BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Risiko gagal bayar dari sebuah negara dapat diukur melalui premi risiko dari surat utangnya yang dapat dilihat dari sovereign bond spread1. Sovereign bond spread merupakan biaya yang ditanggung pemerintah untuk melakukan peminjaman, dan menunjukkan perbedaan biaya yang harus ditanggung karena risiko dari surat utang yang diterbitkan. Semakin tinggi kemungkinan gagal bayar maka sebuah negara cenderung memiliki sovereign bond spread yang besar dan sebaliknya, negara dengan kemungkinan gagal bayar rendah akan memiliki sovereign bond spread yang rendah. Sovereign bond spread suatu negara biasanya memiliki tren yang searah dengan harga Credit Default Swap (CDS) dari surat utang negara tersebut, hal ini menandakan bahwa semakin besar risiko dari surat utang negara akan berimplikasi pada semakin besar biaya untuk menanggung risiko. Hubungan sovereign bond spread dan risiko gagal bayar juga tercermin melalui credit rating yang diberikan oleh perusahaan pemeringkat. Obligasi yang memiliki klasifikasi dengan standar tinggi biasanya memiliki sovereign bond spread yang rendah dan sebaliknya obligasi yang memiliki klasifikasi junk bond memiliki sovereign bond spread yang lebih tinggi.
1
Sovereign bond spread adalah premi risiko dari sovereign bond yang dihitung dari selisih antara tingkat pengembalian surat utang dari sebuah negara dan tingkat pengembalian surat utang negara yang dianggap negara bebas risiko. (ECB, 2013) 1
Kondisi fiskal dan keputusan mengenai kebijakan fiskal oleh pemerintah memiliki peran dalam penentuan credit rating dan sovereign bond spread. Negara dengan gagal bayar seperti Yunani obligasinya memperoleh peringkat credit rating yang sangat rendah, Yunani memperoleh Caa3 dari Moody’s (Moody’s, 2013). Peringkat yang buruk dari obligasi Yunani tersebut akibat dari krisis utang yang menyebabkan berbagai ketidakpastian akan pengembalian dana. Beberapa negara yang kondisi fiskalnya menurun seperti Italia dan Spanyol juga mendapat penurunancredit rating. Pasar cenderung sangat sensitif terhadap perilaku pemerintah dan isu kebijakan fiskal pemerintah, dimana hal tersebut terkait dengan ekspektasi tingkat pengembalian di masa depan. Kebijakan fiskal pemerintah dianggap sebagai salah satu faktor utama sebagai penentu sovereign bond spread. Kemampuan pembayaran dimasa depan erat kaitannya dengan seberapa besar melakukan pembiayaan dengan utang, dan untuk apa utang tersebut digunakan. Semakin besar utang yang dimiliki suatu negara tanpa berbanding lurus dengan pemasukan dan produktifitasnya akan mendorong sovereign bond spread yang besar. Pengalokasian di pos yang produktif yang menjanjikan pengembalian pada perekonomian di masa yang akan datang akan memberikan dorongan untuk sovereign bond spread yang lebih kecil, dan sebaliknya pengalokasian di pos yang konsumtif dengan keadaan defisit fiskal yang besar akan mendorong sovereign bond spread yang lebih besar. Banyak studi yang menghubungkan antara sovereign bond spread dengan fundamental fiskal sebuah negara. Studi sebelumnya Maltriz (2012), Heinemann dkk.(2014), Bernoth dkk.(2012)menemukan adanya hubungan yang signifikan antara variabel fiskal seperti utang pemerintah dan defisit anggaran terhadap sovereign bond spread di Negara-Negara Eropa. Selanjutnya Oliveira dkk.(2012) yang melakukan 2
penelitian terhadap Negara-Negara Eropa, menemukan bahwa variabel spesifik seperti belanja subsidi, belanja modal juga signifikan mempengaruhi sovereign bond spread. Sedangkan Baldacci dkk. (2008), dengan menggunakan sampel 30 negara berkembang, menemukan bahwa komposisi belanja untuk investasi publik memberikan kontribusi untuk sovereign bond spread lebih rendah selama posisi fiskal tetap berkelanjutan dan defisit fiskal tidak dalam keadaan buruk. Lebih lanjut, menurut Min (1989) dan Baldacci dkk. (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi sovereign bond spread dapat diklasifikasikan secara umum menjadi empat kelompok yaitu: (i) solvabilitas2 dan likuiditas3,(ii) fundamental ekonomi, (iii) kondisi keuangan global, dan (iii) fundamental fiskal. Dari studi empiris terdahulu, pemilihan negara dan periode penelitian memberikan temuan yang berbeda terhadap faktor penentu sovereign bond spread, namun variabel utang pemerintah hampir selalu mempengaruhi sovereign bond spread. Tabel 1.1 Credit Rating Indonesia, 2004-2013 2004 2005 2006 2007 2008 2009
2010
2011
2012 2013
S&P
B
B
B+
BB-
BB-
BB-
BB
BB+
BB+
BB+
Moody’s
B2
B2
B2
B1
Ba3
Ba3
Ba2
Ba1
Baa3 Baa3
Fitch
B
B+
BB-
BB-
BB-
BB
BB+
BB+
BBB- BBB-
Sumber: DJPU (2013) 2
Solvabilitas adalah kemampuan suatu institusi untuk memenuhi seluruh kewajibannya. (Quiry dkk., 2011) 3 Likuiditas adalah kemampuan suatu institusi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek. (Quiry dkk., 2011) 3
Setelah terpuruk semenjak krisis 1998, Credit rating Indonesia mengalami perbaikan dari tahun 2004 (lihat tabel 1.1). MenurutS&P credit rating Indonesia tidak mengalami kenaikan peringkat dari 2006 – 2008 dikarenakan kondisi keuangan global yang kurang baik berpengaruh pada ekspektasi pasar. Hingga 2013 S&P belum memberikan predikat investment grade pada surat utang Pemerintah Indonesia. Meski sempat diam ditempat, pada tahun 2012 Indonesia memperoleh peringkat investment grade dari Fitch dan Moody’s. Menurut Laporan Perekonomian Indonesia oleh Bank Indonesia, pada tahun 2005 besarnya subsidi BBM yang harus disediakan pemerintah dengan tingginya harga minyak dunia telah pula menimbulkan sentimen negatif para pelaku pasar terhadap sustainabilitas kondisi fiskal Indonesia ditambah kinerja perekonomian yang buruk membuat sovereign bond spreadterdorong naik pada tahun 2005. Dari grafik 1.1 ditunjukkan sovereign bondspread semakin menurun setelah tahun 2009 setelah sempat mengalami kenaikan yang diakibatkan oleh krisis keuangan global yang mendorong investor untuk memindahkan dananya kepada aset yang lebih tidak berisiko. Menurut Direktorat Jendral Pengelolaan Utang (DJPU), sovereign bond spread Indonesia yang semakin kecil menunjukkan likuiditas karena ada permintaan global bond yang tinggi (DJPU, 2012). Hal ini menunjukkan persepsi investor terhadap Indonesia yang semakin baik setelah krisis keuangan 2007.
4
Grafik 1.1 Pergerakan Sovereign Bond Spread Indonesia, 2004Q1 - 2013Q3 12 10 8 6 4 2 0
Sumber: Bloomberg (2013) Dilihat dari ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara dan standar Maastricht Treaty mengenai batas rasio defisit per PDB dan rasio total utang per PDB, yang memberi batas 3 persen dan 60 persen,Indonesia masih berada dalam batas aman. Rasio defisit per PDB pada tahun 2010 sebesar0,73 persen, tahun 2011 sebesar 1,14 persen, dan tahun 2012 sebesar 1,86 persen dari PDB. Adapun realisasi sementara defisit APBN 2013 adalah 2,4 persen (DJPU,2013). Sedangkan rasio utang pemerintah terhadap PDB di akhir tahun 2013 adalah sekitar 25.2 persen (dengan outlook PDB tahun 2013 sebesar Rp9.112,4 triliun), turun dari 28,3 persen pada akhir tahun 2009 (DJPU,2013). Rasio utang terhadap PDB sekitar 26 persen itu tidak saja masih jauh lebih rendah daripada batas yang diperkenankan oleh Undang-Undang Keuangan Negara maupun standar Maastricht Treaty, namun juga jauh lebih rendah dibandingkan rasio utang terhadap PDB dari negara-negara lain, misalnya Jepang sekitar 243 persen, Amerika Serikat sekitar 106 persen; Thailand sekitar 47 persen; Malaysia sekitar 57 persen; dan Filipina sekitar 41 persen. 5
Namun posisi defisit dan utang yang dikatakan aman tersebut menjadi dipertanyakan ketika Pemerintah Indonesia terlalu banyak mengalokasikan kepada pos-pos konsumtif seperti subsidi.Sejak tahun 2004 belanja subsisdi menjadi belanja terbesar dalam pos belanja pemerintah pusat (lihat pada grafik 1.2).Porsi subsidi yang masih dominan mengurangi
diskresi
pemerintah
dalam
melakukan
ekspansi
untuk
mendukung
pembangunan infrastuktur dan program prioritas lainnya. Alokasi belanja yang kurang tepat dapat mempengaruhi sentimen pasar mengenai keberlanjutan fiskal dan menyebababkan sentimen negatif terhadap output potensial. Grafik 1.2 Komposisi Belanja Pemerintah Pusat Indonesia, 2004 - 2013 (%) 2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Belanja Subsidi
Bantuan Sosial
Belanja Lainya
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
90%
100%
Pembayaran Bunga Utang
Sumber: BKF (2013) 1.2. Rumusan Masalah Dari kasus di negara di Kawasan Eropa seperti Yunani, Spanyol dan Italia kondisi fiskal yang kurang baik berimplikasi pada menurunnya credit rating dan melebarnya sovereign bond spread. Dari kasus beberapa negara tersebut, sovereign bond 6
spreadcenderung merespon kebijakan fiskal. Selain itu, studi-studi empiris pada penelitian sebelumnya menangkap adanya hubungan antara variabel fundamental fiskal dengan sovereign bond spread di negara-negara Eropa, seperti Maltriz (2012), Heinemann dkk.(2014), Bernoth dkk.(2012), dan Oliveira dkk.(2012). Baldacci dkk. (2008) juga menemukan adanya pengaruh fundamental fiskal terhadap pergerakan sovereign bond spreadpada tiga puluh negara berkembang. Lebih lanjut kondisi defisit dan utang Indonesia yang masih dibawah batas ketentuan Undang-Undang memerlukan analisis mengenai dampak komposisi belanja Pemerintah Indonesia terhadap dampaknya terhadap sovereign bond spread. Adanya hubungan antara fundamental fiskal yang terbukti dari kasus beberapa negara dan studi empiris sebelumnya dan kondisi fiskal Indonesia menjadi alasan penulis untuk mengetahui respon sovereign bond spread terhadap shock dari variabel fundamental fiskal Indonesia seperti total utang pemerintah, defisit anggaran, belanja subsidi dan belanja modal. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang penulis paparkan sebelumnya, maka terdapat pertanyaan terhadap masalah yang akan diteliti, berupa: 1. Bagaimana respon sovereign bond spread Indonesia terhadap shock dari fundamental fiskal? 2. Bagaimana kontribusi varians fundamental fiskal terhadap variasi yang terjadi dalam sovereign bond spread? 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diuraikan, tujuan penelitian ini adalah:
7
1. Menganalisis respon pergerakan sovereign bond spread Indonesia terhadap shock dari fundamental fiskal. 2. Menganalisis kontribusi varians fundamental fiskal terhadap variasi sovereign bond spreadIndonesia. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana dampak shock dari fundamental fiskal Indonesia yang meliputi total utang, defisit anggaran dan komposisi pembelajaan utama, terhadap pergerakan sovereign bond spread Indonesia. Lebih lanjut untuk mengetahui faktor manakah yang lebih mempengaruhi sovereign bond spread Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada bidang akademis dan pengambil keputusan sebagai salah satu referensi dalam pengambilan keputusan terkait. 1.6. Sistematika Penelitian Sistematika penyusunan skripsi ini terdiri dari empat bab. Bab I berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II menguraikan teori yang mendasari penelitian ini dan beberapa penelitian-penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhisovereign bond spread khususnya fundamental fiskal, beserta dengan metode analisis yang digunakan. Bab III merupakan pembahasan eventstudydari sovereign bond spread dan hasil temuan berdasarkan metode yang digunakan. Bab IV merupakan bagian penutup yang mencakup kesimpulan dan saran.
8