BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Peran dan fungsi media massa begitu terasa dalam kehidupan masyarakat. Tidak dapat kita pungkiri, bahwa segala informasi yang kita dapat sekarang merupakan buah dari terpaan media massa. Televisi adalah medium komunikasi massa yang paling akrab dengan masyarakat karena kemampuannya mengatasi faktor jarak dan waktu. Dari semua media massa, televisi lah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia. Televisi dijejali hiburan, berita dan iklan. Masyarakat menghabiskan waktu menonton televisi sekitar tujuh jam dalam sehari (Izzati dan Prawira, 2014: 2) Sejarah perkembangan televisi dimulai dari dunia Barat, yakni ketika wilayah-wilayah di Amerika ramai-ramai mendirikan stasiun televisi yang bersifat lokal,
hingga pada perkembangannya stasiun televisi tersebut bersatu dan
membentuk stasiun televisi berjaringan yang tidak lagi memiliki cakupan secara lokal, melainkan secara nasional. Selanjutnya, fakta mengenai sejarah dunia pertelevisian Indonesia di mulai dengan lahirnya stasiun televisi pertama yakni Televisi Republik Indonesia (TVRI) pada bulan Agustus 1962 dengan slogan “Menjalin Persatuan dan Kesatuan”. TVRI tercatat sebagai televisi siaran terrestrial yang pertama dan satu-satunya milik pemerintah hingga awal 1990-an. Awalnya,
TVRI
merupakan
medium 1
pemerintahan
Soekarno
untuk
2
memperkenalkan dan menunjukkan eksistensi bangsa Indonesia pada dunia luar, khususnya melalui event Asian Games pada 24 Agustus - 4 September 1962 di Jakarta (Sudibyo, 2004: 94). Seiring
berjalannya
waktu,
dominasi
TVRI
semakin
berkurang.
Masyarakat semakin menyadari bahwa TVRI telah memonopoli informasi yang kelak mempunyai implikasi luar biasa terhadap proses demokratisasi ranah penyiaran dan kehidupan pers pada umumnya (Sudibyo, 2004: 98). Masyakat juga menyadari bahwa TVRI digunakan sebagai alat politik dalam pemerintahan kala itu. Setelah itu banyak muncul beberapa televisi swasta seperti RCTI pada 1988, SCTV pada Agustus 1989, TPI pada Desember 1990, ANTV pada 1993, menyusul Indosiar pada 1995. Dalam bukunya, Agus Sudibyo juga menguraikan bahwa jumlah stasiun televisi semakin bertambah seiring dengan diterbitkannya Surat Keterangan Menteri Penerangan SK Menpen No. 384/SK/Menpen/1998 yang diterbitkan Departemen Penerangan Republik Indonesia. Surat Keterangan tersebut berisi pemberian ijin siar kepada Trans TV, Metro TV, Lativi, Global TV, dan TV 7. (Sudibyo, 2004: 99). Tahun selanjutnya, pemerintah terus mendukung laju pertumbuhan stasiun televisi dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Tentunya, melalui penerbitan perundangundangan tersebut, kita dapat mengetahui bahwa pemerintah memberikan dukungan dan peluang terhadap perkembangan stasiun televisi Indonesia. Selain dukungan dari pemerintah, perkembangan stasiun televisi juga dipengaruhi oleh tingginya tingkat popularitas televisi di kalangan masyarakat
3
sebagai medium dalam mendapatkan informasi. Pada bulan Mei 2014 Lembaga riset AGB Nielsen melaksanakan Pengukuran Kepemirsaan TV untuk 10 kota besar di Indonesia (Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang, Bandung, Makassar, Yogyakarta, Palembang, Denpasar, dan Banjarmasin) dengan populasi pemirsa televisi sebanyak 49.525.104 individu yang berusia 5 tahun ke atas. Melalui release nya, AGB Nielsen menyatakan bahwa secara keseluruhan konsumsi media di kota-kota baik di Jawa maupun luar Jawa menunjukkan bahwa televisi masih menjadi medium utama yang dikonsumsi masyarakat Indonesia (95%), disusul oleh internet (33%), radio (20%), surat kabar (12%), tabloid (6%) dan majalah (5%)
(http://www.nielsen.com/id/en/press-room/2014/nielsen-konsumsi-media-
lebih-tinggi-di-luar-jawa.html pada 15 Maret 2015). Melalui data yang diperoleh dari
Asiawaves (sebuah lembaga yang
melakukan survei bidang penyiaran baik televisi maupun radio dengan daya jangkau nasional hingga lokal pada wilayah Asia Tenggara dan Asia Selatan), diketahui bahwa di Indonesia terdapat 12 televisi yang memiliki jangkauan siar secara nasional yaitu ANTV, Global TV, Indosiar, Metro TV, MNC TV (perubahan dari TPI), RCTI, SCTV, Trans TV, Trans 7 (perubahan dari TV 7), TVE (Televisi Edukasi), TVOne (perubahan dari Lativi), dan TVRI. Selain televisi yang memiliki daya jangkau nasional, jumah stasiun-stasiun televisi lokal juga mimiliki angka yang tinggi, yakni terdapat sekitar 158 saluran televisi yang tersebar
diberbagai
kota
di
Indonesia
(lihat
lampiran
4).
(http://www.asiawaves.net/indonesia-tv.htm pada 15 Maret 2015). Melalui data tersebut terdapat indikasi bahwa tingginya tingkat konsumsi terhadap televisi
4
diiringi pula oleh bertambahnya jumlah stasiun televisi di Indonesia yang kian meningkat, baik yang memiliki daya jangkau nasional maupun lokal. Menurut Jimmy Silalahi, Ketua Harian Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), jumlah televisi lokal yang tidak sedikit itu sejalan dengan era desentralisasi dan otonomi daerah yang digulirkan selepas era reformasi „98. Stasiun televisi lokal dibentuk dengan keseimbangan prinsip idealisme dan komersialisme, diantaranya untuk menanamkan kecintaan budaya lokal dalam diri pemuda
Indonesia
dan
melestarikan
budaya
(http://www.perspektifbaru.com/wawancara/953 diakses pada 15 Maret 2015). Stasiun televisi lokal memiliki karakteristik dan tujuan yang beragam, Agus Sudibyo dalam bukunya Ekonomi Politik Media Penyiaran Indonesia (2004: 103) membagi karakteristik televisi lokal
menjadi tiga jenis yakni televisi
komunitas, televisi swasta lokal, dan televisi publik daerah yang kesemuanya dibedakan oleh tujuan pengelola dan sumber daya pengelola stasiun televisi terkait. Televisi lokal memegang peranan yang penting bagi kemajuan daerahnya, dengan melakukan pengenalan-pengenalan mengenai potensi yang ada di daerahnya bahkan dapat menjadi sarana untuk mensosialisasikan programprogram Pemerintah Daerah agar diketahui masyarakatnya. Hal ini senada dengan apa yang diungkapakan oleh Febriyana (2013: 341) bahwa melalui televisi lokal, masyarakat dapat mengetahui budaya, peristiwa maupun info terbaru dari daerahnya bahkan perkembangan apa saja yang terjadi di daerahnya. Hal tersebut
5
dapat menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap daerah serta budayanya, karena masyarakat dapat mengenal daerahnya dengan baik Kabupaten Kebumen merupakan satu diantara banyak kabupaten yang memiliki stasiun televisi lokal. Stasiun televisi lokal milik Kabupaten Kebumen yang diberi nama Ratih TV tersebut dirintis pada tanggal 12 Mei 2003 saat penandatanganan kerjasama siaran berjaring antara Pemerintah Daerah Kebumen dengan SCTV ditandai dengan diterbitkannya Naskah Kesepakatan Bersama Nomor 4 Tahun 2003 tentang Penyiaran Televisi Pada PT Surya Citra Televisi. Pada tanggal 27 Oktober 2003 dilakukan uji coba siaran pada kanal 52 UHF yang pada waktu itu masih menempati salah satu ruangan di stasiun Radio Siaran Pemerintah Daerah (RSPD) IN FM (Febriyanto, 2011 :7). Selanjutnya, ijin siaran Ratih TV semakin diperkuat dengan diterbitkannya Surat Izin Gubernur Jawa Tengah No.483/47/2004 Tanggal 23 Agustus 2004 tentang Pemberian Izin Siaran Percoban Televisi Lokal Kepada Koperasi Duta Wicara (pengembang siaran di Kebumen) dan pada tahun 2006, Bupati Kebumen kembali menerbitkan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 14 tahun 2006 tentang Pendirian Lembaga Penyiaran Publik Lokal Televisi Kabupaten Kebumen (lihat lampiran 8, 9, 10). Berdasarkan undang-undang yang telah disebutkan sebelumnya dan berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 maka Ratih TV dikategorikan sebagai Lembaga Penyiaran Publik Lokal.
6
Gambar 1.1 Lambang Ratih TV Kebumen (http://www.kebumenkab.go.id/index.php/public/diseminasi/detail/41 diakses 15 Maret 2015) Menurut Drs. Drajat Triwibowo (Kepala Bagian Humas Setda Kabupaten Kebumen) pada wawancara pra survei pada tanggal 9 Agustus 2015, saat ini Ratih TV bekerja sama dengan Lembaga Penyiaran Publik Nasional yakni TVRI. Hal ini didasarkan kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik pada Bab III Pendirian Dan Perizinan Pasal 7 sebagai berikut: 1) RRI dan TVRI merupakan lembaga penyiaran yang telah berdiri dan ditetapkan sebagai Lembaga Penyiaran Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. 2) RRI dan TVRI berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan cabang-cabangnya berada di daerah. 3) Lembaga Penyiaran Publik Lokal merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh pemerintah daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atas usul masyarakat. 4) Lembaga Penyiaran Publik Lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat didirikan di daerah provinsi, kabupaten, atau kota dengan kriteria dan persyaratan sebagai berikut: a. Belum ada stasiun penyiaran RRI dan/atau TVRI di daerah tersebut; b. Tersedianya alokasi frekuensi; c. Tersedianya sumber daya manusia yang profesional dan sumber daya lainnya sehingga Lembaga Penyiaran Publik Lokal mampu melakukan paling sedikit 12 (dua belas) jam siaran per hari untuk radio dan 3 (tiga) jam siaran per hari untuk televisi dengan materi siaran yang proporsional;
7
d. Operasional siaran diselenggarakan secara berkesinambungan. 5) Lembaga Penyiaran Publik Lokal yang telah beroperasi sebelum stasiun penyiaran RRI dan/atau TVRI didirikan di daerah layanan siaran Lembaga Penyiaran Publik Lokal tersebut, tetap dapat melaksanakan operasinya. 6) Lembaga Penyiaran Publik Lokal dapat bekerja sama hanya dengan RRI untuk Lembaga Penyiaran Publik Lokal radio, dan dengan TVRI untuk Lembaga Penyiaran Publik Lokal televisi. (www.bpkp.go.id/uu/filedownload/4/60/860.bpkp diakses pada 25 April 2016). Sesuai dengan hasil kesepakatan bersama dan peraturan yang menyatakan bahwa adanya keharusan Lembaga Penyiaran Lokal untuk bekerjasama dengan Lembaga Penyiaran Publik Nasional yakni TVRI, saat ini jam kosong pada frekuensi siaran Ratih TV digunakan untuk siaran (relay) acara TVRI Jawa Tengah. Selain itu, secara teknis pemancar Ratih TV ditempatkan pada pemancar TVRI di Desa Bumiayu Kebumen. Dalam perkembangannya, Ratih TV mengalami beberapa kali perubahan jam siar. Secara garis besar terbagi menjadi dua waktu yaitu pagi dan sore. Namun, sekarang Ratih TV mengudara pukul 14.30 WIB hingga pukul 20.30 WIB. Dari segi bahasa, Ratih TV menyisipkan aksen Ngapak yang merupakan logat bahasa Kebumenan, konten-konten berita dan siarannya nya tidak jauh dari kehidupan masyarakat Kebumen seperti acara musik yang menampilkan band indie (lokal) asal Kebumen, liputan sekolah-sekolah yang berada Kebumen, acara jual-beli barang, dialog pemerintahan, kesenian dan budaya, hingga potensi ekonomi lokal
daerah Kebumen. Tentunya, Keberadaan Ratih TV sebagai
stasiun televisi lokal akan membuat variasi pada tayangan televisi yang selama ini
8
dikonsumsi oleh masyarakat khususnya Kabupaten Kebumen yang didominasi oleh program-program dan informasi bersifat nasional. Ratih TV juga mengadakan kerjasama antara lain dengan Antara, Akindo Yogyakarta (Akademi Komunikasi Indonesia) dan Televisi Bumi Hijau yakni sebuah production house yang memproduksi tayangan tentang pendidikan alam sekitar dan problematikanya. Kerjasama dalam hal penyiaran tersebut juga didasarkan kepada peraturan-peraturan mengenai siaran pada Ratih TV yakni Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 11 Tahun 2009 tentang pembentukan Lembaga penyiaran Publik Lokal Televisi Kabupaten Kebumen pada pasal 39 tentang Isi Siaran. Kerjasama ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sekaligus sebagai daya tarik terhadap minat pemirsa utama, yaitu masyarakat kabupaten Kebumen (wawancara kepada Febby Ari Kurniawan ,Kepala Bagian Pemrograman Ratih TV, pada 7 September 2015). Ratih TV merupakan proyek pemerintah Kabupaten Kebumen yang saat ini digunakan sebagai salah satu dari lima strategi komunikasi yang diprogramkan oleh Bagian Humas Sekretaris Daerah Kabupaten Kebumen. Ratih TV di bentuk dengan tujuan sebagai alat komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat dengan memuat berbagai kegiatan dan program pemerintah
serta sebagai sumber
pendidikan, informasi, hiburan, dan pengawasan sosial bagi masyarakat dan kegiatan kepemerintahan (penjelasan dari Ibu Dewi Indri Astuti sebagai Kasubag Kemitraan dan Analisis Media pada kegiatan Kuliah Kerja Komunikasi penulis, Juli 2014).
9
Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society menerangkan bahwa
cara yang baik untuk
menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?. Paradigma Lasswell tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni: komunikator (communicator, source, sender), pesan (message), media (channel, media), komunikan (communicant, communicatee, receiver, recipient), dan efek (effect, impact, influence) Jadi, berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2006: 10). Berdasarkan kepada paradigma Lasswell, posisi Pemerintah Kabupaten Kebumen dalam proses ini merupakan komunikator yakni pihak penyampai pesan yang berasal dai pemerintahan itu sendiri. Pesan yang disampaikan berupa informasi
kegiatan
pemerintah,
kebijakan,
program-program
pemerintah
(keterangan Direktur Umum Ratih TV, pada 7 September 2015). Ratih TV diposisikan sebagai media (channel) yang digunakan sebagai sarana dalam menyampaikan pesan-pesan tersebut kepada masyarakat Kebumen yang dalam hal ini merupakan komunikan sebagai penerima pesan. Melalui proses penyampaian pesan hingga penerimaan pesan, Pemerintah Kabupaten Kebumen mengharapkan feedback dari masyarakat melalui Ratih TV guna membangun pemerintahan yang baik sesuai dengan azas good local government (mewujudkan tata pemerintahan lokal yang baik) yang tercantum dalam misi Ratih TV Kebumen.
10
Pada tahun 2014, Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL)
Ratih
Kebumen terpilih sebagai LPPL dengan Program TV Lokal terbaik versi Anugerah Penyiaran KPID 2014 (http://www.jatengprov.go.id/id/newsroom/ratihtv-peroleh-anugerah-penyiaran-kpid-2014
diakses
pada
23
April
2016).
Selanjutnya, pada 22 Mei 2015, Ratih TV menjadi LPPL rujukan bagi Panitia Khusus Raperda tentang Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) dari Provinsi Kepulauan Riau. Mereka melakukan studi banding ke Ratih TV untuk melihat bagaimana Pemerintah Kabupaten Kebumen mengelola dan mengoperasionalkan Ratih TV, hasil yang didapat akan digunakan sebagai masukan kepada Pansus LPPL TV Kepri. Dipilihnya Ratih TV mengingat LPPL tersebut telah menjadi LPPL pertama di Provinsi Jawa Tengah yang berdiri sejak 2003 (http: //kpid.kepriprov.go.id/index.php/111-berita/576-pansus-lppl-tpk-konsultasiranperda diakses pada 23 April 2016). Melalui hal tersebut, terlihat bahwa Ratih TV merupakan LPPL yang memliki prestasi dalam dunia pertelevisian. Ratih TV juga merupakan sebuah modal dan peluang besar yang dimiliki oleh Kabupaten Kebumen, mengingat tidak semua pemerintah daerah memiliki stasiun televisi lokal sendiri. Namun, pada tahun 2015, KPID Jawa Tengah kembali mengadakan malam Anugrah Penyiaran, kali ini Ratih TV gagal mendapatkan penganugrahan seperti pada tahun sebelumnya. Gelar LPPL Terbaik berturut-turut jatuh kepada TATV
Surakarta,
LPPL
Batik
TV
Pekalongan,
TVKU
Semarang
(http://kpid.jatengprov.go.id/articles/pages/malam-anugerah-penyiaran-jawatengah-2015?article_id=131 diakses pada 18 Mei 2016). Selain itu, melalui Fans
11
Page Facebook resmi milik Ratih TV, peneliti juga melihat adanya beberapa keluhan netizen mengenai kualitas siaran dan coverage area Ratih TV yang masih terbatas di wilayah Kabupaten Kebumen (lihat lampiran 11). Melalui kedua hal tersebut menandakan bahwa telah terjadi adanya penurunan prestasi dari Ratih TV yang ditahun sebelumnya berhasil mendapatkan juara pertama, serta menandakan adanya hal-hal penting pada pertelevisian yang belum dapat dicapai oleh Ratih TV. Keberadaan dan keadaan Ratih TV penting untuk diperhatikan karena Ratih TV merupakan channel atau saluran komunikasi antara pemeritah daerah kepada masyarakat. Apabila saluran yang digunakan oleh pemerintah kurang efektif maka proses komunikasi akan terhambat dan sulit untuk mencapai mutual understanding antara keduanya. Sebagai sebual LPPL milik pemerintah, Ratih TV harus mampu mencapai tujuan organisasi secara maksimal serta menciptakan stasiun televisi lokal yang memberikan siaran yang berkualitas, kreatif, dan dinamis sehingga tidak sekedar menjadi tontonan tapi sekaligus tuntunan bagi pemirsanya. Dalam hal ini yang diperlukan adalah optimalisasi pada kegiatan Manajemen Penyiaran yang meliputi kegiatan manajemen pada tingkat pengelola Ratih TV serta aplikasi manajemen pemrograman dalam pengelolaan program-program acara di Ratih TV. Kegiatan manajemen penyiaran merupakan kegiatan manajemen yang khas mengingat orgaisasi penyiaran berbeda dengan organisasi pada umumnya, manajemen penyiaran dilakukan agar organisasi penyiaran dapat berkembang secara sehat dan wajar sebagaimana layaknya suatu organisasi penyiaran (Wahyudi, 1994:42).
12
Selanjutnya, kegiatan manajemen program penting dilakukan supaya pesan-pesan pemerintah dapat diterima dengan baik oleh masyarakat, dan pemerintah mampu mengolah kembali feedback yang diberikan. Atas dasar tersebut peneliti ingin melihat bagaimanakah kegiatan manajemen penyiaran yang dilakukan oleh pengelola Ratih TV Kebumen melalui penelitian berjudul MANAJEMEN MEDIA PENYIARAN PADA RATIH TV KEBUMEN (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Kegiatan Manajemen Media Penyiaran pada Ratih TV Sebagai Lembaga Penyiaran Publik Lokal di Kabupaten Kebumen Tahun 2015). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kegiatan manajemen penyiaran yang diterapakan dalam mengelola Ratih TV sebagai stasiun televisi lokal milik pemerintah? 2. Bagaimanakah kegiatan manajemen pemrograman yang dilaksanakan oleh Ratih TV dalam mengelola program siarannya? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penilitian ini adalah: 1. Mengetahui dan menjelaskan kegiatan manajemen penyiaran pada Ratih TV sebagai salah satu Lembaga Penyiaran Publik Lokal di Kabupeten Kebumen. 2.
Mengetahui dan menjelaskan kegiatan majanemen pemrograman pada proses produksi program pada Ratih TV Kebumen.
13
3.
Mengetahui dan menjelaskan kendala-kendala Ratih TV sebagai sebuah Lembaga Penyiaran Publik Lokal.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan gambaran dan informasi tentang pengelolaan Lembaga Penyiaran Publik
Lokal Ratih TV Kebumen melalui
kacamata manajemen penyiaran. 2.
Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Kebumen, khususnya dalam mengelola dan mengembangkan Ratih TV. b. Sebagai bahan informasi bagi pembaca dan pihak-pihak yang nantinya akan melakukan penelitian lebih mendalam mengenai Ratih TV Kebumen.
E. Kajian Teori 1.
Komunikasi Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa manusia lainnya. Proses kehidupan antar manusia dijalin melalui kegiatan komunikasi, baik melalui ucapan, gerak, maupun isyarat lainnya. Melalui komunikasi manusia dapat mengubah dan memengaruhi orang lain sikap orang lain, komunikasi memungkinkan perpindahan dan penyebaran ide kepada orang lain, atau penemuan ide baru (Darwanto, 2011: 2).
14
Semakin bertambahnya tingkat pengetahuan manusia, penelitian mengenai komunikasi banyak dilakukan oleh para ahli. Harold Laswell menyatakan bahwa proses komunikasi dapat dijabarkan dengan menjawab pertanyaan ”Who say what, in which channel, to whom and what effect”. Laswell (dalam Darwanto, 2011:4) menekankan adanya lima unsur penting dalam terjadinya proses komunkasi yakni: a. Who,
merupakan
unsur
yang
terdapat
pada
sumber/
komunikator. b. Say what, merupakan unsur yang terdapat pada isi pesannya. c. In which channel, merupakan unsur media yang dipergunakan. d. To whom, merupakan unsur sasarannya. e. And what effect, merupakan unsur akibat yang ada.
Bagan 1.1 Unsur dalam Proses Komunikasi (Effendy, 2006: 18) Dari pendapat tersebut, jelas bahwa komunikasi tidak semata-mata meyampaikan pesan atau informasi dengan tujuan tertentu, tetapi yang lebih penting yakni tentang ”efek” dari komunikasi itu sendiri (Darwanto, 2007: 05).
15
Tujuan dari proses komunikasi tersebut adalah tercapainya saling pengertian (mutual understanding) antara kedua belah pihak (Ruslan, 2007:81). Tentunya, pertukaran informasi dari sender sebagai komunikator kepada receiver sebagai komunikan merupakan proses yang penting untuk diperhatikan, agar pesan-pesan yang disampaikan dan feedback
dapat
dimaknai dengan baik supaya tujuan yang ingin dicapai oleh komunikator dapat terpenuhi. 2. Komunikasi Massa Batasan mengenai komunikasi massa menurut Bittner, J.R adalah pesan komunikasi melalui media massa kepada orang banyak. Bittner lebih menekankan kepada pesan komunikasinya. (Darwanto, 2007: 28). Menurut Jay Black dan Frederick C. Whitney (1988) meyebutkan , “Mass communication is a process whereby mass-produced message are transmitted to large anonymous, and heterogeneous masses of receivers” (Nurrudin, 2006: 12). Pernyataan Jay Black ini hampir serupa dengan apa yang diungkapkan oleh Jalaludin Rakhmat bahwa komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonym melalui media cetak atau elektronis sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Jalaludin, 1986: 178). Melalui pernyataan-pernyataan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa komunikasi massa merupakan sebuah proses yang diproduksi secara massal yang kemudian disebarkan melalui sebuah media yang
16
menjangkau penerima pesan yang luas secara fisik berdasarkan wilayah, individu yang menjadi sasaran tidak saling mengenal, dan penerima bersifat heterogen (penerima pesan memiliki berbagai perbedaan seperti perbedaan usia, pekerjaan, status, dan lain sebagainya namun memiliki kepentingan yang sama. Elemen atau unsur dalam komunkasi secara umum juga berlaku pada komunikasi massa, perbedaan antar keduanya terletak pada jumah pean berlipat-lipat yang sampai kepada penerima. Terdapat beberapa elemen dalam komunikasi massa antara lain komunikator, isi, audience, umpan balik, gangguan, gatekeeper, pengatur, filter, dan efek (Nurrudin, 2006: 96). Lebih dalam lagi, dalam buku Pengantar Komunikasi Massa Nurrudin (2006: 96-136) menjelaskan elemen-elemen komunikasi massa adalah sebagai berikut: a. Komunikator, yakni kumpulan orang-orang yang bekerjasama satu sama lain dalam sebuah organisasi, lembaga, institusi, atau jaringan. b. Isi, terbagi atas berita dan informasi, analisis dan interpretasi, pendidikan dan sosialisai, hubungan masyarakat dan persuasi, iklan dalam bentuk penjualan, dan hiburan. Isi media dapat menjadi alat penghubug antar berbagai pihak yang menjadi sasaran media terkait.
17
c. Audience, merupakan penerima pesan dalam komunikasi massa dalam jumlah yang besar tetapi dapat saling mereaksi pesan yang diterima. d. Umpan balik (feedback), terdapat dua jenis yakni umpan bali secara langsung dan umpan balik tidak langsung. Dalam komunikasi massa cenderung terjadi secara tidak langsung. e. Gangguan, meliputi gangguan saluran dan gangguan semantik. Gangguan saluran lebih merujuk kepada gangguan yang disebakan oleh kendala teknis, sedangkan gangguan sematik berhubungan dengan tata kalimat dan bahasa. f. Gatekeeper (penampis informasi), merupakan orang/ bagian yang sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa. Gatekeeper ini berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan dan mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami. Gatekeeper yang maksud antara lain seperti reporter, editor film atau
surat
kabar,
manajer
pemberitaan,
penjaga
rubrik,
kameramen, sutradara dan lembaga sensor dimana semua sangat mempengaruhi bahan-bahan yang akan dikemas dalam pesanpesan dari media massa g. Pengatur, adalah mereka yang secara tidak langsung ikut mempengaruhi proses aliran pesan media massa. Pengatur tesebut antara lain pengadilan, pemerintah, konsumen, organisasi
18
professional, dan kelompok penekan, termasuk narasumber, dan pengiklan. Pengatur bukanlah gatekeeper. Wilayah gatekeeper didalam media (part of the media institution) mempengaruhi secara langsung kebijakan media. Sementara pengatur ada diluar media dapat berupa masyarakat atau pemerintah (external agent of the public), tetapi secara tidak langsung ikut memengaruhi kebijakan media. h. Filter, merupakan kerangka pikir melalui mana audience menerima pesan. Filter dibagi menjadi tiga jenis yakni filter psikologis, filter fisik, dan filter budaya. Semua filter tersebut akan memengaruhi kuantitas dan kualitas pesan yang diterima dan respon yang dihasilkan. Sementara itu, audience memili perbedaan filter satu sama lain. Kaitan antara media massa dan pemerintah dijelaskan oleh Fred Fedler dalam bukunya An Introduce To The Mass Media, terdapat tiga dasar utama untuk menjelaskan hubungan antara media massa dan pemerintah. (Fedler, 1978: 175) : a. The Media and government are adversaries. Berdasarkan pernyataan ini, terdapat konflik alamiah antara keduanya, media menjadikan dirinya sebagai “watch dog” dalam kegiatan pemerintah. Jurnalis yang memegang prinsip ini percaya bahwa mereka
bertanggung
jawab
untuk
mengekspos
kecacatan
19
(kekurangan)
pemeritah
dan
mencegah
pemerintah
menyalahgunakan kewenangannya. b. The Media and government are partners rather than adversaries (partnership theory). Pernyataan ini mengandung arti bahwa media
dan
pemerintah
saling
ketergantungan.
Reporter
mempercayakan informasi yang ber asal dari pemerintah, dan pegawai pemerintahan berkooperasi dengan jurnalis karena merekan membutuhkan publikasi yang menguntungkan bagi diri merekadan
kebijaksanaannya.
Tanpa
media,
lembaga
pemerintahan akan sulit berkomunikasi dan mendapatkan dukungan dari masyarakat. Studi yang ada menjelaskan bahwa reporter cenderung menghormati lembaga yang memiliki posisi dan
kewibawaan.
Reporter
kemungkinan
besar
menaruh
simpatinya kepada lembaga tersebut, menjadi “teman”, dan menerima pandangan mereka. c. Reporters are “participant” in government. Pernyataan tersebut menganut paham bahwa reporter dalam media merupakan partisipan dalam kegiatan pemerintahan. Mereka melaporkan kegiatan pemerintah kepada masyarakat. Kemudian, pemerintah mempelajari tanggapan masyarakat lewat media. Selanjutnya, pemberitaan pada media akan berganti setelah permasalah yang menjadi prioritas telah diselesaikan.
20
Membicarakan tentang media masaa, menurut Harold Laswell (dalam Darwanto, 2007: 32) media massa memiliki fungsi utama sebagai berikut, yakni: a. The surveillance of the environment, bahwa media massa berfungsi sebagai pengamat lingkungan. b. The correlation of part of society inresponding to the environment, artinya, media massa berfungsi untuk melakukan seleksi, evaluasi dan interpretasi dari informasi. c. The transmission of the social heritage from one generation to the next yaitu media massa berperan sebagai sarana untuk menyampaikan nilaidan warisan sosialbudaya dari satu generasi ke generasi yang lain. 3. Lembaga Hubungan Masyarakat Dalam Pemerintahan Hubungan masyarakat (humas) atau sering disebut dengan istilah Public Relation hampir terdapat pada seluruh lembaga ataupun organisasi. Dalam aktifitasnya, Public Relation berhubungan langsung
dengan
stakeholder organisasi terkait. W Emerson Reck dalam (Oemi, 2001: 25) pada buku Dasar-Dasar Public Relations mendefiisikan Public Relation sebagai berikut “Public Relations is the continued process of keying policies, services and action to the best interest of those individual and groups whose confidence and goodwill an individual or institution policies, services and action to assure complete understanding and appreciation” Definisi tersebut mengemukakan bahwa Public Relations adalah kelanjutan dari proses penetapan kebijaksanaan, penentuan pelayanan dan
21
sikap yang disesuaikan dengan kepentingan orang-orang atau golongan agar orang atau lembaga tersebut memperoleh kepercayaan dan good will dari masyarakat. Kemudian, pada tahun 1986 menurut Bovee and Arens (dalam Maulana, 2014: 32 ) pengertian Public Relation adalah: “Every company, organization, association, and government body has groups of people who are affected by what that organization does or says. These groups might be employees, customers, stakeholders, competitors, or just the general populations of customers. Each of there groups may be referred to as one of the organization’s “publics”. To manage the organization’s relationship with these publics, the process called Public Relations (PR) is used.” Artinya setiap perusahaan, organisasi, perkumpulan dan badanbadan
pemerintah
mempunyai
kelompok-kelompok
orang
yang
dipengaruhi oleh tindakan atau ucapan perusahaan. Kelompok-kelompok ini bisa berupa para karyawan, pelanggan, pemegang saham, para pesaing atau hanya sekelompok konsumen. Kelompok ini masing-masing bisa disebut sebagai “organization’s public”. Untuk mengatur hubungan antara organisasi dengan publiknya, proses yang digunakan ini disebut dengan hubungan masyarakat (Humas). Berbagai institusi, khusunya dalam institusi pemerintah, pranata hubungan masyarakat (Public Relation) diharapkan mampu menyalurkan dan menampung segala bentuk keluhan, usulan, informasi, kebijakan, dan segala bentuk program kerja pemerintah untuk kepentingan masyarakat luas. Oleh karena itu proses penyampaian segala bentuk informasi tersebut
22
harus dijalankan dengan pelayanan, sikap, dan strategi penyampaian informasi yang baik. John D. Millet (dalam Ruslan, 2001: 108) mengemukakan beberapa peran Humas/ Public Relation dinas instansi atau lembaga pemerintahan, yakni sebagai berikut: a. Mengamati dan mempelajari keinginan-keinginan, dan aspirasi yang terdapat dalam masyarakat (learningabout public desires and aspiration). b. Kegiatan untuk memberikan nasihat atau sumbang saran dalam menanggapi apa yang sebaiknya dapat dilakukan instansi/ lembaga pemerintah seperti yang dikehendaki oleh pihak publiknya (advising the public about what is should desire). c. Kemampuan
untuk
mengusahakan
terciptanya
hubungan
memuaskan antara publik dengan para pejabat pemerintahan (ensuring satisfactory contact between public and government official). d. Memberikan penerangan dan informasi tentang apa yang telah diupayakan oleh suatu lembaga/ instansi pemerintahan yang bersangkutan (informing and about what agency is doing). Sedangkan menurut Dimock dan Koening mengatakan bahwa tugas dan kewajiban pihak humas lembaga pemerintahan adalah sebagai berikut (Ruslan, 2001: 108):
23
a. Berupaya
memberikan
penerangan
atau
informasi
kepada
masyarakat tentang pelayanan masyarakat (public services), kebijaksanaan, serta tujuan yang akan dicapai oleh pihak pemerintah dalam melaksankan program kerja pembangunan tersebut. b. Mampu menanamkan keyakinan dan kepercayaan, serta mengajak masyarakat dalam partisipasinya untuk melaksanakan program pembangunan diberbagai bidang, seperti social, ekonomi, hukum, politik, serta menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban nasional. c. Keterbukaan dan kejujuran dalam memberikan pelayanan serta pengabdian dari aparatur pemerintah bersangkutan perlu dijaga atau dipertahankan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing secara konsisten serta professional. Melalui beberapa hal yang telah di ungkapkan oleh para pakar tersebut, lembaga hubungan masyarakat dalam institusi pemerintahan memegang peranan penting sebagai jembatan atara pemerintah dan masyarakat. Pranata humas wajib menjaga hubungan baik antar keduanya, supaya saling mengerti satu sama lain dan menciptakan pemerintahan yang mampu bersinergi antara pemerintah dan masyarakat. 4. Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) Berdasarkan Undang- undang Penyiaran nomor 32 Tahun 2002 pemahaman mengenai televisi lokal masih belum spesifik, belum jelas antara definisi, batasan dan varian televisi lokal. Diversifikasi mengenai
24
televisi lokal masih terpisah-pisah sehingga agak sulit untuk memahami antara lembaga penyiaran komunitas, lembaga penyiaran swasta, dan lembaga penyiaran publik. Khusus Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) pada Undang-Undang Penyiaran nomor 32 Tahun 2002 pasal 14 ayat 1 dan 3 menjelaskan bahwa: “Lembaga Penyiaran Publik Lokal adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. yang bertempat di daerah provinsi, kabupaten, atau kota”. Kemudian, mempermudah pemahaman mengenai televisi lokal, Agus Soedibyo (2008:107) pada buku Ekonomi Politik Media Penyiaran memperjelas dan mempermudah
klasifikasi televisi lokal kedalam
beberapa jenis, yakni: a. Televisi Komunitas Pada Undang-Undang Penyiaran No. 32/2002 pasal 20 ayat (1) menjelaskan bahwa lembaga penyiaran komunitas adalah: “Lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirkan oleh komunitas tertentu, bersifat independen dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah luas jangkau wilayah terbatas, serta untuk melayani komunitasnya.” Pada lembaga penyiaran komunitas, dalam hal ini adalah televisi komunitas, peraturan pemerintah tidak memperbolehkan adanya iklan dan bentuk usaha lainya yang berientasi pada keuntungan atau laba atau bisa disebut dengan not-profit oriented. Iklan yang di munculkan hanya boleh berupa iklan layanan
25
masyarakat (ILM) ilkan komersial diperbolehkan dalam batasan non-hard-selling product (bukan penjualan langsung). Kemudian, dana pengembangan pada stasiun televisi komunitas bersumber dari sponshorship program acara, iuran, hibah, dan sumbangan yang bersifat tidak mengikat. Atas beberapa hal tersebut, televisi komunitas akan bertanggung jawab kepada komunitas. Secara organisasi, lembaga penyiaran komunitas harus nonpartisan, tidak mewakili organisasi atau lembaga asing, serta tidak menyebarkan kepentingan propaganda bagi kelompok atau golongan
tertentu.
Selanjutnya,
sifat
“komunitas”
dapat
ditentukan melalui variable geografis dan variable identitas. Contohnya televisi kampus (bagi civitas akademika perguruan tinggi) seperti UNS TV, dan BINUS TV. b. Televisi Swasta Lokal Televisi swasta lokal memiliki tipikal yang hampir sama dengan televisi swasta nasional. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002
pasal 16 ayat (1) tentang Penyiaran disebutkan
bahwa “Lembaga penyiaran yang bersifat komersial terbentuk badan
hukum
Indonesia
yang
bidang
usahanya
hanya
menyelenggarakan jasa penyiaran televisi (maupun Radio)” . Kemudian pada pasal 31ayat (1) menyebutkan bahwa “Lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi terdiri atas stasiun penyiaran jaringan dan/atau
26
stasiun penyiaran lokal” pasal tersebut dibuat berdasaran adanya petimbangan untuk memimalisasi adanya monopoli kepemilikan media televisi oleh pemodal tertentu, serta untuk melakukan desentraliasi modal dan akmulasi kentungan dalam bisnis penyiaran sesuai dengan otonomi daerah. Beberapa televisi lokal yang saat ini ada di Indonesia yakni JTV di Surabaya milik Jawa Pos Media Televisi, Banyumas TV (BMS TV) di Purwokerto milik PT Citra Banyumas Televisi, dan Borobudur TV di Semarang milik PT Televisi Semarang Indonesia. c. Televisi Publik Daerah Tidak
hanya
oleh
komunitas
dan
pihak
swasta,
kemunculan stasiun televisi – televisi lokal juga ada yang didominasi oleh unsur pemerintah daerah, baik pada tingkat propinsi, maupun kabupaten/kota yang kemudian digolongkan sebagai televisi publik daerah. Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 menegaskan bahwa lembaga penyiaran publik dapat didirlkan di tingkat proponsi, kabupaten, dan kota. Berdasarkan undang-undang tersebut , Televisi Publik Daerah disebut dengan istilah Lembaga Penyiaran Publik Lokal. Untuk melihat dengan jelas perbedaan antara televisi lokal komunitas, swasta, dan publik dapat dilihat pada daftar lampiran yang tersedia pada bagian akhir penulisan ini (lampiran 5).
27
Sebagai tambahan informasi, pada tahun 2002 muncul sebuah lembaga bernama ATVLI ( Asosiasi Televisi Lokal Indonesia) yang merupakan wadah dari pengelola televisi lokal baik komunitas, swasta, ataupun publik. 5. Manajemen Penyiaran Kegiatan manajemen memegang penting dalam keberhasilan pada setiap organisasi maupun kelompok. Secara umum pengertian manajemen menurut James F. Stoner (1982) merupakan proses perencanaan, pengroganisasian, pengarahan, dan pengawasan para anggota dan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Handoko, 1993:8). J. F. Stoner menekankan bahwa manajemen dititikberatkan pada proses dan sistem. Oleh sebab itu jika dalam proses dan sistem perencanaan, pengroganisasian, pengarahan, penganggaran, dan pengawasan berjalan maksimal, maka proses manajemen secara keseluruhan juga maksimal. Tidak terkecuali lembaga media penyiaran, demi mencapai keberhasilan visi dan misi. Kualitas modal, sumber daya manusia, dan peralatan tidak serta merta menjadi kunci satu-satunya keberhasilan sebuah lembaga media peyiaran, namun juga berkaitan kemampuan pimpinan dalam mengelola dan mengatur sumber daya yang telah dimiliki. Pada buku Dasar-dasar Manajemen Penyiaran, J. B Wahyudi mengartikan manajemen penyiaran sebagai kegiatan manajemen yang dintegrapkan dalam organisasi penyiaran, yaitu organisasi yang mengelola
28
siaran (Wahyudi, 1994: 39). Manajemen penyiaran digunakan sebagai motor
penggerak
organisasi
penyiaran
dalam
mencapai
tujuan
penyelanggaran penyiaran. J. B. Wahyudi Menggunakan teori “Input-Output Model” dari Henry Fayol dan Frederick Taylor, sedangkan pendekatan penyiaran dipergunakan teori “Komunikasi Matematika” dari Claude Shannon dan Warren Weaver yang menjelaskan adanya pengimpitan (kombinasi) antara penerapan sistem manajemen pada sistem kerja pada sebuah lembaga penyiaran agar organisasi penyiaran dapat berkembang secara sehat dan wajar sebagaimana layaknya suatu organisasi.
.
.
Input
.
Transformation Process
Output
External Environment (Feedback) Bagan 1.2 Input Output Model (Wahyudi, 1994: 43) a. Input J. B. Wahyudi (1994:46) menjelaskan bahwa input merupakan bahan baku dasar yang akan diolah menjadi acara siaran
adalah
informasi.
Informasi
ini
diolah
di
dalam
.
29
transformation process dengan berbagai pertimbangan dan sarana pengolahan. Berbagai pertimbangan dan sarana itu adalah: 1) Filosofi, ideologi, tujuan, misi, fungsi dan tugas, 2) Norma, etika, estetika, adat istiadat, dan nilai budaya yang dianut, 3) Kode moral dan kode etik profesi penyiaran, 4) Hasil riset khayalak dan evaluasi, 5) Situasi dan kondisi bangsa dan negara (termasuk sistem politik), 6) Kemampuan sarana, dana dan tenaga, 7) Status stasiun penyiaran dan lain-lain. Bahan baku informasi bisa tentang apa saja yang dapat dibagi menjadi lima golongan besar, yaitu (Wahyudi, 1994:46): 1) Pendidikan/ agama 2) Kebudayaan 3) Hiburan 4) Berita/ penerangan 5) Iklan dan public service Informasi yang akan diolah harus dicari, dikumpulkan, diseleksi, diolah, dan disiarkan kepada khayalak dengan tujuan yang jelas dan tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku pada sebuah lembaga penyiaran.
30
b. Proses Transformasi (Transformation Process) Proses transformasi mengandung beberapa unsur yakni manusia (pemimpin/manajer, staf, pelaksana), dana, sarana dan prasarana. Ketiga unsur manajemen diatas harus diolah melalui keterampilan
manajemen
(managerial
skill).
Keterampilan
manajemen disini menjadi fungsi manajer/ pemimpin, yaitu bagaimana mengelola manusia, dana, sarana
dan prasarana,
seminimal mungkin (efektif) (Wahyudi, 1994:47). Efesien diterapkan secara wajar, sesuai dengan keperluan penyiaran. Artinya, setiap pekerjaan, jumlah tenaga, dana, sarana dan prasarana ditetapkan secara profesional.
Pada proses
transformasi dibutuhkan adanya keterampilan manajerial, dan tipe kepemimpinan/managership/leadership yang mampu memberikan keteladanan, motivasi, dorongan kepada staf dan pelaksana melalui langkah manajemen yang tepat. c. Output Output atau keluaran merupakan hasil perencanaan yang diolah melalui proses transformasi melalui kegiatan manajemen. Dengan demikian, output akan selalu berimpit dengan tujuan yang hendak dicapai. Dalam dunia penyiaran, output adalah program acara (siaran). Setiap program acara memiliki sasaran yang berbeda tergantung audiens yang menjadi sasaran, supaya pesan-pesan yang
31
terkandung dalam program acara tersebut dapat dimengerti oleh khalayak(Wahyudi, 1994:98). Menurut Morrisan (2013: 218-229)
output atau program
acara dibagi menjadi dua bagian yakni program informasi dan program hiburan. 1) Program informasi, berisi program yang memberikan bayak informasi untuk memenuhi rasa ingin tahu penonton terhadap suatu hal, terdiri atas : a) Berita Keras/ Hard News {berita langsung (straight news), berita ringan (feature), berita hiburan (infotaiment ) } b) Berita Lunak/ Soft News {berita kekinian (current affair),
magazine,
dokumenter,
perbincangan
(talkshow ) } 2) Program Hiburan, yakni segala bentuk siaran yang bertujuan untuk menghibur audiens, terdiri dari: a) Drama (Sinetron & Film) b) Musik c) Permainan (kuis , ketangkasan , reality show, hidden camera, compettion show, relationship show, fly on the wall, mistik) d) Pertunjukan (sulap, lawak , ceramah agama, wayang dan sebagainya).
32
Pada tahapan selanjutnya, salah satu faktor yang menjadi input adalah arus balik (feedback) dari khalayak setelah di evaluasi guna menyempurnakan langkah selanjutnya, untuk menghasikan output yang lebih baik. Dalam
penelitian
ini,
penulis
mengkombinasikan
model
manajemen Input-Output pada bagian proses transformasi dengan unsur manajemen penyiaran yang disampaikan oleh Peter Pringle yang diiulas kembali oleh Morrisan pada buku Manajemen Media Penyiran (2008). Berikut adalah fungsi manajemen yang dilakukan oleh general manager pada lembaga media penyiaran: a. Perencanaan Kegiatan perencanaan mencakup kegiatan penentuan tujuan (objectives)
media
penyiaran.
Dalam
perencanaan
harus
diputuskan, apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan siapa melakukannya (Morrisan, 2013: 138). Perencanaan yang baik dapat dicapai dengan mempertimbangkan kondisi diwaktu yang akan datang dalam mana perencanaan dan kegiatan yang diputuskan akan dilaksanakan, serta periode sekarang pada saat rencana dibuat. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sebuah proses perencanaan adalah penetapan tujuan organisasi yang dinyatakan lewat pencanangan visi dan misi organisas yang telah ditetapkan. Selain penetapan tujuan, perencanaan sangat terkait dengan anggaran yang disediakan untuk mencapai tujuan atau target
33
tertentu yang ditetapkan pada tahap perencanaan (Morrisan, 2013: 147). b. Pengorganisasian Pengorganisasian merupakan sebuah proses penyusunan struktur organisasi
yang sesuai dengan tujuan organisasi,
sumberdaya yang dimiliki dan lingkungan yang melingkupinya (Morrisan, 2013: 150). Dalam proses pengorganisasian, ada beberapa hal yang disasar yakni pengaturan sumber daya manusia dan materi dalam suatu struktur formal dimana tanggung jawab diberikan kepada berbagai unit, posisi dan personel tertentu. Proses ini memungkinkan konsentrasi dan koordinasi kegiatan dan pengawasan terhadap upaya-upaya untuk mencapai tujuan media penyiaran. c. Pengarahan & Memberikan Pengaruh. Dalam kegiatan ini Peter Pringle (dalam Morrisan, 2013: 162) menyebutkan bahwa The influencing or directing functions centers on the stimulation of employees to carry out their responsibilities with enthusiasm and effectiveness. Hal tersebut menganduung arti bahwa fungsi mempengaruhi atau mengarahkan terpusat pada stimulasi karyawan untuk melaksanakan tanggung jawab mereka dengan atusiasme dan efektif. Terdapat Empat kegiatan penting dalam kegiatan pengarahan dan memberikan pengaruh yakni pemberian motivasi, komunikasi, kepemimpinan, dan pelatihan.
34
d. Pengawasan Merupakan proses untuk mengetahui seberapa besar tujuan organisasi telah tercapai atau belum (Morrisan 2013: 167). Pengwasan merupakan penilaian pada kegiatan sebelumnya yakni perencanaan,
pengorganisasian,
penyusunan
personalia,
dan
pengarahan. Peter Pringle dalam bukunya berjudul “Electronic Media Management”
menjelaskan bahwa Few management position
offers challenges equal to those of managing a commercial radio or television station (Pringle, 1991: 2). Pringle menyadari bahwa dalam mengelola media penyiaran baik televisi maupun radio memiliki tantagan yang besar. Lebih lanjut, Morrisan menjelaskan bahwa terdapat dua tantangan besar dalam pengelolaan media penyiaran yakni Sebagai perusahaan, media penyiaran dalam kegiatan operasionalnya harus dapat memenuhi harapan pemilik dan pemegang saham untuk menjadi perusahaan yang sehat dan mampu menghasilkan keuntungan. Kemudian yang kedua, media penyiaran harus mampu memenuhi kepentingan masyarakat (komunitas) dimana media bersangkutan berada, sebagai ketentuan yang harus dipenuhi ketika media penyiaran bersangkutan menerima izin siaran (lisensi) yang diberikan Negara (Morrisan, 2013:134). Maka dari itu kegiatan manajemen diperlukan dalam pengelolaan media penyiaran supaya tujuan organisasi mampu tercapai secara
35
maksimal dalam keseimbangan antara seluruh pihak yang terkait dan para stakeholder. Pencapaian sebuah hasil yang efektif dan efisien tentunya dipengaruhi oleh kegiatan manajemen dalam perumusan tujuan organisasi yang jelas. Pada umumnya, tujuan media penyiaran dapat dibagi menjadi tiga hal yakni ekonomi, pelayanan, dan personal (Morrisan, 2013: 140). 1. Tujuan ekonomi: mencangkup hal-hal yang terkait dengan posisi keuangan media penyiaran yang bersangkutan dengan perhatian utamanya tertuju pada
target pendapatan, target
pengeluaran, target keuntungan, target rating yang ingin dicapai. 2. Tujuan pelayanan: mencangkup kegiatan penentuan program yang dapat menarik audien, penentuan program yang dapat memenuhi minat dan kebutuhan audien sekaligus kegiatan penentuan peran media penyiaran di tengah masyarakat. 3. Tujuan personal: adalah tujuan individu yang bekerja pada media penyiaran yang bersangkutan. Pada umumnya, individu bekerja untuk mendapatkan penghasilan namun ada pula yang bertujuan untuk mendapatkan pengalaman, keahlian, kepusan kerja, dan sebagainya. Setiap tujuan yang ada dimaksudkan sebagai alat untuk mengkoordinasi dan sinkronisasi antara kegiatan yang dijalankan oleh
36
pengelola media dengan tujuan utama media penyiaran. Secara umum, tujuan-tujuan yang ada pada sebuah media penyiaran tertuang dalam visi dan misi perusahaan yang kemudian dijadikan landasan untuk menyusun rencana dan strategi selanjutnya yang tercantum pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) media penyiaran. 6. Manajemen Strategis Program Siaran Peter Pringle (1991) dalam bukunya berjudul Electronic Media Management juga menjelaskan bahwa strategi program yang ditinjau dari aspek manajemen atau sering juga disebut dengan manajemen strategis program siaran. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengartikan program siaran adalah program yang berisi pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, suara dan gambar, atau yang berbentuk grafis atau karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang disiarkan oleh lembaga penyiaran (dalam P3SPS tahun 2012). Selanjutnya Djamal menyebutkan bahwa program siaran merupakan satu bagian atau segmen dari isi siaran radio atau televisi secara keseluruhan sehingga memberikan pengertian bahwa dalam siaran keseluruhan terdapat beberapa program yang diudarakan (Djamal dan Fachruddin, 2013: 150). Definisi tersebut memberikan pejelasan bahwa dalam sebuah program siaran stasiun televisi tersusun atas beberapa program siaran yang berisi pesan tertentu yang memiliki pengaturan dan peletakan waktu tertentu sesuai dengan jenis program serta kesepakatan dari pihak
37
pengelola stasiun penyiaran terkait yang pada akhirnya akan tersusun menjadi sebuah jadwal siaran. Selanjutnya Manajemen strategis program siaran terdiri dari perencanaan program, produksi dan pembelian program, eksekusi program, serta pengawasan dan evaluasi program (Morrisan, 2013: 273) yang akan dijelakan pada uraian dibawah ini. a.
Perencanaan Program Pada stasiun televisi, perencanaan program diarahkan pada produksi program yaitu program apa yang akan diproduksi, pemilihan program yang kan dibeli (akuisisi) dan penjadwalan program untuk menarik sebanyak mungkin audien yang tersedia pada waktu tertentu (Morrisan, 2013: 274). Perencanaan program perlu untuk dilakukan agar program sesuai dengan ciri khas masyarakat dan daerah. Dengan adanya perencanaan ini, sehingga output program nantinya akan sesuai dengan konsep dan tujuan dari lembaga penyiaran terkait. Segala sesuatu yang berhubungan dengan program akan dibicarakan dalam proses perencanaan ini, mulai dari jenis program, jadwal tayang, dan hubungannya dengan pengiklan (http://journal.unair.ac.id/downloadfullpapersArtikel%20Jurn al%20%20Tantri%20Yudhientia%20070610351%20(B).doc diakses pada 6 Mei 2015).
38
Perencanaan program biasanya menjadi tanggungjawab manajemen puncak stasiun penyiaran. Dalam perencanaan program ini, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penentuan program, diantaranya yaitu pengelola atau pemilik stasiun, audiens, pemasang iklan atau sponsor, serta regulator (Morissan 2013: 275). b. Produksi dan Pembelian Program Dalam buku Manajemen Media Penyiaran, Morrisan (2013) menjelaskan bahwa setelah tahap perencanaan program, langkah selanjutnya yaitu melaksanakan rencana program yang telah dibuat, atau dengan kata lain disebut dengan produksi program (Morrisan 2013: 305). Dilihat dari siapa yang memproduksi program, maka terdapat dua tipe program, yaitu program yang diproduksi sendiri dan program yang diproduksi pihak lain. Produksi program yang dilakukan dengan membeli program dari pihak lain biasa disebut outsourcing, sementara yang diproduksi sendiri biasa disebut in house production. Pertimbangan untuk outsourcing maupun in house tidak lepas dari kesiapan sumber daya manusia, finansial, dan teknologi yang telah dimiliki oleh masing-masing stasiun televisi (Sugihartono, 2009: 5).
39
c.
Eksekusi Program Eksekusi program mencakup kegiatan menayangkan program sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan (Morrisan, 2013: 342).
Eksekusi ini merupakan proses
pelaksanaan dari rencana program yang telah dibuat. Eksekusi program ini hendaknya dibuat sedemikian rupa agar tidak menyimpang terlalu jauh dari perencanaan semula. Sesuai dengan sifat media penyiaran yang tidak bisa diulang (kecuali progam rerun), maka konsep program, waktu penayangan, audiens, kompetitor diperhatikan dengan seksama. d. Pengawasan dan Evaluasi Program Pengawasan dan evaluasi program merupakan tahapan untuk melihat apakah program yang ditayangkan sudah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak (Morrisan 2013: 354). J. B Wahyudi juga menjelaskan bahwa dalam program acara yang memperoleh banyak perhatian khalayak, berarti memiliki rating yang tinggi. Pada saat inilah, pengelola program acara dapat memanfaatkan untuk pencapaian tujuan, baik yang bersifat idiil (non-profit) atau materiil (profit). Hal ini tergantung kepada stasiun penyiaran (Wahyudi: 1994: 98). Proses pengawasan dan evaluasi ini untuk menentukan seberapa jauh suatu rencana dan tujuan sudah dapat dicapai atau diwujudkan oleh stasiun penyiaran. Pada tahap ini
40
nantinya akan dievaluasi apa saja yang menjadi kelebihan dan kekurangan selama pelaksanaan program. Puas atau tidaknya khalayak terhadap satu mata acara yang disiarkan dapat dipantau dari hasil penelitian lapangan, atau pendapat mereka yang dipantau secara lisan maupun melalui media massa cetak. Suara ini harus memeproleh perhatian khusus pengelola siaran, sebab jika rasa puas mereka tidak terpenuhi maka akan berubah menjadi antipati (Wahyudi, 1994: 99). Penyampaian ketidakpuasan masyarakat atas program televisi disampaikan oleh masyarakat secara langsung kepada pihak pengelola televisi, baik secara personal maupun melalui customer service yang telah ditunjuk sebelumnya oleh pengelola, atau melalui media massa cetak seperti koran yang diterbitkan di wilayah bersangkutan. Oleh sebab itu, pengelola sebaiknya memantau setiap media yang kemungkinan besar berisi pendapat dari masyarakat. F. Kerangka Pemikiran Bagian Humas dan Protokol Sekretariat Kabupaten Kebumen pada dasarnya berfungsi sebagai penghubung antara lembaga pemerintahan dan masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya, Bagian Humas dan Protokol sebagai perpanjangan tangan dari Pemerintah Kabupaten Kebumen memiliki lima strategi komunikasi yang bertujuan untuk menyebarluaskan informasi, kegiatan serta program dari
41
pemerintah ataupun menampung aspirasi masyarakat yang ditujukan guna membangun pemerintahan yang baik. Strategi komunikasi yang diprogramkan oleh Bagian Humas dan Protokol yaitu penerbitan Majalah Wamas (Wawasan Masyarakat), penyelenggaraan siaran Radio In FM, penerbitan Direct Mail: Surat Dari Bupati, pembentukan Bakohumas (Badan Koordinasi Kehumasan), dan penyelenggaraan siaran Ratih TV. Ratih TV dicanangkan sebagai salah satu program strategi komunikasi tersebut telah mengudara sejak tahun 2003 pada era kepemerintahan Bupati Rustriningsih. Ratih TV merupakan salah satu keistimewaan dan modal besar bagi Pemerintah Kabupaten Kebumen dan masyarakatnya karena tidak semua lembaga pemerintahan kabupaten atau kota memiliki stasiun televisi guna mendukung kegiatan
komunikasi
pemerintah.
Dalam
perkembangannya,
Ratih
TV
memperoleh respon positif dari pemerintah daerah lain, hal ini tercermin dari kunjungan-kunjungan yang telah terlaksana, selain itu Ratih TV Kebumen juga terpilih sebagai LPP Lokal dengan Program TV Lokal terbaik versi Anugerah Penyiaran KPID 2014. Sebuah lembaga ataupun perusahaan memiliki tujuan yang tercantum dalam visi dan misi. Tentunya, dalam lembaga penyiaran visi dan misi tidak lepas dari kegiatan organisasi dalam mencapai kesepakan dan kemudian berujung pada program yang diproduksi yang tentunya mengandung maksud dan tujuan tertentu. Sebagai LPP Lokal, Ratih TV mengemas program acara dengan konten lokal serta memiliki peraturan khusus dalam pengopersiannya. Tidak seperti televisi swasta yang berorientasi pada pendapatan iklan, biaya operasional Ratih
42
TV dibebankan kepada APBD dan pendapatan iklan yang hanya 15% dari keseluruhan jam tayang, untuk itu Ratih TV harus mampu menyajikan program televisi terbaik dan semaksimal mungkin karena tanggung jawabnya sebagai media komunikasi milik pemerintah daerah.
Bagan 1.3 Skema Kerangka Pemikiran
G. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Pada penelitian mengenai kegiatan Manajemen Penyiaran pada Ratih TV Kebumen, penulis menggunakan metode penelitian Deskriptif Kualitatif. Metode Deskriptif merupakan metode penulisan yang isinya memaparkan situasi atau peristiwa, tidak mencari atau menjelaskan hubungan, serta tidak menguji hipotesis atau memberi prediksi. Tujuannya adalah untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dengan gejala yang lain dalam suatu masyarakat (Koentjaraningrat, 1994:29). Penelitian kualitatif lebih mementingkan makna dan tidak ditentukan oleh kuantitasnya. Data yang dikumpulkan berwujud kata-kata dalam kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih dari sekedar angka atau jumlah. Metode
43
penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalamdalamnya dengan pengumpulan data sedalam-dalamnya (Kriyantono, 2008: 56). Melalui metode ini, peneliti ingin mengetahui data kegiatan manajemen penyiaran pada Ratih TV melalui pemaparan-pemaparan yang diberikan oleh para informan dan data yang telah didapatkan. Data yang diperoleh akan dianalisis sedemikian rupa, guna memperoleh informasiinformasi yang bermuara kepada sebuah kesimpulan. 2. Lokasi dan Objek Penelitian Lokasi dalam penelitian ini adalah Studio Ratih TV Kebumen yang beralamat di Jalan Kutoarjo No. 9 Kebumen, Jawa Tengah. Peneliti memilih lokasi tersebut karena Studio Ratih TV merupakan pusat kegiatan Ratih TV. Seluruh aktivitas manajemen dan kegiatan produksi diselenggarakan pada satu lokasi yang telah terorganisasi. 3. Teknik Penentuan Sample Sebagaimana diungkapkan Pawito, teknik penentuan subjek penelitian komunikasi kualitatif berbeda dengan kuantitatif, dimana kualitatif lebih mendasarkan diri pada alasan atau pertimbangan-pertimbangan tertentu (purposeful selection) sesuai dengan tujuan penelitian. Oleh karena itu, sifat metode penarikan subjek dari penelitian kualitatif adalah purposive sampling (Pawito, 2007: 35). Alasan dan pertimbangan dalam pengambilan subyek dalam penelitian ini adalah dimana subyek memiliki data atau pengetahuan serta memiliki keterkaitan dan kapasitas mumpuni terkait dengan fungsi dari
44
Ratih TV, selain itu peneliti juga meminta rekomendasi kepada pihak yang berkaitan dengan permasalah yang dihadapi oleh peneliti meliputi kegiatan manajemen pada organisasi penyiaran dan kegiatan manajemen pada kegiatan produksi program acara. Untuk memperoleh data yang akan diolah menjadi informasi, peneliti memilih subyek dalam penelitian ini adalah pengelola dan kru Ratih TV yang ada pada jajaran manajemen Ratih TV. yang terdiri dari direktur umum yaitu Bapak Muchriyanto, direktur operasional yaitu Bapak Darsono, kepala bagian pemrograman yaitu Bapak Febby Ari Kurniawan, dan teknisi yaitu Bapak Paryanto. 4. Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan data langsung melalui kegiatan wawancara yang dilakukan kepada informan yang telah ditentukan sebelumnya yakni penglola Ratih TV Kebumen. b. Data Sekunder Peneliti mencari data sekunder yang bersumber pada literaturliteratur tertulis yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian ini seperti buku umum mengenai manajemen, buku laporan milik Ratih TV, catatan, artikel pada internet dengan sumber terpercaya, jurnal ilmiah, arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi lembaga-lembaga yang relevan seperti surat
45
keputusan yang diterbitkan oleh pemerintah dan undang-undang terkait pendirian Ratih TV Kebumen. 5. Teknik Pengumpulan Data a.
Wawancara Menurut Moleong (2008: 35) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang akan mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Pada penelitian ini, wawancara dilakukan secara langsung dengan informan secara terpisah di lingkungannya masingmasing. Wawancara dilakukan dengan informan yang dianggap berkompeten dan dapat memberikan data yang cukup dalam penelitian ini. Informan tersebut yakni: Direktur Umum Ratih TV, Direktur Operasional, Kepala Bagian Pemrograman, Bagian Teknik , serta para pihak yang terlibat langsung dalam pengelolaan Ratih TV.
b.
Observasi Menurut Marshall bahwa melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku. Peneliti menggunakan observasi langsung serta menggunakan jenis observasi partisipasi pasif yang dalam hal ini peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut (Sugiyono, 2008: 227). Pada penelitian ini, peneliti melakukan observasi pada kegiatan-
46
kegiatan yang dilakukan oleh para pengelola dan crew Ratih TV, baik saat menjalankan tugas maupun pada waktu luang mereka. c.
Studi Dokumentasi Dokumen merupakan catatan Dokumen
bisa
berbentuk
peristiwa yang sudah berlalu.
tulisan
gambar,
atau
karya-karya
monumental dari seseorang. Hasil penelitian dari observasi atau wawancara akan menjadi lebih dapat dipercaya apabila didukung oleh adanya dokumen (Sugiyono, 2008:240). Sebelum penelitian lapangan, peneliti telah melakukan telaah terhadap buku literatur, majalah, jurnal, hasil seminar, artikel baik yang tersedia dalam media online maupun yang ada dalam perpustakaan. Data-data juga diperoleh dari dokumen-dokumen resmi lembaga yang terkait dalam penelitian ini seperti Surat Keputusan (SK) dan undang-undang yang berkaitan dengan Ratih TV. 6. Teknik Analisis Data Informasi dan data yang telah terkumpul sebelumnya melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian ini kemudian akan dianalisis untuk memperoleh kesimpulan akhir. Peneliti menggunakan analisis yang terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
47
Ba gan 1. 4 Skema Analisis Penelitian Kualitatif (Sutopo, 2002: 96) H. B Sutopo (2002:96)
dalam bukunya berjudul Metodologi
Penelitian Kualitatif, menjelaskan bahwa dalam proses analisis terdapat tiga komponen utama yang harus benar-benar dipahami oleh peneliti kualitatif. Tiga komponen utama tersebut adalah: a. Reduksi data Reduksi data merupakan proses seleksi untuk melakukan pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data dari catatan lapangan. Reduksi data penting untuk dilakukan mengingat banyaknya jumlah dan jenis data kasar yang diperoleh dari lapangan. Hal-hal yang tidak penting dibuang untuk menghindari bias. b. Sajian data Langkah selanjutnya adalah penyajian data berupa data sistematis yang disertai dengan matriks sebagai pendukung sajian data. Menggunakan kalimat yang mudah dipahami, runtut dan dapat mendeskripsikan mengenai kondisi lapangan.
48
c. Penarikan simpulan dan verifikasi Simpulan perlu diverifikasi agar data benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
Oleh
karena
itu,
perlu
dilakukan
pengulangan untuk tujuan pemantapan dan penelusuran data kembali. 7. Teknik Validitas Data Untuk menguji keabsahan data yang telah terkumpul sehingga dapat diperoleh validitas data yang akan dipertanggungjawabkan, maka diperlukan
triangulasi
data.
Pattoon
(dalam
Pawito,
2008:
99)
mengungkapkan terdapat beberapa metode trianggulasi data. Pada penelitian ini, triangulasi data yang diganakan adalah. 1. Triangulasi data, yakni menunjuk pada upaya peneliti untuk mengakses sumber-sumber yang lebih bervariasi guna memperoleh data dengan berkenaan dengan persoalan yang sama. 2. Triangulasi metode, yakni menunjuk pada upaya peneliti dalam membandingkan data-data yang telah diperoleh dengan menggunakan suatu metode tertentu. Misalnya perbandingan data yang didapat selama observasi dan wawancara mengenai persoalan yang sama.