena para pihak menghendaki agar perbuatan hukum yang mereka lakukan diwujudkan dalam bentuk akta otentik. Apabila terdapat
3
Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Umum, (Jakarta : Pustaka Kartini, 1997), halaman 6.
Universitas Sumatera Utara
penyimpangan yang menyangkut hal-hal yang bersifat formil maka hilanglah otensitas dari suatu akta. Untuk pembuatan akta pemindahan hak, PPAT berhak menolak untuk membuat akta apabila : 1. Tidak disertai sertifikat asli/sertifikat tidak cocok dengan daftar-daftar yang ada di kantor pertanahan. 2. Para pihak atau saksi-saksi tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak demikian. 3. Salah stu pihak bertindak atas dasar surat kuasa mutlak. 4. Belum ada izin dari suami/istri. 5. Sedang dalam sengketa/perkara dipengadilan negeri atau tidak dalam sita jaminan. Selain itu dalam membuat akta jual beli, PPAT harus memperhatikan beberapa hal, yang juga merupakan kewenangannya yaitu : 4 1. Kedudukan atau status penjual tanah adalah pihak yang berhak menjual tanah. 2. Penjual adalah pihak yang berwenang menjual. Dalam peraturan kepala badan pertanahan nasional nomor 6 tahun 1989 dan peraturan pemerintah nomor 37 tahun 1998, telah ditekankan beberapa perbuatan hukum yang menjadi tanggung jawab PPAT yaitu : 5
4
Effendi Perangin, Praktik Jual Beli Tanah, (Jakarta : Rajawali, 1990), halaman 2-7.
Universitas Sumatera Utara
1. Mengenai kebenaran dari kejadian yang termuat dalam akta misalnya mengenai jenis perbuatan hukum yang dimaksud oleh para pihak, mengenai sudah dilakukannya pembayaran dalam jual beli dan lain sebagainya. 2. Mengenai objek perbuatan hukum, baik data fisik maupun data yuridisnya. 3. Mengenai identitasnya para penghadap yang merupakan pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum (seperti KTP, SIM, passport). Hal penting yang harus diperhatikan di dalam pembuat akta jual beli yang dibuat oleh PPAT adalah identitas para penghadap dan bukti sah kepemilikan persil/tanah. Jika dalam hal pelaksanaan transaksi jual beli tanah, salah satu para penghadap bertindak berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh pemilik persil, maka PPAT harus teliti melihat tentang keabsahan suatu akta surat kuasa itu, apakah surat kuasa tersebut belum pernah dicabut atau dibatalkan, selain itu PPAT juga harus melihat apakah akta surat kuasa yang diberikan pemilik persil tersebut bertentangan dengan peraturan hukum yang ada atau tidak, sehingga penerima kuasa benar-benar melindungi si pemberi kuasa atau si pemilik persil. Sebagaimana diketahui dari Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, PPAT telah diberikan kewenangan oleh Pemerintah untuk melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data 5
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), halaman 93.
Universitas Sumatera Utara
pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu, sedangkan sebagian lagi dari kegiatan pendaftaran tanah tersebut dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud salah satunya adalah jual beli tanah. Dalam hukum adat jual beli tanah merupakan perbuatan hukum pemindahan hak dalam bentuk penyerahan bidang tanah oleh penjual kepada pembeli untuk selamalamanya dan pada waktu itu pula pembeli membayar harga tanahnya kepada penjual. Perbuatan jual beli tersebut sah apabila si penjual benar-benar orang yang berhak atas tanah itu atau kuasanya yang sah dan sipembeli juga tergolong orang yang berhak untuk mempunyai serta menguasai tanah itu. Dalam praktiknya masih saja ditemukan adanya jual beli tanah dengan menggunakan kuasa mutlak. Tentunya hal ini dapat merugikan pihak pembeli dikemudian hari, terutama dalam penerbitan surat tanda bukti hak/penyelesaian status hak atas tanah yang menggunakan surat kuasa mutlak. Seperti yang terjadi dalam kasus putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat nomor 94/Pdt.G/2005/PN.JKT.Pst, antara Tuan Randy dan Tuan Syukri (Penggugat I dan II) melawan Nyonya Ellisa (Tergugat), Haji Dana Sasmita (Turut Tergugat I) dan Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Pusat (Turut Tergugat II). Dalam hal kasus peralihan hak atas tanah dengan jual beli yang berdasarkan pada surat kuasa ini berasal dari suatu perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh Tuan Randy dengan Nyonya Elissa yang dituangkan dalam akta perjanjian kerjasama. Perjanjian ini dibuat dalam rangka
Universitas Sumatera Utara
menjalankan usaha penyedia barang dimana Tuan Randy memerlukan sejumlah dana untuk melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaannya, sedangkan nyonya Elissa akan menerima keuntungan beserta penyertaan modal awal tersebut dalam waktu 3 bulan sejak diberikannya modal awal tersebut. Sebagai jaminan pelaksanaan kerjasama tersebut, Tuan Syukri memberikan jaminan Sertipikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 2774 atas nama dirinya sendiri dengan disertai membuat akta kuasa menjual yang diberikan kepada Nyonya Ellisa. Ternyata Tuan Randy selama dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan yang diperjanjikan dalam perjanjian kerjasama, tidak/belum mengembalikan uang beserta keuntungannya. Dengan adanya wanprestasi yang dilakukan oleh Tuan Randy, maka Nyonya Ellissa menjual tanah berikut bangunan milik Tuan Syukri kepada dirinya sendiri yang dilakukan tanpa persetujuan Tuan Syukri dengan berdasarkan surat kuasa menjual. Padahal di dalam surat kuasa menjual yang dibuat antara Tuan Syukri dengan Nyonya Elissa, didalamnya terdapat salah satu syarat bahwa dalam kuasa menjual Tuan Syukri akan menunjuk property consultant untuk menentukan harga jual tanah berikut bangunan yang dijaminkan tersebut. Penjualan yang dilakukan oleh Nyonya Ellissa tanpa persetujuan property consultant menjadikan harga jual tanah berikut bangunan yang dilakukan berada dibawah harga normal.
Universitas Sumatera Utara
Namun bila diperhatikan lebih mendalam, pembuatan kuasa menjual tersebut merupakan perjanjian tambahan dari perjanjian kerjasama sebelumnya, sehingga kuasa menjual tersebut ada karena merupakan jaminan dari perjanjian kerjasama. Didalam kuasa menjual tersebut terdapat klausula-klausula yang di dalamnya mengandung unsur pengertian kuasa mutlak menurut instruksi menteri dalam negeri nomor 14 tahun 1982. Walaupun didalam kuasa menjual tersebut tidak ada pemakaian klausula “tidak dapat dicabut kembali” yang merupakan klausula yang secara nyata merupakan kuasa mutlak. Unsur kuasa mutlak yang dimaksud adalah dengan memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang haknya. Walaupun tidak secara nyata termasuk sebagai kuasa mutlak, tetapi dengan terkandungnya unsur dari pengertian kuasa mutlak yang telah dilarang penggunaannya melalui instruksi mendagri, maka kuasa menjual tuan Syukri kepada Nyonya Ellissa tersebut merupakan kuasa mutlak. Dengan demikian maka PPAT yang membuat akta jual beli tersebut dapat dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum karena dengan adanya perbuatan pembuatan akta jual beli yang tidak memperhatikan syarat yang terdapat dalam kuasa menjual dari Tuan Syukri kepada Nyonya Ellissa berupa penunjukkan pihak agen property consultant sebagai penentu harga. Dalam pembuatan akta jual beli tersebut PPAT dapat dianggap paling tidak telah memenuhi unsur kelalaian
Universitas Sumatera Utara
sehingga menimbulkan kerugian pada pihak Tuan Syukri. Sebagai pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, PPAT bertanggung jawab untuk memeriksa syarat-syarat sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan. Dengan demikian PPAT harus memiliki kecermatan, kemampuan dan kecakapan serta pengetahuan yang luas dalam bidang hukum pertanahan karena dengan ketidakcermatan atau ketidaktahuan akan berakibat fatal. PPAT juga wajib memberikan penjelasan kepada pihak yang menghadap, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, apa yang melanggar hukum dan apa yang tidak melanggar hukum.
B. Perumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam proposal ini adalah : 1. Bagaimana Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Dengan Adanya Kuasa Mutlak? 2. Bagaimana tanggung jawab PPAT yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta PPAT ? 3. Bagaimana akibat hukum terhadap akta PPAT yang dibuat oleh PPAT secara melawan hukum ?
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengkaji peranan pejabat pembuat akta tanah dalam peralihan hak atas tanah dengan adanya kuasa mutlak. 2. Untuk mengkaji tanggung jawab PPAT yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta PPAT. 3. Untuk mengkaji akibat hukum terhadap akta PPAT yang dibuat oleh PPAT secara melawan hukum.
D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya mengenai akta jual beli yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 2. Secara Praktis Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang diteliti dan disamping itu hasil penelitian ini dapat mengungkapkan teori-teori baru serta pengembangan teori-teori yang sudah ada.
Universitas Sumatera Utara
E. Keaslian Penulisan Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik perpustakaan pusat maupun yang ada di sekolah pasca sarjana Universitas Sumatera Utara, ternyata belum ditemukan judul mengenai Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah Yang Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pembuatan Akta PPAT (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 94/Pdt.G/2005/PN.Jkt.Pst). Namun ada penelitian yang menyangkut masalah aspek hukum peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh : 1. Husna, mahasiswa program pasca sarjana, studi magister kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2003, dengan judul “Analisa Hukum Terhadap Sengketa Akibat Peralihan Hak Atas Tanah (Studi Mengenai Akta yang dibuat PPAT di kota Banda Aceh. 2. Kartika Sari, mahasiswa program pasca sarjana, studi magister kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2004, dengan judul “Pemberian Kuasa Menjual Tanah Dalam Praktek Notaris (penelitian di Kota Medan)”. Akan tetapi materi, substansi dan permasalahan serta pengkajian dan penelitiannya berbeda sama sekali. Jadi dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggung jawabkan secara akademis.
Universitas Sumatera Utara
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi 1 , dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaran. 2 . Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis. 3 Teori yang akan dijadikan landasan dalam tesis ini adalah teori sistem hukum dari Lawrence M. Friedman, yaitu hukum dilihat sebagai suatu yang berdiri sendiri. Keterkaitan dengan elemen-elemen lain merupakan penanda khas atas sistem hukum tersebut. Elemen lain yang dimaksudkan friedman adalah ekonomi dan politik. Gambaran tentang kaitan antar subsistem tersebut tercakup dalam uraiannya mengenai sistem hukum dalam suatu masyarakat merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat tersebut. Tiga komponen utama yang dimiliki sistem hukum adalah legal
1
J.J.J. M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, (Jakarta : FE UI, 1996), halaman 203. M. Jolly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian (Bandung CV. Mandar Maju 1994) halaman 27 menyebutkan, bahwa teori yang dimaksud disini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut, tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasioal digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkn, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. 2 Ibid, halaman 16. 3 M. Solly Lubis, op cit, halaman 80.
Universitas Sumatera Utara
structure, legal substance, and legal culture. Ketiga komponen tersebut saling menentukan satu sama lainnya, demikian juga saling berpengaruh satu sama lainnya. 4 Komponen struktur hukum misalnya merupakan representasi dari aspek institusional (birokrasi) yang memerankan tugas pelaksanaan hukum dan pembuatan undang-undang. Substansi hukum, sebagai suatu aspek dari sistem hukum, merupakan refleksi dari aturan-aturan yang berlaku, norma dan perilaku masyarakat dalam sistem tersebut. Tercakup dalam konsep tersebut adalah bagaimana apresiasi masyarakat terhadap aturan-aturan formal yang berlaku. Disinilah muncul konsep hukum yang hidup dalam masyarakat (living law). Oleh karena itu, maka konsep legal subtance juga meliputi apa yang dihasilkan oleh masyarakat. 5 Sedangkan budaya hukum dimaksudkan sebagai sikap atau apresiasi masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum. Ke dalam komponen tersebut adalah kepercayaan terhadap hukum, nilai (value), ide atau gagasannya dan harapanharapannya. Dengan kata lain hal itu merupakan bagian dari budaya secara umum yang diorientasikan pada sistem hukum. Gagasan-gagasan dan opini harus dimengerti sebagai hal yang berhubungan dengan perkembangan proses hukum. 6 Sistem hukum, sebagai bagian dari sistem sosial harus dapat memenuhi harapan sosial. Oleh karena itu maka sistem hukum harus menghasilkan sesuatu yang 4
Lawrence M. Friedman, American Law, (New York-London : W.W. Norton & Company, 1984), halaman 5-6. 5 Ibid, halaman 6. 6 Ibid, halaman 218.
Universitas Sumatera Utara
bercorak hukum (output of law) yang pada dirinya signifikan dengan harapan sosial. Ada empat hal yang harus dihasilkan atau di penuhi oleh suatu sistem hukum:
7
1. Sistem hukum secara umum harus dapat mewujudkan apa yang menjadi harapan masyarakat atas sistem tersebut. 2. Harus dapat menyediakan skema normatif, walaupun fungsi penyelesaian konflik tidak semata-mata menjadi monopoli sistem hukum.Dimana sistem hukum harus dapat menyediakan mekanisme dan tempat dimana orang dapat membawa kasusnya untuk diselesaikan. 3. Sistem hukum sebagai kontrol sosial yang esensinya adalah aparatur hukum, Polisi dan hakim misalnya harus menegakkan hukum. 4. Dalam kaitan dengan fungsi kontrol sosial, desakan kekuatan sosial untuk membuat hukum, harus direspon oleh institusi hukum, mengkristalkannya, menuangkannya kedalam aturan hukum, dan menentukan prinsipnya. Dalam konteks ini, sistem dapat dikatakan sebagai instrumen perubahan tatanan sosial atau rekayasa sosial. Hukum pertanahan tidak terlepas dari sistem sosial, yang mana salah satu syarat untuk memperoleh Hak atas tanah harus melalui prosedur pendaftaran tanah yang tujuan pokoknya adalah adanya kepastian hak atas tanah. Dengan kepastian hak setidak-tidaknya akan dapat dicegah sengketa tanah. Dengan sertipikat tanah, maka jelaslah tanah tersebut sudah terdaftar di Kantor Pendaftaran tanah, sehingga setiap 7
Adrian Sutedi, Tinjauan Hukum Pertanahan, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2009), halaman 104.
Universitas Sumatera Utara
orang dapat mengetahui bahwa tanah tersebut telah ada pemiliknya. Demikian pula pendaftaran yang dilakukan atas hak seseorang mencegah klaim seseorang atas tanah kecuali dia lebih berhak dan dapat mengajukan ke pengadilan negeri setempat dengan membuktikan tentang kebenaran haknya itu sesuai dengan asas pendaftaran tanah yang negatif yang dianut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pada
dasarnya
tujuan
pelayanan
pendaftaran
tanah
adalah
untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam mencapai tujuan tersebut sasaran pemerintahan dalam mengelola pertanahan adalah catur tertib pertanahan, yaitu tertib hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah, dan tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup. Catur tertib pertanahan tersebut merupakan tugas yang tidak dapat dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional sendiri, tetapi merupakan tugas dan fungsi lintas departemen. Dari keempat tertib pertanahan tersebut di atas salah satu sasaran yang cukup urgen adalah menyangkut administrasi Pertanahan. Badan Pertanahan Nasional merupakan pelaku utama untuk tercapainya tertib administrasi pertanahan. Selain untuk mewujudkan tertib administrasi pertanahan, maka Badan Pertanahan Nasional sebagai organisasi publik mempunyai tugas pelayanan kepada masyarakat. Sebagai organisasi publik dan mendorong good governance, Badan Pertanahan Nasional sudah semestinya menciptakan pelayanan yang lebih transparan, sederhana, murah dan akuntabilitasnya dapat dipertanggung jawabkan kepada publik.
Universitas Sumatera Utara
Dalam rangka memberikan kepastian hukum atas hak dan batas tanah, Pasal 19 UUPA menugaskan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah yang sangat penting artinya untuk mendapat ketenangan dan kepercayaan diri bagi masyarakat yang mempunyai hak atas tanah. Pendaftaran tanah pertama kali yang meliputi kegiatan pengukuran dan pemetaan, pembukuan tanah, ajudikasi, pembukuan hak atas tanah dan penerbitan sertipikat memerlukan biaya yang relatif tinggi. 8 Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan memerlukan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuannya 9 agar orang dalam melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dengan tanah mendapat jaminan kepastian hukum dan jaminan kepastian hak atas tanah. Dengan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, siapa pun yang berkepentingan akan mudah mengetahui kemungkinan apa yang tersedia baginya untuk menguasai dan menggunakan tanah yang diperlukannya, bagaimana cara memperolehnya, hak-hak, kewajiban serta larangan-larangan apa yang ada didalam menguasai tanah dengan hak-hak tertentu, sanksi apa yang dihadapinya jika diabaikan
8
Adrian Sutedi, Tinjauan Hukum Pertanaha, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2009), halaman 2. 9 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Djambatan, 2005), halaman 69.
Universitas Sumatera Utara
ketentuan-ketentuan yang bersangkutan, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan penguasaan dan penggunaan tanah yang dipunyai. 10 Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah tersebut maka diperlukan Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai salah satu pelaksanaan pendaftaran tanah dengan membuat akta PPAT, di mana akta PPAT merupakan salah satu sumber utama kedalam rangka pemilharaan data pendaftaran tanah. Akta PPAT wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan hak dan pembebanan hak yang bersangkutan. PPAT sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta-akta mengenai tanah tentunya harus memiliki kemampuan dan kecakapan khusus di bidang pertanahan agar akta-akta yang dibuatnya tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari mengingat akta yang dibuatnya dapat digunakan sebagai alat bukti. PPAT telah diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu, 11 sedangkan sebagian lagi dari kegiatan pendaftaran tanah tersebut dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional. 10
Ibid., halaman 69. Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PP No. 37 Tahun 1998, Pasal 2 ayat (1). 11
Universitas Sumatera Utara
Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud salah satunya adalah jual beli tanah 12 dengan dibuatkan akta jual beli tanah oleh PPAT yang merupakan transaksi yang sering terjadi didalam kehidupan bagi setiap orang, tidak hanya untuk tempat tinggal melainkan juga sebagai investasi atau bisnis yang harganya cenderung meningkat dari waktu ke waktu, karena tanah semakin banyak dibutuhkan orang. Perbuatan jual beli adalah sah apabila si penjual benar-benar orang yang berhak atas tanah itu atau kuasanya yang sah dan si pembeli juga tergolong orang yang berhak untuk mempunyai serta menguasai tanah itu. Di dalam praktiknya, tidak sedikit PPAT yang mengalami masalah sehubungan dengan akta jual beli yang telah dibuatnya dinyatakan batal demi hukum oleh suatu putusan pengadilan sebagai akibat ditemukannya cacat hukum dalam perbuatannya ( setelah akta jual beli tersebut ditandatangani oleh para pihak bahkan setelah diterbitkan sertipikat oleh kantor pertanahan ) seperti dapat dilihat dalam kasus putusan nomor 94/Pdt.G/2005/PN.JKT.PST, yang terdapat adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Nyonya Ellisa dan PPAT Haji Dana Sasmita, SH dalam hal pembuatan akta jual beli yang tidak memenuhi ketentuan isi dari akta kuasa menjual yang diberikan Tuan Syukri kepada Nyonya Ellisa, dimana isi dari perjanjian tersebut harga jual tanah dan bangunan sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 2774 atas nama Tuan Syukri di tentukan melalui property consultan yang ditunjuk oleh Tuan syukri, akan tetapi Nyonya Elissa justru menentukan harga jual 12
Ibid, Pasal 2 ayat (2).
Universitas Sumatera Utara
tanah dan bangunan tersebut berdasarkan nilai jual objek pajak. Sehingga mengakibatkan akta tersebut batal demi hukum. Hal ini terjadi akibat adanya kelalaian yang dilakukan oleh PPAT sehingga mengakibatkan timbulnya kerugian bagi pihak lain yaitu tuan Syukri sebagai jaminan atas hubungan hukum hutang piutang dalam bentuk (formalitas) kerjasama dimana tuan Rendi meminjam uang kepada Nyonya Ellisa untuk menambah modal usaha sebesar Rp 800.000.000. (delapan ratus juta rupiah) yang harus dikembalikan dalam waktu 3 (tiga) bulan dengan memberi keuntungan sebanyak Rp 550.000.000 (lima ratus lima puluh juta) sehingga uang yang harus dikembalikan sebesar Rp. 1.350.000.000 (satu milyar tiga ratus lima puluh juta rupiah). Disamping itu akta kuasa menjual tersebut dapat dikualifisir sebagai akta kuasa mutlak yang tidak dapat ditarik kembali yang nyatanya bertentangan dengan Intruksi Mendagri Nomor 14 Tahun 1982. Dalam menciptakan dan menerapkan hukum, notaris/PPAT haruslah senantiasa berpedoman pada nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dimana nilai-nilai ini merupakan sumber dari norma bagi penegak hukum dalam menjalankan fungsinya sebagai aparatur Negara yang dimaksudkan disini adalah norma-norma atau kaidah-kaidah yang wajib ditaati oleh para penegak hukum atau pemelihara hukum, norma-norma tersebut perlu ditaati terutama dalam menegakkan hukum,
Universitas Sumatera Utara
menyusun serta memelihara hukum menurut O Notohamidjojo ada empat norma yang penting dalam penegakan hukum, yaitu : 13 1. Kemanusiaan Norma kemanusiaan menuntut supaya dalam penegakan hukum manusia senantiasa diperlakukan sebagai manusia, sebab ia memiliki keluhuran pribadi. 2. Keadilan Keadilan adalah kehendak yang kekal untuk memberikan kepada orang lain apa saja yang menjadi haknya. 3. Kepatuhan Kepatuhan adalah hal yang wajib dipelihara dalam pemberlakuan undang-undang dengan maksud untuk menghilangkan ketajamannya. Kepatuhan ini perlu diperhatikan terutama dalam pergaulan hidup manusia dalam masyarakat kejujuran. 4. Kejujuran Pemeliharaan hukum atau penegak hukum harus bersikap jujur dalam mengurus atau menangani hukum, serta dalam melayani justitiable yang berupaya untuk mencari hukum dan keadilan. Atau dengan kata lain, setiap yurist diharapkan sedapat mungkin memelihara kejujuran dalam artinya dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang curang dalam mengurus perkara. 13
E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum (Norma-norma Bagi Penegak Hukum), (Yogyakarta : Kanisius, 1995), halaman. 115.
Universitas Sumatera Utara
2. Kerangka Konsep Beberapa konsep dasar sehubungan penelitian ini dapat di jelaskan sebagai berikut : 1. Hukum adalah suatu peraturan yang menguasai tingkah laku dan perbuatan tertentu dari manusia dalam hidup bermasyarakat. 2. Perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang bertentangan dengan hukum objektif, hak subjektif perseorangan, kepatutan yang berlaku dalam masyarakat, tidak mempunyai hak sendiri. 14 3. PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan melawan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. 4. Akta adalah otentik, bukan karena penetapan undang-undang, akan tetapi karena dibuat dihadapan seorang pejabat umum. 5. Tanggung Jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu atau akibat perbuatan yang ditimbulkan dengan adanya kesengajaan ataupun kelalaian.
G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian
14
Jur Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2008 halaman 163.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian mengenai Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah Yang Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pembuatan Akta PPAT merupakan penelitian hukum normatif yang juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen, karena lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada diperpustakaan. Pelaksanaan penelitian normatif secara garis besar ditujukan kepada : 1. 2. 3. 4. 5.
Penelitian terhadap asas-asas hukum. Penelitian terhadap sistematika hukum. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum. Perbandingan Hukum. Sejarah Hukum. 15 Dari unsur-unsur penelitian hukum normatif tersebut diatas dikaitkan dengan
judul penelitian tersebut diatas, peneliti lebih memberatkan terhadap menemukan asas-asas hukum dalam peraturan PPAT mengenai kapan seorang PPAT dapat dikatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam menjalankan tugasnya serta sinkronisasi aturan-aturan hukum mengenai perbuatan PPAT ke dalam sistem hukum nasional di Indonesia. Penelitian ini dititik beratkan pada studi kepustakaan, sehingga data sekunder atau bahan pustaka lebih diutamakan dari data primer. Data sekunder yang diteliti terdiri atas : 1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat, antara lain berupa : 15
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1985), halaman 14.
Universitas Sumatera Utara
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun tentang Pendaftaran Tanah. c. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. d. Intruksi Mendagri Nomor 14 Tahun 1982. 2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer, antara lain : a. Rancangan peraturan perundang-undangan. b. Hasil karya ilmiah para sarjana. c. Hasil-hasil penelitian. 3. Bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan primer dan sekunder antara lain : a. Kamus besar bahasa Indonesia. b. Ensiklopedi Indonesia. c. Berbagai majalah hukum yang berkaitan dengan PPAT. 16
2. Metode Pendekatan Penelitian ini mempergunakan metode pendekatan deskriptif analisis dengan pendekatan yuridis normatif, dimulai analisis terhadap pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang menjadi permasalahan diatas, dengan mengingat permasalahan yang
16
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI. Press, 1984, halaman 52.
Universitas Sumatera Utara
diteliti berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yaitu hubungan peraturan satu dengan peraturan lain serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek.
3. Alat Pengumpulan Data Pada umumnya para peneliti mempergunakan alat pengumpulan data berupa: 1. Studi kepustakaan/studi dokumen (Documentary Study). 2. Wawancara (Interview). 3. Daftar pertanyaan (Kuesioner angket). Pada prakteknya ketiga jenis alat pengumpul data tersebut dapat dipergunakan secara bersama-sama, karena disamping studi kepustakaan, juga peneliti melakukan wawancara kepada penegak hukum lain dalam kaitannya dengan penelitian ini.
4. Prosedur Pengambil Data dan Pengumpul Data Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, dilaksanakan dua tahap penelitian : a. Studi Kepustakaan. Studi kepustakaan ini untuk mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapatpendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan. Kepustakaan tersebut dapat berupa peraturan perundang-undangan, karya ilmiah para sarjana dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
b. Studi Lapangan. Studi lapangan adalah cara memperoleh data yang bersifat primer. Hal ini akan diusahakan untuk memperoleh data-data dengan mengadakan tanya jawab (wawancara) dengan penegak hukum.
5. Analisis Data Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa secara kualitatif 17 yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Karena penelitian ini normatif , dilakukan interpretasi dan konstruksi hukum dengan menarik kesimpulan menggunakan cara deduktif menjawab dari permasalahan dan tujuan penelitian yang ditetapkan.
17
Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), halaman 10.
Universitas Sumatera Utara